Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami

(1)

PENGALAMAN IBU MELAHIRKAN TANPA DIDAMPINGI SUAMI

OLEH :

NURRAHMATON 105102017

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

(3)

PERNYATAAN

Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami Karya Tulis Ilmiah

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam Karya Tulis Ilmiah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011


(4)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Nurrahmaton

Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami vii + 54 hal + 1 tabel + 7 lampiran

Abstrak

Persalinan merupakan situasi yang penuh dengan kecemasan dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin, sehingga akan berpengaruh juga pada proses persalinan. Keberadaan suami di samping istri saat proses persalinan berlangsung sangat membantu istri untuk lebih bisa mengontrol perasaan cemasnya. Seperti yang kita ketahui, situasi menjelang persalinan adalah situasi yang penuh dengan kecemasan, dalam situasi ini kehadiran suami sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum dari hari pertama sampai dengan hari ke empat puluh sebanyak sembilan orang. Pengumpulan data dilakukan pada Februari sampai dengan April tahun 2011. Pengumpulan data dalam penelitian dengan cara menggunakan kuesioner data demografi dan depth interview. Pertimbangan etik yang dilakukan peneliti harus jujur, menjelaskan tujuan dan maksud dari penelitian kepada partisipan. Analisis penelitian dilakukan dengan metode Colaizzi. Tingkat kepercayaan data yang dilakukan dengan cara member checking. Adapun hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami yaitu: yang pertama persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami, kemudian yang selanjutnya perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami, yang ke tiga alasan melahirkan tanpa didampingi suami, dan yang ke empat adalah harapan untuk menghadapi persalinan berikutnya. Dari hasil penelitian ternyata pengalaman yang dialami ke sembilan partisipan yang terdiri dari empat ibu primipara dan lima ibu multipara banyak terdapat persamaan satu sama lain. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan dapat menambah wawasan kita mengenai pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami. Hasil penelitian ini juga akan dapat menjadi tambahan ilmu baru bagi dunia pendidikan. Juga dapat dijadikan suatu pedoman dalam praktek kebidanan agar hal pahit yang terjadi pada pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami tidak kembali terjadi pada persalinan yang akan datang. Juga dapat dijadikan sebuah landasan bagi penelitian kebidanan, dalam penelitian berikutnya yang berkenaan dengan melahirkan tanpa didampingi suami. Hal ini juga akan menjadi pedoman bagi ibu bersalin baik yang sudah mengalami pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami atau belum.

Daftar Pustaka : 22 (2003 – 2010)


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami”, Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana Sains dan Terapan dan Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan penerapan ilmu dalam mata kuliah Metodologi Penelitian. Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak menghadapi kesulitan namun berkat bantuan dari berbagai pihak Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Setiawan, SKp. MNS. PhD selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu memberikan asuhan dan masukan yang berharga dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Di samping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Farida L.S.Siregar,


(6)

S.Kep.Ns.M.Kep selaku Koordinator program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan seluruh Dosen dan seluruh Staf Administrasi Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu klinik Sri Wahyuni Am.Keb yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

Penulis menyadari, dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak mendapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah Ini nantinya. Harapan penulis, semoga kelak Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu kebidanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Definisi Pengalaman ... 7

B. Persalinan ... 7

1. Definisi Persalinan ... 7

2. Tanda-tanda Persalinan ... 8

3. Gejala Persalinan ... 8

4. Persiapan Menghadapi Persalinan ... 10

5. Proses Persalinan ... 14

C. Pendamping Persalinan ... 15

D. Pengalaman Ibu Melahirkan ... 20

E. Penelitian Kualitatif Fenomenologi ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Desain Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel ... 24


(8)

2. Sampel ... 24

C. Tempat Penelitian ... 25

D. Waktu Penelitian ... 25

E. Etik Penelitian ... 25

F. Alat Pengumpulan Data ... 26

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 27

H. Analisis Data ... 28

I. Keabsahan Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Penelitian ... 30

B. Pembahasan... 40

1. Interpretasi dan diskusi hasil ... 41

2. Keterbatasan Penelitian ... 50

3. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Bidann . 51 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Lampiran 2 : Lembar Data Demografi

Lampiran 3 : Lembar Panduan Wawancara

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 : Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup


(9)

DAFTAR TABEL


(10)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Lampiran 2 : Lembar Data Demografi

Lampiran 3 : Lembar Panduan Wawancara

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 : Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup


(11)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Nurrahmaton

Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami vii + 54 hal + 1 tabel + 7 lampiran

Abstrak

Persalinan merupakan situasi yang penuh dengan kecemasan dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin, sehingga akan berpengaruh juga pada proses persalinan. Keberadaan suami di samping istri saat proses persalinan berlangsung sangat membantu istri untuk lebih bisa mengontrol perasaan cemasnya. Seperti yang kita ketahui, situasi menjelang persalinan adalah situasi yang penuh dengan kecemasan, dalam situasi ini kehadiran suami sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum dari hari pertama sampai dengan hari ke empat puluh sebanyak sembilan orang. Pengumpulan data dilakukan pada Februari sampai dengan April tahun 2011. Pengumpulan data dalam penelitian dengan cara menggunakan kuesioner data demografi dan depth interview. Pertimbangan etik yang dilakukan peneliti harus jujur, menjelaskan tujuan dan maksud dari penelitian kepada partisipan. Analisis penelitian dilakukan dengan metode Colaizzi. Tingkat kepercayaan data yang dilakukan dengan cara member checking. Adapun hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami yaitu: yang pertama persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami, kemudian yang selanjutnya perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami, yang ke tiga alasan melahirkan tanpa didampingi suami, dan yang ke empat adalah harapan untuk menghadapi persalinan berikutnya. Dari hasil penelitian ternyata pengalaman yang dialami ke sembilan partisipan yang terdiri dari empat ibu primipara dan lima ibu multipara banyak terdapat persamaan satu sama lain. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan dapat menambah wawasan kita mengenai pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami. Hasil penelitian ini juga akan dapat menjadi tambahan ilmu baru bagi dunia pendidikan. Juga dapat dijadikan suatu pedoman dalam praktek kebidanan agar hal pahit yang terjadi pada pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami tidak kembali terjadi pada persalinan yang akan datang. Juga dapat dijadikan sebuah landasan bagi penelitian kebidanan, dalam penelitian berikutnya yang berkenaan dengan melahirkan tanpa didampingi suami. Hal ini juga akan menjadi pedoman bagi ibu bersalin baik yang sudah mengalami pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami atau belum.

Daftar Pustaka : 22 (2003 – 2010)


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan AKI negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data SDKI 2002/2003 terdapat 100.000 kelahiran dan 307 diantaranya harus berakhir dengan kematian, yang disebabkan oleh hal-hal yang masih ada kaitannya dengan kehamilan dan persalinan (Sunarsih, 2010). Salah satu penyebab lain tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah kurangnya peran keluarga, khususnya suami dalam proses persalinan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan suami pada masa kehamilan dan saat persalinan sangat dibutuhkan untuk menenangkan kondisi fisik istri (Sholihah, 2008).

Dalam penelitian Aswiningrum (2009) terhadap 200 ibu melahirkan, diperoleh fakta sekitar 86,2% menyatakan perasaan senang dan nyaman saat proses persalinan didampingi oleh suami dan sisanya 13,8 % menyatakan senang dan bahagia pada saat proses persalinan didampingi oleh anggota keluarga yang lain khususnya ibu kandung. Kehadiran suami selama proses persalinan merupakan hal penting bagi seorang ibu, karena dengan hadirnya suami akan dapat mendukung ibu saat mengalami stres berat. Kondisi stres ibu akan meningkatkan rasa cemas sehingga berakhir dengan depresi (Suririnah, 2009).

Persalinan merupakan situasi yang penuh dengan kecemasan dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin, sehingga akan berpengaruh juga pada proses persalinan. Keberadaan suami disamping istri saat proses persalinan berlangsung sangat membantu istri untuk lebih bisa mengontrol perasaan


(13)

cemasnya. Selain itu, dengan hadirnya suami disamping istri selama proses persalinan ibu akan merasakan aman serta dapat mengurangi rasa nyeri dan persalinan berlangsung lebih cepat (Amir, 2010).

Ibu adalah sosok perempuan yang sangat berjasa dalam hidup setiap orang, ibu berjuang mempertahankan hidup janin selama dalam kandungan, berjuang saat proses persalinan, dan mendidik sampai tumbuh besar sehingga menjadi orang yang berguna. Dalam buku 50 tahun IBI dituliskan ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga, ibu juga merupakan penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan ibu yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan.

Efek positif seperti menurunkan morbiditas mengurangi rasa sakit dan persalinan lebih singkat akan timbul apabila hadir seorang pendamping saat proses persalinan (Sumarah, 2009). Saat menjelang proses persalinan merupakan saat-saat ibu merasakan kecemasan yang tinggi karena pada saat itu ibu memikirkan hal-hal yang akan terjadi antara lain perasaan sakit, rasa takut menghadapi persalinan, memikirkan bagaimana penolong, memikirkan kondisi bayi, pada situasi seperti inilah ibu membutuhkan pendamping.

Persalinan merupakan hal yang identik dengan wanita, persalinan juga tidak dapat dilakukan oleh laki-laki. Hal itu yang mendorong wanita lain untuk menjadi pendamping persalinan, sehingga laki-laki seperti tidak dibutuhkan dalam proses persalinan. Namun sejak tahun 1970-an keberadaan suami dalam proses persalinan merupakan salah satu bentuk dukungan moral yang dibutuhkan, karena pada saat itu ibu sedang mengalami guncangan perasaan yang apabila berlebihan akan berakibat stres berat (Nolan, 2004).


