Pengolahan Data Pengembangan rantai pasok buah manggis di kabupaten Bogor, Jawa Barat
sub-elemen i,j pada tiap baris dan keterkaitan antar sub-elemen ditunjukkan melalui penjumlahan sub-elemen j,i pada tiap kolom
5. Penilaian tingkat partisipasi untuk mengklasifikasikan elemen-elemen dalam tingkat-tingkat struktur ISM yang berbeda. Pengelompokan elemen-elemen
dalam tingkat yang sama dengan mengembangkan Canonical Matrix. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan Directional Graph digraph.
Kelompok reachability dan kelompok antecedent untuk setiap sub-elemen diperoleh dari matriks reachability akhir. Kelompok reachability mencakup
satu sub-elemen dan sub-elemen lain yang mungkin keberadaannya didukung oleh satu sub-elemen tersebut. Kelompok antecedent mencakup satu sub-
elemen dan sub-elemen lain yang mendukung keberadaan satu sub-elemen tersebut. Perpotongan antara kedua kelompok tersebut kemudian diturunkan
untuk seluruh sub-elemen. Sub-elemen dengan reachability dan perpotongan yang sama merupakan tingkat atas pada hirarki ISM
Sub-elemen tingkat atas dalam hirarki tidak akan mendukung keberadaan sub- elemen lain di tingkat atasnya. Sub-elemen dipisahkan dari sub-elemen lain
setelah sub-elemen tingkat atas teridentifikasi. Proses yang sama kemudian diulang untuk memperoleh sub-elemen lain pada tingkat berikutnya.
6. Pembuatan digraph, yaitu grafik elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung dan tingkat hirarki. Digraph awal dibuat berdasarkan
Canonical Matrix kemudian semua komponen yang transitif dipindahkan
untuk membentuk digraph akhir. Model struktural dapat dibuat dari matriks akhir reachability. Jika terdapat
hubungan antar sub-elemen i dan j, maka anak panah dibuat dari sub-elemen i ke sub-elemen j. Gambar ini disebut directed graph digraph. Setelah
transitivitas dihilangkan, digraph dikonversikan ke dalam model berdasarkan ISM.
7. Pembangkitan ISM dengan cara seluruh jumlah elemen dipindahkan menjadi deskripsi elemen aktual sehingga ISM memberikan gambaran elemen-elemen
sistem dan alur hubungannya secara jelas.
8. Kekuatan penggerak dan ketergantungan setiap elemen ditunjukkan pada matriks reachability akhir. Kekuatan penggerak setiap elemen merupakan
penjumlahan semua elemen yang mungkin mempengaruhi. Ketergantungan setiap elemen merupakan penjumlahan semua elemen yang mungkin
terpengaruh. Kekuatan penggerak dan ketergantungan ini akan digunakan dalam analisis MIC-MAC
Matrice d’Impact Croisés – Multiplication Appliqueé à un Classement
atau Matrix of Cross Impact – Multiplications
Applied to Classification yang mengklasifikasikan elemen ke dalam
4 kelompok, yaitu elemen autonomous, dependent, linkage, dan independent Fuzzy Analytical Hierarchy Process
Risiko dan sumbernya serta kinerja kunci pada rantai pasok buah manggis sangat kompleks. Pendapat para pakar diperlukan dalam menentukan risiko,
sumber risiko, serta kinerja kunci yang paling penting dipertimbangkan dalam desain rantai pasok ini. Metode Analytical Hierarchy Process AHP dapat
digunakan untuk menentukan risiko dan sumber risiko terbesar pada rantai pasok buah manggis.
Metode AHP merupakan metode untuk memformalkan pengambilan keputusan yang terdiri dari beberapa pilihan dan tiap pilihan terdiri dari beberapa
atribut. Beberapa atribut tersebut sering sulit diformalkan sehingga preferensi pengambil keputusan berupa frase misal: “sangat lebih penting daripada” harus
kita gunakan sebagai pengganti nilai pasti pada atribut tersebut. Logika dan nilai
fuzzy memberikan cara yang lebih alamiah terkait dengan preferensi pengganti
nilai pasti ini. Metode fuzzy AHP digunakan untuk pemilihan suatu alternatif dan
penyesuaian masalah dengan menggabungkan konsep teori fuzzy dan analisis struktur hirarki. Penggunaan metode fuzzy memungkinkan pengambil keputusan
untuk memasukkan data kualitatif dan kuantitatif ke dalam model keputusan. Dengan alasan ini, pengambil keputusan biasanya lebih merasa yakin untuk
memberi penilaian dalam bentuk rentang daripada penilaian dalam bentuk nilai tertentu
Teori fuzzy adalah suatu teori matematika yang dirancang dengan model ketidaktepatan atau ke-ambiguity-an dari proses kognitif manusia yang dipelopori
oleh Zadeh Marimin 2005. Kunci gagasan teori fuzzy adalah suatu unsur mempunyai suatu tingkat derajat keanggotaan membership degree dalam suatu
keadaan yang tidak jelas Negoita 1985; Zimmermann 1996. Fungsi keanggotaan menunjukkan nilai keanggotaan suatu unsur dalam suatu himpunan. Nilai
keanggotaan suatu unsur berkisar antara 0 dan 1. Unsur dapat mempunyai satu himpunan tingkat derajat keanggotaan tertentu dan dapat juga mempunyai
berbagai himpunan. Teori fuzzy memperbolehkan keanggotaan unsur secara parsial. Transisi antara keanggotaan dan non-keanggotaan adalah secara bertahap.
Fungsi keanggotaan memetakan variasi nilai variabel dari nilai linguistik ke dalam kelas linguistik yang berbeda. Adaptasi dari fungsi keanggotaan untuk variabel
linguistik ditentukan melalui pengetahuan pakar yang sebelumnya mengetahui tentang variabel linguistik; menggunakan format sederhana secara geometris
triangular, trapezoidal atau fungsi-s, serta proses trial and error. Pada penelitian ini, bilangan fuzzy triangular
1 ~
– 9
~ , digunakan untuk
mewakili perbandingan berpasangan secara subjektif pada proses pemilihan yang meragukan. Menurut Zadeh 1994, sebuah bilangan fuzzy merupakan sebuah
himpunan fuzzy khusus F = { x, Fx , x∈R dengan nilai x diambil dari bilangan
riil R : −∞x+∞ dan Fx merupakan sebuah pemetaan kontinyu dari R ke
interval tertutup [0,1]. Sebuah bilangan fuzzy triangular disimbolkan sebagai M
~ = l,m,u dengan l
≤m ≤u mempunyai fungsi keanggotaan jenis triangular sebagai berikut:
u x
o u
x m
m u
x u
m x
l l
m l
x l
x x
F 1
Dengan menetapkan tingkat kepercayaan α, maka bilangan fuzzy triangular dapat
dikarakteristikkan sebagai: ∀
α ∈ [0,1] M
~
α
= l
α
,u
α
= [ m −lα+l ,−u−mα+u]
2 Kaufman dan Gupta 1985 mendeskripsikan beberapa operasi utama untuk
bilangan fuzzy positif menggunakan rentang kepercayaan sebagai berikut: ∀m
L
,m
R
,n
L
,n
R
∈ R
+
, M
~
α
= [
R L
m m
,
] 3
N ~
α
= [
R L
n n
,
], α ∈ [0,1] 4
M ~
N ~
= [
R R
L L
n m
n m
,
] 5
M ~
Θ N
~ = [
R R
L L
n m
n m
,
] 6
M ~
N ~
= [
R R
L L
n m
n m
,
] 7
M ~
N ~
= [
R R
L L
n m
n m
,
] 8
Perbandingan berpasangan dibuat dengan menggunakan skala rasio. Skala yang sering digunakan adalah skala 9 titik Saaty 1989. Bilangan fuzzy triangular
1 ~
– 9
~ digunakan sebagai pengembangan skala 9 titik pada AHP konvensional.
