Perubahan Garis Pantai Perubahan garis pantai dari pantai Teritip Balikpapan sampai pantai Ambarawang Kutai Kertanegara Kalimantan Timur

Gambar 26 Histogram laju angkutan sedimen m 3 bulan bulan rata-rata selama delapan tahun 2000 – 2007. Tabel 13 Jumlah laju angkutan sedimen m 3 bulan bulan rata-rata selama delapan tahun 2000 - 2007 Bulan Angkutan Sedimen m 3 bulan Ke Timur Laut Ke Barat Daya Bersih Bersih Januari 1426 - 1426 Timur Laut Maret 1448 - 1448 Timur Laut Mei 1302 94 1208 Timur Laut Juni 1633 118 1515 Timur Laut Juli 2112 114 1997 Timur Laut Agustus 2372 113 2259 Timur Laut September 1984 69 1916 Timur Laut Oktober 1477 49 1428 Timur Laut November 1072 49 1023 Timur Laut Desember 943 - 943 Timur Laut

4.5 Perubahan Garis Pantai

Hasil analisis citra Landsat tahun 2000 setelah dikoreksi terhadap MSL memperlihatkan bahwa garis pantai mundur ke arah daratan Gambar 27. Hal ini terjadi karena perekaman citra pada saat surut, sehingga garis pantai tersebut akan mundur ke arah darat setelah dikoreksi terhadap MSL. Garis pantai pada saat MSL adalah garis pantai yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan karena garis pantai akan selalu berubah akibat pengaruh pasang surut air laut. Citra Landsat tahun 2007 sebelum dan setelah dikoreksi terhadap MSL memperlihatkan bahwa garis pantai citra setelah dikoreksi maju ke arah laut jika dibandingkan dengan garis pantai sebelum dikoreksi Gambar 28. Perubahan ini terjadi karena citra direkam pada saat pasang, sehingga apabila dikoreksi terhadap MSL maka bergeser ke arah laut. Gambar 27 Garis pantai citra Landsat jam 10.00 WITA 15 Mei 2000 sebelum dan setelah dikoreksi terhadap pasut. Gambar 28 Garis pantai citra Landsat jam 10.00 WITA 8 Maret 2007 sebelum dan setelah dikoreksi terhadap pasut. Hasil overlay citra tahun 2000 dan 2007 memperlihatkan pada Lokasi A bagian selatan dan Lokasi B bagian utara mempunyai pantai yang relatif stabil yang ditunjukkan dengan garis pantai yang berimpit Gambar 29. Pada Lokasi A bagian utara mengalami abrasi. Abrasi terbesar terjadi pada grid 31 sebesar 70.88 m, sedangkan pada Lokasi B bagian selatan mengalami akresi. Akresi terbesar terjadi pada grid 164 sejauh 88.19 m. Perubahan garis pantai terbesar terjadi di Lokasi C berupa akresi yang terjadi hampir secara keseluruhan, Lokasi C mengalami akresi terbesar sampai 103.21 m pada titik grid 233. Pada Lokasi D bagian tengah mengalami akresi terbesar mencapai 66,34 m di grid 281, sedangkan pada bagian bawah, abrasi mencapai 80.94 m pada grid 317. Nilai akresi dan abrasi selama 8 tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil running model selama delapan tahun menunjukkan hasil yang mirip dengan hasil citra 2007 Gambar 30. Hasil ini diperoleh dari proses coba ulang trial and error sehingga didapatkan hasil garis pantai yang mendekati garis pantai sebenarnya citra Landsat tahun 2007. Perubahan garis pantai hasil model 2007 diperlihatkan pada Tabel 15. Perubahan garis pantai hasil simulasi model selama delapan tahun menunjukkan bahwa pantai mengalami abrasi di satu sisi dan akresi di sisi lain. Akresi terbesar terjadi sampai 80.2 m pada Lokasi D grid 282 sedangkan abrasi terbesar sejauh 104.5 grid 282 m. Perbedaan akresi dan abrasi yang terjadi dipengaruhi oleh arah datang gelombang yang berbeda dari laut lepas, sehingga sudut gelombang yang datang di pantai juga berbeda karena pengaruh orientasi garis pantai. Selain itu, konfigurasi garis pantai juga menyebabkan adanya perbedaan abrasi dan akresi yang terjadi. Garis pantai antara hasil model dan hasil citra yang berhimpit diperoleh pada garis pantai yang lurus atau tidak