(14)

Dahulu calon ibu yang menjalani persalinan selalu didampingi oleh wanita lain, ibunya, saudaranya, teman, dan lain-lain. Selama tahun 1970-an, berbagai organisasi wanita mulai mengempanyekan agar pria khususnya suami diperbolehkan menemani pasanganya yaitu istrinya selama persalinan. Keberadaan suami dalam proses persalinan merupakan salah satu bentuk dukungan moral yang dibutuhkan, karena pada saat ini ibu sedang mengalami stres berat. Walaupun faktor tunggal terbesar yang dapat memodifikasi proses persalinan dalam kebiasaan kita adalah paramedis. Di mana hal ini berpengaruh besar terhadap bentuk kecemasan dan depresi yang dirasakan ibu selama dan sesudah persalinan. Dukungan psikologi dan perhatian akan memberikan dampak terhadap pola kehidupan sosial keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, dan kasih sayang pada wanita hamil (Nolan, 2004).

Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkaan dari kehidupan manusia dan merupakan hal yang sangat berharga, guna menjadi pedoman dan pelajaran dalam menjalani kehidupan kedepannya, pengalaman juga dapat dibagikan kepada orang lain, seperti pengalaman seorang ibu yang melahirkan tanpa didampingi suami, karena hampir setiap ibu melahirkan sangat mengharapkan suaminya dapat hadir dalam proses persalinan, peran suami dalam proses persalinan sangatlah penting guna menjaga kestabilan psikologi ibu.

Menjalani proses persalinan tanpa didampingi oleh suami merupakan suatu hal yang menarik untuk diketahui dan merupakan kejadian aneh bagi kita yang berbudaya timur, bahkan hal ini dapat memunculkan bermacam-macam persepsi, seperti persepsi kurang harmonisnya hubungan dengan suami. Melahirkan tanpa didampingi oleh suami adalah salah satu pengalaman pahit bagi sebagian ibu, pengalaman pahit seperti ini dapat dicegah terulang kembali yaitu dengan menambah pengetahuan mengenai


(15)

melahirkan tanpa didampingi suami, pengetahuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman yang telah dijalani oleh para ibu dan bidan penolong.

Penelitian masalah pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami menarik untuk dilakukan karena masih sedikit penelitian yang secara khusus meneliti tentang hal ini. Melahirkan merupakan suatu kejadian yang selalu akan terjadi dalam kehidupan manusia, dan ini merupakan kejadian yang menjadi salah satu harapan bagi setiap orang yang mengharapkan adanya keturunan, hal ini juga salah satu kejadian istimewa dalam hidup setiap pasang makhluk hidup.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami ?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami.

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Bagi Pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah untuk menjadi tambahan pengetahuan mengenai pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami.


(16)

2. Praktek Kebidanan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan praktik kebidanan akan mendapatkan informasi baru tentang pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami guna untuk meningkatkan pelayanan kebidanan.

3. Penelitian Kebidanan

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh bidan sebagai bahan persiapan menghadapi persalinan berikutnya.

4. Ibu Bersalin

Menjadi pengalaman baru melahirkan tanpa didampingi suami dan pedoman bagi ibu yang akan menjalani proses persalinan pertama maupun persalinan berikutnya yang mungkin tanpa didampingi suami.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang terkait, dikelompokkan menjadi 5 bagian :

A. Definisi Pengalaman B. Konsep Persalinan

1. Definisi Persalinan 2. Tanda-tanda Persalinan 3. Gejala Persalinan

4. Persiapan Menghadapi Persalinan 5. Proses Persalinan

C. Pendamping Persalinan D. Pengalaman Ibu Melahirkan E. Penelitian Kualitatif Fenomenologi A. Definisi Pengalaman

Berdasarkan teori Notoadmojdo (2005) pengalaman adalah guru yang baik, pepatah ini sangat sering kita dengar dalam kehidupan kita, memang tidak dapat dipungkiri bahwa pengalaman merupakan hal yang penting dalam menjalani hidup dan menata hidup kedepannya. Karena dengan pengalaman orang akan lebih hati-hati dalam bersikap dan akan lebih terarah untuk melakukan sesuatu hal. Pengalaman juga merupakan sumber pengetahuan dan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Menurut Syah (2003) pengalaman adalah memori episodik yaitu memori yang terjadi dan dialami seseorang atau individu pada waktu dan tempat tertentu, memori ini


(18)

nantinya akan berfungsi sebagai referensi otobiografi yang kemudian akan bermanfaat dan menjadi landasan bagi orang lain.

Nolan (2004) berpendapat bahwa pengalaman seorang laki-laki dengan seorang perempuan sering kali terjadi kemiripan dalam hal kekhawatiran. Bagaimana tidak, pengalaman wanita terhadap kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua baru sama seperti suaminya, ia juga mengalami pengalaman emosional yang sama. Berbagi pengalaman persalinan juga merupakan hal penting untuk dilakukan, dengan hal ini para ibu dan suami merasa terbantu dalam menjalani proses persalinan nantinya, untuk menghindari resiko-resiko yang akan muncul saat proses persalinan.

B. Persalinan

1. Definisi Persalinan

Menurut Prawirohardjo (2005) persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Saifuddin (2006, dalam Rukiyah, dkk, 2009, hal. 1) mengatakan persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah melahirkan bayinya.

2. Tanda-tanda Persalinan

Tanda-tanda persalinan menurut Manuaba (1998) yaitu ditandai dengan adanya kekuatan his yang semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek kemudian terjadi pengeluaran pembawa tanda seperti pengeluaran lendir dan lendir bercampur darah, ditandai dengan ketuban pecah, tanda berikutnya


(19)

terlihat jika dilakukan pemeriksaan dalam, maka akan dijumpai perubahan serviks yaitu perlunakan serviks, pendataran serviks dan terjadi pembukaan serviks.

3. Gejala Persalinan

Sesuai dengan teori Musbikin (2007), gejala persalinan berbeda-beda antara persalinan sebelumnya dengan persalinan yang akan dihadapi nantinya, rasa khawatir terhadap gejala persalinan tidak hanya dirasakan oleh calon ibu baru, tetapi juga dirasakan oleh ibu yang pernah menjalani persalinan. Gejala yang dialami ibu menjelang persalinan adalah :

a. Mengalami perubahan terhadap perasaan

Hampir semua ibu merasakan keanehan beberapa hari menjelang persalinan, perasaan ibu mudah berubah, mulai dari membayangkan kelahiran si kecil sampai merasa frustasi karena hari persalinan yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba. Kontraksi dapat mempengaruhi perubahan emosi, jadi hal yang harus dilakukan pada masa seperti ini adalah memperbanyak istirahat sambil menunggu waktu persalinan tiba.

b. Naluri positif

Semua ibu menginginkan segala sesuatunya beres saat bayinya lahir, keinginan seperti ini wajar dirasakan, tapi naluri positif seperti ini tidak harus selalu dilakukan, karena akan membuat ibu banyak bergerak dan akan membuat ibu merasa sangat lelah. Untuk menghindari kelelahan tinggi, ibu bisa meminta bantuan kepada suami atau keluarga yang lain.

c. Menurunnya berat badan dan diare

Menjelang persalinan ada ibu yang mengalami penurunan berat badan, hal ini disebabkan oleh berkurangnya peredaran darah karena mulai kempesnya plasenta dan


(20)

berkurangnya cairannya. Hal lain seperti diare, juga akan dialami oleh ibu menjelang persalinan, karena ini merupakan keadaan normal tubuh untuk membersihkan diri, sakit perut atau mulas akan ibu rasakan, namun ini merupakan salah satu efek kontraksi. Jadi segera berkonsultasi kepada dokter.

d. Menjelang melahirkan

Pada saat menjelang persalinan biasanya ada dua tanda yang akan muncul seperti keluarnya lendir bersamaan dengan bercak darah, lendir ini berfungsi untuk mempermudah persalinan nantinya sedangkan darah menandakan terjadinya pembukaan pada leher rahim. Namun demikian, persalinan tidak terjadi saat itu, melainkan akan terjadi dua minggu kemudian. Lakukanlah pencatatan keluarnya lendir kemudian konsultasikan pada dokter kandungan. Tanda berikutnya adalah terjadinya his atau kontraksi teratur.

e. Pecahnya selaput ketuban

Dua puluh lima persen kasus melahirkan diawali dengan pecahnya selaput ketuban. Pecahnya selaput ketuban ini tidak selalu berupa semburan yang dahsyat, karena semua ini tergantung pada bagian ketuban yang pecah. Bila pecah terjadi di bagian depan janin, ketuban akan menyembur. Kalau sudah begini segera ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Hal ini tergantung pada usia kehamilan dan seberapa parah cairan ketuban yang keluar. Sekalipun demikian, penanganan terhadap kondisi ini tetap perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi.

4. Persiapan Menghadapi Persalinan

Saat-saat menjelang persalinan merupakan masa yang penuh dengan kegelisahan, hal ini biasanya dirasakan oleh ibu muda, apalagi menghadapi persalinan walaupun kondisi kehamilannya baik serta rajin melakukan pemeriksaan ke dokter tetapi hal ini


(21)

tidak menjamin ketenteraman hati. Untuk menghadapi persalinan yang jauh dari kegelisahan, adapun persiapan-persiapan menghadapi persalinan menurut Musbikin (2007) yaitu :

a. Persiapan diri

Membekali diri dengan informasi yang berhubungan dengan persalinan merupakan langkah yang baik untuk mempersiapkan diri menyambut persalinan. Informasi yang berhubungan dengan persalinan dapat diperoleh dari buku-buku, majalah-majalah atau media informasi lain atau dapat juga diperoleh dengan cara mengikuti kelas persiapan kelahiran. Informasi persalinan yang lebih berharga dapat diperoleh dari berbagi pengalaman persalinan ibu, saudara maupun teman yang sudah pernah menjalani persalinan, dalam perbincangan ini ibu yang akan menjalani persalinan. Selain bertukar pengalaman, informasi persalinan juga dapat diperoleh dari dokter kandungan ibu saat itu.