Untuk mempertimbangkan penilaian kualitatif para pakar yang kurang tegas, 5 bilangan fuzzy triangular ditetapkan dengan fungsi keanggotan yang terkait seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2. Himpunan fuzzy didefinisikan sebagai F = {x, x, x U
, dengan x merupakan bilangan riil, U adalah himpunan semesta, dan x adalah fungsi keanggotaan dengan nilai [0,1]. Menurut
Ayağ 2006, definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy ditunjukkan pada Tabel 6.
Gambar 2 Fungsi keanggotaan bilangan fuzzy triangular. Prosedur pendekatan fuzzy AHP menurut
Ayağ 2006 adalah sebagai berikut: 1.
Perbandingan skor. Bilangan fuzzy triangular digunakan untuk melakukan indikasi tingkat
kepentingan relatif pada tiap pasangan elemen pada hirarki yang sama
3 ~
5 ~
7 ~
9 ~
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
1.0
0.5 μ
M
x Sama Penting
Sedikit Lebih
Penting Lebih
Penting Sangat
Lebih Penting
Mutlak Lebih
Penting
1 ~
11 10
Tabel 6 Definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy Tingkat
Kepentingan Bilangan
Fuzzy Definisi
Fungsi Keanggotaan
1 1~
Sama penting 1, 2, 3
3 3~
Sedikit lebih
penting 1,2, 3, 4, 5
5 5~
Lebih penting 3, 4, 5, 6, 7
7 7~
Sangat lebih
penting 5, 6, 7, 8, 9
9 9~
Mutlak lebih
penting 7, 8, 9,10, 11
2. Pembuatan matriks perbandingan fuzzy Dengan menggunakan bilangan fuzzy melalui perbandingan berpasangan,
matriks penilaian fuzzy
A ~
a
ij
dibuat sebagai berikut:
1 ~
~ ~
1 ~
~ ~
1 ~
2 1
2 21
1 12
n n
n n
a a
a a
a a
A
9
dengan
ij
a ~
= 1 jika i=j , dan
ij
a ~
=
1 ~
,
3 ~
,
5 ~
,
7 ~
,
9 ~
atau
1 ~
-1
,
3 ~
-1
,
5 ~
-1
,
7 ~
-1
,
9 ~
-1
jika i≠j 3. Penyelesaian nilai eigen fuzzy.
Menurut Nepal, et al. 2010, tujuan langkah ini adalah untuk menghitung tingkat kepentingan relatif seluruh elemen berdasarkan elemen pada tingkat di
atasnya dalam struktur hirarki Nilai eigen fuzzy merupakan sebuah bilangan fuzzy untuk menyelesaikan
persamaan berikut:
A ~
x ~
=
~ x
~
10
A ~
merupakan n x n matriks fuzzy yang berisi bilangan fuzzy
ij
a ~
.
x ~
merupakan n x 1 vektor fuzzy yang berisi bilangan fuzzy
i
x ~
. Untuk melakukan perkalian dan penambahan dengan menggunakan aritmetik
interval dan −cut, persamaan
A ~
x ~
=
~ x
~
diubah menjadi: [
u u
i l
l i
x a
x a
1 1
1 1
,
] …
[
nu inu
nl inl
x a
x a
,
] = [
iu il
x x
,
] 11
dengan
A ~
= [
ij
a ~
],
t
x ~
=
1
~ x
, …,
n
x ~
12
ij
a ~
= [
u i
l i
a a
1 1
,
],
i
x ~
= [
iu il
x x
,
],
~
= [
iu il
,
] 13
untuk 0 α ≤ 1 dan seluruh i, j , dengan i = 1, 2, . . ., n, j = 1, 2, . . ., n
Menurut Nepal 2010, penentuan bobot prioritas dapat disederhanakan dengan pendekatan berikut:
n aij
a
x
n i
n j
ij
i 1
1
14 −cut merupakan tingkat kepercayaan pakar atau pengambil keptusan pada
penilaiannya. Derajat kepuasan penilaian matriks
A ~
diestimasikan oleh indeks optimisme
. Semakin besar nilai indeks menunjukkan tingkat optimisme yang lebih tinggi. Indeks optimisme merupakan kombinasi konveks linier
Lee 1999 yang didefinisikan sebagai berikut:
ij
a ~ = μ
iju
a + 1- μ
ijl
a , ∀
μ ∈ [0,1]
15
Jika tetap, matriks berikut ini dapat diperoleh setelah menetapkan indeks optimisme untuk mengestimasikan tingkat kepuasan
1 ~
~ ~
1 ~
~ ~
1 ~
2 1
2 21
1 12
n n
n n
a a
a a
a a
A
16
Vektor eigen dihitung dengan memperbaiki nilai dan melakukan identifikasi −cut maksimum yang akan menghasilkan sekumpulan nilai dari bilangan
fuzzy . Contoh, = 0.5 akan menghasilkan
0.5
= 2, 3, 4. Operasi ini ditunjukkan pada Gambar 3.
