Waktu dan Lokasi Penelitian Karakter Angin

III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 ’ 56.4 ’’ – 117 o 8 ’ 31.2 ’’ BT dan y = 1 o 7 ’ 1.2’’ – 1 o 11 ’ 6 ’’ LS Gambar 4. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2009. Gambar 4 Peta lokasi penelitian dan peta sounding batimetri.

3.2 Metode Perolehan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder merupakan data penunjang yang didapatkan dari instansi dan lembaga terkait, sedangkan data primer diperoleh dari data yang diambil di lokasi penelitian dengan menggunakan alat seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Jenis dan sumber data yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 2 Alat dan data yang digunakan Alat dan Data Kegunaan Perangkat survei lapangan : 1. Kapal 2. GPS akuisisi 3 meter 3. Echosounder odom Echotrac DF3200 MKII akuisisi 0.1 meter 4. Batu duga 5. Citra Landsat tahun 2000 dan 2007 wahana sampling penentuan posisi menentukan kedalaman untuk mengoreksi Echosounder mengetahui perubahan garis pantai Perangkat analisis data : 1. Hardware dan Software Komputer MS. Excel, Macro Excel , WRPLOT view, ERmapper, Surfer dan Arcview analisis data Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan No Jenis data Sifat Data Sumber Pr L P S 1 Pasang surut √ Dishidros 3 Batimetri √ √ 4 Citra Landsat √ Biotrop 5 6 Arah dan kecepatan angin Gelombang √ √ Stasiun meteorologi balikpapan Keterangan : Pr = Prediksi L = Lapangan P = Primer S = Sekunder

3.2.1 Batimetri

Pengukuran batimetri diukur dengan menggunakan Echosounder pada beberapa titik yang membentuk lintasan sepanjang transek lokasi penelitian Gambar 4, sedangkan posisi titik pengukuran kedalaman diukur menggunakan GPS. Hasil pengukuran kedalaman dan posisi diplot pada peta digital guna mendapatkan peta batimetri kedalaman laut. Pemeruman dilakukan sepanjang garis pantai kurang lebih 9.5 km dan ke arah laut sejauh 13 km hingga kedalaman lebih dari 24 m. Hasil pemeruman ini dikoreksi dengan data pasang surut sehingga dapat diketahui kedalaman sesungguhnya terhadap referensi MSL. Data batimetri hasil pengukuran digunakan untuk menghitung transformasi gelombang dari tahun 2000 – 2007 dengan asumsi bahwa batimetri yang diukur tahun 2009 dianggap tidak mengalami perubahan yang berarti.

3.2.2 Arah dan Kecepatan Angin

Arah dan kecepatan angin diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas II Balikpapan. Data yang digunakan adalah data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000 – 2007. Arah angin digunakan sebagai arah datang gelombang, sedangkan kecepatan angin dan panjang fetch digunakan untuk menghitung tinggi gelombang di laut lepas. Selanjutnya tinggi gelombang di laut lepas digunakan untuk mengetahui karakteristik gelombang pecah. Berdasarkan data tersebut maka angkutan sedimen dapat dihitung dan prediksi perubahan garis pantai dapat dilakukan.

3.2.3 Citra Landsat

C itra Landsat diperoleh dari Biotrop Training Information Centre BTIC. Lembaga ini memperoleh data citra dari National Aeronautics and Space Administration NASA Amerika. Perolehan garis pantai dari citra tahun 2000 digunakan sebagai garis pantai awal, sedangkan garis pantai citra tahun 2007 digunakan untuk membandingkan dengan hasil model. 3.3 Analisis Data 3.3.1 Kedalaman Hasil pengukuran kedalaman laut sebelum dipetakan terlebih dahulu dikoreksi terhadap Mean Sea Level MSL sebagai titik referensi Gambar 5. Data MSL diperoleh dari konstanta harmonik pasang surut yang diterbitkan oleh DISHIDROS. Koreksi pasang surut dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: Δd = d t – h t – MSL 6 Kemudian peta kedalaman yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui kemiringan dasar pantai pada tiap profil yang ditentukan untuk mengoreksi garis pantai citra dan menganalisis perilaku gelombang dan pengaruhnya terhadap angkutan sedimen menyusur pantai. Gambar 5 Koreksi pengukuran kedalaman.

