0.11 Landasan Teori Analisisvalue Added Pengolahan Jamur Tiram Menjadi Jamur Crispydi Kota Medan

Tabel 1. Perbandingan Nilai Gizi Jamur Dengan Jenis Pangan Yang Lain Bahan Pangan Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosf or Zat Besi Vit. A Vit. B1 Daging ayam 302 18.20 25 14 200 2 810 0.08 Daging sapi 207 18.80 14 11 170 3 30 0.08 Jamur 128 16.00

0.90 64.60

51 223

7.00 0.11

Sumber: diolah dari berbagai sumber Khasiat jamur bagi kesehatan tubuh memang terbukti. Selain mengandung berbagai macam asam amino esensial, lemak, mineral dan vitamin juga terdapat zat penting yang berpengaruh terhadap aspek medis. Sejak berabad-abad lalu, jamur sudah menjadi makanan istimewa sehingga banyak orang menjadi penggemar. Sudah turun- temurun masyarakat jepang, dan cina melengkapi menu dengan jamur. Bukan saja kelezatan rasa, tetapi juga tinggi nilai gizinya. Orang yunani kuno percaya, makan jamur menyebabkan seseorang menjadi lebih kuat dan sehat. Jamur crispy merupakan produk olahan jamur tiram yang digoreng dengan campuran olahan tepung dan telur. Jamur crispy saat ini sangat banyak diminati kalangan masyarakat dan banyak menjadi mata pencaharian masyarakat. Jamur crispy bias dijadikan menu hidangan makan maupun dijadikan cemilan. selain gurih dan renyah, jamur crispy mempunyai nilai gizi yang bagus untuk kesehatan. Universitas Sumatera Utara

