Hemolisis Eritrosit Prof. Dr. Ir Fransisca Zakaria Rungkat selaku dosen pembimbing akademik

radikal bebas larut lemak yang terdapat di membran eritrosit Qin Yan Zhu et al, 2002.

K. Hemolisis Eritrosit

Hemolisis berasal dari bahasa Yunani, “hemo” yang berarti darah dan “lysis” yang berarti pecah atau terbuka. Sehingga dapat diungkapkan bahwa hemolisis adalah pecahnya sel darah merah dan keluarnya hemoglobin ke plasma. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Niki, et al. 1988 mengenai hemolisis eritrosit menunjukkan dengan jelas perubahan yang terjadi pada membran sel ketika hemolisis terjadi. Membran sel darah merah yang terdiri dari protein dan lipid akan rusak dan akhirnya pecah sehingga mengeluarkan berbagai senyawa yang ada di dalamya seperti hemoglobin, ion-ion, dan beberapa jenis enzim. Hemoglobin inlah yang akan memberikan warna merah pada larutan sel darah merah yang mengalami hemolisis. Kerusakan sel darah merah pada saat hemolisis dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Kerusakan membran sel darah merah yang menyebabkan hemolisis Niki, et al. 1988. Parameter-parameter yang penting dan dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan akibat toksik pada membran eritrosit antara lain hemolisis, kehilangan ion potasium, autooksidasi membran lipid, perubahan fluiditas eritrosit, perubahan bentuk membran, pengendapan protein membran, dan perubahan rasio volume terhadap luas permukaan membran sel Luke et al, 1987. Eritrosit sangat mudah mengalami oksidasi dikarenakan kandungan lemak tidak jenuh ganda yang sangat tinggi, kandungan oksigen yang tinggi, dan keberadaan logam transisi. PUFA, fofsfolipid, dan kolesterol bebas merupakan dasar dan konstituen permanen bagi membran seluler. Membran- membran seluler ini terbentuk dalam lapisan bilayer di mana senyawa makromolekul protein seperti reseptor, pembawa spesifik, dan enzim dimasukkan. Pada sistem biologis, PUFA merupakan komponen esensial dari biomembran, yang bersifat sangat rentan terhadap peroksidasi. Kerusakan oksidatif pada eritrosit dapat dicegah oleh enzim antioksidan seperti superoksida dismutase SOD, glutation peroksidase, dan katalase. Eritrosit, seperti sel-sel lainnya, mengerut dalam larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih besar dari tekanan osmotik plasma normal. Dalam larutan yang memiliki tekanan osmotik lebih rendah, eritrosit akan membengkak, berbentuk bulat, dan tidak berbentuk cakram lagi, kemudian mengalami hemolisis. Eritrosit juga dapat mengalami lisis karena pengaruh obat dan infeksi Ganong, 1990. Pada dasarnya, ketika sel darah merah telah mencapai batas akhir masa hidupnya, sekitar 120 hari, akan terjadi hemolisis secara alami. Proses ini diawali dengan menurunnya volume sel hingga 13, meningkatnya sensitivitas membran sel karena faktor stress, menurunnya deformabilitas, dan beberapa perubahan pada daya adesi, dan transpor membran Bartosz, 1990. Tidak terdapat perubahan morfologi yang signifikan pada sel eritrosit yang telah tua. Namun sel ini umumnya tidak mampu lagi mempertahankan hemoglobin pada keadaan fungsionalnya Weiss, 1977. Keadaan ini nantinya akan menuju kepada hemolisis sel darah merah. Hemolisis pada sel darah merah dapat dipicu dengan keberadaan senyawa pengoksidasi seperti aldehid, H 2 O 2 , maupun aloksan. Kerusakan oksidatif pada eritrosit dapat dicegah oleh enzim seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksida yang terdapat pada eritrosit. Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah 2007 menunjukkan bahwa konsumsi minuman kakao bebas lemak selama 25 hari menghasilkan peningkatan secara nyata terhadap aktifitas enzim antioksidan katalase, dan glutathione S-transferase, juga penrunan secara nyata terhadap aktifitas enzim detoksifikasi sitokrom P450 baik. Penurunan ini ditemukan baik pada sel eritrosit maupun plasma darah. Secara keseluruhan ditemukan bahwa bubuk kakao bebas lemak yang berasal dari perkebunan di Indonesia dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh secara enzimatis terhadap serangan radikal bebas. Tersedianya vitamin E dan senyawa antioksidan lainnya dalam plasma darah dapat mengurangi terjadinya kerusakan oksidatif pada eritrosit. Kekurangan senyawa antioksidan dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi yang tinggi, atau terjadinya beberapa kelainan pada darah seperti β - thalasemia, sickle cell anemia, dan defisiensi glukosa-6- fosfat dehidrogenase