3.3.2 Lereng Dasar Pantai Slope

Penentuan nilai kemiringan dasar pantai diperoleh melalui persamaan : 7

3.3.3 Prediksi Gelombang Laut Lepas 1

Koreksi Kecepatan Angin Data angin diperoleh dari BMKG Balikpapan. Data angin ini diukur di darat pada ketinggian 12 m. Data arah dan kecepatan angin mempunyai satu nilai setiap bulan selama 8 tahun 2000 – 2007 dengan fetch lebih besar dari 10 mile USACE, 2003a, sehingga perlu dilakukan: a Koreksi ketinggian Kecepatan angin pada penelitian ini diukur bukan pada ketinggian 10 m, maka data angin perlu dikoreksi ke ketinggian 10 m. Koreksi ketinggian dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan USACE, 2003a: 8 b Koreksi rata-rata kecepatan angin untuk durasi 1 jam Data yang diperoleh adalah data angin bulanan sehingga perlu dilakukan koreksi rata-rata kecepatan angin untuk durasi 1 jam. h t -MSL Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan persamaan USACE, 2003a: untuk satuan U f meter per detik 9 untuk t 3600 10 untuk 3600 t 36000 11 12 c Koreksi pengukuran kecepatan angin dari darat ke laut Koreksi ini dilakukan untuk data angin yang diukur di darat. Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut dilakukan dengan menggunakan Gambar 6 untuk fetch cukup panjang 10 mile. Gambar 6 Hubungan antara R L dengan kecepatan angin di darat. d Koreksi stabilitas Untuk fetch yang lebih besar dari 10 mile maka diperlukan koreksi stabilitas, karena dalam penelitian ini perbedaan temperatur air laut dan udara tidak diketahui, maka diasumsikan sebagai kondisi tidak stabil dan menggunakan nilai R T = 1,1 2 Jarak Pembangkitan Gelombang Fetch Fetch pada penelitian ini ditentukan pada kedalaman 20 m kemudian ditarik garis lurus pada 8 arah mata angin hingga membentur daratan. Lebar fetch, tidak dihitung karena relatif tidak mempengaruhi kondisi gelombang pada area fetch Resio dan Vincent 1979 dalam USACE 2003a. Apabila panjang fetch yang diperoleh lebih dari 200 km maka panjang fetch maksimum yang digunakan yaitu 200 km. Hal in dilakukan karena angin konsisten hanya sampai 200 km. Jarak fetch ditentukan dengan menggunakan peta rupa bumi 1814-64 BALIKPAPAN dan 1914-43 SAMBOJA edisi I-1991 dengan skala 1 : 50.000. Arah datang gelombang di lokasi penelitian tergantung pada arah datang angin yang terjadi di Selat Makassar. Sesuai dengan letak geografis garis pantai lokasi penelitian yang menghadap ke tenggara, maka arah angin yang dapat membangkitkan gelombang secara maksimal adalah angin yang datang dari arah Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan. Sedangkan angin yang berasal dari arah Utara, Barat Laut dan Barat tidak digunakan karena berasal dari darat sehingga diperkirakan tidak menyebabkan pembangkitan gelombang menuju pantai pada lokasi penelitian. 3 Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang Perhitungan tinggi dan periode gelombang menggunakan data angin bulanan yang nilainya berbeda setiap bulan selama 8 tahun 2000 - 2007. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tinggi gelombang di perairan lepas pantai dari data kecepatan angin dan fetch adalah USACE, 2003a: 13 dan perioda gelombang : 14 15 16 17