α
0.5
= 2, 3, 4 = [2,4] Gambar 3 Operasi
α−cut pada bilangan fuzzy triangular. Normalisasi pada perbandingan berpasangan dan penghitungan bobot prioritas
dilakukan dalam penghitungan vektor eigen
..
Untuk mengendalikan hasil dari metode ini, maka dilakukan penghitungan rasio konsistensi untuk setiap
matriks dan seluruh hirarki. Pengukuran indeks konsistensi dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut : CI =
1
max
n n
17 dengan
CI : indeks konsistensi
max .
: vektor konsistensi n: jumlah alternatif
Rasio konsistensi digunakan untuk mengestimasikan perbandingan berpasangan secara langsung. Rasio konsistensi dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut: CR =
RI CI
18 dengan
CR : rasio konsistensi
RI : indeks rata-rata bobot yang dibangkitkan secara acak Saaty 1981
4. Bobot prioritas pada setiap alternatif dapat diperoleh dengan cara mengalikan matriks penilaian dengan vektor bobot atribut dan menjumlahkan seluruh
atribut dengan persamaan sebagai berikut:
3 ~
1 3 4
1.0
0.5 μ
M
x
2 5
Evaluasi terbobot untuk alternatif k =
t i
ik i
penilaian x
atribut bobot
1
19 Untuk i
= 1, 2, …, t dengan
i : atribut
t : total jumlah atribut
k : alternatif
Setelah penghitungan bobot untuk setiap alternatif, seluruh indeks konsistensi dihitung untuk meyakinkan bahwa penilaian tersebut konsisten
Supply Chain Operations Reference SCOR
Model SCOR Supply Chain Operations Reference mulai dikembangkan
oleh Dewan Rantai Pasokan Supply Chain Council pada tahun 1996 yang digunakan untuk mengukur kinerja total rantai pasokan perusahaan dan untuk
meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan. Model tersebut merupakan sebuah model referensi proses dalam manajemen rantai pasok yang ruang lingkupnya
mencakup seluruh interaksi pelanggan, seluruh transaksi materi, dan seluruh transaksi pemasaran mulai pemasok dari pemasok hingga ke konsumen dari
konsumen. Beberapa metode yang berbeda yang dapat menggabungkan beberapa
indikator kinerja ke dalam satu sistem pengukuran. Salah satu yang paling dikenal adalah model Supply-Chain Counci
l’s Supply-Chain Operations Reference SCOR Aramyan et al. 2006. Model Supply-Chain Counci
l’s SCOR adalah model referensi suatu proses rantai pasok baku yang dirancang agar sesuai dengan
kebutuhan semua industri Supply-Chain Council 2008. Model ini memberikan panduan tentang jenis metrik pengambil keputusan yang dapat digunakan untuk
mengembangkan pendekatan yang seimbang terhadap pengukuran kinerja rantai pasok secara keseluruhan.
