I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini sekitar 200 jenis minyak atsiri diperdagangkan di pasar dunia dan tidak kurang dari 80 jenis diantaranya diproduksi secara kontinyu. Minyak
atsiri merupakan salah satu komoditi Indonesia baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor. Lebih dari 40 jenis minyak atsiri yang sudah dikenal dan ada di
Indonesia, 15 jenis diantaranya sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak sereh wangi java citronellal, minyak nilam patchouli oil, minyak akar wangi
vetiver oil, minyak kenanga cananga oil, minyak ylang ylang ylang ylang oil, minyak pala nutmeg oil, dan minyak terpentin. Selain itu, beberapa jenis minyak
atsiri lainnya yang potensial dikembangkan adalah minyak jahe ginger oil, minyak daun jeruk purut kaffir lime leaf oil, dan minyak lada hitam black pepper
oil. Minyak atsiri digunakan dalam pembuatan obat-obatan, parfum, kosmetika, sabun, detergen, flavor dalam makanan dan minuman dan aroma terapi.
Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah USA 23, Inggris 19, Singapura 18, India 8, Spanyol 8, Perancis 6,
Cina 3, Swiss 3, Jepang 2 dan negara-negara lainnya 8. Meskipun pangsa pasar beberapa jenis minyak atsiri tertentu relatif tinggi namun total
pangsa pasar minyak atsiri Indonesia di pasar dunia hanya 2.6. Pada tahun 2004, nilai ekspor komoditas atsiri mencapai USD 47.2 juta, namun Indonesia
juga mengimpor minyak atsiri serta olahannya sebesar USD 117.2 juta sehingga neraca perdagangan minyak atsiri Indonesia menjadi minus.
Tabel 1 Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia tahun 2003 – 2008
Tahun Ekspor USD
Peningkatan Impor USD
Peningkatan
2003 59,766,299
- 193,125,000
- 2004
70,732,539 18.34
289,574,000 49,94
2005 93,320,585
31.93 320,152,000
10,56 2006
67,324,969 27.85
350,758,000 9,56
2007 101,140,080
50.23 381,940,000
8,89 2008
66.250.125 -
- -
Sumber : Gunawan 2009
Tabel 2 Beberapa jenis minyak atsiri Indonesia yang merupakan komoditi ekspor dan potensial dikembangkan
No Jenis minyak
atisiri Peluang bisnis
Daerah penyebaran
Standar yang digunakan
1 Minyak pala
Komoditi ekspor 350 ton per tahun,
dengan pangsa pasar 72
Maluku, Jawa, Banda, Aceh,
Sulawesi FCC, EP
European Pharmacopoeia,
standar Industri 2
Minyak nilam Komoditi ekspor 800
ton per tahun, pangsa pasar 64
Jawa, Sumatra,
Aceh dan Sulawesi
SNI 06-2385- 2006, ISO
37572002, standar Industri
3 Minyak Jahe
Potensial dikembangkan pangsa pasar 0.4
Mayoritas di Jawa
SNI 06-4374- 1996, FCC
4 Minyak akar
wangi Komoditi ekspor 30 ton
per tahun, pangsa pasar 26
Mayoritas di Jawa Jawa
Barat ISO 4716 :
2002E 5
Minyak Lada Hitam
Pangsa pasar 0.9 Sumatra
Lampung dan Jawa
FCC Food Chemical codex
6 Minyak kenanga Komoditi ekspor 25 ton
per tahun, pangsa pasar 67
Jawa FCC, SNI 06-
3949-1995 7
Minyak ylang- ylang
Potensial dikembangkan Jawa SNI 06-7224-
2006, standar EOA No.200
8 Minyak terpentin Produksi Indonesia
10000 ton per tahun untuk industri aromatik
Terutama Jawa dan
Sumatra SNI 01-5009.3-
2001 9
Minyak daun jeruk purut
Hanya diproduksi di Indonesia namun
produksi kecil potensial dikembangkan
Mayoritas Jawa
Standar industri
10 Minyak sereh
wangi Komoditi ekspor 500
ton per tahun, pangsa pasar 12
Mayoritas Jawa
SNI 06-3953- 1995
Masalah utama dalam pengembangan minyak atsiri Indonesia adalah mutu minyak atsiri yang rendah dan harga yang berfluktuasi di pasaran. Industri
pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan. Dilihat
dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Hal ini disebabkan sebagian besar unit pengolahan minyak atsiri masih menggunakan
teknologi sederhana atau tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Mutu yang rendah sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor
penyebab antara lain rendahnya kapasitas sumber daya manusia sebagai petani maupun penyuling, pengelolaan bisnis yang tradisional dengan segala
keterbatasannya dan teknologi serta teknik produksi yang masih tradisional dan berkualitas rendah.
Ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar internasional sebagian besar masih berupa produk setengah jadi. Industri pengguna minyak atsiri terbesar
adalah industri flavour 50 dan fragrance 20-25. Industri pengguna lainnya diantaranya adalah aromaterapi 5-10, farmasi, insektisida dan bidang lainnya.
Menurut United Nations Trade Statistics, perdagangan minyak atsiri dan produk terkait tumbuh sekitar 10 per tahun dimana pasar untuk flavour dan fragrance
antara 4 – 5 per tahun. Pelaku usaha di bidang minyak atsiri sudah banyak di
Indonesia biasanya para pelaku usaha di Indonesia berorientasi terutama untuk pasar ekspor walaupun sebagian juga untuk kebutuhan pasar lokal yang
permintaan pasar terus meningkat dari tahun ke tahun. Pelaku usaha tersebut ada yang memiliki lahan pertanian, pengolahan ataupun hanya sebagai trader.
Minyak atsiri sendiri sudah digunakan untuk berbagai aplikasi baik di bidang pangan, parfum, obat-obatan ataupun bidang yang lain.
Sekarang ini kualitas minyak atsiri jadi sorotan utama terutama yang berasal dari negara berkembang seperti Indonesia dimana tuntutan pasar ekspor
seperti Eropa dan Amerika menuntut kualitas yang baik dan konsisten. Banyaknya standar yang berlaku terutama standar internasional pastinya
memberikan kendala oleh para eksportir terutama dari Indonesia. Regulasi terbaru saat ini adalah regulasi REACH Registration, Evaluation,
Authorisation and Restrictions of Chemicals yang dibuat oleh ECHA European Chemical Agency dimana dalam regulasi REACH ini memiliki tujuan utama yaitu
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari senyawa kimia. Persyaratan dalam regulasi ini yaitu produsen harus melengkapi data dan dokumen terkait
informasi tentang substansi bahan atau produk yang dijual dengan volume di atas 1 ton per tahun ke pasar Eropa. Bahan-bahan yang dicakup dalam REACH
diantaranya bahan kimia, komponen elektronik, bahan bangunan, mainan dan minyak atsiri. Produsen dan importir yang tidak mengikuti regulasi REACH sesuai
ketentuan yang ada tidak bisa mengeskpor dan mengimpor produk ke pasar Uni Eropa.
Semakin ketatnya regulasi di Eropa dan Amerika bisa menguntungkan maupun merugikan bagi para pelaku usaha lokal. Pelaku usaha atau industri
minyak atsiri yang memiliki finansial, fasilitas dan SDM sumber daya manusia yang baik kemungkinan bisa mengatasi permasalahan tersebut terkait regulasi
yang semakin ketat dan kompleks tersebut sebaliknya bagi para pelaku usaha tradisional hal ini bisa menyebabkan banyak masalah yang pada akhirnya
kerugian jika tidak bisa memenuhi standar yang ada. Salah satu permintaan konsumen yaitu pasar Eropa dan Amerika saat ini adalah terkait kelengkapan
data informasi mengenai komposisi senyawa volatil yang ada di minyak atsiri secara lebih detail. Pada umumnya senyawa kimia yang ada di minyak atsiri
mayoritas senyawa volatil yang kompleks dan berjumlah banyak. Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut maka diperlukan analisis
senyawa volatil mudah menguap pada minyak atsiri baik secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan alat GC gas chromatography dan GC-MS
gas chromatograhy-mass spectrophotometry. Analisis secara kualitatif dengan alat GC-MS berarti bisa menentukan jenis senyawa kimia yang belum diketahui
sedangkan analisis kuantitatif ditujukan untuk penentuan konsentrasi atau kadar senyawa volatil.
Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan atas minyak atsiri yang memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor, minyak atsiri yang
potensial dikembangkan dan juga memperhatikan mengenai ketersediaan bahan minyak atsiri yang ada. Minyak atsiri yang diteliti adalah minyak pala, minyak
nilam, minyak jahe segar, minyak akar wangi, minyak lada hitam, minyak kenanga, minyak ylang-ylang, minyak terpentin, minyak daun jeruk purut dan
minyak sereh wangi. Setelah tahap identifikasi dilanjutkan gap analysis dengan membandingkan
antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional Indonesia SNI, standar industri flavor dan fragran ataupun standar
internasional seperti ISO International Standard, FCC Food Chemical Codex dan literatur.
B. TUJUAN PENELITIAN