c. Auditor Pajak Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak
yang diaudit terhadap undangundang perpajakan yang berlaku. d. Auditor Pemerintah
Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu
audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik
pemerintah. Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit yang dilaksanakan oleh pemerintahan
dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit
Kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor atau akuntan pemeriksa menemukan penyelewengan dalam sistem akuntansi suatu unit
atau lembaga, kemudian melaporkannya dalam laporan audit. Probabilitas menemukan adanya penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal
dari auditor tersebut yang dapat dilihat pada pengalaman auditor, pendidikan, profesionalisme dan struktur audit perusahaan. Sedangkan probabilitas
melaporkan penyelewengan tersebut dalam laporan audit tergantung pada independensi auditor dalam menjaga sikap mentalnya. Nasrullah, 2003.
18
De Angelo 1981 mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan
kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil. Deis dan Giroux 1992 melakukan penelitian tentang empat hal dianggap
mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu 1 lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan tenure, semakin
lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, 2 jumlah klien,
semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga
reputasinya, 3 kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor
agar tidak mengikuti standar, dan 4 review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya
akan direview oleh pihak ketiga. Kualitas audit dinilai melalui sejumlah unit standardisasi dari bukti
audit yang diperoleh oleh auditor eksternal, dan kegagalan audit dinyatakan juga sebagai kegagalan auditor independen untuk mendeteksi suatu
kesalahan material. Untuk meningkatkan kualitas audit maka kita harus memperhatikan beberapa hal seperti:
19
1. Perubahan accounting requirements terhadap Legislation dan Statements of Standard Accounting Practice.
2. Perubahan lingkungan bisnis 3. Meningkatkannya kompleksitas dari sistem akuntansi yang menggunakan
komputer. Oleh karena itu para praktisi audit harus mengerti dengan baik apa
yang membuat suatu audit itu berkualitas. Dan berdasarkan hasil survey dari 93 audit pemerintah yang dilakukan oleh American Institute of CPA Federal
assistance audit quality mengidentifikasikan sejumlah atribut umum yang
berhubungan dengan kualitas audit. Dari atribut tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas audit.
1. Independensi Auditor Menurut Arens 2000, independensi dalam audit berarti cara
pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit.
Secara umum independensi terdiri dari dua yaitu Independensi dalam kenyataan dan dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan
merupakan sikap mental yang benar-benar ada dalam kenyataan ketika auditor dapat mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang
pelaksanaan audit. Independensi ini terutama ditujukan ke pribadi auditor dalam
melaksanakan auditnya. Sehingga independensi dalam kenyataan ini sulit untuk dinilai oleh orang atau pihak lain selain auditor sendiri.
20
Independensi dalam penampilan adalah hasil interprestasi atau presepsi orang atau pihak lain mengenai independensi auditor. Walaupun auditor
dapat mempertahankan independensi dalam kenyataan, namun apabila pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yakin bahwa
auditor memihak kepada auditee maka opini dari hasil yang telah dibuat oleh auditor tidak akan credible lagi.
Independensi merupakan dasar dari struktur filosofi profesi. Bagaimana kompetennya seorang akuntan publik dalam melaksanakan
audit dan jasa atestasi lainnya, pendapatnya akan menjadi kurang bernilai bagi mereka yang mengandalkan laporan auditor apabila akuntan publik
tersebut tidak independen. Dalam memberikan jasa-jasa tersebut para anggota harus bersikap independen dalam segala hal, artinya para anggota
harus bertindak dengan integritas dan objektivitas. Boynton, 2003:103. a. Aspek Independensi
Menurut Taylor 1997, ada dua aspek independensi, yaitu: 1. Independensi sikap mental independence of mindindependence of
mental attitude , independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran
akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen. 2. Independensi
penampilan image
projected to
the publicappearance of independence
, independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan
publik.
21
Menurut Supriyono 1988:34 yang dikutip dalam penelitian Mayangsari 2003, ada enam faktor yang mempengaruhi independensi
akuntan publik, salah satunya adalah jasa-jasa lain selain audit yang dilakukan oleh auditor bagi klien. Seringkali manajemen klien
meminta kantor akuntan publik untuk memberikan jasa lain selain jasa audit. Pemberian jasa lain selain jasa audit menimbulkan pertanyaan
yang mendasar apakah akuntan publik tersebut dapat mempertahankan independensinya.