3.3.4 Transformasi Gelombang 1

Penentuan arah dan tinggi gelombang Transformasi gelombang merupakan perubahan bentuk gelombang selama penjalaran gelombang dari laut lepas menuju pantai. Data masukan model terdiri dari : 1 Data kedalaman dasar laut d 2 Tinggi gelombang laut lepas H 3 Sudut gelombang laut lepas α 4 Perioda gelombang laut lepas T 5 Percepatan gravitasi = 9.8 mdet 2 6 Phi = 3.14 7 Step simulasi ∆t = 1 hari 8 Lama simulasi = 53 tahun 9 Jumlah titik grid sejajar pantai i = 318 10 Jumlah titik grid tegak lurus pantai j = 318 Parameter-parameter yang dihitung pada setiap titik grid adalah : 1 Panjang gelombang L dij 2 Kecepatan gelombang C dij 3 Sudut gelombang α dij 4 Koefisien refraksi K rdij 5 Koefisien shoaling K sdij 6 Tinggi gelombang H dij Selain itu tinggi gelombang pecah H bdij , kedalaman air dimana gelombang pecah d bij dan sudut gelombang pecah bxij dihitung pada setiap titik grid sejajar pantai. Perubahan arah gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan Snellius USACE, 2003: 18 19 20 21 22 Tinggi gelombang pada kedalaman d disetiap titik grid dihitung dengan menggunakan persamaan USACE, 2003: 23 24 25 26 27 2 Penentuan Tinggi dan kedalaman gelombang pecah Tinggi gelombang pecah dan kedalaman gelombang pecah ditentukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut: bila 28 sehingga: 29 30 31 Daerah yang disimulasikan dalam program tranformasi gelombang terlebih dahulu didiskritisasikan ke dalam sistem grid, dengan sumbu x sejajar pantai dan sumbu y menuju laut lepas. Indeks sel dalam arah x adalah i dan dalam arah y adalah j Gambar 7. Pada tiap titik grid dihitung tinggi dan sudut gelombang serta kedalaman perairan. Tinggi, sudut dan kedalaman perairan pada gelombang pecah dihitung hanya pada titik grid dalam arah i. Jumlah titik grid dalam arah x adalah 318 i max = 318 dengan interval antara titik grid adalah 30 m ∆x = 30. Dalam arah y jumlah titik grid adalah 532 j max = 532 dengan interval antara titik grid 30 m ∆y = 30 m. Program transformasi gelombang dibuat dalam bahasa basic ditunjukkan pada Lampiran 6. Input data yang digunakan pada program transformasi gelombang terdiri dari data batimetri, tinggi, periode dan arah gelombang laut lepas. Gambar 7 Bentuk grid yang digunakan dalam program transformasi gelombang. 3 Penentuan sudut datang gelombang terhadap garis pantai Apabila gelombang datang dengan membentuk sudut α o terhadap sumbu x, maka sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai adalah Komar, 1983: α bdij = α g ± α bxdij 32 Besar angkutan sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut datang gelombang pecah. Karena adanya perubahan garis pantai maka sudut gelombang pecah akan berubah dari satu sel ke sel yang lain. Sudut gelombang pecah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: 33 Sudut α g dibentuk oleh garis pantai dengan garis sejajar sumbu x, antara sel i dan sel i + 1 seperti diperlihatkan pada Gambar 8 Gambar 8 Hubungan antara sudut gelombang datang α bx , orientasi pantai α g , sudut gelombang pecah α b . Komar, 1983.

3.3.5 Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai Qs

Metode yang digunakan dalam perhitungan laju angkutan sedimen sepanjang pantai adalah metode fluks energi Komar, 1983. Potensi laju angkutan sedimen sejajar pantai longshore sediment transport, dipengaruhi oleh fluks energi gelombang pecah sejajar pantai P ℓ : Ndet 34 Nm atau kgdet 2 35 mdet 36 Sehingga diperoleh persamaan : Ndet 37 α bx α g Laju angkutan sedimen sejajar pantai diperoleh dengan menggunakan persamaan : m 3 det 38 Perubahan garis pantai dapat ditentukan dengan menentukan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel menggunakan metode perimbangan sel sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan angkutan sedimen pada tiap sel, maka dapat dilakukan perhitungan perubahan garis pantai. Pada penelitian ini, sel disusun dalam arah sejajar pantai, sehingga selisih sedimen yang masuk dan keluar sel Gambar 9 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: m 3 det 39 Gambar 9 Prosedur perhitungan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel dengan metode perimbangan sel.