berbelok-belok. Garis pantai yang berimpit tersebut dimulai dari bagian tengah Lokasi A berlanjut hingga Lokasi B bagian tengah, semakin ke bawah hasil model dan citra mulai berbeda. Garis pantai hasil model dan citra memperlihatkan adanya ketidak sesuaian. Adanya perbedaan ini diakibatkan oleh morfologi pantai yang berbentuk tonjolan dan lengkungan. Pada Lokasi B bagian bawah, Lokasi C bagian atas dan Lokasi D bagian tengah dimana morfologi pantainya melengkung kearah daratan, hasil model memperlihatkan adanya akresi garis pantai. Selanjutnya pada garis pantai yang berbentuk tonjolan yaitu pada Lokasi A bagian atas, pada daerah batas antara Lokasi C dan Lokasi D Lokasi C bagian bawah dan Lokasi D bagian atas, serta Lokasi D bagian bawah hasil model memperlihatkan adanya abrasi. Pada pantai yang membentuk tonjolan akan tergerus, hasil gerusan ini diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada pantai yang berbentuk lengkungan seperti yang ditemukan Triwahyuni et al. 2010 di pantai timur Tarakan. Orientasi pantai pada Lokasi C dan Lokasi D berkelok-kelok menyebabkan sudut gelombang pecah yang terjadi pada setiap titik grid akan berbeda. Adanya perbedaan sudut gelombang pecah mengakibatkan arah angkutan sedimen pada Lokasi C dan Lokasi D ke arah timur laut dan sebagian ke arah barat daya. Hal ini menyebabkan pantai pada lokasi C dan Lokasi D selain mengalami abrasi pantai yang berbentuk tonjolan juga mengalami akresi pantai yang melengkung ke darat. Secara umum perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 menunjukkan adanya kemiripan jika ditinjau terhadap citra tahun 2000. Pada pantai yang melengkung ke dalam hasil model dan hasil citra sama-sama memperlihatkan adanya akresi yang terjadi pada batas antara Lokasi B dan Lokasi C serta Lokasi C bagian tengah, sedangkan Lokasi A bagian atas dan Lokasi D bagian bawah pantai yang menonjol hasil model dan citra memperlihatkan adanya kemiripan yaitu sama-sama mengalami akresi. Tidak demikian dengan batas antara Lokasi C dan D C bagian bawah dan D bagian atas dan sebagian Lokasi C terlihat garis pantai hasil model memperlihatkan adanya perbedaan dengan garis pantai hasil citra. Pada lokasi tersebut garis pantai hasil model mengalami abrasi, sedangkan hasil citra mengalami akresi Gambar 31. Hal ini diperkirakan karena pada batas Lokasi C dan D terdapat tonjolan yang paling besar jika dibandingkan dengan morfologi pantai yang lain di lokasi penelitian, sehingga energi gelombang terkonsentrasi dan terjadi erosi seperti yang ditemukan Purba dan Jaya 2004 di pantai Lampung. Pada kenyataannya di lokasi tersebut terdapat pohon bakau Lampiran 10 yang akan menghalangi abrasi bahkan cenderung menahan sedimen. Pengaruh pohon bakau tidak dimasukkan dalam model ini, oleh karena itu maka hasil model dan citra tidak sesuai. Posisi perubahan garis pantai yang mengalami akresi dan abrasi terbesar setiap lokasi dari hasil perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 terhadap garis pantai awal citra tahun 2000 diperlihatkan pada Gambar 31 dan Tabel 16. Selisih akresi dari hasil model dan citra terbesar terjadi pada Lokasi B grid 182 sebesar 23.35 m sedangkan terkecil terjadi di Lokasi C grid 191 sejauh 11.97 m. Hal ini terjadi karena grid 182 terletak di ujung garis pantai berbentuk lengkungan sehingga akresi dari hasil model 56.6 m jauh lebih kecil dari pada hasil citra 79.95 m, sedangkan grid 191 terletak pada pertengahan lengkungan sehingga akresi hasil model 72.9 m mendekati hasil citra 84.87 m. Selisih abrasi dari hasil model dan citra terbesar terjadi pada Lokasi D grid 252 sejauh 79.24m, sedangkan terkecil terjadi pada Lokasi A grid 10 sejauh 15.26 m Tabel 16. Hal ini disebabkan karena grid 252 terletak pada pertengahan garis pantai yang berbentuk tonjolan sehingga abrasi hasil model 104.5 m jauh lebih besar dari hasil citra 25.26 m, sedangkan grid 10 terletak pada ujung garis pantai yang berbentuk tonjolan sehingga abrasi hasil model 44 m mendekati hasil citra 59.26 m. Jumlah sedimen dari pantai yang mengalami abrasi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan sedimen yang terendapkan pada pantai yang mengalami akresi. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses perubahan garis pantai ada pengaruh sedimen yang berasal dari luar wilayah penelitian yang tidak dimasukkan dalam model. Gambar 29 Overlay garis pantai citra tahun 2000 dan 2007. Tabel 14 Perubahan garis pantai awal citra tahun 2000 dan hasil citra tahun 2007 terhadap garis pantai di tiap-tiap lokasi Lokasi Garis Pantai Awal dan Citra 2007 No Grid Akresi m No Grid Abrasi m A - - 31 70.88 B 164 88.19 - - C 233 103.21 - - D 281 66.34 317 80.94 S E L A T M A K A S S A R Teritip Gunung Tembak Salok Api Ambarawang Laut A KALIMANTAN TIMUR Grid 31 Grid 164 Grid 281 Grid 233 Grid 317 B C D 500000 501000 502000 503000 504000 505000 506000 500000 501000 502000 503000 504000 505000 506000 9 8 7 9 8 7 1 9 8 7 2 9 8 7 3 9 8 7 4 9 8 7 5 9 8 7 6 9 8 7 9 8 7 1 9 8 7 2 9 8 7 3 9 8 7 4 9 8 7 5 9 8 7 6 Garis pantai citra 2007 Garis pantai citra 2000 500 1000 1500 meter N Gambar 30 Overlay garis pantai hasil model tahun 2000 dan 2007. Tabel 15 Perubahan garis pantai awal dan hasil model 2007 di tiap-tiap lokasi Lokasi Garis Pantai Awal dan Hasil Model 2007 No Grid Akresi m No Grid Abrasi m A - - 10 44 B 182 56.6 - - C 191 72.9 247 93 D 282 80.2 252 104.5 KALIMANTAN TIMUR A Ambarawang Laut Salok Api Gunung Tembak Teritip S E L A T M A K A S S A R Grid 10 Grid 182 Grid 191 Grid 247 Grid 252 Grid 282 B C D 500000 501000 502000 503000 504000 505000 506000 500000 501000 502000 503000 504000 505000 506000 9 8 7 9 8 7 1 9 8 7 2 9 8 7 3 9 8 7 4 9 8 7 5 9 8 7 6 9 8 7 9 8 7 1 9 8 7 2 9 8 7 3 9 8 7 4 9 8 7 5 9 8 7 6 Garis pantai hasil model Garis pantai awal 500 1000 1500 meter N Gambar 31 Overlay perubahan garis pantai selama delapan tahun dari garis pantai hasil citra 2000 hijau sebagai garis pantai awal, garis pantai tahun 2007 merah dan hasil model tahun 2007 biru. Tabel 16 Perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 terhadap garis pantai awal citra tahun 2000 pada berbagai grid di setiap lokasi Lokasi Garis pantai Citra dan hasil model 2007 No Grid Akresi m No Grid Abrasi m Selisih Model Citra Model Citra Akresi Abrasi A - - - 10 44 59.26 - 15.26 B 182 56.6 79.95 - - - 23.35 - C 191 72.9 84.87 - - - 11.97 - D 282 80.2 65.51 252 104.5 25.26 14.69 79.24 KALIMANTAN TIMUR A Ambarawang Laut Salok Api Gunung Tembak Teritip S E L A T M A K A S S A R Grid 10 Grid 182 Grid 252 Grid 282 Grid 191 B C D 500000 501000 502000 503000 504000 505000 506000 500000 501000 502000 503000 504000 505000 506000 9 8 7 9 8 7 1 9 8 7 2 9 8 7 3 9 8 7 4 9 8 7 5 9 8 7 6 9 8 7 9 8 7 1 9 8 7 2 9 8 7 3 9 8 7 4 9 8 7 5 9 8 7 6 Garis Pantai Citra 2007 Garis Pantai Citra 2000 Garis Pantai Hasil Model 500 1000 1500 meter N V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil perhitungan transformasi gelombang diperoleh bahwa pada saat gelombang merambat dari laut lepas menuju pantai tinggi gelombang mengalami penurunan kemudian mendekati garis pantai tinggi gelombang meningkat sampai akhirnya pecah, serta terjadi pembelokan arah gelombang sehingga pada garis garis pantai yang menjorok ke luar tonjolan terjadi konvergensi