b. Faktor-Faktor Yang Menggangu Independensi Auditor Eksternal Secara garis besar, standar-standar pemeriksaan seperti GAAS
menyatakan ada tiga faktor gangguan yang dapat mempengaruhi independensi pemeriksa yaitu gangguan yang bersifat pribadi,
gangguan yang bersifat ekstern dan gangguan yang bersifat organisatoris. Para auditor, termasuk konsultan
yang dipekerjakan dan tenaga ahli serta spesialis intern yang melaksanakan tugas audit, perlu mempunyai pertimbangan terhadap
tiga macam gangguan ini terhadap independensi yaitu sebagai berikut: 1. Gangguan yang bersifat pribadi
Gangguan yang bersifat pribadi merupakan suatu keadaan dimana auditor secara individual tidak dapat untuk tidak memihak, atau
dianggap tidak mungkin tidak memihak. Gangguan yang bersifat pribadi ini dapat berlaku bagi auditor secara individual dan juga
22
dapat berlaku bagi organisasi. Gangguan independensi yang bersifat pribadi, antara lain sebagai berikut:
a Hubungan dinas, profesi, pribadi, atau keuangan yang mungkin dapat menyebabkan seorang auditor membatasi pengungkapan
temuan audit, memperlemah atau membuat temuan auditnya menjadi berat sebelah, dengan cara apapun
b Prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan audit
menjadi berat sebelah. c Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas
yang sedang berjalan atau sedang diaudit. d Kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau
sosial, sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetian kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu.
e Pelaksanaan audit oleh seorang auditor yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji,
klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau progam yang diaudit.
f Pelaksanaan audit oleh seorang auditor, yang sebelumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atau
lembagaunit kerja atau program yang diaudit.
23
g Kepentingan keuangan secara langsung atau kepentigan keuangan yang besar, meskipun tidak secara langsung pada
entitas atau program yang diaudit. 2. Gangguan yang bersifat ekstern.
Gangguan yang bersifat ekstern bagi organisasilembaga audit dapat
membatasi pelaksanaan
audit atau
mempengaruhi kemampuan auditor dalam menyatakan pendapat dan kesimpulan
auditnya secara independen dan obyektif. Gangguan independensi yang bersifat ekstern, antara lain sebagai berikut:
a Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah secara tidak semestinya atau secara gegabah,
terhadap lingkup audit b Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan
penerapan prosedur audit, atau dalam pemilihan transaksi yang harus diperiksa.
c Pembatasan waktu yang tidak masuk akal untuk penyelesaian suatu audit.
d Campur tangan pihak luar terhadap organisasilembaga audit mengenai penugasan penunjukkan, dan promosi staff pelaksana
audit. e Pembatasan
terhadap sumber
yang disediakan
bagi organisasilembaga
audit tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
24
f Wewenang untu menolak atau mempengaruhi peertimbangan auditor terhadap isi semetinya dari suatu laporan audit.
g Pengaruh yang membahayakan kelangsungan auditor sebagai pegawai, selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan
auditor atau dengan kebutuhan jasa audit. 3. Gangguan yang bersifat organisatoris.
Independensi para auditor pemerintah dapat dipengaruhi oleh kedudukannya dalam struktur organisasi pemerintahan, tempat
auditor tersebut ditugaskan, dan juga dipengaruhi oleh audit yang dilaksanakannya, yaitu apakah mereka melakukan audit intern atau
audit terhadap entitas lain. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor eksternal.
Setiap auditor eksternal harus menjaga dan mempertahankan independensinya dengan cara menghindari faktor-faktor yang dapat
merusak independensi. Oleh karena itu auditor eksternal harus mengetahui
faktor-faktor yang
mungkin dapat
merusak independensinya. Untuk memberikan gambaran secara rinci mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor eksternal akan dijelaskan dibawah ini:
1. Komite Audit Komite audit adalah sejumlah anggota terpilih dari dewan
direksi sebuah perusahaan yang tanggung jawabnya membantu auditor untuk tetap independen dari manajemen. Kebanyakan
25
komite audit dibuat dari tiga hingga lima atau terkadang paling banyak tujuh direktur yang bukan dari manajemen. Arens. Et. Al,
2003. Hasil riset yang dilakukan oleh Gul 1989 menunjukkan
bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi independensi auditor eksternal.
Anggota komite audit terdiri dari non direktur eksekutif perusahaan dan bertanggung jawab untuk menunjuk auditor dan menetapkan
Quasi judical body seperti badan hukum dalam masalah-masalah
yang berhubungan dengan keberadaan auditor independen yang respek terhadap beberapa jasa yang disediakan oleh manajemen.
Mautz dan Neary, 1979. 2. Kondisi Keuangan Perusahaan Klien.
