Balok Metode Analisis TEORI DASAR

Keruntuhan pada suatu kolom merupakan kondisi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya collapse lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total total collapse seluruh struktur. Kolom adalah struktur yang mendukung beban dari atap, balok dan berat sendiri yang diteruskan ke pondasi. Secara struktur kolom menerima beban vertikal yang besar, selain itu harus mampu menahan beban-beban horizontal bahkan momen atau puntirtorsi akibat pengaruh terjadinya eksentrisitas pembebanan. hal yang perlu diperhatikan adalah tinggi kolom perencanaan, mutu beton dan baja yang digunakan dan eksentrisitas pembebanan yang terjadi.

2.6 Balok

Balok adalah bagian struktur yang berfungsi sebagai pendukung beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang diterima plat lantai, berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang di atasnya. Sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan gempa. Balok merupakan bagian struktur bangunan yang penting dan bertujuan untuk memikul beban tranversal yang dapat berupa beban lentur, geser maupun torsi. Oleh karena itu perencanaan balok yang efisien, ekonomis dan aman sangat penting untuk suatu struktur bangunan terutama struktur bertingkat tinggi atau struktur berskala besar.

2.7 Pengantar Gempa

Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut litosfer yang mengapung di atas medium fluida yang lebih lunak yang disebut mantle, Universitas Sumatera Utara sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk menerangkan pergerakan-pergerakan kerak bumi tersebut adalah teori perekahan dasar laut Sea Floor Spreading Theory yang dikembangkan oleh F. V. Vine dan D. H. Mathews pada tahun 1963 Irsyam, 2005. Bersatunya masa batu atau pelat satu sama lain dicegah oleh gaya-gaya friksional, apabila tahanan ultimate friksional tercapai karena ada gerakan kontinyu dari fluida dibawahnya dua pelat yang akan bertumbukan satu sama lain akan menimbulkan gerakan tiba-tiba yang bersifat transient yang menyebar dari satu titik kesuatu arah yang disebut gempa bumi. Gempa bumi yang menimbulkan kerusakan yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kerak bumi lithosfer yang umumnya terjadi didaerah patahan kulit bumi. Dalam beberapa dekade belakangan, para insinyur struktur mulai mengalami kemajuan yang berarti dalam memahami perilaku struktur terhadap beban gempa. Kemajuan ini dikombinasikan dengan hasil penelitian modern yang membuat para insinyur struktur dapat mendesain suatu struktur yang aman ketika mengalami beban gempa yang besar, selain itu dapat pula mendesain bangunan yang tetap dapat terus beroperasi selama dan setelah gempa terjadi. Struktur suatu bangunan bertingkat tinggi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, diantaranya beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Berdasarkan SNI 1726-2002 Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.5. Dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah Universitas Sumatera Utara dengan kegempaan yang paling rendah dan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam Tabel 2.1. Gambar2.5 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun. Tabel 2.1 Percepatan Puncak Batuan untuk Masing-masing Wilayah Gempa Daftar Pustaka no.6. Wilayah Gempa Percepatan puncak batuan dasar g 1 0.03 2 0.10 3 0.15 4 0.20 5 0.25 6 0.30 Gempa yang bekerja pada suatu struktur menyebabkan struktur tersebut akan Universitas Sumatera Utara mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Pergerakan tanah tersebut menimbulkan percepatan sehingga struktur yang memiliki massa akan mengalami gaya berdasarkan rumus F = m x a. Namun struktur pada umumnya memiliki faktor keamanan yang cukup dalam menahan gaya vertikal dibandingkan dengan gaya gempa lateral. Gaya gempa vertikal harus diperhitungkan untuk unsur- unsur struktur gedung yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi seperti balkon, kanopi dan balok kantilever berbentang panjang, balok transfer pada struktur gedung tinggi yang memikul beban gravitasi dari dua atau lebih tingkat diatasnya serta balok beton pratekan berbentang panjang. Sedangkan gaya gempa lateral bekerja pada setiap pusat massa lantai. Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut: a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil b. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tapi bukan merupakan kerusakan struktural c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural dan non struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak menyebabkan bangunan runtuh. Beban gempa nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya, dan oleh kekuatan lebih yang terkandung didalam struktur tersebut. Peluang dilampauinya beban nominal tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10 dan gempa yang menyebabkannya adalah gempa rencana dengan Universitas Sumatera Utara periode ulang 500 tahun. Tingkat daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung secara umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama didalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat lebih f1. Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa diatas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan δmax dan simpangan struktur pada saat terjadinya sendi plastis yang pertama δy, seperti terlihat pada persamaan di bawah ini: 2.6 Untuk μ =1 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang berprilaku elastik penuh, seangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan.