yang dapat meningkatkan kecenderungan eritrosit terhadap peroksidasi Zhu, et al, 2002. Pengujian aktivitas antihemolisis pada sel darah merah dapat dilakukan dengan penambahan larutan pengoksidasi seperti H 2 O 2 , senyawa- senyawa aldehid seperti formaldehid, asetaldehid, atau glutaraldehid dan juga aloksan Rose dan Gyorgy, 1950. H 2 O 2 dapat dihasilkan dari proses perubahan radikal O 2- superoksida yang dihasilkan dari kerja enzim superoksida dismutase SOD yang terdapat pada membran eritrosit. H 2 O 2 yang terbentuk nantinya akan diubah menjadi air oleh enzim katalase dan glutation peroksidase. Hidrogen peroksida sendiri merupakan oksidator yang tidak terlalu berbahaya, akan tetapi kehadiran ion logam transisi seperti besi, yang diubah menjadi bentuk ferric oleh radikal O 2- , dapat bereaksi dengan H 2 O 2 menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif Yoshikawa, et al. 1997. .Penambahan H 2 O 2 dalam suspensi eritrosit diketahui mampu mempercepat hemolisis. Peroksidasi lipid yang terukur melalui reaksi thiobarbituric acid, terjadi selama 60 menit setelah penambahan H 2 O 2 . Hal ini menunjukkan bahwa H2O2 hanya berfungsi sebagai inisiator bagi reaksi peroksidasi. H 2 O 2 bekerja dengan jalan menginduksi terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menyebabkan reaksi berantai peroksidasi pada membran sel dan akhirnya menyebabkan hemolisis Younkin, et al. 1971. Metode pewarnaan biru trifan juga merupakan metode yang umum digunakan untuk menghitung tingkat proliferasi sel. Untuk tujuan analisis rutin yang tidak banyak memakan waktu, metode pewarnaan dengan triphan blue dan penghitungaan jumlah sel yang hidup ini banyak digunakan Patterson, 1979. Metode ini didasarkan atas adanya permeabilitas membran antara sel hidup dan sel mati, sehingga tingkat penyerapan zat warna melalui kedua membran tersebut juga berbeda. Triphan blue hanya dapat diserap oleh sel yang membrannya sudah rusak, sedangkan sel yang masih hidup dan tidak mengalami kerusakan membran sel tidak dapat menyerap biru trifan Sharper, 1988. Sel-sel yang sudah rusak akan berwarna biru dan tampak suram atau gelap, sedangkan sel yang hidup akan tampak jernih, berbentuk bulat dan struktur dinding selnya kompak. Oleh sebab itu metode pewarnaan dengan triphan blue ini dapat digunakan untuk membedakan antara sel hidup dengan sel mati III. BAHAN DAN METODE A. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk ekstraksi dan persiapan sampel, yaitu mortar, kain saring, kertas saring Whatman 01, tabung sentrifuse, sentrifuse, alat-alat gelas, tabung eppendorf, syringe, membran steril 0.22 m. Alat-alat yang digunakan untuk isolasi sel eritrosit dan inkubasi sel adalah tabung vacutainer steril, sentrifuse CR412, tabung sentrifuse steril 15 ml disposible, mikropipet 100 l dan 1000 l, mikrotip, hemasitometer Bright-line, mikroskop Olympus CH 20, lempeng mikrokultur 96 well, laminar flow hood, inkubator VWR Scientific CO 2 5, 37 C, dan Spectrophotometer Microplate Reader Bio- rad model 550. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antioksidan adalah spektrofotometer, kuvet, tabung reaksi, mikropipet, vorteks, pipet volumetrik, sentrifuse CR412, dan tabung sentrifuse steril 15 ml disposible Nunc. Bahan utama yang digunakan adalah pepes ikan mas iradiasi dengan berbagai macam tanggal penyinaran, yaitu pepes 11 November 2006 A, pepes 14 Juni 2007 B, pepes 5 April 2008 C, pepes No Label D, dan kontrol pepes non iradiasi KP. Bahan kimia yang dipakai untuk ekstraksi adalah air. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi sel eritrosit kultur sel adalah darah dari donor yang sehat, aquades, aquabides, biru triphan, dan PBS Phospat Buffer Saline. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sel darah metah adalah PBS Phospat Buffer Saline, H 2 O 2 0.5. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antioksidan adalah DPPH 2,2- diphenyl-1-picrylhydrazil segar, metanol, asam askorbat, dan larutan buffer asetat campuran Na-asetat dan asam asetat. B. METODE Secara gari besar, penelitian ini dapat dibagi mejadi berberapa tahap, yaitu tahap persiapan tahap pembuatan ekstrak sampel pepes ikan mas radiasi dan isolasi sel eritrosit, tahap uji analisis kimia uji antioksidan DPPH, tahap pengujian hemolisis eritrosit terhadap penambahan ekstrak pepes ikan mas iradiasi dan analisis sidik ragam nilai absorbansi pada pengujian hemolisis eritrosit pepes ikan mas iradiasi.

