BAB 1
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orangtua harus selalu memperhatikan, mengawasi, dan merawat
anak secara seksama, khususnya memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, proses tersebut sangat
bergantung kepada orang dewasa atau orangtua. Masa lima tahun pertama masa balita adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak dan merupakan masa yang akan
menentukan pertumbuhan fisik, psikis maupun intelengensinya Sulistijadi dkk, 2001. Menurut Depkes 2005 dapat disimpulkan bahwa balita merupakan kelompok yang
paling rawan terhadap terjadinya kekurangan gizi. Kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang
sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Kekurangan gizi juga menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, keterlambatan perkembangan otak, dan
dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan terhadap penyakit infeksi. Berdasarkan pendapat Berg A 1986 dapat disimpulkan gizi kurang dapat
mengakibatkan terpengaruhnya perkembangan mental, perkembangan jasmani, produktivitas. Anak-anak yang gizi buruk memiliki otak yang lebih kecil dari ukuran rata-
rata otak. Jumlah sel-sel otak anak-anak yang gizi buruk 15-20 persen lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak yang cukup makan. Anak yang pernah satu kali terkena
Universitas Sumatera Utara
gizi kurang, akan kurang berkemampuan dalam tes mental dibelakang hari dibandingkan dengan anak yang gizi baik, dan anak yang gizi kurang menjadi terbelakang, sampai ia
tidak sanggup lagi menyesuaikan diri dengan situasi sekolah. Menurut laporan United Nations International Children’s Emergency Fund
UNICEF tahun 2006 jumlah balita gizi buruk di Indonesia berjumlah 2,3 juta jiwa, kasus gizi buruk meningkat sekitar 500.000 jiwa dibandingkan dengan data tahun 20042005
sejumlah 1,8 juta jiwa. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke 111 untuk Indeks Pembangunan Manusia Human Development IndexHDI dari 177 negara yang dinilai.
Angka ini jauh lebih rendah dari pada Malaysia 59, Thailand 76, atau Filipina 73. Rendahnya HDI mencerminkan bahwa tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan per
Kapita penduduk Indonesia masih rendah, Masalah ini sangat erat kaitannya dengan keadaan gizi penduduk.
Menurut pendapat Panji; 2004, UNICEF;2006 dan Ikayana;2008 dapat disimpulkan pada tahun 2000 diperkirakan ada 25 anak Indonesia mengalami gizi kurang,
7 diantaranya gizi buruk, sekitar 50 ibu hamil menderita anemia gizi, sementara itu masih terdapat kecamatan endemik berat meskipun prevalensinya sudah dapat diturunkan
menjadi 9,8. Pada tahun 2003 lima juta balita 27,5 kurang gizi dimana 3,5 juta 19,2 diantaranya berada pada tingkat gizi kurang dan 1,5 juta 8,3 sisanya
mengalami gizi buruk. Pada tahun 2004 dari 17.983.244 balita di Indonesia 5.119.935 28,47 balita termasuk gizi kurang dan buruk. Pada tahun 2006 kasus gizi kurang
menjadi 4,2 juta 944.246 diantaranya kasus gizi buruk dan pada tahun 2007 kasus gizi buruk berkurang menjadi 4,1 juta 755.397 diantaranya kasus gizi buruk.
Universitas Sumatera Utara
Kasus gizi buruk di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2000 gizi kurang terdapat 17,3 dan gizi buruk 9,16. Tahun 2003 terjadi peningkatan menjadi gizi kurang 18,59
dan gizi buruk 12,3, tahun 2005 terjadi penurunan gizi kurang menjadi 15,78 dan gizi buruk menjadi 8,82, pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita dengan gizi
buruk sebesar 1,02 menjadi 7,8, tetapi balita dengan gizi kurang meningkat menjadi 20,5. Pada tahun 2006 balita yang tergolong gizi buruk yang mendapat perawatan di
Sumatera Utara hanya mencapai 43,9, tahun 2007 prevalensi gizi buruk 4,4 dan prevalensi gizi kurang 18,8 , bila dibandingkan dengan target 2010 yaitu 100 masih
sangat rendah Dinkes Propinsi Sumut, 2006. Status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur BBU di Kota Medan
tahun 2008 dari 81. 125 balita yang ditimbang di 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat kasus gizi kurang sebesar 8.331 balita dan kasus gizi buruk sebesar 1.527 balita.