2.7.1 Analisis Beban Gempa

Struktur beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah Universitas Sumatera Utara struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekivalen. Beban geser dasar nominal statik ekivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan di bawah ini: W t 2.7 Dimana C1 adalah nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon spektra gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental T1, Wt adalah berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai, R adalah faktor reduksi gempa, dan I adalah faktor keutamaan. Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan di bawah ini: 2.8 Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas. Ilustrasi dari hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2. 6 Ilustrasi Beban Gempa Nominal Stratik Ekivalen F Daftar Pustaka no.6 Universitas Sumatera Utara Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1 V harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0.9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen. Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis respons dinamik 3 dimensi. Untuk mencegah terjadinya respons struktur gedung terhadap pembebanan gempa yang dominan dalam rotasi, dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, paling tidak gerak ragam pertama fundamental harus dominan dalam translasi. Daktilitas struktur gedung tidak beraturan harus ditentukan yang representatif mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat daktilitas tersebut dapat dinyatakan dalam faktor reduksi gempa R representatif, yang nilainya dapat dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dari faktor reduksi gempa untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh struktur gedung dalam masing-masing arah tersebut sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan ini: 2.9 Dimana Rx danVx adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-x, sedangkan Ry dan Vy adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-y. Metoda ini hanya boleh dipakai, apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa untuk 2 arah pembebanan gempa tersebut tidak lebih dari 1,5. Nilai akhir respons Universitas Sumatera Utara dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80 nilai respons ragam yang pertama. Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut: V ≥ 0,8 V1 2.10 Dimana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana menurut : 2.11

2.7.2. Respon Spektra

Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung, yaitu berupa beban geser dasar nominal statik ekivalen pada struktur gedung beraturan atau gaya geser dasar nominal sebagai respon dinamik ragam pertama pada struktur gedung tidak beraturan, untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan respon spektra gempa rencana. Respon spektra adalah suatu diagram yang memberi hubungan antara percepatan respon maksimum suatu sistem Satu Derajat Kebebasan SDK akibat suatu gempa masukan tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dumping dan waktu getar alami sistem SDK tersebut T. Bentuk respon spektra yang sesungguhnya menunjukkan suatu fungsi acak yang untuk waktu getar alami T meningkat menunjukkan nilai yang mula-mula meningkat dulu sampai suatu nilai maksimum, kemudian turun lagi secara asimtotik mendekati sumbu-T. Didalam peraturan respon spektra tersebut distandarkan Universitas Sumatera Utara diidealisasikan sebagai berikut: untuk 0 ≤ T ≤ 0.2 det ik, C meningkat secara linier dari percepatan puncak muka tanah A0 sampai Am; untuk 0.2 detik ≤ T ≤ Tc, C bernilai tetap C=Am; untuk T Tc, C mengikuti fungsi hiperbola C = ATT. Dalam hal ini Tc disebut waktu getar alami sudut. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa Am berkisar antara 2A0 dan 3A0, sehingga Am = 2,5 A0 merupakan nilai rata-rata yang dianggap layak untuk perencanaan. Contoh gambar respon spektra untuk wilayah gempa 4 dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Respon Spektra Wilayah Gempa 4 Daftar Pustaka no.6 Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 ≤ T ≤ 0.2 detik terdapat ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas strukturnya, faktor respon gempa C dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan.

2.8 Falsafah Pembebanan LRFD

Metode ASD Allowable Strength Design telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun terakhir telah bergeser ke metode perencanaan batas LRFD, Load and Resistance Factor Design yang lebih rasional dan Universitas Sumatera Utara berdasarkan konsep probabilitas. Keadaan batas adalah kondisi struktur diatas ambang kemampuan dalam memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua kategori yaitu tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan keamanan adalah perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan permanen, dan retak-retak. Kriteria penerimaan acceptence criteria harus mencakup kedua keadaan batas tersebut. Konsep probabilitas dalam mengkaji keamanan struktur adalah metode keandalan mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban Q dan tahanan R dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi distribusi tipikal yang dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Distribusi Tahanan dan Beban Vs Frekuensi Mangkoesoebroto,2007 Agar lebih sederhana maka digunakan variabel RQ atau lnRQ dengan lnRQ 0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.9 berikut ini, Universitas Sumatera Utara G ambar 2. 9 Kurva Definisi Kegagalan StrukturMangkoesoebroto,2007 Besaran β σlnRQ menjadi definisi kegagalan. Variabel β disebut indeks kegagalan reliability index, dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut: a. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai jenis komponen struktur. b. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan komponen struktur. c. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat factor keamanan komponen struktur. Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila hubungan pada Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 dapat terpenuhi, Ru ≤ φ Rn 2.12 φRn ≥ ∑γ iQi 2.13 Dimana: Ru adalah tahanan ultimate φ adalah faktor tahanan, Rn adalah tahanan nominal, Universitas Sumatera Utara γi adalah faktor beban Qi adalah pengaruh beban, φRn adalah tahanan rencana, ΣγiQi adalah pengaruh beban terfaktor.