3.3.6 Model Perubahan Garis Pantai

Model perubahan garis pantai yang dibuat didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen. Dalam hal ini, panjang pantai dibagi menjadi 317 titik sel dengan panjang yang sama yaitu ∆x = 30 m, seperti diperlihatkan pada Gambar 10. Pada setiap sel ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, maka laju angkutan sedimen bersih di dalam sel adalah sebanding dengan perubahan massa di dalam sel setiap satuan waktu. Program perubahan garis pantai dibuat dalam bahasa basic ditunjukkan pada Lampiran 7. Masukan data yang digunakan pada program perubahan garis pantai terdiri dari data garis pantai awal yang diperoleh dari citra satelit tahun 2000 Lampiran 8, hasil refraksi gelombang tinggi, sudut dan kedalaman gelombang pecah dan beberapa parameter lainnya ditunjukkan pada Tabel 4. Gambar 10 Pembagian pantai menjadi sejumlah sel Komar, 1983. Tabel 4 Parameter masukan pada program perubahan garis pantai Parameter Satuan Nilai Percepatan gravitasi mdet 2 9.81 Phi - 3.14 Frekuensi kejadian gelombang 1.00 Interval sel ∆x m 30.00 Step simulasi ∆t hari 1.00 Lama simulasi Massa jenis air laut Jumlah titik grid sejajar pantai hari kgm 3 - 1590 1025 317 Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel dan perubahan volume yang terjadi di dalamnya diperlihatkan pada Gambar 11. Laju perubahan volume sedimen yang terjadi di dalam sel adalah : m 3 det 40 Bila diasumsikan bahwa kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel maka volume sedimen yang masuk dan keluar sel Gambar 11 dinyatakan dengan persamaan: m 3 41 Subsitusi persamaan 41 ke persamaan 40 diperoleh: m 42 Sel i i + 1 i - 1 y i Q i = Angkutan sepanjang pantai Garis pantai ∆x = 30 Gambar 11 Sedimen masuk dan sedimen yang keluar Komar, 1983. Jika persamaan 42 diselesaikan dengan menggunakan metode beda hingga finite difference, maka diperoleh : 43 Perubahan garis pantai dihitung dengan menggunakan persamaan 43 yang dibuat dalam bahasa basic. Data masukan model terdiri dari data garis pantai awal yang diperoleh dari citra satelit tahun 2000. Tinggi, sudut dan kedalaman gelombang pecah hasil perhitungan transformasi gelombang, percepatan gravitasi = 9.8 mdet 2 , phi = 3.14, frekuensi kejadian gelombang = 1, step simulasi ∆t = 1 hari, lama simulasi = 53 bulan, massa jenis air laut = 1025 kgm 3 , jumlah titik grid sejajar pantai = 317. Pada persamaan 43, nilai ∆t, d dan ∆x adalah tetap sehingga ∆y hanya tergantung pada ∆Q. Apabila ∆Q negatif angkutan sedimen yang masuk lebih kecil dari yang keluar sel maka ∆y akan negatif, yang berarti pantai mengalami abrasi. Sebaliknya, jika ∆Q positif angkutan sedimen yang masuk lebih besar dari yang keluar sel maka ∆y akan positif atau pantai mengalami akresi. Apabila ∆Q = 0 maka ∆y = 0 yang berarti pantai stabil. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pembuatan model yaitu: 1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi transformasi gelombang selain shoaling dan refraksi diabaikan 2. Kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel 3. Tinggi gelombang pecah terjadi jika 4. Posisi garis pantai pada titik sel 1 tidak berubah selama simulasi 5. Posisi garis pantai pada titik sel akhir sama dengan posisi garis pantai sebelumnya .