2.2. Landasan Teori

Agroindustri adalah pengolahan hasil dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari subsistem agribisnis. Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari industri pertanian. Agroindustri pada konteks ini menekankan pada food processing management dalam suatu produk olahan, yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian Soekartawi a, 1993. Menurut Hicks 1995, agroindustri adalah kegiatan dengan ciri : a meningkatkan nilai tambah b menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan c meningkatkan daya simpan d menambah pendapatan dan keuntungan produsen. Manalili 1996 menyebutkan, pengembangan agroindustri di Indonesia mencakup berbagai aspek, diantaranya menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa, memperbaiki pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangunan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku. Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut: 1. Meningkatkan Nilai Tambah Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Universitas Sumatera Utara Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain. Sedangkan bagi pengusaha ini menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. 2. Kualitas Hasil Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri. 3. Penyerapan Tenaga Kerja Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan. 4. Meningkatkan keterampilan Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar. Universitas Sumatera Utara 5. Peningkatan Pendapatan Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang harganya tinggi dan juga akhirnya akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar. Soekartawi b, 1999. Nilai Tambah Pada proses distribusi komoditas pertanian terjadi arus yang mengalir dari hulu ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Komoditas pertanian mendapat perlakuan-perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu dengan cara menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran Baroh, 2007. Industri pengolahan hasil pertanian dapat menciptakan nilai tambah. Jadi konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional seperti perlakuan dan jasa yang menyebabkan bertambahnya kegunaan dan nilai komoditas selama mengikuti arus komoditas pertanian Hardjanto, 1993. Selanjutnya perlakuan-perlakuan serta jasa-jasa yang dapat menambah kegunaan komoditi tersebut disebut dengan input fungsional. Input fungsional dapat berupa proses Universitas Sumatera Utara mengubah bentuk from utility, menyimpan time utility, maupun melalui proses pemindahan tempat dan kepemilikan. Menurut hayami et al 1987 dalam buku Pemasaran Pertanian Sudiyono 2004, nilai tambah dapat dilihat dari dua aspek yaitu nilai tambah untuk pengelolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat di katagorikan menjadi dua yaitu: faktor teknis dan faktor pasar. Menurut suryana 1990, Adapun rumus untuk menghitung nilai tambah brutto yaitu : NT = NP – NBB + NBP Keterangan : NT = Nilai Tambah NP = Nilai Produk NBB = Nilai Bahan Baku NBP = Nilai Bahan Penunjang Lainnya Sumber-sumber nilai tambah dapat diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen. Karena itu, untuk menjamin agar proses produksi terus berjalan secara efektif dan efisien maka nilai tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai Hardjanto, 1993. Pengertian harga menurut Basu Swastha 1998 adalah jumlah uang ditambah beberapa barang kalau mungkin yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Universitas Sumatera Utara Menurut Kotler dan Amstrong 2001 adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa. Menurut putong 2002 mengatakan bahwa produksi atau memproduksi menambah kegunaan suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi, produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Pendapatan Soekartawi 2002 menyatakan bahwa pendapatan Pd adalah selisih antara penerimaan TR dan semua biaya TC. Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan usaha TR adalah perkalian antara produksi yang dipperoleh Y dengan harga jual Py. Biaya usaha biasanya di klasifikasikan menjadi dua yaitu Biaya Tetap fixed cost dan biaya tidak tetap Variabel Cost. Biaya tetap fc adalah biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variable vc adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja. Total biaya TC adalah jumlah dari biaya tetap FC dan biaya variable VC, maka TC = FC + VC. Universitas Sumatera Utara 2.3.Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan adalah Maya Agustina Tanjung 2009 dengan judul Analisis Value Added Usaha Pengalengan Ikan Cunang Renang Muarenesox Talabon di Kota Tanjung Balai Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Rata-rata penerimaan yang diperoleh pabrik dari pengalengan ikan Cunang renang di daerah penelitian adalah tinggi yaitu adalah sebesar Rp 421.666.667,- Per Bulan. Rata-rata pendapatan penerimaan yang diperoleh pabrik dari pengalengan ikan Cunang renang di daerah penelitian adalah tinggi adalah sebesar Rp 156,346,816 ,- Per Bulan. Rata-rata nilai tambah value added yang diperoleh pabrik dari pengalengan ikan Cunang renang di daerah penelitian adalah Nilai nilai tambah Per Tahun adalah Rp 568.209.167,-. Penelitian lain yang menjadi rujukan adalah Novita S Sinaga 2015 dengan judul Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu di Kecamatan Pegajahan Dengan hasil penelitian diperoleh pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris adalah sebesar Rp 182.837,-minggu, Rp 720.468,-bulan, dan Rp 8.645.621,- tahun. Pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi opak koin adalah Rp 138.031,-minggu, Rp 599.789,-bulan, dan Rp 7.197.475,-tahun. Nilai tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan ubi kayu menjadi mie iris adalah Rp 551,629,- kg dan nilai tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan ubi kayu menjadi opak koin sebesar Rp 309,1,-kg. Dengan demikian nilai tambah pengolahan ubi kayu menjadi mie iris lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tambah pengolahan ubi kayu menjadi opak koin. Universitas Sumatera Utara Penelitian lain yang juga menjadi rujukan adalah Henni Febri Yanti 2013 Dengan Judul Analisis Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Mocaf Dan Tepung Tapioka Di Kabupaten Serdang Bedagai Studi Kasus : Desa Bajaronggi, Kecamatan Dolok Masihul Dan Kecamatan Sei Rampah Dengan hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf lebih rendah dibandingan pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf lebih rendah dibandingkan nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioca Serta Penelitian lain yang juga menjadi rujukan adalah Aziz Adriansyah 2014 dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih Pleurotusostreatus dengan Studi Kasus Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang Dengan hasil penelitian menyimpulkan bahwa baglog, kumbung, modal dan tenaga kerja cukup tersedia di daerah penelitian. Diperoleh hasil BEP Produksi Produksi maka usaha jamur tiram layak dan diperoleh hasil BEP Harga Harga mak usaha jamur tiram layak dan diperoleh hasil RC Ratio 1 dan nilai BC dari suku bunga. Dengan nilai RC Ratio lebih besar dari 1 dan nilai BC lebih besar dari suku bunga maka dapat disimpulkan bahwa usaha jamur tiram layak dikembangkan secara finansial di daerah penelitian. Universitas Sumatera Utara

2.4. Kerangka Pemikiran