2.8.1 Probabilitas Beban

Besaran angka beban yang terdapat pada peraturan pembebanan Indonesia PBI adalah angka nominal, yang didapat dari probabilitas beban-beban yang bekerja pada bangunan. Angka tersebut didapatkan dengan analisis pembebanan LRFD, seperti yang dijelaskan di atas dengan memperhitungkan faktor luas tributary bangunan. Angka tersebut biasanya merupakan angka maksimum atau angka terbesar yang pernah terjadi pada bangunan. Pada saat mendesain, beban inilah yang kita jadikan ukuran, karena akan memberikan faktor beban yang lebih besar dibandingkan jika kita menggunakan besaran beban yang lebih kecil. PBI tidak menjelaskan karakteristik beban beban nominal yang tercantum, apakah merupakan 10 upper tail, atau 5 upper tail. Juga tidak dijelaskan standar deviasi atau koefisien korelasi bagi tiap beban. Ketika bangunan berada pada masa layannya, maka yang patut menjadi perhatian adalah beban rata-rata yang terjadi, bukan beban maksimal yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, untuk analisa elemen struktur bangunan pada masa layan, diperlukan informasi mengenai beban rata-rata.

2.9 Metode Analisis

Metodologi yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir ini adalah Universitas Sumatera Utara melakukan kajian literatur dan menganalisa perilaku penampang elemen-elemen struktur terhadap beban. Kajian literatur meliputi pembahasan mengenai gaya gempa, pembebanan pada bangunan, dan perhitungan momen inersia. Setelah modul bangunan sudah ditetapkan, pertama kali akan dilakukan analisis elemen struktur terhadap perubahan inersia penampang. Analisa penampang dilakukan dengan menghitung gaya-gaya dalam yang terjadi dengan menggunakan bantuan program komputer SAP 2000. Setelah gaya-gaya dalam diketahui kemudian dilakukan analisi untuk perhitungan reduksi inersia. Angka reduksi inersia dianalisis yaitu dengan menghitung tegangan terjadi akibat gaya-gaya dalam tersebut, tegangan yang terjadi ini akan dibandingkan dengan batas tegangan tarik beton. Tegangan yang melebihi tegangan tarik beton akan diabaikan sehingga didapatkan penampang yang baru. Dari penampang tersebut akan didapatkan inersia baru, inersia baru ini akan dibandingkan dengan inersia semulaI g sehingga didapat reduksi momen inersia. Reduksi inersia hasil analisis akan dievaluasi ulang terhadap perubahan gaya- gaya dalam yang terjadi, dan kemudian dianalisa ulang berapa reduksi momen inersianya. Analisa akan dilakukan berulang-ulang kali dan berhenti apabila inersia yang dihasilkan sama dengan inersia yang dimasukkan. Prosedur analisis dapat di lihat pada bagan flow chart dibawah ini: Universitas Sumatera Utara start Angka reduksi momen inersia Input Sap 2000 Analisis Sap 2000 Gaya-gaya dalam Momen, Lintang, Normal Analisis tegangan Angka reduksi momen inersia Non-convergen selesai No Yes convergen Gambar 2.10 Flow Chart Anlisis Angka Reduksi Momen Inersia Universitas Sumatera Utara

BAB III STUDI KASUS DAN PEMODELAN

3.1 Keretakan Beton

Perilaku mekanik struktur sangat dipengaruhi oleh material yang digunakan. Berdasarkan respon antara gaya tekan dengan deformasi, material dapat dikategorikan menjadi brittle, ductile, dan quasi-brittle. Beton termasuk kedalam material yang bersifat quarsi-brittle.

3.1.1 Retak Akibat Beban Layan

Suatu struktur dapat dikatakan gagal bila tidak memenuhi persyaratan kemampuan layan serviceability dan persyaratan kekuatan strength. Dalam persyaratan kemampuan layan biasanya lendutan struktur dibatasi. Beberapa alasan untuk membatasi lendutan antara lain: a. Penampakan visual b. Kerusakan pada elemen non-struktural c. Mengganggu kinerja mesin yang sensitif d. Memicu kerusakan elemen struktural Lendutan yang terjadi ketika struktur dibebani beban ada dua jenis, yaitu: a. Lendutan elastik langsung terjadi b. Lendutan akibat beban tetap sustained Lendutan akibat beban dapat menyebabkan terjadinya keretakan pada beton. Keretakan pada elemen struktur tidak seragam disemua titik pada elemen struktur tersebut, keretakan biasanya terjadi pada tumpuan dan tengah bentang. Ilustrasi keretakan elemen struktur dapat dilihat pada Gambar 3.1. Beton akan mulai mengalami retak ketika tegangan tarik beton melebihi modulus retaknya. Universitas Sumatera Utara