Nilai oksigen terlarut yang didapatkan 1,23 mg ℓ. Dari kondisi ini ikan masih bisa
bertahan hidup namun masih kurang mencukupi untuk melakukan kegiatan lain sehingga ikan akhirnya mengurangi proses metabolismenya. Kadar oksigen dari
1,0-5,0 ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu Swingle 1969 dalam Boyd 1990
Menurut Swingle 1969 dalam Boyd 1990, kisaran pH 6,5 – 9,0
merupakan kisaran yang layak bagi ikan untuk reproduksi. Kisaran pH air yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, sehingga bisa
diasumsikan bahwa perubahan pH air akibat pemberian ekstrak hati batang pisang masih dapat ditolerir oleh ikan bawal air tawar untuk tetap bertahan hidup namun
pH air setelah diberi perlakuan ikan di bawah batas normal. Pengaruh penurunan pH terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat
suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan CO ₂ bebas akan semakin
meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai pH air Muhamad 2012. Tingkat stress ikan yang banyak
mengeluarkan CO
2
mengakibatkan perubahan pH pada kualitas air setelah perlakuan. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga
menurunkan pH air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya pH akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan Kottelat et
al. 1993. Penurunan pH terjadi reaksi kimia antara air dengan ion karbondioksida yang mengakibatkan pH menjadi turun. Persamaan reaksinya sebagai berikut
CO
2
+ H
2
O H
2
CO
3
H
2
CO
3
HCO
3
+H
-
4.3.2 Pengujian kelulusan hidup ikan bawal dalam simulasi transportasi
kering
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui limit waktu yang bisa ditempuh oleh ikan air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak hati batang pisang dengan
konsentrasi 10 pada hati batang muda. Hal ini dikarenakan tingkat kelulusan hidup pada perlakuan hati batang pisang muda yang paling tinggi dan dengan
waktu pingsan yang relatif cepat. Hasil pengamatan nilai SR ikan bawal pingsan yang disimpan dalam media serbuk gergaji disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 7 Grafik kelulusan hidup ikan bawal air tawar saat simulasi transportasi
Berdasarkan data Gambar 7 didapatkan bahwa tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering pada jam ke 1, 2 dan ke 3 nilai
kelulusan hidupnya mencapai 100 . Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada jam ke 4 sebesar 86,67 , jam ke 5 sebesar 66,67 dan jam ke 6
sebesar 40 . Berdasarkan data tersebut tingkat kelulusan hidup bawal air tawar semakin menurun mulai dari jam ke 4. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama
ikan bawal ditransportasikan maka tingkat kelulusan hidup akan semakin menurun. Hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup
sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme Andasuryani 2003.
Tingkat kelulusan hidup ikan bawal pada jam ke 4, 5, dan 6 semakin menurun. Hal ini disebabkan perubahan suhu media kemasan yang semakin
meninggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan ikan sadar dan aktivitas ikan akan tinggi. Makin tinggi aktivitas ikan maka akan menuntut ketersediaan oksigen
yang tinggi untuk dikonsumsi. Di dalam media kering ketersediaan oksigen terbatas maka ikan akan mengalami kekurangan oksigen dan berakibat kematian
Karnila dan Edison 2001. Menurut Nirwansyah 2012, suhu kritis yang tidak dapat ditoleransi dalam transportasi ikan hidup yaitu diatas 30
o
C, karena pada suhu ini metabolisme ikan yang ditransportasikan dipastikan akan meningkat
pesat. Suhu media kemasan yang digunakan juga tidak boleh terlalu dingin atau kurang dari 12
o
C. Suhu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 12
o
C pada saat pengemasan. Lamanya waktu penyimpanan mengakibatkan perubahan suhu yang
ada di dalam media semakin meningkat. Pada saat transportasi ikan suhu media pengisi harus disesuaikan karena suhu merupakan salah faktor yang berpengaruh
dalam transportasi sistem kering sehingga suhu harus di pertahankan hingga akhir transportasi Pratisari 2010. Simulasi transportasi ini menggunakan suhu 12
C pada awal transportasi dan mengalami perubahan setelah dilakukan pengemasan
dari waktu ke waktu dengan suhu terakhir pada jam ke 6 berada pada 16 C
Perubahan metabolisme pada saat transportasi juga dapat terjadi karena sadarnya ikan saat ditransportasikan yang mengakibatkan pergerakan ikan pada
saat pengemasan. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat ATP menjadi adenosin diphosphat ADP, adenosin monophosphat AMP dan inosin
monophosphat untuk menghasilkan energi juga sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat
rendah Karnila dan Edison 2001. Tingkat kesehatan ikan saat ditransportasikan juga menjadi salah satu faktor
yang menentukan dalam transportasi sistem kering. Menurut Pratisari 2010 tingkat kelulusan hidup ikan selain di pengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh
kesehatan ikan saat akan ditransportasikan. Kualitas ikan yang diangkut merupakan krtieria yang sangat menentukan dalam keberhasilan proses
transportasi ikan hidup Praseno 1990 diacu dalam Suryanigrum et.al 2008. Kematian juga disebabkan oleh bahan pengisi yaitu serbuk gergaji. Hal ini
dapat disebabkan oleh adanya kandungan damar dan terpenten pada serbuk gergaji yang bersifat toksik Prasetyo 1993. Bahan pengisi yang baik juga dapat
menyerap air dan mempertahankan suhu. Semakin tinggi daya serap air, semakin tinggi pula nilai kapasitas dingin dari bahan pengisi sehingga suhu lingkungan
dapat dipertahankan lebih lama Hastarini et al. 2006. Serbuk gergaji merupakan media pengisi yang bersifat voluminous padat dan memiliki sedikit rongga
udara. Hal ini menyebabkan cadangan oksigen yang terkandung di dalamnya juga sedikit Sufianto 2008.
4.3.3 Kadar glukosa darah