Hal lain yang dilakukan ibu menjelang persalinan adalah mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan selama di rumah sakit baik keperluan ibu maupun keperluan bayi saat dirumah. Dengan melakukan kegiatan ini maka akan dapat mengurangi kecemasan ibu menghadapi persalinan.

b. Memperhatikan kondisi tubuh

Kondisi tubuh terutama pada saat berdiri, berlutut, berjalan-jalan yang benar akan dapat mempersingkat proses persalinan. Dengan hal ini persalinan akan lebih mudah, untuk dapat melakukan gerak tubuh yang benar caranya adalah 40 menit bersikap tegak, 15 menit istirahat dengan duduk atau berbaring. Dengan adanya masa


(22)

istirahat maka akan lebih siap untuk menghadapi periode berikutnya yaitu periode persalinan.

c. Mendeteksi gejala persalinan

Bagi mereka yang baru pertama kali akan melahirkan, sering terkecoh dengan tanda-tanda persalinan. Begitu tanda kontraksi muncul, tanpa menilainya lagi mereka cepat datang ke rumah sakit. Menurut mereka perkiraan persalinan sudah dekat. Kecemasan menanti masa persalinan membuat mereka khawatir terlambat sampai di sana. Padahal, ini artinya anda kehilangan kesempatan untuk lebih lama menikmati suasana yang rileks dan bebas dalam lingkungan keluarga.

Karenanya tunda keberangkatan Anda ke rumah sakit sampai tanda-tanda persalinan yang muncul seperti kontraksi yang semakin dekat frekuensinya (5 menit). Keluar bercak darah yang bercampur lendir atau ketuban telah pecah.

d. Mengurangi rasa sakit

Rasa sakit yang muncul karena kontraksi yang tidak teratur, kontraksi yang siklusnya tidak beraturan seperti ini dapat disiasati rasa sakitnya. Apabila kontraksinya terjadi pada malam hari, dapat diatasi dengan mandi air hangat, kemudian minum air hangat dan kembalilah untuk tidur. Apabila terjadi kontraksi pada siang hari maka carilah kesibukan agar rasa sakit karena kontraksi dapat terabaikan.

Namun bila persalinan sudah menjelang, Anda justru harus memperhatikan kontraksi yang terjadi. Tandanya kontraksi semakin sering muncul dengan tegang waktu yang semakin sedikit. Mengerang dan merintih mungkin justru dapat membantu mengurangi rasa sakit. Tapi, yang paling tepat adalah mempraktikkan pernafasan dalam yang diajarkan di kursus senam.


(23)

e. Pendamping persalinan

Hadirnya pendamping saat persalinan merupakan pendukung yang baik saat ibu merasakan kecemasan. Pendamping yang diharapkan saat persalinan dapat membantu memijat, menenangkan dan dapat memberikan segala sesuatu yang diinginkan oleh ibu. Pendamping yang diharapkan dalam hal ini adalah suami, kalau tidak pun keluarga terdekat seperti ibu kandung dan saudara perempuan atau bahkan teman perempuan. Pendamping disini juga diharapkan dapat menjadi teman untuk berbagi pengalaman, keluhan dan kebahagiaan saat sebelum dan sesudah melahirkan.

f. Bersikap rileks

Dalam masa kehamilan ibu diharapkan dapat bersikap lebih rileks dan yang lebih diutamakan pada saat menjelang persalinan. Sikap rileks ini akan membantu ibu dalam menghadapi persalinan. Untuk memperoleh sikap yang rileks ini ibu harus mempersiapkan diri dengan beberapa latihan seperti melatih alat tubuh-tubuh khususnya bagian panggul agar tetap rileks. Melatih pernafasan terutama saat kontraksi, hal ini juga dapat membantu ibu menjadi lebih rileks.

g. Bersikap luwes

Memang sebaiknya, sebelum saat persalinan tiba ibu sudah mempunyai gambaran bagaimana sebenarnya persalinan itu berlangsung. Dengan demikian, jika persalinan berlangsung tidak mulus, ibu dapat cepat menyesuaikan diri. Misalnya, bayi tidak kunjung lahir, sehingga dikhawatirkan keselamatannya.

Karenanya harus dilakukan tindakan, misalnya dengan episotomi (pengguntingan) atau pembiusan epidural atau operasi ceasar. Pastikan bahwa ibu tahu mengapa tindakan itu harus dilakukan serta kemungkinan-kemungkinan. Tanyakan efek


(24)

sampingnya dan apakah masih ada alternatif lain. Semua ini dapat membantu ibu menentukan tindakan yang terbaik bagi ibu dan janin

h. Melewati masa kontraksi dengan tenang

Bagi ibu-ibu yang belum pernah menghadapi persalinan kontraksi yang terjadi sering membuat mereka menjadi tidak terkendali dan panik. Sebenarnya tak banyak yang bisa anda lakukan selain menikmati setiap kontraksi dan tidak memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Anggaplah bahwa bila anda dapat menghadapi satu kontraksi, artinya masa ini akan semakin cepat berakhir.

Ada cara lain untuk melewati tahap ini yaitu dengan melakukan pernafasan perlahan-lahan melalui hidung dan mengeluarkan kembali melalui mulut. Bernafas dalam ini membantu sekali melewati tahap ini dengan lebih baik.

i. Membayangkan masa bahagia setelah persalinan

Masa yang sulit ketika persalinan, sebenarnya bisa anda atasi dengan mengingat bahwa sebentar lagi akan anda bisa memandang dan memeluk bayi Anda yang mungil. Cobalah bayangkan bayi anda mengalami perjalanan ini bersama Anda. Bayangkan leher rahim Anda terbuka dan mendorong bayi keluar. Saat mendorong bayi keluar, bersikaplah tegak dan letakkan tangan di bawah untuk mengingatkan anda untuk mengedan dan membuat dasar panggul tetap rileks. Perhatikan selalu petunjuk dari dokter. Jangan salah mengedan dan atur nafas sebaik-baiknya. Ingatlah semua ini Anda lakukan agar bayi akan keluar.

j. Menikmati kebahagiaan setelah persalinan

Tidak mustahil saat yang melelahkan ini merupakan hari yang istimewa bagi Anda. Walau rasa sakit, lelah masih terasa, namun saat bayi telah lahir selamat dan


(25)

sehat, semua kegundahan dan rasa sakit akan hilang berganti dengan kegembiraan. Untuk itu, masa ini patut Anda kenang dan nikmati. Karenanya, jangan ragu-ragu untuk mengungkapkan apa yang Anda rasakan dan inginkan. Anda tak akan melupakan hari ini. Jadikanlah sebagai hari yang bahagia dan indah

5. Proses Persalinan

Dalam proses persalinan lazimnya akan melewati 4 tahapan yaitu : a. Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan.

b. Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita juga merasa tekanan kepada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Jika dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat


(26)

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.

c. Kala III ( pelepasan uri)

Setelah lahirnya bayi atau kala II dilewati, uterus teraba keras dengan fundus

uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk

melepas plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.

d. Kala IV (observasi)

Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernafasan), kontraksi uterus dan terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

C. Pendamping Persalinan

Pendamping, khususnya suami selalu ada di dekat ibu merupakan hal yang membahagiakan bagi ibu, kehadiran pendamping diharapkan tidak hanya saat proses persalinan saja, tetapi juga sejak masa kehamilan, menjelang persalinan seperti mempersiapkan segala perlengkapan persalinan sebagai mana dalam sebuah iklan layanan masyarakat “siap antar jaga” (Indrawati, 2010) . Bahkan keikutsertaan suami pasca persalinan dalam menjaga dan merawat bayi juga hal yang diidam-idamkan oleh setiap istri.


(27)

Dalam teori Danuatmaja (2004) ditulis bahwa kehadiran seorang pendamping persalinan sangat memberikan arti besar untuk ibu bersalin karena dengan hadirnya pendamping ibu dapat terbantu banyak saat persalinan. Seperti membantu menciptakan suasana nyaman dalam ruang bersalin, membantu mengawasi pintu dan melindungi privasi ibu, melaporkan gejala-gejala atau sakit pada perawat atau dokter, dan membantu ibu mengatasi rasa tidak nyaman fisik.

Dalam buku 50 tahun IBI (2006) dituliskan, pendamping persalinan harus ditentukan jauh-jauh hari sebelum persalinan, dalam kebiasaan kita sebagai orang yang berbudaya timur suami menjadi calon utama untuk menjadi pendamping saat persalinan. Walaupun dahulunya suami masih dianggap janggal untuk menjadi pendamping persalinan, tapi apabila seorang pasien yang menginginkan suaminya menunggu pada saat istrinya melahirkan, sebaiknya bidan memperbolehkan dengan lebih dahulu memberikan wawasan, pengertian dan penjelasan kepada suaminya dan tidak menggangu jalannya persalinan. Sebelumnya suami pasien diberi penjelasan tentang persalinan. Keberadaan suami disamping istri yang sedang menjalani proses persalinan sangatlah penting, yaitu untuk memberikan dukungan kepada istrinya agar merasa aman, nyaman dan berbesar hati, sehingga persalinan akan berjalan lancar. Kehadiran suami dalam proses persalinan juga akan membantu untuk lebih mendekatkan hubungan keluarga.