Model SCOR memberikan seperangkat indikator kinerja rantai pasok sebagai kombinasi dari ukuran keandalan misal: pemenuhan pesanan yang
sempurna, ukuran responsiveness misal: siklus waktu pemenuhan pesanan, ukuran agility misal: fleksibilitas rantai pasok hulu, kemampuan beradaptasi
rantai pasok hulu, dan kemampuan beradaptasi rantai pasok hilir, ukuran total biaya manajemen rantai pasok, dan ukuran pengelolaan aset misal:
waktu siklus cash to cash, pengembalian aset tetap rantai pasok, dan pengembalian modal kerja
Model SCOR langsung tertuju pada kebutuhan pengelolaan rantai pasok pada tingkat operasional. Salah satu prinsip model SCOR adalah rantai pasok
harus diukur dan diuraikan dalam beberapa dimensi. Dimensi tersebut mencakup keandalan, responsiveness, agility, biaya, dan efisiensi penggunaan aset. Model
SCOR adalah model lintas-industri yang menguraikan proses dalam rantai pasok
dan memberikan pandangan pelaksanaan terbaik proses rantai pasok. Keuntungan model SCOR adalah model ini mempertimbangkan kinerja rantai pasok secara
keseluruhan. Model ini memberikan sebuah pendekatan yang seimbang dengan menjelaskan kinerja rantai pasok dalam beberapa dimensi. Kelemahan model
SCOR adalah sangat ditujukan kepada proses dan tidak mencoba untuk
menjelaskan seluruh proses bisnis yang relevan atau kegiatan seperti penjualan dan pemasaran, penelitian dan pengembangan teknologi, pengembangan produk
dan dukungan pelanggan setelah pengiriman. Model SCOR juga hanya mengasumsikan, tetapi tidak ditujukan kepada pelatihan, kualitas, teknologi
informasi dan administrasi Supply-Chain Council 2008. Pada model SCOR, manajemen rantai pasokan didefinisikan ke dalam lima
proses utama manajemen, yaitu perencananaan PLAN, pengadaan SOURCE, produksi MAKE, distribusi DELIVER, dan arus balik RETURN Supply-
Chain Council 2008 . Penjabaran dari masing-masing proses tersebut adalah
sebagai berikut : 1. Proses PLAN
Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasok mulai dari mengakses sumber daya rantai pasok, merencanakan penjualan dengan
menggabungkan besarnya permintaan, merencanakan persediaan dan distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan
pemilihan pemasok, serta merencanakan saluran penjualan.
2. Proses SOURCE Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan
bahan baku dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi proses negosiasi dengan pemasok, komunikasi dengan pemasok, penerimaan barang, pemeriksaan
dan verifikasi barang, hingga pada pembayaran pelunasan barang ke pemasok. 3. Proses MAKE
Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi meminta dan menerima kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi,
pengemasan, dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan. 4. Proses DELIVER
Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan basis data
pelanggan, pemeliharaan basis data harga produk, pemuatan produk ke dalam armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses
transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi. 5. Proses RETURN
Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa hal, seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk,
ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan sebagainya. Proses ini meliputi proses penerimaan produk yang dikembalikan, pengelolaan administrasi pengembalian,
verifikasi produk yang dikembalikan, disposisi, dan penukaran produk. Pelaksanaan proses PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER, dan RETURN
didukung oleh proses tindakan ENABLE. Proses ini berkaitan dengan upaya untuk mengelola setiap kegiatan proses agar dapat berlangsung secara terstruktur
dan terkoordinasi, seperti mengatur informasi produksi dan perencanaan, menjaga hubungan bisnis dan jaringna kerja, mengatur informasi produksi, menilai kinerja
proses secara berkesinambungan, memelihara peraturan bisnis, dan sebagainya Supply-Chain Council 2008.
Dalam model SCOR, proses-proses atau kegiatan yang dilakukan di dalam suatu perusahaan diterjemahkan ke dalam suatu tingkatan proses yang saling
berkesinambungan. Proses tersebut terdiri dari 3 Supply-Chain Council 2008, yaitu:
1. Tingkat 1 tingkat teratas mendefinisikan runga lingkup dan cakupan rantai pasok. Proses PLAN, MAKE, SOURCE, DELIVER, dan RETURN ditentukan
pada tingkat ini. 2. Tingkat 2 tingkat konfigurasi menjabarkan konfigurasi rantai pasok pada
tingkat 1 berdasarkan kategori proses, misal: M1 make to stock, M2 make to order
, dan M3 engineer to order merupakan jenis konfigurasi untuk proses MAKE.
3. Tingkat 3 tingkat elemen proses memberikan informasi yang terperinci untuk setiap kategori proses tingkat 2 berdasarkan pada elemen proses.