Temuan Gul 1989 menunjukan bahwa, menurut persepsi bankir kondisi keuangan perusahaan klien terhadap independensi
auditor tidak berpengaruh secara signifikan. Akan tetapi, penelitian lain menunjukan bahwa kondisi keuangan perusahaan klien
berpengaruh terhadap sebagian besar auditor untuk dapat menghindari maupun tidak dapat menghindari dari tekanan
kliennya. Shuctz dan Gustavon 1987 menemukan bukti bahwa aktuaris merasa bahwa resiko kewajiban hokum kantor akuntan
berhubungan terbalik dengan kondisi keuangan klien. Apabila kondisi keuangan klien buruk maka auditor tidak mungkin
26
menyerah pada tekanan kliennya sehingga merasa khawatir atau takut dalam tuntutan hukum. Hasil riset yang dilakukan oleh
Knapp 1985 menemukan bukti bahwa pada saat kondisi keuangan klien buruk, persepsi bankir tentang independensi auditor
meningkat. Kejadian seperti ini membuat auditor tidak mungkin menyerah pada tekanan kliennya walaupun tuntutan hokum
meningkat. 3. Jasa Konsultasi Manajemen
Menurut Boynton 2003, jenis utama jasa-jasa yang diberikan oleh kantor akuntan publik adalah:
a jasa akuntansi dan kompilasi b jasa atestasi seperti jasa audit, pemeriksaan, jasa review,
prosedur yang disepakati c jasa-jasa lain seperti jasa teknologi, konsultasi manajemen,
perencanaan keuangan, serta jasa internasional. Aktivitas kantor akuntan selain memberikan jasa audit,
juga memberikan jasa-jasa lain, pemberian jasa konsultasi ini memungkinkan hilangnya independensi akuntan publik karena
akuntan publik akan cenderung memihak pada kepentingan kliennya. Menurut Supriono 1988, hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa alasan misalnya: a kantor akuntan yang memberikan saran-saran kepada klien cenderung memihak kepada
kepentingan kliennya
sehingga auditor
kehilangan
27
independensinya dalam melaksanakan pekerjaan audit. b kantor akuntan merasa bahwa dengan pemberian jasa lain selain audit
tersebut harga dirinya dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independent didalam melaksanakan
audit. c pemberian jasa lain selain audit mungkin menghasurkan kantor akuntan publik membuat keputusan tertentu untuk kliennya,
sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak independen dalam melaksanakan audit.
4. Tingkat Persaingan antar Kantor Akuntan Publik Persaingan antar kantor akuntan dapat diidentifikasi
sebagai perubahan penting yang terjadi pada lingkungan pelayanan jasa audit yang ditandai dengan adanya kantor akuntan lain yang
memasuki market audit untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan tidak dapat meniru siasat pemasaran agresif.
Tajamnya persaingan antar kantor akuntan publik, kemungkinan mempunyai pengaruh besar terhadap independensi auditor
eksternal, karena tiap kantor akuntan dihadapkan pada dua pilihan yakni kehilangan kliennya karena mencari kantor akuntan lain atau
mengeluarkan opininya sesuai dengan keinginan klien. 5. Lamanya Hubungan antara Kantor Akuntan Publik dengan Klien
Lamanya hubungan antara kantor akuntan dengan kliennya adalah lamanya waktu yang digunakan oleh kantor
akuntan dalam melayani kebutuhan audit yang disediakan untuk
28
kliennya. Shockley, 1981. Tingkat lamanya hubungan antara KAP dengan kliennya diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu:
lima tahunkurang dan lebih dari lima tahun. d. Indikator Independensi
Mautz dan sharaf 1982 memberikan beberapa indikator independensi professional. Indikator-indikatornya adalah:
1. Independensi dalam program audit a Bebas dari intervensi manajerial atas program audit
b Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit
c Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit
selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.
2. Independensi dalam verifikasi a Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan
karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan b Mendapatkan kerjasama yang aktif dari karyawan manajemen
selama verifikasi audit c Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi
aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti
d Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit.
29
3. Independensi dalam pelaporan a Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau
signifikasi dari fakta-fakta yang dilaporkan b Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang
signifikan dalam laporan audit c Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik
secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor
d Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit.