Dan dari 39 puskesmas tersebut Puskesmas Terjun termasuk urutan ke tiga yang banyak terdapat kasus gizi yaitu dari 4.956 balita yang ditimbang terdapat 142 balita gizi buruk dan
499 balita gizi kurang Dinkes Kota Medan, 2008. Wilayah kerja Puskesmas Terjun meliputi lima kelurahan yaitu: kelurahan Labuhan
Deli, kelurahan Paya Pasir, kelurahan Rengas Pulau, kelurahan Terjun dan kelurahan Tanah Enam Ratus. Berdasarkan data yang diperoleh dari operasi timbang Puskesmas
Desember 2008 diketahui Kelurahan Labuhan Deli merupakan kelurahan yang banyak terdapat kasus gizi buruk yaitu dari 1.742 balita yang ditimbang terdapat 36 balita gizi
buruk dan 187 balita gizi kurang, di kelurahan Paya Pasir dari 708 balita di timbang terdapat 56 balita gizi kurang dan 11 balita gizi buruk, di kelurahan Rengas Pulau dari
1.240 balita yang ditimbang terdapat 37 balita gizi kurang dan 7 balita gizi buruk, di
Universitas Sumatera Utara
kelurahanTerjun dari 738 balita yang ditimbang terdapat 54 balita gizi kurang dan 6 balita gizi buruk, di kelurahan Tanah Enam Ratus dari 812 balita yang ditimbang terdapat 22
balita gizi kurang dan 5 balita gizi buruk Puskesmas Terjun, 2008 Masalah gizi berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia yang sangat
diperlukan dalam pembangunan, maka tujuan jangka panjang program perbaikan gizi diarahkan untuk tercapainya keadaan gizi yang optimal bagi seluruh penduduk yang
dicerminkan dengan semakin meningkatnya jumlah keluarga yang berperilaku gizi seimbang. Keluarga sadar gizi Kadarzi adalah cerminan keluarga gizi yang mendukung
terciptanya keadaan gizi yang optimal anggota keluarganya Panji, 2004 Tahun 1998 telah dicanangkan Program Kadarzi yang dimotori oleh Depkes.
Kadarzi merupakan sasaran program perbaikan gizi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah gizi. Dengan adanya program keluarga sadar gizi diharapkan
dapat menurunkan prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya 20 Dinkes, 2005 Menurut Depkes 2007 untuk mengatasi masalah gizi salah satunya adalah melalui
keluarga sadar gizi Kadarzi. Keluarga sadar gizi merupakan keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi di tingkat kelurahan atau rumah tangga
melalui: Memantau berat badan secara teratur, makan beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium dalam masakan, hanya memberikan ASI saja sampai bayi berusia enam
bulan dan memberikan kapsul vitamin A kepada balita. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN Bidang Kesehatan
2005-2009 menetapkan 4 empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20. Guna mempercepat
pencapaian sasaran tersebut, di dalam Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009
Universitas Sumatera Utara
telah ditetapkan 4 strategi utama, yaitu Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, dan meningkatkan pembiayaan kesehatan. Selanjutnya dari empat strategi utama tersebut telah
ditetapkan 17 sasaran prioritas, satu diantaranya adalah seluruh keluarga menjadi Keluarga Sadar Gizi Kadarzi Depkes, 2007
Program Kadarzi bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga dan di dalam Undang-undang
nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propenas dan di dalam visi Indonesia Sehat 2010, ditetapkan bahwa 80 keluarga menjadi Keluarga Mandiri
Sadar Gizi Kadarzi, karena keluarga mempunyai nilai yang amat strategis dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh masyarakat, serta menjadi tumpuan dalam pembangunan
manusia seutuhnya Panji, 2004. Kelurahan Labuhan Deli merupakan salah satu dari lima kelurahan yang termasuk
dalam wilayah kerja puskesmas Terjun Medan Marelan. Berdasarkan survei awal yang di lakukan pada tahun 2007 telah berjalan program Kadarzi. Kegiatan pelaksanaan program
Kadarzi ini meliputi pemetaan Kadarzi dan konseling Kadarzi yang di lakukan setiap enam bulan sekali. Meskipun program Kadarzi sudah berjalan selama satu tahun namun
berdasarkan hasil penimbangan balita BBU bulan Desember 2008 di kelurahan Labuhan Deli masih banyak terdapat kasus gizi buruk yaitu dari 1.742 balita yang ditimbang terdapat
187 balita gizi kurang dan 36 balita gizi buruk.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merasa perlu mengetahui hubungan tingkat Keluarga Sadar Gizi Kadarzi dengan status gizi balita di kelurahan Labuhan Deli
Medan Marelan, sehingga di peroleh suatu strategi penanggulangan gizi buruk yang tepat berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dilapangan dan diharapkan dapat menjadi
masukan untuk membuat prioritas program yang tepat dan efektif sesuai kemampuan daerah.
1.2. Permasalahan