Menurut Danuatmaja (2004) hal-hal yang dilakukan untuk menjadi pendamping yang baik dalam persalinan yaitu :

1. Aktif bertanya

Hampir semua dokter atau bidan tidak menjelaskan tindakan atau wewenang mereka terhadap pasien. Oleh karena itu, aktiflah bertanya sehingga tahu hal yang dapat diterima, diperhatikan dan ditolak.


(28)

2. Membawa keperluan untuk diri sendiri

Semua orang sibuk mengurus pasien. Jadi, lakukanlah persiapan untuk diri sendiri dengan membawa perlengkapan yang cukup, seperti baju ganti, alas kaki yang nyaman karena mungkin harus bolak-balik di koridor rumah sakit, baju renang jika mendampingi persalinan dalam air, serta bekal makanan, dan minuman.

3. Mengetahui hal apa yang akan dihadapi

Ada yang menyatakan teknik pernapasan yang dipelajari di kursus persalinan tidak berguna. Meskipun demikian, jangan pernah menyepelekan ilmu apapun yang didapatkan di kursus persalinan atau buku karena pasti ada gunanya. Selain itu, kemungkinannya kecil ditengah persalinan membolak-balik buku panduan lagi. Oleh karena itu, pelajari pengetahuan dasar dan tambahan tentang persalinan walaupun tidak di pakai pada waktunya.

4. Bersikap luwes

Strategi persalinan yang berhasil bagi seorang ibu belum tentu berhasil bagi ibu lain. Tugas pendamping adalah mencermati strategi yang berhasil dan bersiap menghentikan yang gagal. Terbukalah terhadap perubahan strategi. Sebelum hari H, diskusikan dengan ibu mengenai harapan dan pilihan di ruang bersalin. Hal ini dimaksudkan agar pendamping dapat mengambil inisiatif untuk mengusulkan suatu perubahan strategi jika terjadi suatu yang tidak diharapkan.

5. Mencari kesibukan

Proses persalinan dapat lama dan berat. Selama melewatinya, usahakan pendamping dan ibu memiliki kesibukan untuk mengabaikan rasa sakit, bosan dan putus asa. Bentuknya dapat merupakan tehnik pernafasan, anekdot baru, pijatan di kaki, atau bersama-sama melakukan tehnik relaksasi.


(29)

Meskipun banyak yang akan menolong ibu, suamilah yang menjadi pendukung utama baginya. Agar membuatnya tetap nyaman, turuti permintaannya. Lakukan yang ibu inginkan. Mulai dari lari ke kantin untuk membelikan permen, mengambilkan minuman, atau menyampaikan permintaannya kepada bidan.

7. Pendamping mengetahui kapasitasnya

Pendamping persalinan harus tahu apa saja yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya serta mengetahui sampai di mana wewenang seorang pendamping persalinan saat persalinan berlangsung, karena banyak hal yang akan terjadi di ruang bersalin, jika pendamping tidak mengetahui kapasitasnya di ruang bersalin, maka akan menyebabkan terganggunya tugas bidan penolong dan perawat.

8. Menjadi pendamping yang bijak

Pendamping sangat berperan dalam membantu dan mendampingi ibu saat proses persalinan, mengambil keputusan yang berat juga merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pendamping. Tetapi sebelumnya pendamping mendiskusikan terlebih dahulu dengan ibu, karena selain pendamping ibu juga tahu hal-hal apa saja yang dibutuhkan selama proses persalinan.

9. Setia menunggu

Persalinan yang pertama kadang berlangsung sangat lama sehingga ibu belum dianjurkan ke rumah sakit atau jika sudah di rumah sakit maka akan disarankan untuk kembali pulang kerumah. Jadi pendamping harus sabar selama mendampingi ibu, walaupun ibu berada di rumah sendiri, khususnya saat terjadi kontraksi, sambil menunggu dan mengurangi rasa sakit, lakukan aktifitas ringan seperti menonton televisi.

10. Menjadi pendamping setia

Ibu kandung atau sahabat dekat memang dianggap orang-orang yang memahami sakitnya persalinan dan menjadi salah satu undangan untuk menjadi pendamping


(30)

persalinan. Namun begitu, kehadiran suami saat proses persalinan masih menjadi nomor satu bagi ibu bersalin. Oleh karena itu, usahakan suami selalu ada di samping ibu dan tidak menghilang dari pandangannya.

Menurut Sholihah (2008), bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa suami karena hal ini bisa berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluhkan betapa tertekannya mereka kerena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya.

Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti :

1. Suami tidak siap mental

Umumnya, suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istri kesakitan atau tidak tahan bila harus malihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin.

2. Tidak diizinkan pihak RS

Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas medis yang tengah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar


(31)

3. Suami sedang dinas

Apabila suami sedang dinas ke tempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani. Momen persalinan pun dapat difilmkan dalam kamera video, sehingga saat kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.

D. Pengalaman Ibu melahirkan

Berdasarkan pendapat Ross (2006), seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya, semuanya sepertinya mendengar tentang cerita proses persalinan terburuk yang dialami orang lain. Kemudian dia mendiskusikan cerita-cerita ini dengan ahli kandungannya, yang mengambil kesempatan dari ketakutannya dan rapi memecahkan masalahnya dengan merekomendasikan epidural atau operasi caesar.

Melahirkan memberikan banyak pengalaman berbeda. Ini adalah contoh-contoh bagaimana para wanita dan bidan menggambarkan proses persalinan, “persalinan itu sangat indah, persalinan juga luar biasa menantang mental dan fisik, hal yang bisa ditangani wanita dalam hidupnya, persalinan itu lebih indah apabila didampingi suami, persalinan adalah situasi yang tidak dapat dikontrol, persalinan adalah pengalaman yang dewasa”.

Semua pendapat di atas adalah benar. Melahirkan adalah perayaan kehidupan baru. Terimalah bahwa diakhir kehamilan anda akan ada proses persalinan. Ibu- ibu perlu beberapa jam untuk melakukan pekerjaan yang luar biasa ini untuk berjumpa dengan bayinya. Semua wanita yang melahirkan di zaman sekarang akan menghadapi sejumlah tantangan dalam kehidupan mereka menjelang kehamilan dan melahirkan.


(32)

Adapun strategi yang dilakukan untuk mengatasi berbagai macam tantangan menjelang kehamilan dan persalinan adalah tanamkan dalam benak Anda bahwa Anda bisa melakukannya, Anda bisa melakukan proses persalinan, Anda bisa melahirkan, Anda bisa benar-benar mengontrol, percaya pada diri sendiri, percaya pada bayi Anda, percaya pada kemampuan Anda, percaya pada kekuatan Anda sebagai seorang wanita.

Jangan pernah kehilangan pandangan ini selama kehamilan Anda. Kehamilan Anda seharusnya menjadi petunjuk yang terbaik di hari terbaik dalam kehidupan Anda. Ingat kehamilan dan persalinan bukanlah suatu sakit dan penyakit.

E. Penelitian Kualitatif Fenomenologi

Menurut Moleong (2006) pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.

Penelitian kualitatif fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi


(33)

pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Pendekatan

fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan

dasar tertentu.

Menurut Lincoln dan Guba untuk tingkat keabsahan data hasil penelitian berpegang pada empat kriteria yang digunakan yaitu derajat credibility, transferability,

dependability dan confirmability

1. Credibility, pada kriteria ini menunjukkan apakah kebenaran hasil penelitian dapat

dipercaya dalam mengungkapkan penemuan yang dapat dicapai dan kenyataan yang sesungguhnya dalam wawancara. Untuk menunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan cara :

a. Lama penelitian yaitu dengan memperpanjang masa pengamatan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari partisipan, dan untuk membangun kepercayaan para partisipan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

b. Observasi yang detail yaitu dengan pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

c. Triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.


(34)

d. Peer debriefing yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh

dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data.

2. Transferability, pada kriteria ini menunjukkan apakah hasil penelitian ini dapat

digeneralisasikan atau diterapkan pada semua situasi. Untuk melakukan pengalihan tersebut peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks.

3. Dependability, pada kriteria ini menunjukkan apakah hasil penelitian mengacu pada

kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan.

4. Confirmability, pada kriteria ini menunjukkan apakah hasil penelitian dapat

dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Untuk memenuhi kriteria ini peneliti menginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing yang merupakan seorang yang ahli dalam bidang penelitian kualitatif fenomenologis atau dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian fenomenologi. Penelitian

fenomenologi adalah suatu penelitian tentang pengalaman yang bertujuan untuk

mendapatkan pemahaman tentang arti peristiwa dan kaitan-kaitan terhadap orang-orang dalam situasi tertentu serta menangkap pengertian tentang sesuatu yang sedang diteliti.

Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus

pengalaman-pengalaman subjektif manusia. Peneliti fenomenologi akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya dan hendaknya memiliki pula perasaan ingin tahu terhadap segala sesuatu (Moleong, 2006). Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum di klinik Sri Wahyuni sebanyak 112 jiwa.

2. Sampel

Adapun sampel yang diambil oleh peneliti adalah ibu-ibu postpartum. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah purposive sampling yang sesuai dengan kriteria sampel, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 9 jiwa. Menurut Nursalam (2009) purposive sampling adalah suatu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti,


(36)

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Adapun sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria seperti :

a. Ibu-ibu yang postpartum dari hari 1 s/d hari ke 40 b. Ibu-ibu yang melahirkan tanpa didampingi suami c. Bersedia diwawancarai atau menjadi partisipan.

C. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Klinik Sri Wahyuni Jalan Marelan IX, Kec. Medan Marelan, Kel. Tanah 600. Dengan pertimbangan pada klinik tersebut ada dijumpai ibu yang postpartum melahirkan tanpa didampingi suami.

D. Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung pada September 2010 sampai Mei 2011 dan pengambilan data dilakukan pada Februari sampai April 2011.