2. Kompetensi Keahlian auditor eksternal Dalam audit laporan keuangan seorang auditor eksternal harus
mempunyai keahlian yang memadai dalam mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan. Keahlian atau kompetensi auditor dapat ditentukan oleh
tiga faktor yaitu: a pendidikan universitas formal untuk memasuki profesi b pelatihan praktik dan pengalaman dalam auditing, dan c
mengikuti pendidikan profesi berkelanjutan selama karir professional auditor. Auditor eksternal harus mempunyai pengetahuan audit yang
cukup. Pengetahuan knowledge itu penting untuk dapat memahami relevansi dan keandalan informasi yang diperoleh. Selanjutnya informasi
tersebut menjadi bukti yang kompeten dalam penentuan opini audit. Menurut Kamus Kompetensi LOMA 1998 dalam Lasmahadi
2002, kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang
30
pekerja yang kemungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek- aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Susanto 2000 definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristk yang mendasari individu untuk mencapai
kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan
yang dibutuhkan
untuk pekerjaan-pekerjaan
non-rutin. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman Mayangsari, 2003.
Menurut I Gusti Agung Rai 2008: 63, Supaya berhasil dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik,
pengetahuan umum yang memadai, serta keahlian khusus dibidangnya. Adapun mutu personal yang baik adalah:
1. Rasa ingin tahu 2. Berpikiran luas
3. Mampu menangani ketidakpastian 4. Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah
5. Menyadari bahwa beberap temuan dapat bersifat subjektif 6. Mampu bekerja sama dalam tim.
31
3. Pengalaman auditor Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang
dengan bertambahnya pengalaman bekerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kerja.
Ratnadi, 2005 Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan
dalam berbagai penelitian. Marinus, Wray 1997 dalam Meifida 2006 menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan
rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas job.
Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar
melakukannya dengan yang terbaik. Lebih jauh Kolodner 1983 dalam Meifida 2006, menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan
untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan. Namun dilain pihak beberapa riset menunjukkan kegagalan temuan tersebut seperti Ashton,
1991; Blocher et al.1993, hal ini karena menurut Ashton 1991 dalam Meifida 2006, sering sekali dalam keputusan akuntansi dan audit
memiliki sedikit waktu untuk dapat belajar. Menurut pendapat Tubbs 1992 dalam Putri Noviyani 2002:483
jika seorang auditor berpengalaman, maka 1 auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan, 2 auditor memiliki salah pengertian
yang lebih sedikit tentang kekeliruan, 3 auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim, dan 4 hal-hal yang terkait dengan penyebab
32
kekeliruan departemen tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol.
4. Lamanya WaktuProses Audit Lamanya waktuproses auditor
tersebut telah melakukan
pemeriksaan terhadap suatu unitunit usahaperusahaan atau instansi disebut juga tenure. Peneliti berasumsi bahwa semakin lama dia telah
melakukan audit, maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah. Karena auditor menjadi kurang memiliki tantangan dan prosedur
audit yang dilakukan kurang inovatif atau mungkin gagal untuk mempertahankan sikap professional skepticism. Deis dan Giroux,1992
dalam Nasrullah, 2003. 5. Jumlah klien
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik. Karena auditor
dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya. Deis dan Giroux,1992 dalam Nasrullah, 2003.
6. Ukuran kekayaan atau kesehatan keuangan klien Ukuran dan kekayaan atau kesehatan keuangan klien juga
berkorelasi dengan kualitas audit. Dan korelasinya menunjukkan hubungan yang negatif, dengan asumsi bahwa semakin sehat keuangan
klien, maka ada kecendrungan klien tersebut untuk menekan auditor untuk tidak mengikuti standar. Kemampuan auditor untuk bertahan dari tekanan
klien adalah tergantung pada kontrak ekonomi dan kondisi lingkungan dan
33
gambaran perilaku auditor, termasuk di dalamnya adalah: a pernyataan etika profesional, b kemungkinan untuk dapat mendeteksi kualitas yang
buruk, c figur dan visibility untuk mempertahan profesi, d Auditing berada menjadi anggota komunitas profesional, e tingkat interaksi
auditor dengan kelompok Professional Peer Groups, dan f Normal internasional profesi auditor. Deis dan Giroux,1992 dalam Nasrullah,
2003. 7. Audit Fee
Menurut Abdul Halim 2001:89, Audit fee adalah biaya yang harus ditanggung klien karena telah mendapatkan jasa audit dari sebuah
KAP. Fee audit merupakan hal yang tidak kalah pentingnya didalam penerimaan penugasan. Oleh sebab itu, penentuan audit fee perlu
disepakati antara klien dengan auditor. Penentuan fee tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil. Ada beberapa cara dalam penentuan atau
penetapan fee audit, antara lain: a. Per diem basis
Pada cara ini, fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim auditor. Pertama kali fee per jam ditentukan,
kemudian dikalikan dengan jumlah waktu atau jam yang dihabiskan oleh tim. Tarif fee per jam untuk tiap tingkatan staf tentu dapat berbeda-
beda.