sedangkan pada garis pantai yang menjorok ke darat cembung terjadi divergensi. Berdasarkan simulasi model selama tahun 2000 – 2007 terlihat bahwa arah angkutan sedimen dominan menuju ke timur laut. Hal ini terjadi karena orientasi pantai arah hampir utara-selatan di bagian selatan dan barat daya-timur laut di sisi utara dan gelombang menuju pantai dominan berasal dari selatan dimana tinggi gelombang laut lepas tertinggi terjadi pada Musim Timur. Bentuk garis pantai hasil model cenderung mengikuti bentuk garis pantai awal citra Landsat 2000. Kalau ada tonjolan maka dihilirnya ada abrasi dan pada lekukan ke dalam pantai yang cembung umumnya terjadi akresi. Perbandingan hasil model dengan hasil citra Landsat tahun 2007 memperlihatkan bentuk garis pantai yang mirip. Walaupun begitu, terdapat juga perbedaan terutama pada garis pantai berbentuk tonjolan batas Lokasi C dan D dan sebagian Lokasi C dimana akibat adanya tonjolan maka model memprediksi adanya abrasi, tetapi citra Landsat 2007 memperlihatkan garis pantai yang hampir tidak berubah. Hal ini diperkirakan akibat adanya pohon bakau di lokasi tersebut yang menghalangi proses abrasi, akan tetapi pengaruh adanya pohon bakau tidak dipertimbangkan dalam model.

5.2 Saran

Perhitungan transformasi gelombang dari laut lepas menuju ke pantai hanya memperhitungkan pengaruh shoaling dan refraksi. Karena itu untuk pengembangan model ini disarankan untuk menambahkan pengaruh dari gesekan dasar, perkolasi, interaksi gelombang-arus dan interaksi gelombang-gelombang yang disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. DAFTAR PUSTAKA Allen JRL. 1985. Principles of Physical Sedimentology. Department of Geology. University of Reading. London : George Allen and Unwin. Alphan H. 2005. Perceptions of Coastline Changes in River Deltas: Southeast Mediterranean Coast of Turkey. J Environ Pollut 231:92-102. Ashton A, Murray B. 2006. High-Angle Wave Instability and Emergent Shoreline Shapes: 1. Modeling of sand waves. flying spits, and capes. J Geophys Res 111:1-19. Balas L, Inan A. 2002. A Numerical Model of Wave Propagation on Mild Slopes. J Coas Res 36:16-21. Battjes JA. 1972. Set-Up Due to Irregular Waves. In Proceedings of the 13 th International Conference Coastal Engineering . New York. American Society of Civil Engineers. 1993-2004. Bishop CT, Donelan MA. 1989. Wave Prediction Models in Application in Coastal Modelling . Editor: V. C. Lakhan and A. S. Trenhale. Amsterdam: Elseiver Science Published BV. BPPD Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Balikpapan. 2007. Studi Penyebaran Sedimen dan Terumbu Karang di Perairan Balikpapan . Laporan Akhir. Balikpapan Kalimantan Timur. Browne M et al. 2007. Near-Shore Swell Estimation from a Global Wind-Wave Model: Spectral process, linear, and artificial neural network models. J Coas Eng 54:445-460. Carter RWG. 1988. Coastal Environmental, An Introduction to the Physical, Ecological dan Cultural System of Coasts Lines . London: Academic Press. [CERC] Coastal Engineering Research Center. 1984. Shore Protection Manual Volume I , Fourth Edition. Washington: U.S. Army Coastal Engineering Research Center. [CHL] Coastal Hydraulic Laboratory. 2002. Coastal Engineering Manual, Part I- VI. Washington DC: Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers. Collins JI. 1970. Probabilities of Breaking Wave Characteristics. In Proceedings of the 13 th International Conference Coastal Engineering . New York. American Society of Civil Engineers. 399-412 Davis RA Jr. 1991. Oceanography; An Introduction to the Marine Environment, New Jersey: WCB Publisher International Published.