Ukuran kinerja di setiap tingkat diberikan terkait dengan 5 atribut kinerja seperti yang dijelaskan pada BAB II untuk mengevaluasi proses pada tingkat tersebut.
Dengan karakteristik model SCOR, proses sebuah rantai pasok dan rantai pasok secara keseluruhan dapat di-benchmark terhadap rantai pasok lain
Jalalvand et al, 2011. Data Envelopment Analysis
DEA DEA
digunakan untuk mengukur efisiensi rantai pasok internal. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Charnes et al.. 1978. DEA juga dikenal sebagai
model CCR diambil dari nama penemunya. DEA merupakan metode non- parametrik berdasarkan pada teknik pemrograman linier untuk megevaluasi
efisiensi unit pengambilan keputusan Decision Making Unit = DMU yang dianalisa. DEA dapat mengukur input dan output majemuk serta dapat
mengevaluasi ukuran tersebut secara kuantitatif dan kualitatif sehingga memungkinkan pengelola rantai pasok untuk menetapkan efisiensi unit
pengambilan keputusan yang dianalisa. Menurut Lou et al. 2002, model dasar DEA adalah sebagai berikut:
Efisiensi maksimum:
ik i
rk r
k
X V
Y U
Keterangan: k
= Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi U
r
= Bobot output V
i
= Bobot input Y
rk
= Nilai output X
ik
= Nilai input
Jika unit pengambilan keputusan efisien, maka nilai efisiensinya adalah 1. Nilai efisiensi akan berada di antara 0 dan 1 jika unit pengambilan keputusannya
tida efisien. Menurut Wong dan Wong 2006, DEA merupakan metode yang sesuai
untuk benchmark rantai pasok karena: 1. DEA menghitung efisiensi tanpa membutuhkan penentuan hubungan antara
kinerja yang diukur atau tradeoff di antara kinerja tersebut. 2. DEA mempunyai fasilitas untuk menganalisis input dan output dalam jumlah
besar. Input dan output tersebut dapat berbentuk kuantitatif misal: waktu, biaya dan kualitatif misal: keandalan, kualitas dengan skala yang berbeda.
3. DEA memberikan referensi unit pengambilan keputusan yang sesuai untuk benchmarking
dan parameter efisiensi yang berguna untuk menentukan benchmark
yang realistik dan dapat dicapai. Analisis Nilai Tambah
Besarnya nilai tambah didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input
lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan. Menurut Hayami et al.
1987, nilai tambah secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: Nilai Tambah = fK,B,T,U,H,h,L
20 Keterangan:
K: kapasitas produksi H: harga output
B: bahan baku yang digunakan h: harga bahan baku
T: tenaga kerja yang digunakan L: nilai input lain
U: upah tenaga kerja Keunggulan nilai tambah dengan metode ini adalah dapat diterapkan di luar
sistem pengolahan, yaitu sistem pemasaran Sudiyono 2002. Dalam analisis nilai tambah digunakan beberapa rumus yang pengunaannya lebih
mudah jika disajikan dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rumus dalam analisis nilai tambah
No Data
Nilai Output
, Input, dan Harga 1
Output kgtahun
1 2
Input Bahan Baku kgtahun
2 3
Input tenaga kerja haritahun
3 4
Faktor Konversi 4 = 1 2
5 Koefisien tenaga kerja harikg
5 = 3 2 6
Harga produk Rpkg 6
7 Upah tenaga kerja Rphari
7 Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga bahan baku Rpkg
8 9
Harga input lain Rpkg 9
10 Nilai output Rpkg 10 = 4 x 6
11 a. Nilai Tambah Rpkg 11a = 10
– 8 – 9 b. Rasio Nilai Tambah
11b = 11a 10 x 100 12 a. Pendapatan tenaga kerja Langsung Rpkg 12a = 5 7
b. Pangsa tenaga kerja langsung 12b = 12a 11a x 100
13 a. Keuntungan Rpkg 13a = 11a
– 12a b. Tingkat Keuntungan
13b = 13a 10 x 100
Secara ringkas, tahapan, sumber data dan hasil pengolahan data pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 8.