E. Etik Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti harus jujur. Data yang diambil harus dari data yang sebenarnya, menjaga keselamatan partisipan, melindungi partisipan dari ketidaknyamanan dan bahaya serta tidak menyebabkan kerugian partisipan.

Peneliti melakukan penelitian ini dengan pertimbangan etik yaitu : peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang akan mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika partisipan bersedia maka partisipan harus menandatangani lembar persetujuan riset (Informant consent). Bila partisipan menolak untuk diwawancarai maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya karena partisipan tersebut sifatnya suka rela dan partisipan mempunyai hak


(37)

untuk mengundurkan diri dari penelitian. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) hanya nomor kode yang akan digunakan sehingga kerahasiaan identitas informasi yang diberikan tetap terjaga. Seluruh informasi yang diperoleh tidak akan dipergunakan kecuali untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan tetap menjaga kerahasiaan identitas.

F. Alat Pengumpulan Data

Ada tiga alat pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Peneliti, dalam penelitian ini peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.

2. Data demografi, yang berisi pertanyaan mengenai data umum partisipan pada lembar pengumpulan data demografi berupa usia, suku, tingkat pendidikan, agama, jumlah anak yang lahir.

3. Panduan wawancara yang berisi 5 pertanyaan diantaranya pertanyaan mengenai pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami, pendapat ibu tentang melahirkan tanpa didampingi suami, perasaan ibu melahirkan tanpa didampingi suami, pentingnya kehadiran suami dalam proses persalinan, dan harapan ibu untuk melahirkan berikutnya. Peneliti membuat pertanyaan tersebut, dan telah memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Panduan wawancara ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan dapat dilihat di lampiran 3 dalam Karya Tulis Ilmiah ini.


(38)

G. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : setelah mendapatkan izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik USU dan Pimpinan Klinik Sri Wahyuni, peneliti melakukan wawancara pendahuluan sebagai pilot studi dan memperlihatkanya pada pembimbing, pilot studi ini bertujuan untuk mengetahui proses wawancara, panduan wawancara, probing dalam wawancara dan melanjutkan penelitian, peneliti mengadakan prolonged adjustment yaitu pendekatan kepada partisipan untuk mendapatkan persetujuan sebagai partisipan dalam penelitian, dan peneliti harus berusaha untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara menggunakan data demografi sebagai data dasar dan dengan in–depth

interview yaitu wawancara mendalam terhadap partisipan. Setelah partisipan setuju

menjadi sampel penelitian, peneliti menjelaskan hal-hal yang terkait dengan penelitian, peneliti menjalin hubungan baik dengan partisipan. Partisipan menjawab pertanyaan yang terdapat dalam lembar data demografi sesuai dengan petunjuk masing-masing bagian dan menandatangani surat persetujuan (informed consent) serta memberikan kesempatan untuk bertanya kepada peneliti bila ada pertanyaan tidak mengerti. Peneliti mulai melakukan wawancara dan merekam hasil wawancara menggunakan perekam digital, peneliti menulis dan membaca transkrip, jika ada hal-hal yang kurang jelas akan dilakukan wawancara ulang, peneliti menganalisa data yang ditemukan dan mengelompokkan data, kemudian data akan diuraikan kedalam bentuk narasi dari semua konsep, kelompok dan kategori konsep, peneliti membahas hasil penelitian sesuai dengan analisa data yang dilakukan. Pengumpulan data dihentikan jika saturasi data tercapai dan akhirnya peneliti memperoleh fokus penelitian.


(39)

H. Analisis Data

Peneliti menganalisa data dengan menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam polit, et. Al, 2001), yaitu :

1. Membaca semua panduan untuk mendapatkan perasaan mereka 2. Mengulangi setiap panduan dan menyaring pernyataan penting

3. Mengumpulkan data pada kelompoknya, menunjukkan kelompok ini kembali pada panduan awalnya untuk mensahkan mereka mencatat ketidakcocokan di antara dan atau di antara variasi kelompok, menghindarkan godaan pengabaian data atau tema yang tidak cocok

4. Menyatukan hasil ke dalam deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti 5. Merumuskan deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti dengan pernyataan

tegas dengan identifikasi yang mungkin

6. Menyatakan kepada partisipan tentang sejauh mana temuan sebagai langkah akhir pengesahan.

I. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti berpegang pada dua kriteria yang digunakan untuk menjaga derajat keabsahan data yaitu :

1. Credibility : dalam kriteria ini peneliti menunjukkan kebenaran hasil penelitian

yang telah dikumpulkan sudah dapat dipercaya atau belum yaitu dengan cara

member check. Member check adalah suatu tehnik untuk mempertahankan

keabsahan data dengan cara peneliti memferifikasi dan menguraikan data yang diperoleh. Jadi dengan cara ini peneliti mengklarifikasi kembali data yang telah diperoleh kepada partisipan untuk mengetahui kesesuainya. Proses member check


(40)

ini peneliti lakukan mulai dari saat peneliti bertemu dengan partisipan, dengan memberikan fotocopy transkrip kemudian mendiskusikan kembali proses member

check yang telah dilakukan dengan dosen pembimbing peneliti.

2. Confirmability : dalam kriteria ini peneliti menunjukkan kebenaran hasil penelitian

dapat dibuktikan dengan menyesuaikan hasil penelitian dengan data yang dikumpulkan dan untuk memenuhi kriteria ini peneliti mendiskusikan hasil penelitian kepada pembimbing yang merupakan seorang yang ahli dalam bidang penelitian fenomenologis.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami. Kesembilan partisipan berdomisili di Jalan Marelan IX, Kec. Medan Marelan, Kel. Tanah 600. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam.

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Partisipan

Kesembilan partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau menandatangani perjanjian sebelum wawancara dimulai. Para partisipan adalah ibu yang 1 sampai 40 hari postpartum dan partus secara normal. Umur kesembilan partisipan berkisar antara 25 – 35 tahun. Rata-rata umur partisipan adalah 29,3 tahun. Empat dari sembilan partisipan adalah suku Jawa, dua orang bersuku Melayu, satu orang bersuku Aceh, satu orang bersuku Mandailing dan satu orang bersuku Batak. Pendidikan terakhir mayoritas partisipan adalah S1 yakni lima orang, tiga orang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan satu orang berpendidikan Diploma. Kesembilan partisipan beragama islam. Kesembilan partisipan melahirkan dengan spontan. Lima dari sembilan partisipan berparitas multipara dan empat orang berparitas primipara. Kesembilan partisipan mengalami melahirkan tanpa didampingi suami. Kesembilan partisipan menceritakan pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami.


(42)

Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan

Karakteristik Jumlah

Umur Kisaran Mean

25 – 35 tahun 29,3 tahun Suku Jawa Melayu Aceh Mandailing Batak 4 orang 2 orang 1 orang 1 orang 1 orang Pendidikan S1 Diploma SMA 5 orang 1 orang 3 orang Agama Islam Jenis persalinan Spontan Paritas Primipara Multipara 9 orang 9 orang 4 orang 5 orang

2. Alasan melahirkan tanpa didampingi suami

Dahulu yang menjadi pendamping persalinan adalah wanita, namun sejak tahun 1970-an laki-laki khususnya suami mulai dibutuhkan dalam mendampingi persalinan guna untuk memberikan dukungan moral, hal ini memang sangat penting bagi semua ibu. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, hal ini sering tidak terwujud dikarenakan berbagai alasan seperti kesibukan suami, adanya masalah dalam keluarga bahkan alasan ini dapat muncul dari salah prediksi hari persalinan. Alasan-alasan tersebut memiliki kesamaan antara yang dikemukakan oleh ibu primipara dengan ibu multipara. Berikut alasan melahirkan tanpa didampingi suami yang dikemukakan oleh sembilan partisipan dan empat diantaranya ibu primipara :


(43)

a. Suami sibuk

Alasan ini bisa muncul karena semua suami memiliki kesibukan dan hal ini kadang tidak bisa dihindari, walaupun saat persalinan telah tiba dan akhirnya berefek kepada istri yang melahirkan tanpa didampingi oleh suami. Seperti yang dikemukakan oleh empat partisipan dan salah satunya ibu primipara, suami tiba-tiba dapat tugas dari tempat kerjanya hingga memakan waktu beberapa hari ke depan. Kesibukan suami kerap kali menjadi alasan untuk tidak hadir dalam proses persalinan, alasan ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini :

Ungkapan ibu primipara :

“Suami saya lebih memilih pekerjaannya daripada mendampingi saya melahirkan”

( Partisipan 4 ) Ungkapan ibu multipara :

”Suami saya nelayan, jadi nggak selalu ada disamping, kalau pergi kadang lama sampe dua minggu nggak pulang, makanya sekarang saya sendiri tanpa didampingi suami”

( Partisipan 3 )

“Suami saya masih ada tugas dari tempat kerjanya di luar kota, mungkin besok baru bisa pulang, dan sekalian bawa pulang saya ke rumah “

( Partisipan 9 )

b. Salah prediksi

Salah prediksi merupakan salah satu alasan yang sering kita jumpai dalam kehidupan manusia. Hal ini juga sering dijumpai dalam proses persalinan dikarenakan dalam menunggu masa persalinan tidak ada yang bisa memastikan kapan akan terjadinya persalinan. Seperti kejadian yang dialami oleh dua partisipan, ibu primipara dan ibu multipara akibat salah prediksi sehingga mengharuskan istri menjalani persalinan tanpa


(44)

didampingi suami. Hal ini didukung oleh pernyataan dua partisipan dalam kutipan wawancara berikut ini :

Ungkapan ibu primipara :

”Saya merasa sangat menyesal kenapa saya izinkan suami saya pulang ke dumai, kalau saja suami saya belum pulang ke sana, kan saya didampingi saat melahirkan”

