karyawan makan dan minum di ruang produksi dan tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi.
b. Pemeriksaan sarana produksi IRTP
Hasil pemeriksaan sarana produksi untuk produk dengan nomor pendaftaran PIRT terhadap 6,132 sarana produksi produk pangan terdaftar untuk periode tahun
2006 s.d 2010 adalah sebagai berikut: sarana produksi yang memperoleh nilai B sebanyak 330 sarana, nilai C 3,432 sarana, dan nilai K sebanyak 2,380 sarana
Gambar 5. Kategori penilaian sarana produksi PIRT tidak sama dengan sarana produksi
MD. Untuk sarana produksi PIRT, nilai B dan C dikategorikan sebagai sarana yang memenuhi syarat MS yaitu sebesar 61.35 dan nilai K sebagai sarana
yang tidak memenuhi syarat TMS sebesar 38.81. Terdapat 326 sarana yang tidak aktif sehingga tidak dilakukan penilaian.
Gambar 5. Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun 2006- 2010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang
Masih banyaknya sarana dengan kategori K tidak memenuhi syarat untuk nomor pendaftaran PIRT, menunjukkan masih kurangnya pemenuhan persyaratan
CPMB terhadap sarana produksi PIRT. Menurut Susanti 2010, terdapat 4 empat komponen CPMB yang termasuk dalam 5 grup utama yang sering tidak
dipenuhi oleh sarana produksi skala IRTP yaitu ruang pengolahan, hygiene
perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, dan peralatan produksi.
c. Pemeriksaan sarana produksi tidak terdaftar TTD
Pemeriksaan sarana produksi dilakukan pula terhadap produk pangan tidak terdaftar TTD atau tanpa ijin edar TIE Gambar 6. Pemeriksaan ini
dimaksudkan sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang tidak terdaftartanpa ijin edar sehingga dapat diketahui sejauh mana pemenuhan CPMB-
nya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 2,973 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar, sebanyak 2,856 sarana produksi yang dilakukan penilaian dan
sisanya sebanyak 117 sarana tidak dilakukan penilaian karena termasuk sarana produksi pangan tidak aktif.
Gambar 6. Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar TTD yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik,
C=cukup, K=kurang Sebagian besar sarana produksi yang diperiksa memperoleh nilai K yang
berati tidak memenuhi syarat TMS dengan persentase 50.70. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
persyaratan CPMB masih sangat rendah, sehingga perlu adanya peningkatan upaya pembinaan tidak hanya terhadap produsen industri pangan tidak terdaftar
tetapi juga terhadap produsen industri rumah tangga pangan IRTP dan produsen produk MD.
Tindak lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi yang memperoleh nilai K Kurang dan termasuk sarana TMS, Balai BesarBalai POM melakukan
tindakan peringatanteguran dan pembinaan dengan melibatkan Dinas Kesehatan KabupatenKota setempat.
4.2.2.2. Pemeriksaan sarana distribusi pangan
Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 dari 26 Balai Besar Balai POM menunjukkan bahwa jumlah sarana distribusi
yang diperiksa sebanyak 28,079 buah. Sebanyak 6,044 sarana distribusi memperoleh nilai B 21.52, 14,224 sarana distribusi memperoleh nilai C
50.66 dan sisanya sebanyak 7,811 sarana distribusi memperoleh nilai K 27.82 Gambar 7.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar sarana distribusi memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan total nilai B dan
C sejumlah 20,268 sarana 72.18, sedangkan untuk sarana yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan nilai K sejumlah 7.811 sarana
27.82.
Gambar 7. Jumlah sarana distribusi pangan yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang
Berdasarkan parameter temuanpelanggaran terhadap sarana distribusi yang dinilai Kurang K yang merupakan produk TMS tahun 2006-2010, sebanyak
2370 sarana distribusi menjual pangan kadaluarsa Gambar 8. Pangan kadaluarsa yaitu panganmakanan yang telah lewat tanggal kadaluarsa. Tanggal kadaluarsa
merupakan batas akhir panganmakanan yang dijamin mutunya sepanjang penyimpanan mengikuti petunjuk yang diberikan produsen Depkes RI 1996.
Tindak lanjut terhadap temuan meliputi pembinaan, pemusnahan, pengamanan produk tidak memenuhi syarat, peringatan dan peringatan keras.
Gambar 8. Hasil pengawasan sarana distribusi tahun 2006-2010 berdasar parameter temuan pada produk yang TMS
Selain sebagai kegiatan rutin, pemeriksaan sarana distribusi juga dilakukan untuk kasus tertentu. Dalam rangka intensifikasi pengamanan pasar menjelang
Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 misalnya, Badan POM melakukan pengawasan terhadap 1482 sarana distribusi pangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
1482 sarana distribusi pangan tersebut, 963 64.98 memenuhi ketentuan perundangan
dan 519
35.02 sarana
tidak memenuhi
ketentuan www.kominfonewscenter.com 2011.
Parameter temuan untuk produk yang tidak memenuhi syarat pada pengawasan sarana distribusi terdiri dari penggunaan bahan berbahaya yang
dilarang penggunaannya pada pangan yaitu formalin dan borak, ditemukannya
pangan rusak, pangan kadaluarsa, label yang tidak sesuai dengan ketentuan, produk tanpa penandaan khusus, minuman keras tanpa ijin, pangan tanpa ijin edar
illegal dan lain-lain penggunaan pewarna bukan untuk pangan dan penggunaan BTP yang melebihi batas maksimum.