3.3.7 Citra Landsat

Citra Landsat yang dianalisis adalah citra tanggal 15 Mei 2000 sebagai kondisi awal dan citra Landsat-TM tanggal 8 Maret 2007 pathrow 11661 dengan format geotiff sebagai kondisi akhir pantai. Penglolahan citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERMapper 6.4. Berikut ini diuraikan tahapan pengolahan data citra : 1 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dimaksudkan untuk mengoreksi distorsi spasial obyek pada citra sehingga posisi obyek yang terekam sesuai dengan koordinat di lapangan real world coordinate. Data raster umumnya ditampilkan dalam bentuk ”raw” data dan memiliki kesalahan geometrik sehingga perlu dikoreksi secara geometrik kedalam sistem koordinat bumi. Pengambilan Ground control point GCP yang disebut titik kontrol di bumi dilakukan dengan sistem Universal Tranverse Mercator UTM sebanyak 19 titik kontrol dengan menggunakan Global Positioning System GPS. Pengukuran titik kontrol dilakukan pada bulan Oktober 2009 di lokasi-lokasi yang kodisinya dianggap tidak berubah dari tahun 2000 – 2009, seperti simpangan jalan dan jembatan pada lokasi penelitian. Titik kontrol tersebut menjadi titik ikat pada semua citra Landsat yang akan dianalisis sehingga didapatkan citra yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan di muka bumi. 2 Pemotongan Citra Image Cropping Pemotongan data citra dilakukan untuk membatasi citra yang akan dianalisis hanya pada daerah penelitian. Pemotongan citra dapat dilakukan berdasarkan koordinat, jumlah pixel atau hasil zooming daerah. Pada citra Landsat terdapat delapan tampilan kanal. Akan tetapi dari delapan kanal tersebut hanya lima kanal yang digunakan dalam pegolahan citra, yaitu kanal 1, 2, 3, 4 dan 5. 3 Analisis Citra untuk Perubahan Garis Pantai Penajaman kanal menggunakan komposit kanal Red Green Blue RGB 542. Kanal ini digunakan karena ketiga kanal tersebut paling sesuai untuk mendeteksi perubahan garis pantai. Setelah dilakukan penajaman citra kemudian citra didigitasi untuk mendapatkan keakuratan garis pantai. 4 Koreksi Garis Pantai Hasil Citra Terhadap Pasang Surut Koreksi terhadap pasang surut sangat penting dilakukan untuk menghilangkan pengaruh pasang surut terhadap perekaman citra. Hal ini akan mempengaruhi hasil perubahan garis pantai. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut dilakukan dengan cara berikut. a Menentukan kemiringan dasar pantai Kemiringan dasar pantai peroleh dengan mengetahui nilai kedalaman d dan jarak m dari garis pantai sampai kedalaman d, seperti pada Gambar 12. Gambar 12 Kemiringan dasar pantai. Pada Gambar 12 diperoleh kemiringan dasar pantai yakni: 44 b Menentukan koreksi garis pantai citra terhadap MSL Koreksi garis pantai citra terhadap MSL dilakukan dengan mengetahui selisih posisi muka air η pada saat perekaman citra terhadap MSL, seperti pada Gambar 13. MSL diperoleh dari konstanta-konstanta pasut DISHIDROS. m d Gambar 13 Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra. sehingga jarak pergeseran garis pantai r diperoleh melalui persamaan : 45 Tinggi pasut pada saat perekaman citra tahun 2000 berada pada 190 cm dan tinggi pasut pada saat perekaman citra tahun 2007 berada pada 80 cm, dengan posisi MSL 140 cm. Jika perekaman citra dilakukan pada saat air laut pasang maka garis pantai digeser ke arah laut sejauh r, sebaliknya jika air laut surut maka garis pantai digeser ke arah darat sejauh r Lampiran 5. 5 Overlay Proses ini dilakukan untuk melihat perubahan garis pantai yang terjadi di lokasi penelitian. Overlay dilakukan pada garis pantai tahun 2000, garis pantai hasil model tahun 2007 dan garis pantai hasil citra tahun 2007 dengan program Arcview 3.3.

3.3.8 Perbandingan Hasil Model dengan Citra

Pada model perubahan garis pantai, garis pantai Citra tahun 2000 digunakan sebagai input garis pantai awal. Garis pantai citra tahun 2007 digunakan untuk membandingkan garis pantai hasil simulasi pada model 2000 – 2007. Hasil perubahan garis pantai yang diperoleh dari citra Landsat dan hasil dari model di dibandingkan, jika ditemukan kesamaan berarti model yang dibuat sudah benar. Adapun bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai disajikan pada Gambar 14. r η MSL Posisi muka air pada saat perekaman citra Gambar 14 Bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai. Pengumpulan dan Pengolahan Data Garis Pantai Terkoreksi Fetch Koreksi Ketinggian Koreksi Durasi 1 Jam Koreksi dari Darat ke Laut Koreksi Stabilitas Koreksi Geometrik Digitasi Garis Pantai Prediksi Gelombang Laut Lepas H mo , T p Tranformasi gelombang Angkutan Sedimen Koreksi Pasut Gelombang Pecah H b , d b , a b Angin BMKG 2000 - 2007 Citra Landsat TM 2000 Citra Landsat ETM 2007 Pemotongan Citra Penggabungan Kanal 542 Kecepatan Angin Terkoreksi Batimetri Pasut DISHIDROS Batimetri Terkoreksi Lereng Pantai Peta RBI MSL Perubahan Garis Pantai Perubahan Garis Pantai Garis Pantai 2007 Garis Pantai 2000 Garis Pantai Citra 2007 M O D E L Overlay MEMBANDINGKAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakter Angin

Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000 - 2007 diperlihatkan pada Gambar 15a. Hasil analisis data angin bulanan rata-rata di Balikpapan menunjukkan bahwa arah angin dominan dari Selatan menyusul dari Utara, Barat Laut, Barat Daya dan Timur. Kecepatan angin terkecil 1.5 mdet dan terbesar ≥ 4.5 mdet dengan arah resultan yaitu 204 o sebesar 19 . Persentase angin tertinggi sebesar 36.5 pada interval kecepatan angin 2.5 - 3.0 mdet diikuti oleh 28.1, 11.5, 9.4, 4.2 dan terkecil 1.0 masing- masing pada interval 3.0 - 3.5 mdet, 3.5 - 4.0 mdet, 4.0 - 4.5 mdet, ≥ 4.5 mdet dan yang terkecil pada interval 1.5 - 2.0 mdet Gambar 15b. Pada Tabel 5 terlihat bahwa frekuensi distribusi angin bulanan tertinggi adalah dari Selatan sebesar 53.13 dari total distribusi angin. Angin yang bertiup dari Timur hanya terdistribusi sebesar 2.08 dari total kejadian angin, sedangkan angin dari arah lainnya tidak dibahas karena posisi pantai menghadap ke tenggara sehingga angin dari arah tersebut dianggap tidak membangkitkan gelombang menuju pantai. a b Gambar 15 Mawar angin a dan histogram distribusi frekuensi b kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun 2000 – 2007. F re k u en si Tabel 5 Frekuensi distribusi angin tahun 2000 - 2007 Arah Kecepatan Angin mdet 1.5 - 2.0 2.0 - 2.5 2.5 - 3.0 3.0 - 3.5 3.5 - 4.0 4.0 - 4.5 = 4.5 Total U 0.00 3.13 17.71 8.33 2.08 0.00 0.00 31.25 TL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 T 0.00 0.00 1.04 1.04 0.00 0.00 0.00 2.08 TG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 S 1.04 4.17 13.54 11.46 9.38 9.38 4.17 53.13 BD 0.00 0.00 1.04 2.08 0.00 0.00 0.00 3.13 B 0.00 0.00 0.00 1.04 0.00 0.00 0.00 1.04 BL 0.00 2.08 3.13 4.17 0.00 0.00 0.00 9.38 Total 1.04 9.38 36.46 28.13 11.46 9.38 4.17 100.00 Frekuensi kejadian angin seperti terlihat pada Tabel 6, secara keseluruhan mempunyai total kejadian sebanyak 96 kali. Frekuensi kejadian angin terbanyak adalah 35 kali dengan kecepatan angin 2.5 – 3.0 mdet dengan arah angin dari Selatan sebanyak 51 kali dari total kejadian angin. Frekuensi kejadian angin yang membangkitkan gelombang menuju lokasi penelitian sebanyak 53 kali kejadian dari Selatan 51 kali dan dari Timur 2 kali. Kondisi ini menunjukkan bahwa angin yang berasal dari Selatan memberikan pengaruh paling besar terhadap perubahan pantai pada lokasi penelitian, dengan kecepatan angin 1.5 - 4.5 mdet. Pada kisaran kecepatan angin 2.5 – 3.0 mdet angin yang dapat membangkitkan gelombang dominan dari Selatan sebanyak 13 kali dari total kejadian angin. Berdasarkan arah angin, terlihat bahwa pada bulan Juni – September Musim Timur angin berhembus lebih kencang 2.5 – 4.5 mdet dengan arah angin terbanyak dari Selatan. Pada bulan Desember – Maret Musim Barat angin bertiup terbanyak dari Utara dengan kecepatan berkisar antara 2.0 – 3.5 mdet. Karakter angin di lokasi penelitian mirip dengan karakter angin di pantai timur Tarakan seperti yang telah diteliti oleh Triwahyuni, 2010 dimana gelombang dibangkitkan oleh angin yang berasal dari Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan. Bila dilihat dari orientasi garis pantai dan arah angin, maka lokasi penelitian dipengaruhi oleh gelombang yang dibangkitkan oleh angin dari Timur, Tenggara dan Selatan. Arah dan kecepatan angin bulanan rata-rata selama tahun 2000 - 2007 disajikan pada Lampiran 1 dan hasil analisis data angin secara keseluruhan disajikan dalam bentuk mawar angin wind rose perbulan pada Lampiran 2. Tabel 6 Frekuensi kejadian angin tahun 2000 – 2007 Arah Kecepatan Angin mdet 1.5 - 2.0 2.0 - 2.5 2.5 - 3.0 3.0 - 3.5 3.5 - 4.0 4.0 - 4.5 = 4.5 Total U 3 17 8 2 30 TL T 1 1 2 TG S 1 4 13 11 9 9 4 51 BD 1 2 3 B 1 1 BL 2 3 4 9 Total 1 9 35 27 11 9 4 96

4.2 Pembangkitan Gelombang Laut Lepas