( Partisipan 5 ) Ungkapan ibu multipara :

“Kalau prediksi bidan sekitar satu minggu lagi bayi kami lahir, makanya suami saya berani pulang ke Aceh, rupanya di luar prediksi”

( Partisipan 6 )

c. Konflik keluarga

Konflik rumah tangga atau masalah di luar dugaan juga sering terjadi dalam keluarga yang terkadang rencana yang sudah disusun tidak terwujud sehingga efek negatif bagi istri yang akan menjalani proses persalinan. Seperti halnya yang dialami oleh tiga partisipan yang diceraikan suami menjelang melahirkan dan suami tersandung masalah dengan kepolisian hingga masuk penjara dua diantaranya ibu primipara. Berikut ini terdapat dua pernyataan yang dikemukakan oleh partisipan dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Ungkapan ibu primipara :

“Suami saya kena masalah harus berurusan dengan polisi dan masuk penjara saat kandungan saya hampir tiba waktu untuk melahirkan”

( Partisipan 7 )

Ungkapan ibu multipara :

”Saya diceraikan suami saya ketika menjelang melahirkan, dan akhirnya suami saya tidak mendampingi saya”


(45)

3. Perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap sembilan partisipan, maka peneliti memperoleh informasi tentang bagaimana perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami. Bermacam-macam perasaan yang dirasakan oleh ibu primipara dan ibu multipara ketika menjalani proses persalinan seperti sedih, dan cemas, hal ini disebabkan oleh ketidakhadiran suami dalam proses persalinan seperti yang diungkapkan oleh partisipan. Perasaan yang diungkapkan partisipan ketika menjalani melahirkan tanpa didampingi suami adalah sebagai berikut :

a. Sedih

Persalinan tanpa didampingi suami merupakan salah satu momen yang tidak diharapkan oleh ibu bersalin, bahkan momen ini sangat tidak diinginkan terjadi. Namun begitu, hal tersebut kerap kali terjadi dikalangan ibu bersalin baik primipara maupun multipara, sehingga situasi ini yang membuat hati ibu merasa sedih. Perasaan sedih ini seperti yang diungkapkan oleh tujuh partisipan kepada peneliti, empat diantaranya ibu primipara dan tiga lainnya ibu multipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Ungkapan ibu multipara :

“Sedih kali, air mata saya langsung netes, campur aduk pikiran saya”

( Partisipan 1 )

Ungkapan ibu primipara :

“Pastinya sedih sangat mendalam, apalagi suami saya sedang sakit, pastinya suami tidak bisa damping saya melahirkan”

( Partisipan 2 )

b. Cemas

Perasaan cemas sering menghinggapi hati ibu bersalin yang diakibatkan oleh ketidakstabilan emosi sehingga membuat pikiran ibu tidak menentu arah, hal ini dipicu


(46)

oleh tidak hadirnya suami dalam proses persalinan. Situasi ini digambarkan oleh dua partisipan multipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

“Ya benar-benar linglung lah pikirannya, nggak tau apa yang mesti saya lakukan”

( Partisipan 6 )

“Ya semacam gelisah, bahkan perasaan ini merasa sedih bukan main, perasaan ini muncul karena ketidak hadiran suami di samping”

( Partisipan 8 )

4. Persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami

Persalinan tanpa didampingi suami merupakan suatu momen yang tidak diinginkan oleh ibu bersalin terjadi dalam hidupnya baik ibu primipara dan ibu multipara. Kadang hal ini tidak dapat dihindari, dari kejadian inilah memunculkan banyak pendapat tentang melahirkan tanpa didampingi suami. Seperti halnya yang dirasakan oleh partisipan, yang mana persalinan tanpa didampingi suami itu dapat membuat ibu merasa putus asa sehingga memunculkan kesan yang menyakitkan, yang pada akhirnya ibu menyalahkan suami karena kurangnya dukungan. Persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami adalah sebagai berikut :

a. Putus asa

Putus asa kerap kali menghampiri ibu bersalin baik primipara maupun multipara saat menunggu dan bahkan saat menjalani proses persalinan, apalagi persalinan ini dijalani tanpa didampingi suami. Hal ini yang membuat ibu merasa kapok dan menjadikan momen ini sebagai suatu pengalaman yang buruk bahkan sulit untuk dilupakan. Dari sinilah keinginan ibu terpancing dan membuat ibu memiliki keinginan agar momen ini tidak terulang lagi. Persepsi mengenai putus asa ini peneliti temukan


(47)

pada lima partisipan dan dua diantaranya ibu multipara, seperti dalam kutipan wawancara berikut :

Ungkapan ibu primipara :

“Kalau saya ingat-ingat rasanya pahit waktu melahirkan ini, ya nggak sama seperti orang lain gimana layak nya suami istri saat menjalani proses persalinan”

( Partisipan 7 )

Ungkapan ibu multipara :

“Kalau menurut saya ini juga tergolong ke pengalaman yang buruk dan tidak terlupakan sampai seumur hidup”

( Partisipan 9 )

b. Kesan menyakitkan

Kesan menyakitkan ini sangat dirasakan oleh ibu bersalin baik primipara maupun multipara saat menjalani proses persalinan tanpa didampingi suami, sehingga membuat ibu menyimpulkan kejadian ini menjadi suatu pengalaman yang sangat tidak menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan empat partisipan dan dua diantaranya ibu primipara seperti dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Ungkapan ibu primipara :

“Pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami, menurut saya pengalaman yang sangat menyedihkan”

( Partisipan 2 )

Ungkapan ibu multipara :

“Gimana ya saya bilang, sepertinya melahirkan tanpa didampingi suami merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan”

( Partisipan 3 )

c. Kurangnya dukungan suami

Setiap ibu bersalin mengiginkan suami hadir mendampinginya dalam proses persalinan baik ibu primipara maupun ibu multipara. Dalam proses persalinan


(48)

berlangsung ibu bersalin sedang mengalami drop dan membuat ibu berpikir negatif tentang suami, seperti merasa kurangnya kasih sayang dari suami. Sehingga membuat ibu sangat membutuhkan dukungan dari orang sekeliling khususnya suami. Kurangnya dukungan suami dalam proses persalinan, hal ini sesuai dengan pernyataan lima partisipan tiga diantaranya ibu primipara, seperti dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Ungkapan ibu primipara :

“Suami nggak ada di samping saya saat melahirkan rasanya seperti sudah dilupakan oleh semua orang”

( Partisipan 5 )

“Rasanya sangat-sangat sedih dan merasa hilang semua harapan, sia-sia rasanya persiapan kami berdua”

( Partisipan 7 )

Ungkapan ibu multipara :

“Saya sangat merasa sakit karena waktu saya melahirkan suami nggak di samping”

( Partisipan 8 )

5. Harapan untuk persalinan yang akan datang

Semua orang memiliki harapan dalam hidupnya, harapan dengan sendirinya juga bisa muncul disebabkan oleh adanya kejadian yang negatif seperti halnya yang dirasakan oleh ibu bersalin baik ibu primipara maupun ibu multipara yang menjalani persalinan tanpa didampingi suami. Hal ini lah yang membuat ibu bersalin memiliki harapan di persalinan-persalinan yang akan datang. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, maka terdapat beberapa harapan ibu untuk persalinan yang akan datang, seperti ingin didampingi suami dan pentingnya kehadiran suami dalam proses persalinan.


(49)

a. Didampingi suami

Menjalani persalinan didampingi suami adalah hal yang diidamkan setiap ibu baik primipara maupun multipara, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang sudah peneliti lakukan. Hadirnya suami dalam persalinan dapat memberikan kenyamanan, keamanan, dan ketenangan bagi ibu yang akan menghadapi persalinan. Dengan hadirnya suami disamping istri akan dapat merasakan tingginya kepedulian suami terhadap dirinya yang seolah-olah suami menjadi pelindung baginya. Dengan alasan inilah suami dituntut untuk menjadi pendamping utama dalam persalinan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terhadap Sembilan partisipan dan empat diantaranya ibu primipara, seperti berikut ini :

1) Kepedulian suami tinggi

Kepedulian suami sangat dibutuhkan oleh setiap istri, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari bahkan juga sangat dibutuhkan menjelang dan proses persalinan berlangsung. Kepedulian suami merupakan impian setiap ibu baik primipara maupun multipara terutama saat menjalani proses persalinan, seperti adanya perhatian suami terhadap istri. Pernyataan ini peneliti temukan pada tiga partisipan dan dua diantaranya ibu primipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Ungkapan ibu primipara :

“Yang saya rasakan, cuma suami saya yang benar-benar bisa ngertiin saya”

( Partisipan 5 )

Ungkapan ibu multipara :

“Karena suamilah yang lebih tau gimana saya, suami juga tau apa yang saya butuhkan”


(50)

2) Suami sebagai pendamping utama

Pendamping saat persalinan memang sangat dibutuhkan, walaupun ada beberapa pendamping lain seperti orang tua dan paramedis. Dalam persalinan suami tetap menjadi pilihan utama istri untuk menjadi pendamping persalinan. Hal ini peneliti temukan dua partisipan dalam penelitian satu ibu primipara dan satu multipara, seperti kutipan wawancara berikut ini :

Ungkapan ibu primipara :

“Ini persalinan pertama saya, jadi pastilah saya berharap sangat suami saya bisa hadir saat persalinan”

( Partisipan 2 )

Ungkapan ibu multipara :

“Kalau suami ada di samping rasanya seperti ada tambahan tenaga baru, yang akhirnya kita merasa aman, nyaman dan tenang”

( Partisipan 8 )

