2. Outside Stakeholders
Outside Stakeholders yaitu orang-orang maupun pihak-pihak
constituencies yang bukan pemilik perusahaan, pemimpin perusahaan dan bukan pula karyawan perusahaan tetapi memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan
atau dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Yang termasuk kategori outside stakeholders adalah pelanggan
customers, pemasok suppliers, pemerintah government, kreditor creditors, serikat pekerja unions, komunitas lokal local communities, masyarakat umum
general public.
2.1.2 Teori Legitimasi
Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik
fisik maupun non fisik. O’Donovan 2002 dalam Nor Hadi 2011:87 berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat
atau sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup going concern. Kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan
perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok
kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan
antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan
hidup perusahaan Haniffa dan Cooke, 2005. Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu,
legitimasi mengalami pergeseran bersamaan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan berada Dowling
1975 dalam Nor Hadi 2011:87. Perubahan nilai dan norma sosial dalam masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia juga menjadi
motivator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga dapat menjadi tekanan bagi legitimasi perusahaan Lindblom,1994 dalam Nor Hadi 2011:88.
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan dan komunitas sekitarnya memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu “social
contract”. Teori kontrak sosial menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam suatu area karena didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah
serta parlemen yang juga merupakan representasi dari masyarakat. Dengan demikian, ada kontrak sosial secara tidak langsung antara perusahaan dan
masyarakat dimana masyarakat memberi cost dan benefits untuk keberlanjutan korporasi Lako, 2011:6. Kontrak sosial social contract dibuat sebagai media
untuk mengatur tatanan pranata sosial kehidupan masyarakat. Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan
terhadap masyarakat society, pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada
society, operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan masyarakat.
2.2 CorporateSocialPerformance CSP
Pada awalnya konsep CSR terdiri atas empat komponen kewajiban perusahaan terhadap masyarakat Carroll, 1979 dalam Solihin, 2008:102.
Keempat komponen tersebut adalah economic responsibilities, legal
responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary responsibilities. Beberapa ahli seperti Ackerman dan Bauer Carroll, 1979 dikutip dari
Solihin 2008:102, mengajukan kritik terhadap konsep CSR. Kritik mereka ditujukan kepada istilah social responsibility dalam konsep CSR, yang seolah-
olah hanya menekankan kepada kewajiban perusahaan untuk melakukan sesuatu kepada para pemangku kepentingan. Sebaliknya konsep CSR ini tidak
menunjukkan berbagai upaya sosial yang dilakukan perusahaan dan memberi dampak terhadap para pemangku kepentingan yang dapat diukur hasilnya berupa
kinerja performance bagi perusahaan. Di sisi lain, terdapat peneliti seperti Hay, Gray, dan Gates Carroll,1979
dalam Solihin 2008:102, yang secara deskriptif menjabarkan dalam area apa saja perusahaan dianggap memiliki kewajiban terhadap masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari keputusan dan komitmen yang dibuat perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam isu-isu tertentu seperti
tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi masalah polusi, kemiskinan, diskriminasi rasial, serta berbagai area masalah sosial lainnya.
Kebutuhan untuk mencari model CSR yang dapat mengukur dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana
pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan kontribusi bagi