BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1 Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan konsepsi dengan berat badan janin 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15 dari semua
kehamilan yang diketahui Naylor, 2005.
2.1.2 Etiologi Abortus
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya 11 – 12 minggu,
abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal Sayidun, 2001. Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70 kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi
malformasi pada tubuh janin. Pada 40 kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20 kasus, terbukti adanya
kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat. Faktor maternal :
Sebanyak 2 peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal systemic lupus erythematosis dan infeksi sistemik maternal tertentu
lainnya. 8 peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik. Terdapat dugaan bahwa
Universitas Sumatera Utara
masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Faktor genetik.
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosomtrisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun. Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom
yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila
didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1200 sampai 1600 perempuan dengan
riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27 pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus 40 -
80, kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis 10 - 30.
Universitas Sumatera Utara
Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30 pada perempuan usia reproduksi.
Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 –
80, bergantung pada berat ringannya gangguan. 3.
Penyebab Infeksi Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori
diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta. b.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut
kematian janin. d.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa
sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla
Universitas Sumatera Utara
dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada
usia kehamilan 4 – 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11 minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita
juga berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 abortus berulang.
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan
adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.
Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan
kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah
berhubungan dengan risiko abortus. Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih
dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17 kejadian defek fase luteal. Dan, 50 perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang
normal Prawirohadjo, 2009 Selain penyebab-penyebab diatas kategori penyebab abortus inkompletus antara lain :
1. Kelainan dari ovum
Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan, termasuk abortus inkompletus.
Menurut penyelidikan mereka dari 1000 abortus inkompletus: -
48,9 disebabkan karena ovum yang patologis. -
3,2 disebabkan kelainan letak embrio. -
9,6 disebabkan karena plasenta yang abnormal. Abortus inkompletus yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan waktu terjadinya abortus makin besar kemungkinan
disebabkan oleh kelainan ovum 50 – 80 . 2.
Kelainan genitalia ibu a.
Kongenital anomaly hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain. b.
Kelainan letak dari uterus seperti retrofelsi uteri fiksata.
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi daripada ovum yang
sudah dibuahi seperti kurangnya progesteroneoestrogen, endometritis, mioma submukus.
d. Uterus terlalu cepat renggang kehamilan ganda, mola.
e. Distorsio dari uterus : oleh karena didorong oleh tumor pelvis.
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Kita jumpai pada penyakit nefritis, hipertensi, toksemia-gravidarum, anomaly plasenta dan endartritis oleh lues.
4. Penyakit-penyakit ibu
Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi : pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya. Berdasarkan faktor ibu yang paling sering
menyebabkan abortus adalah infeksi. Sesuai dengan keluhan yang biasa ibu alami kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat genital. Tapi
bisa saja juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum
waktunya Mochtar, 1998 Macam-macam infeksi pada vagina, yaitu:
a. Infeksi vagina akibat bakteri disebabkan karena tidak seimbangnya ekosistem
bakteri pada vagina. Biasanya ditandai dengan adanya keputihan yang encer dan berbau busuk amis.
b. Infeksi vagina akibat trikomonas disebabkan oleh parasit yang berflagela yaitu
trikhomonas. Keputihan yang ditimbulkan sangat banyak, purulen, berbau busuk dan disertai rasa gatal.
Universitas Sumatera Utara
c. Infeksi vulva dan vagina akibat jamur penyebabnya candida albicans yang
merupakan 90 infeksi jamur di vagina. Faktor predisposisinya adalah penggunaan antibiotik pada kehamilan dan diabetes melitus . Keputihan yang
terjadi sangat khas seperti bubuk keju dan sangat gatal. Bila perjalanan penyakitnya kronik dapat menyebabkan rasa nyeri dan panas.
d. Infeksi akibat proses peradangan pada vagina penyebab pasti belum diketahui.
Gejala yang ditimbulkan keputihan yang banyak, purulen dan menimbulkan gejala iritasi panas pada vulva dan vagina disertai nyeri panggul Ayurai,
2009. 5.
Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alcohol, dan lain-lain. a.
Ibu yang asfiksia seperti pada dekom.kordis, penyakit paru berat, anemi gravis. b.
Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, avit ACE, diabetes mellitus.
6. Rhesus antagonism
Pada rhesus antagonism darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus sehingga terjadinya anemi pada fetus yang menyebabkan-nya mati.
7. Terlalu cepat korpus luteum menjadi atrofis.
8. Perangsangan pada ibu sehingga menyebabkan uterus berkontraksi, umpamanya :
terkejut sangat, obat-obat uterus tonika, ketakutan, laparotomi dan lain-lain. 9.
Trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena instrument, benda dan obat-obatan.
Universitas Sumatera Utara
10. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi,
dekompensasis kordis, malnutrisis, nefritis, sifilis, keracunan alcohol, nikotin, Pb, dan lain-lain, sinar rontgen, avitaminosis.
11. Faktor serviks : inkompetensi serviks, sevisitis Mochtar, 1998.
2.1.3 Mekanisme Abortus