3) Suami sebagai pelindung

Dalam kondisi yang sedang tidak stabil setiap orang butuh akan perlindungan, begitu juga dengan ibu bersalin. Dalam kondisi yang tidak stabil yaitu masa menjelang persalinan ibu sangat butuh pendamping yang menjadi pelindung, pelindung yang ibu bersalin butuhkan di sini adalah suami. Pernyataan mengenai suami sebagai pelindung peneliti temukan dalam kutipan wawancara terhadap delapan partisipan dan tiga diantaranya ibu primipara sebagai berikut :

Ungkapan ibu multipara :

“Kalau secara lahir, orang lain bisa, tetapi kalau ketenangan batin hanya bisa saya dapatkan dari suami, nggak bisa digantikan oleh orang lain”


(51)

“Secara mental dari suami memberikan nasehat-nasehat, saran dan kata-kata yang agak-agak mesra yang ujung-ujungnya, bisa menghilangkan rasa ketakutan dan rasa khawatir”

( Partisipan 6 )

Ungkapan ibu primipara :

“Dengan hadirnya suami disamping dapat membuat saya lebih merasa tenang, nyaman dan aman”

( Partisipan 9 )

b. Pentingnya kehadiran suami ketika melahirkan

Melahirkan merupakan momen yang menegangkan juga menguras emosi. Momen melahirkan pastinya tidak bisa dijalani sendiri, kehadiran pendamping sangatlah penting guna menstabilkan emosi, hal inilah yang membuat pentingnya kehadiran suami dalam proses persalinan. Seperti yang di ungkapkan oleh Sembilan partisipan dan empat diantaranya ibu primipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Ungkapan ibu primipara :

“Sangat penting, rasanya seperti ada tambahan tenaga baru, kalau ada suami di samping”

( Partisipan 1 )

Ungkapan ibu multipara :

“Harapan utama saya untuk melahirkan berikut, saya ingin melahirkan dan suami siap mendampingi saya”

( Partisipan 3 )

B. Pembahasan

Persalinan merupakan proses yang normal yang terjadi pada manusia sebagai upaya secara alamiah untuk memperoleh keturunan. Persalinan juga merupakan suatu situasi yang penuh dengan rasa cemas dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin baik primipara maupun multipara, sehingga akan


(52)

berpengaruh juga pada proses persalinan. Hadirnya suami di samping istri saat proses persalinan berlangsung sangat membantu istri untuk lebih bisa mengontrol perasaannya yang cemas. Selain itu, dengan hadirnya suami di samping istri selama proses persalinan istri akan merasa aman, serta dapat mengurangi rasa nyeri dan persalinan akan berlangsung lebih cepat (Amir, 2010).

1. Interpretasi dan diskusi hasil

a. Alasan melahirkan tanpa didampingi suami 1) Suami sibuk

Menurut Sholihah (2008), apabila suami sedang dinas ke tempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami tetapi masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani.

Kesibukan memang banyak menyita waktu sehingga membuat seseorang sulit membagi waktu untuk hal lain bahkan kesibukan ini dapat membuat seseorang lupa akan kewajibannya. Dilema seperti ini sering dialami oleh para suami masa sekarang bahkan ia melupakan kewajibannya untuk menjadi pendamping persalinan (Nolan 2004). Padahal persalinan bukanlah hal yang rutin atau bukanlah hal yang setiap hari dijalani tetapi para suami masih banyak yang lebih memilih pekerjaannya daripada mendampingi istri dalam persalinan. Seperti halnya dalam hasil penelitian terdapat empat partisipan yang menjadikan suami sibuk sebagai alasan dan satu diantaranya ibu primipara, suami pergi untuk memenuhi tugasnya sebagai salah satu karyawan perusahaan yang secara tidak disadari ia telah meninggalkan istri pada masa menunggu hari-hari persalinan.


(53)

2) Salah prediksi

Menurut Susanti (2002), prediksi merupakan suatu perkiraan yang belum pasti kadang prediksi bisa tepat seperti harapan. Namun tidak jarang prediksi mengalami kesalahan, misalnya dalam menentukan hari persalinan kadang persalinan yang telah ditentukan akan terjadi beberapa hari kemudian. Prediksi ini bisa meleset lebih maju atau bahkan bisa terjadi lebih cepat dari hari yang sudah diprediksi.

Salah prediksi kerap kali menghampiri dunia persalinan khusunya dalam menentukan hari persalinan. Hal ini yang terkadang sering membuat pasangan suami istri merasa kalang kabut untuk mempersiapkan keperluan ketika menghadapi persalinan nanti. Untuk para suami yang berkegiatan kadang sulit untuk meluangkan waktu dengan terjadinya persalinan di luar prediksi akhirnya berakibat fatal bagi istri hingga memaksa istri menjalani persalinan tanpa hadirnya suami disamping (Solihah 2004). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan pada dua partisipan dan satu diantaranya primipara dan satu lagi ibu multipara yang mana akibat dari salah prediksi membuat suami bebas bergerak hingga pergi jauh dari istri dalam waktu menunggu hari persalinan tiba yang akhirnya perubahan hari persalinan menyebabkan istri melahirkan tanpa kehadiran suami di samping.

3) Konflik keluarga

Hubungan sosial dan dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan fitrah bagi umat manusia. Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari suasana harmoni maupun disharmoni yang semuanya itu bertolak dari pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara baik sehingga apapun yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya. Seni pergaulan


(54)

untuk mengatasi berbagai perbedaan, perselisihan, kontradiksi, dan berbagai penyebab terjadinya ketegangan hubungan membutuhkan manajemen konflik.

Menurut Hunt (2007), konflik yang ada dalam pergaulan sosial dan kehidupan keluarga bagaikan garam yang menjadikan masakan lezat dalam kadarnya. Dan merupakan garam bagi bahtera rumah tangga yang membantu pelayaran kapal mengarungi samudera menuju cita-cita keluarga yang bahagia. Konflik tidak selalu negatif dan yang membuat konflik berdampak negatif adalah cara menyikapi dan memahaminya.

Konflik dalam keluarga yang hampir menjadi perbincangan sehari-hari sebenarnya dapat dihindari paling tidak dapat dikurangi setelah perkawinan. Setiap pasangan menjaga komitmen untuk selalu menjadikan perlakuan baik, sopan santun dan etika pergaulan dengan pasangan hidup menjadi perhatian utama, sebagaimana mencurahkan perhatian kepada kawan baru (Vauclain, 2004).

Hilangnya etika pergaulan suami-istri dan sopan santun merupakan akar masalah yang mengakibatkan lunturnya benih-benih rasa cinta dan simpati. Sehingga sering terjadinya pertengkaran dengan pasangan yang terkadang membuat salah satu pasangan kehilangan kendali dan mencari ketenangan di luar. Bahkan memilih arah yang salah dan tidak jarang berujung ke dalam penjara yang pada akhirnya memaksa pasangan suami istri masuk ke dalam jurang perceraian. Konflik keluarga ini sesuai dengan yang peneliti temukan pada tiga partisipan dari total Sembilan partisipan dan dua diantara tiga partisipan tersebut ibu primipara.


(55)

b. Perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami 1) Sedih

Dalam teori Amir (2010) kebanyakan wanita akan mempunyai perasaan tak mampu dan sedih dalam menunggu dan saat menjalani proses persalinan. Perasaan sedih ini sering muncul disebabkan oleh ketidakstabilan emosi yang dipicu oleh tidak hadirnya suami dalam persalinan. Sebagian besar dari ibu bersalin yang pernah merasakan gangguan ini menggambarkan perasaan yang ibu alami sebagai perasaan sedih, kecewa maupun mudah menangis. Namun, perasaan seperti ini bukanlah sesuatu yang aneh apalagi jika menjalani persalinan tanpa didampingi suami.

Sedih merupakan hal yang lumrah terjadi dalam persalinan baik pada ibu primipara maupun ibu multipara karena situasi saat menghadapi persalinan membuat ibu sulit untuk mengontrol emosinya sehingga membuat ibu berpikir negatif. Perasaan sedih ini dapat diredam dengan hadirnya suami di samping dalam proses persalinan. Seperti yang peneliti temukan pada tujuh partisipan dan empat diantaranya ibu primipara dan tiga partisipan lainnya ibu multipara berdasarkan hasil penelitian bahwa kesedihan akan sulit dikontrol bahkan tidak bisa dikontrol apabila tidak adanya peran suami dalam proses persalinan.

2) Cemas

Cemas adalah suatu emosi yang dihubungkan dengan persalinan, yang bisa menjadi masalah apabila berlebihan. Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup (Suririnah 2009). Dalam sehari-hari ataupun respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal seperti


(56)

kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.

Efek positif seperti menurunkan morbiditas mengurangi rasa sakit dan persalinan lebih singkat akan timbul apabila hadir seorang pendamping saat proses persalinan (Sumarah, 2009). Saat menjelang proses persalinan merupakan saat-saat ibu merasakan kecemasan yang tinggi karena pada saat itu ibu memikirkan hal-hal yang akan terjadi antara lain perasaan sakit, rasa takut menghadapi persalinan, memikirkan bagaimana penolong, memikirkan kondisi bayi, pada situasi seperti inilah ibu membutuhkan pendamping.

Ibu yang mempunyai rasa cemas disebabkan oleh ketakutan melahirkan. Takut akan peningkatan nyeri, takut akan kerusakan atau kelainan bentuk tubuhnya seperti robekan vagina, ataupun resiko seksio sesarea, serta ibu takut akan melukai bayinya. Faktor psikis dalam menghadapi persalinan merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran. Perasaan cemas juga dapat membuat ibu menjadi sedih hingga meneteskan air mata dan memikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan. Kecemasan seperti ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh pada dua partisipan multipara oleh peneliti.

c. Persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami 1) Putus asa

Putus asa sering menjadi pilihan orang ketika apa yang diharapkan tidak kesampaian, bahkan dalam situasi yang kritis putus asa juga kerap kali dijadikan satu pilihan terakhir yang kadang sampai mengalami stres. Putus asa sangat sering dialami oleh ibu bersalin baik primipara maupun multipara, karena dalam situasi seperti ini ibu


(57)

sedang sangat membutuhkan perhatian dan perlindungan dari orang yang ia sayangi khususnya suami (Sholihah, 2008).

Menurut Nolan (2004), suami tidak hadir mendampingi istri dalam proses persalinan, merupakan cobaan terberat bagi ibu karena beban berat harus dipikul sendiri, apabila suami dapat hadir dalam proses persalinan ini merupakan cahaya positif bagi ibu. Dengan ini dapat mengurangi beban berat ibu, sehingga ibu akan merasa lebih nyaman, aman dan tenang dan dapat membuat persalinan berjalan lebih mudah. Persepsi putus asa ini sesuai dengan hasil penelitian diutarakan oleh lima paertisipan dan dua partisipan diantaranya ibu multipara dan selebihnya ibu primipara yang mana kehadiran suami dalam proses persalinan menjadi menu wajib, karena dengan hadirnya suami di samping akan banyak membantu ibu dalam menjalani proses persalinan.

2) Kesan menyakitkan

Kesan menyakitkan ini akan sering dirasakan ibu ketika harus menjalani proses persalinan tanpa didampingi suami, baik ibu primipara maupun ibu multipara karena dalam momen ini tingkat kebutuhan ibu terhadap suami menjadi lebih tinggi. Seperti yang peneliti temukan empat partisipan berpersepsi kesan menyakitkan akan muncul jika menjalani persalinan tanpa didampingi suami dan dua diantaranya ibu primipara. Perhatian suami menjadi menu wajib agar semangat ibu dalam menjalani persalinan menjadi lebih tinggi, sehingga akan membantu ibu untuk lebih mudah dalam menjalani persalinan (Indrawati, 2010).

Kehadiran suami dalam proses persalinan merupakan hal yang sangat penting bagi seorang ibu. Dengan hadirnya suami di samping istri akan banyak memberikan dukungan bagi ibu yang sedang mengalami guncangan emosi hebat, dan hal ini akan


(58)

meningkatkan perasaan cemas ibu yang berujung pada depresi (Suririnah, 2009). Seperti dalam hasil penelitian bahwa melahirkan tanpa didampingi suami meninggalkan kesan yang menyakitkan.

3) Kurangnya dukungan suami

Kurangnya dukungan suami dalam proses persalinan akan menjadikan persalinan sebagai suatu hal yang buruk, bahkan tidak jarang ibu yang merasa kapok menjalani persalinan tanpa adanya peran suami. Kurangnya dukungan suami dalam persalinan akan banyak memberikan efek negatif terhadap proses persalinan itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh lima partispan dalam wawancara yang tiga diantaranya ibu primipara, karena hal tersebut dapat membuat ibu menjadi lebih drop dan kehilangan semangat. Lain halnya apabila suami memberikan dukungan penuh terhadap istri yang sedang menjalani persalinan, istri akan merasa lebih tenang karena merasa ada tempat untuk berbagi keluh kesah (Amir, 2010). Penyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang peneliti temukan yang mana ketidakhadiran suami dalam proses persalinan akan menjadikan persalinan sebagai suatu hal yang buruk, hal ini akan berbalik jika suami hadir mendampingi istri melahirkan.

d. Harapan untuk menghadapi persalinan berikutnya 1) Didampingi suami

a) Kepedulian suami tinggi

Dalam teori Danuatmaja (2004) ditulis bahwa kehadiran seorang pendamping persalinan sangat memberikan arti besar untuk ibu bersalin karena dengan hadirnya pendamping ibu dapat terbantu banyak saat persalinan. Seperti membantu menciptakan suasana nyaman dalam ruang bersalin, membantu mengawasi pintu dan melindungi


(59)

privasi ibu, melaporkan gejala-gejala atau sakit pada perawat atau dokter, dan membantu ibu mengatasi rasa tidak nyaman fisik.

Meskipun banyak yang akan menolong ibu, suamilah yang menjadi pendukung utama baginya. Agar membuatnya tetap nyaman, turuti permintaannya. Lakukan yang ibu inginkan. Mulai dari lari ke kantin untuk membelikan permen, mengambilkan minuman, atau menyampaikan permintaannya kepada bidan.

Kepedulian suami adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap istri dalam menjalani kehidupan terutama saat menjalani masa kehamilan dan persalinan. Hal ini dikemukakan oleh tiga partisipan dan dua diantaranya ibu primipara dalam hasil penelitian bahwa perhatian suami sangat penting agar dapat membuat ibu lebih tenang menjalani persalinan dan terkontrol emosinya dalam menanti kelahiran bayi. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Nolan (2004) bahwa kehadiran pendamping dalam proses persalinan memiliki arti yang sangat besar bagi ibu bersalin, karena dengan hadirnya suami disamping akan ada yang memberikan semangat baru.

b) Suami sebagai pendamping utama

Pendamping khususnya suami selalu ada di dekat ibu merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi ibu baik primipara maupun multipara. Kehadiran pendamping diharapkan tidak hanya saat proses persalinan saja, tetapi juga sejak masa kehamilan, menjelang persalinan, seperti menyiapkan segala perlengkapan persalinan sebagaimana sebuah iklan layanan masyarakat “ siap antar-jaga “ (Indrawati, 2010). Bahkan keikutsertaan suami pasca persalinan dalam menjaga dan merawat bayi juga hal yang diidam-idamkan setiap istri.


(60)

Pendapat Indrawati (2010) sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan peneliti bahwa kehadiran suami dalam proses persalinan akan memberikan ketenangan bagi ibu yang sedang mengalami tekanan mental. Seperti halnya yang dikemukan oleh dua partisipan yang satu diantaranya ibu primipara, kehadiran suami dalam proses persalinan dapat menumbuhkan tenaga baru sehingga istri dapat menjalani persalinan dengan lebih mudah.

c) Suami sebagai pelindung

Menurut Danuatmaja (2004), pendamping sangat berperan dalam membantu dan mendampingi ibu saat proses persalinan, mengambil keputusan yang berat juga merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pendamping. Tetapi sebelumnya pendamping mendiskusikan terlebih dahulu dengan ibu, karena selain pendamping ibu juga tahu hal-hal apa saja yang dibutuhkan selama proses persalinan.

Menurut Susanti (2002). Persalinan merupakan masa kritis bagi ibu dan bayi dan kerap kali dihampiri berbagai masalah. Hal ini yang membuat ibu sangat membutuhkan suami menjadi pendamping, juga menjadi pelindung bagi istri saat masalah-masalah besar menghampiri seperti halnya dalam mengambil keputusan untuk suatu pilihan. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan peneliti delapan partisipan memiliki harapan ini dan tiga diantara delapan partisipan tersebut adalah ibu primipara bahwa suami dapat menjadi orang yang sangat membantu untuk pengambilan keputusan dalam masa- masa kritis.

2) Pentingnya kehadiran suami ketika melahirkan

Dalam buku 50 tahun IBI (2006) dituliskan, pendamping persalinan harus ditentukan jauh-jauh hari sebelum persalinan, dalam kebiasaan kita sebagai orang yang


(61)

berbudaya timur suami menjadi calon utama untuk menjadi pendamping saat persalinan. Walaupun dahulunya suami masih dianggap janggal untuk menjadi pendamping persalinan, tapi apabila seorang pasien yang menginginkan suaminya menunggu pada saat istrinya melahirkan, sebaiknya bidan memperbolehkan dengan lebih dahulu memberikan wawasan, pengertian dan penjelasan kepada suaminya dan tidak menggangu jalannya persalinan. Sebelumnya suami pasien diberi penjelasan tentang persalinan. Keberadaan suami disamping istri yang sedang menjalani proses persalinan sangatlah penting baik pada ibu primipara maupun ibu multipara, yaitu untuk memberikan dukungan kepada istrinya agar merasa aman, nyaman dan berbesar hati, sehingga persalinan akan berjalan lancar. Kehadiran suami dalam proses persalinan juga akan membantu untuk lebih mendekatkan hubungan keluarga. Hal ini seperti yang dikemukakan kesembilan partisipan yang mana empat diantaranya ibu primipara.

Menurut Musbikin (2007), suami merupakan instrumen terpenting untuk menjadi pendamping dalam menjalani proses persalinan. Suami dapat berperan lebih jika dibandingkan dengan pendamping lain, suami juga dapat membuat suasana hati istri lebih nyaman, aman dan tenang. Sehingga membuat suami menjadi sangat penting bagi istri yang akan menjalani proses persalinan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa suami sangat penting dan bahkan dapat menambah tenaga baru dalam menjalani proses persalinan.

2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, yang mana keterbatasan tersebut adalah peneliti bertindak sebagai alat pengumpul data. Peneliti hanya memiliki kemampuan dasar dalam wawancara, sehingga menyebabkan banyak terdapat


(1)

(2)

(3)

Lampiran 5


(4)

(5)

Lampiran 7


(6)

Lampiran 8

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurrahmaton

Tempat /tanggal lahir : Rawa, 10 Januari 1989

Agama : Islam

Nama ayah : Yusri Husen

Nama ibu : Ubudiah S.Pd

Anak ke : 1 ( satu )

Alamat : Sei Ular Baru No 71 E, Medan

Riwayat pendidikan :

1. TK : TK Asyiah Sigli Tamat 1994

2. SD : SD Negeri 1 Sigli Tamat 2000

3. SMP : MTsN 1 Sigli Tamat 2003

4. SMU/SMA : MAN 1 Sigli Tamat 2006