a. Tahap Persiapan 1.

Ekstraksi Sampel dengan Pelarut Aquades Ekstraksi sampel pepes ikan mas iradiasi dilakukan dengan menggunakan aquades. Bagian sampel yang diekstrak adalah daging pepes yang telah dibersihkan dari tulang dan rempah penutup pepes. Masing-masing jenis sampel pepes mengalami prosedur pengekstrakan yang sama. Sebanyak 20 gram daging pepes beku, dithawing, kemudian ditimbang. Kemudian ditambahkan pelarut aquades sebanyak 20 ml 1:1 vv dan dilumatkan hingga rata dengan menggunakan mortar. Sampel kemudian disaring dengan menggunakan kain saring sehingga didapatkan ekstrak sampel kasar mengandung partikel-partikel yang besar yang kemudian ditempatkan di dalam tabung sentrifuse. Ekstrak sampel kasar disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit untuk memisahkan fraksi padatan dan fraksi cair. Supernatan yang diperoleh kemudian disaring kembali dengan menggunakan kertas saring Whatman untuk memisahkan kemungkinan partikel atau molekul yang tidak terendapkan saat proses sentrifuse berlangsung. Hasil saringan dari kertas saring kemudian disterlisasi dingin dengan menggunakan membran steril 0.22 m untuk memisahan kemungkinan adanya mikroba yang mengkontaminasi selama tahap persiapan sampel. Sampai pada tahap ini didapatkan ekstrak sampel pepes ikan mas iradiasi dalam kondisi steril. Untuk keperluan tahap analisis antioksidan dan tahap pengujian ketahanan eritrosit terhadap hemolisis, masing-masing ekstrak pepes kondisi telah steril dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquades sehingga didapat kondisi pengenceran 1x, 2x, dan 4x.

2. Isolasi Eritrosit Manusia Nike,