34
b. Flat atau kontrak basis Pada cara ini fee audit dihitung sekaligus secara borongan tanpa
memperhatikan waktu audit yang dihabiskan, yang penting pekerjaan terselesaikan sesuai dengan aturan atau perjanjian.
c. Maksimum fee basis Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara diatas. Pertama
kali tentukan tarif per jam, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu tetapi dengan batasan maksimum. Hal ini dilakukan agar
auditor tidak mengulur-ulur waktu sehingga menambah jam atau waktu kerja.
Besarnya fee audit ditentukan oleh banyak faktor. Namun demikian, pada dasarnya terdapat 4 faktor dominan yang menentukan
besarnya fee audit, yaitu Abdul Halim, 2001: 89: 1 Karakteristik keuangan, seperti tingkat penghasilan, laba, aktiva,
modal, dan lain-lain. 2 Lingkungan, seperti persaingan pasar, tenaga profesional, dan lain-
lain. 3 Karakteristik operasi, seperti jenis industri, jumlah lokasi
perusahaan, jumlah lini produk, dan lain-lain. 4 Kegiatan eksternal auditor, seperti pengalaman, tingkat koordinasi
dengan internal auditor, dan lain-lain.
35
Di Indonesia, khususnya di Surabaya hasil penelitian yang dilakukan oleh Sodik dalam Abdul Halim, 2001:89 yang meneliti
masalah ini pada tahun 1993 menunjukkan bahwa faktor yang dominan dalam penentuan fee audit berturut-turut adalah lamanya waktu audit,
jumlah lokasi, jumlah laporan klien, frekuensi audit, ruang lingkup audit, penggunaan jasa pihak lain, jenis industri klien, kepemilikan
klien, total aktiva klien, dan modifikasi laporan. Lebih
lanjut dijelaskan
dalam Surat
Keputusan No. KEP.024IAPIVII2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Yang
dimaksudkan untuk membantu anggota dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam
jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa
yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditorakuntan pendahulu atau diajukan oleh
auditorakuntan lain, akan
menimbulkan keraguan
mengenai kemampuan dan kompetensi Anggota dalam menerapkan standar teknis
dan standar profesional yang berlaku. Dalam menetapkan imbalan jasa fee audit, Akuntan Publik
harus memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut : a. Tahap perencanaan audit antara lain : pendahuluan perencanaan,
pemahaman bisnis klien, pemahaman proses akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penetapan risiko pengendalian,
36
melakukan analisis awal, menentukan tingkat materialitas, membuat program audit, risk assessment atas akun, dan fraud discussion
dengan management. b. Tahap pelaksanaan audit antara lain : pengujian pengendalian
internal, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detail transaksi.
c. Tahap pelaporan antara lain : review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah tanggal neraca, pengujian bukti final, evaluasi
dan kesimpulan, komunikasi dengan klien, penerbitan laporan audit, dan capital commitment.
Selain itu, dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kebutuhan klien b. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum statutory duties
c. Independensi d. Tingkat keahlian levels of expertise dan tanggung jawab yang
melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan
e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan
f. Basis penetapan fee yang disepakati.
37
Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan
bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan. Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu
pengerjaan, Anggota
harus menyampaikan
Surat Perikatan
Engagement Letter yang setidaknya memuat : 1 tujuan, lingkup
pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan 2 basis penetapan dan besaran imbalan jasa atau estimasi besaran imbalan jasa serta cara
danatau termin pembayarannya. Anggota diharuskan agar selalu : 1 memelihara dokumentasi
lengkap mengenai basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati; dan 2 menjaga agar basis pengenaan imbal jasa yang disepakati konsisten
dengan praktek yang lazim berlaku. Untuk mempertahankan independensinya, Anggota sudah harus
menerima imbal jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya sebelum memulai pekerjaan untuk periode berikutnya. Anggota tidak
diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum membayar lunas kewajiban kepada auditor terdahulu.
Praktek yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu
bulan. Penagihan harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu.
38
Setiap Kantor Akuntan Publik wajib menerapkan ketentuan mengenai panduan penetapan imbalan jasa fee audit sebagaimana
diatur dalam Lampiran 1 Surat Keputusan ini. Kebijakan penentuan fee audit oleh Kantor Akuntan Publik menjadi salah satu aspek dalam hal
dilakukannya review mutu terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut. Aron simanjuntak, 2008.
C. Penelitian Terdahulu