4.2.2.3. Sampling dan pengujian produk pangan yang beredar
Total sampel produk yang diuji tahun 2006 s.d 2010 sebanyak 88,077 sampel produk yang terdiri dari produk pangan MD 41,355 sampel, ML 1,665
sampel, PIRT 24,355 sampel dan sampel TTD 20,702 sampel. Persentase MS dan TMS dari keseluruhan sampel MD, ML, PIRT dan TTD seperti pada Gambar
9 dan 10. Rata-rata persentase sampel produk yang MS tahun 2006-2010 yaitu sebesar 82.66 dan sampel produk yang TMS sebesar 17.34.
Jumlah sampel produk yang memenuhi syarat MS dan tidak memenuhi syarat TMS menurut nomor pendaftaran periode tahun 2006—2010 dapat dilihat
pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 9. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang memenuhi syarat MS tahun 2006-2010
Gambar 10. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang tidak memenuhi syarat TMS tahun 2006-2010
Gambar 11. Persentase jumlah sampel produk yang memenuhi syarat MS berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010
Gambar 12. Persentase jumlah sampel produk yang tidak memenuhi syarat
TMS berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010 Total hasil pengujian sampel produk MD tahun 2006-2010 yang memenuhi
syarat MS sebanyak 38,184 sampel 92.33 dan TMS 3,171 sampel 7.67, sampel produk ML yang memenuhi syarat MS sebanyak 1,336 sampel 80.24
dan TMS 329 sampel 19.76, sampel produk SP-PIRT yang memenuhi syarat sebanyak 20,191 sampel 82.90 dan TMS 4,164 sampel 17.10, dan produk
tidak terdaftar yang memenuhi syarat sebanyak 13,094 sampel 63.25 dan TMS sebanyak 7,608 sampel 36.75. Sebagian besar sampel produk yang diuji
memenuhi syarat, baik untuk sampel produk MD, ML, SP-PIRT maupun produk tidak terdaftar.
Pada 15,272 sampel produk yang TMS dilakukan pengujian laboratorium terhadap parameter uji Gambar 13. Berdasarkan hasil pengujian sampel produk
tahun 2006-2010, sebesar 22.25 4,022 sampel menggunakan BTP pemanis sakarin dan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan, 10.67 1,928
sampel menggunakan pengawet benzoat melebihi batas maksimal yang diijinkan, 7.98 1,433 sampel menggunakan bahan berbahaya formalin, 8.19 1,480
sampel menggunakan bahan berbahaya borak, 10.28 1,858 sampel menggunakan pewarna bukan makanan rhodamin B dan methanol yellow, 21.02
3,800 sampel terindikasi cemaran mikroba, dan 19.60 3,543 sampel dikarenakan faktor lain-lain.
Gambar 13. Hasil pengujian produk yang tidak memenuhi syarat
TMS berdasarkan parameter uji tahun 2006-2010
Penggunaan pemanis buatan sakarin dan siklamat dan pengawet benzoat melebihi batas maksimal yang diijinkan. Hal ini berarti penggunaan pemanis
buatan dan pengawet tidak dengan takaran yang benar. Penggunaan umumnya hanya berdasarkan rasa sensori saja. Berdasarkan hasil kajian Jarwati 2009, jenis
pemanis buatan yang yang paling banyak digunakan secara tunggal pada produk pangan IRTP di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2004-2007 adalah aspartam,
siklamat dan sorbitol. Parameter uji untuk penggunaan BTP yang berlebih yaitu pemanis buatan
sakarin dan siklamat dan pengawet benzoat, bahan berbahaya yaitu formalin dan boraks, uji pewarna bukan untuk makanan yaitu rhodamin B dan methanil
yellow, uji cemaran mikroba yaitu Angka Lempeng Total, MPN coliform dan Angka Kapang-Khamir, sedangkan parameter uji lain-lain terdiri dari kadar abu,
kadar air, bobot tuntas, label dan BTP yang belum diijinkan. Pengujian cemaran mikroba terhadap produk yang sudah ada SNI-nya, maka parameter yang diuji
mengacu pada SNI produk yang bersangkutan. Sedangkan produk yang belum
mempunyai SNI, parameter uji mengikuti tabel prioritas dalam petunjuk teknis sampling rutin produk pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan Badan POM. Untuk melakukan pengujian sampel produk tentunya di dukung oleh
kemampuan laboratorium dalam melakukan pengujian semua parameter uji. Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk yang
beredar di Indonesia. Agar mampu melaksanakan perlindungan kepada masyarakat secara optimal diharapkan seluruh laboratorium Badan POM
mempunyai kemampuan dasar minimal yang sama. Selain itu beberapa laboratorium dapat dirancang sebagai laboratorium rujukan dengan kemampuan
spesifik. Pengembangan laboratorium Badan POM diarahkan untuk memenuhi standar minimal peralatan, bangunan, dan SDM laboratorium agar dapat menguji
semua produk yang beredar. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan POM telah mengeluarkan Standar Minimal Laboratorium sesuaidengan Keputusan Kepala
Badan POM Nomor HK. 00.05.21.4978 tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM.
4.3. Kajian Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM