Proliferasi Limfosit Dan Kadar Malonaldehida Pada Produk Pepes Ikan Iradiasi

(1)

SKRIPSI

PROLIFERASI LIMFOSIT DAN KADAR MALONALDEHIDA PADA PRODUK PEPES IKAN IRADIASI

Oleh:

KALLISTA RACHMAVIKA PUTRI F24051026

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PROLIFERASI LIMFOSIT DAN KADAR MALONALDEHIDA PADA PRODUK PEPES IKAN IRADIASI

Oleh:

KALLISTA RACHMAVIKA PUTRI F24051026

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PROLIFERASI LIMFOSIT DAN KADAR MALONALDEHIDA PADA PRODUK PEPES IKAN IRADIASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Kallista Rachmavika Putri F24051026

Dilahirkan pada tanggal 24 November 1987 Tanggal lulus: 2 Juni 2009

Menyetujui : Bogor,

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc. Zubaidah Irawati. PhD

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah


(4)

Kallista Rachmavika Putri. F24051026. Uji Proliferasi Limfosit dan Pengukuran Kadar Malonaldehida Pada Produk Pepes Iradiasi. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, MSc. dan Zubaidah Irawati, Ph.D

ABSTRAK

Bahan pangan merupakan materi yang mudah mengalami kerusakan sehingga dikembangkan berbagai macam teknik pengawetan dan pengolahan bahan pangan untuk memperpanjang marketable lifedan daya simpan komoditas pangan. Salah satu metode pengawetan pangan adalah metode pengawetan iradiasi yang menerapkan penggunaan energi ionisasi untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan serta memberikan kemungkinan bahan pangan dapat diawetkan tanpa mengalami perubahan nyata sifat alami dan kandungan gizinya. Kendala yang ada dalam penerapan teknologi iradiasi pangan adalah adanya kekhawatiran masyarakat mengenai keamanan pangan produk iradiasi akibat pembentukan radikal bebas dan senyawa radiolitik produk dari proses iradiasi pangan. Adanya senyawa radikal bebas dalam produk ditakutkan akan membentuk senyawa yang bersifat toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik di dalam tubuh manusia Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iradiasi pada sampel pepes ikan mas terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro serta mengukur kadar malonaldehida yang terkandung dalam produk tersebut.

Prinsip pengujian toksisitas pangan iradiasi menggunakan uji proliferasi limfosit didasarkan bahwa limfosit adalah sel yang bertanggung jawab terhadap respon imun spesifik dan sensitif terhadap ketidakseimbangan oksidan-antioksidan dalam tubuh. Pengukuran kadar malonaldehida sampel pepes iradiasi juga dilakukan pada penelitian ini karena kadar malonaldehida pada umumnya menjadi indikator keberadaan radikal bebas. Pengukuran langsung bagi radikal bebas senderung tidak mungkin dilakukan karena radikal bebas bersifat tidak stabil dan cepat berubah. Pengukuran kadar malonaldehida juga berfungsi sebagai indikator kerusakan oksidatif di dalam material biologis karena malonaldehida merupakan produk peroksidasi asam lemak tak jenuh yang banyak ditemukan dalam matriks biologis.

Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa ekstrak pepes ikan iradiasi tidak menghambat proliferasi dari sel limfosit ketika dibandingkan dengan sampel pepes kontrol (p<0.01). Selain itu diketahui pula bahwa baik sampel pepes kontrol maupun sampel pepes iradiasi tidak menginduksi proliferasi dari sel limfosit saat dibandingkan dengan kontrol standar (p<0.01). Nilai indeks stimulasi yang diperoleh pada pengujian proliferasi sel limfosit pada pengenceran 0x adalah sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki nilai indeks stimulasi sebesar 1.161, sampel pepes 14 Juni 2007 menunjukkan nilai indeks stimulasi sebesar 1.356, sampel pepes 5 April 2008 menunjukkan nilai indeks stimulasi


(5)

sebesar 1.289, dan sampel pepes No Label 2008 menunjukkan nilai indeks stimulasi sebesar 1.347. Pada pengenceran 1x nilai indeks stimulasi dari sampel adalah sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki nilai indeks stimulasi 1.259, sampel pepes 14 Juni 2007 memiliki nilai indeks stimulasi 1.084, sampel pepes 5 April 2008 memiliki nilai indeks stimulasi 1.144, sampel pepes No Label 2008 memiliki nilai indeks stimulasi sebesar 1.344. Sedangkan pada pengenceran 2x nilai indeks stimulasi sampel adalah sebagai berikut nilai indeks stimulasi dari sampel pepes kontrol adalah 1.293, nilai indeks stimulasi sampel pepes 14 Juni 2007 adalah 1.105, sampel pepes 5 April 2008 memiliki nilai indeks stimulasi sebesar 1.169, sementara nilai indeks stimulasi dari pepes No Label 2008 adalah 0.984.

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan diketahui pula bahwa konsentrasi malonaldehida sampel pepes iradiasi masih dapat diterima dan dianggap tidak berbahaya saat dibandingkan dengan sampel pepes kontrol (p<0.01). Kadar malonaldehida pada pengenceran 0x menunjukkan bahwa sampel pepes kontrol memiliki konsentrasi sebesar 0.1180 pmol/ml, sampel 11 November 2006 memiliki konsentrasi sebesar 0.1182 pmol/ml, sampel No Label 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1182 pmol/ml, sampel 14 Juni 2007 memiliki konsentrasi sebesar 0.1181 pmol/ml, dan sampel 5 April 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1178 pmol/ml. Pada pengenceran 1x kadar malonaldehida sampel pepes menunjukkan hasil sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki konsentrasi sebesar 0.1174 pmol/ml, sampel pepes 11 November 2006 memiliki nilai konsentrasi tertinggi yaitu 0.1177 pmol/ml, sampel pepes 14 Juni 2007 memiliki konsentrasi sebesar 0.1176 pmol/ml, sampel No Label 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1176 pmol/ml, dan sampel 5 April 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1175 pmol/ml. Sementara pada pengenceran 2x kadar malonaldehida yang didapatkan adalah sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki konsentrasi sebesar 0.1173 pmol/ml, sampel pepes 11 November 2006 memiliki konsentrasi sebesar 0.1175 pmol/ml, sampel pepes 14 Juni 2007 memiliki konsentrasi sebesar 0.1175 pmol/ml, sampel No Label 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1174 pmol/ml, dan sampel 5 April 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1173 pmol/ml. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sampel pepes iradiasi dianggap aman dan tidak berbahaya berdasarkan pengujian proliferasi limfosit dan pengukuran kadar malonaldehida ekstrak sampel.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 November 1987 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Vava Nawawi dan Yurika. Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar di SD Dharma Wiyata Lampung pada tahun 1993-1999, Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Tarakanita 2 Pluit Jakarta pada tahun 1999-2001 dan SLTP Ora et Labora BSD Tangerang pada tahun 2001-2002, lalu Pendidikan Lanjutan Tingkat Atas di SMA Santa Ursula BSD Tangerang pada tahun 2002-2005.

Penulis diterima di Institut Pertaninan Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) lalu mengikuti Tahap Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun dan pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama di perkuliahan penulis menjadi anggota pada kegiatan intra kampus seperti Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki) dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) serta terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan. Penulis juga berkesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan non akademis seperti Pelatihan Auditor Sistem Management HACCP, Pelatihan Sistem Management ISO 9000 dan ISO 22000, Pelatihan Sistem Management HALAL, dan berbagai seminar. Penulis juga pernah bekerja sebagai asisten dalam mata kuliah Praktikum Biokimia Pangan (ITP).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema “Uji Proliferasi Limfosit dan Pengukuran Kadar Malonaldehida Pada Produk Pepes Iradiasi” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc dan Zubaidah Irawati, Ph.D pada tahun 2008-2009.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis selalu diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama menjalani masa perkuliahan, penelitian, hingga penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama masa kuliah, penelitian, dan penyelesaian skripsi ini.

2. Zubaidah Irawati, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua dan koodinator proyek penelitian ‘Aspek Keamanan Pangan: Uji Toksistas Pangan Siap Saji Steril Radiasi’ atas kesempatan yang diberikan pada penulis untuk terlibat dalam proyek ini, untuk arahan, bimbingan, dan kesabarannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi ini serta.

3. Pihak PATIR BATAN atas kesempatan yang diberikan untuk terlibat dalam proyek penelitian ini.

4. Dra. Waysima, Msc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan bagi perbaikan skripsi ini.

5. Keluarga penulis : Mama, Papa, Shasa, dan Nana untuk semua doa, dukungan moril maupun fisik, motivasi, kasih sayang, dan semangat yang selalu melimpah pada penulis.

6. Randy Keegan dan keluarga untuk semua doa, semangat, penghiburan, dan kesabaran yang diberikan pada penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 7. Teman satu bimbingan dan penelitian : Kenchi, Umam, dan Kamlit untuk semua

kebersamaan kita, semua penderitaan kita, semua malam-malam bersama, semua perjuangan kita yang sudah berakhir dan berhasil.


(8)

8. Teman-teman terbaikku : Eping, Tuti, Nenek, Ella, Wagner, Bobo, Kak Azis, Tere, Wiwi, Cath, Belinda, Irene, Sisi, Sobur, Harrist, Dion, Tiu, Yuni untuk semua dorongan semangat, penghiburan, motivasi, nasehat, dan saran. You guys are rocks!

9. Seluruh dosen ITP yang telah membagi ilmu pengetahuan dan mendidik penulis. Laboran-laboran ITP : Pak Wahid, Pak Adi, Pak Sidik, Pak Yahya, dan Pak Rojak yang selalu membantu penulis selama melakukan penelitian.

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa kripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak lepas dari berbagai kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap perkembangan Ilmu dan Teknologi, khususnya bidal Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, Mei 2009


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Daftar Lampiran vii

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. Iradiasi Pangan 4

B. Pepes Ikan Mas Iradiasi 8

C. Komponen Bioaktif dalam Pepes Ikan 11

D. Radikal Bebas 13

E. Oksidasi Lipid 15

F. Malonaldehida 17

G. Sel Limfosit Manusia 18

H. Proliferasi Limfosit 22

I. Uji Toksisitas Pada Sel Limfosit 24

III. METODOLOGI PENELITIAN 27

A. Bahan dan Alat 27

B. Metode Penelitian 28

1. Ekstraksi Sampel 28

2. Proliferasi Limfosit 29

a. Persiapan Media Kultur 29

b. Limfosit Darah Tepi 29

c. Serum Darah AB 30


(10)

3. Kadar Malonaldehida 32

4. Analisis Statistik 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34

A. Ekstraksi Sampel 34

B. Proliferasi Limfosit 35

1. Model Pengujian Toksisitas Kultur LimfositIn Vitropada

Pepes Iradiasi 35

2. Pemgaruh Ekstrak Pepes Iradiasi Terhadap Proliferasi

Limfosit 39

3. Pengaruh Variasi Pengenceran Terhadap Proliferasi

Limfosit 43

C. Kadar Malonaldehida 44

1. Metode Spektrofotometri pada Pengukuran Kadar Malonaldehida

Pepes Iradiasi 44

2. Kadar Malonaldehida pada Pepes Iradiasi 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN 51

A. Kesimpulan 51

B. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55


(11)

SKRIPSI

PROLIFERASI LIMFOSIT DAN KADAR MALONALDEHIDA PADA PRODUK PEPES IKAN IRADIASI

Oleh:

KALLISTA RACHMAVIKA PUTRI F24051026

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PROLIFERASI LIMFOSIT DAN KADAR MALONALDEHIDA PADA PRODUK PEPES IKAN IRADIASI

Oleh:

KALLISTA RACHMAVIKA PUTRI F24051026

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PROLIFERASI LIMFOSIT DAN KADAR MALONALDEHIDA PADA PRODUK PEPES IKAN IRADIASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Kallista Rachmavika Putri F24051026

Dilahirkan pada tanggal 24 November 1987 Tanggal lulus: 2 Juni 2009

Menyetujui : Bogor,

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc. Zubaidah Irawati. PhD

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah


(14)

Kallista Rachmavika Putri. F24051026. Uji Proliferasi Limfosit dan Pengukuran Kadar Malonaldehida Pada Produk Pepes Iradiasi. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, MSc. dan Zubaidah Irawati, Ph.D

ABSTRAK

Bahan pangan merupakan materi yang mudah mengalami kerusakan sehingga dikembangkan berbagai macam teknik pengawetan dan pengolahan bahan pangan untuk memperpanjang marketable lifedan daya simpan komoditas pangan. Salah satu metode pengawetan pangan adalah metode pengawetan iradiasi yang menerapkan penggunaan energi ionisasi untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan serta memberikan kemungkinan bahan pangan dapat diawetkan tanpa mengalami perubahan nyata sifat alami dan kandungan gizinya. Kendala yang ada dalam penerapan teknologi iradiasi pangan adalah adanya kekhawatiran masyarakat mengenai keamanan pangan produk iradiasi akibat pembentukan radikal bebas dan senyawa radiolitik produk dari proses iradiasi pangan. Adanya senyawa radikal bebas dalam produk ditakutkan akan membentuk senyawa yang bersifat toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik di dalam tubuh manusia Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iradiasi pada sampel pepes ikan mas terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro serta mengukur kadar malonaldehida yang terkandung dalam produk tersebut.

Prinsip pengujian toksisitas pangan iradiasi menggunakan uji proliferasi limfosit didasarkan bahwa limfosit adalah sel yang bertanggung jawab terhadap respon imun spesifik dan sensitif terhadap ketidakseimbangan oksidan-antioksidan dalam tubuh. Pengukuran kadar malonaldehida sampel pepes iradiasi juga dilakukan pada penelitian ini karena kadar malonaldehida pada umumnya menjadi indikator keberadaan radikal bebas. Pengukuran langsung bagi radikal bebas senderung tidak mungkin dilakukan karena radikal bebas bersifat tidak stabil dan cepat berubah. Pengukuran kadar malonaldehida juga berfungsi sebagai indikator kerusakan oksidatif di dalam material biologis karena malonaldehida merupakan produk peroksidasi asam lemak tak jenuh yang banyak ditemukan dalam matriks biologis.

Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa ekstrak pepes ikan iradiasi tidak menghambat proliferasi dari sel limfosit ketika dibandingkan dengan sampel pepes kontrol (p<0.01). Selain itu diketahui pula bahwa baik sampel pepes kontrol maupun sampel pepes iradiasi tidak menginduksi proliferasi dari sel limfosit saat dibandingkan dengan kontrol standar (p<0.01). Nilai indeks stimulasi yang diperoleh pada pengujian proliferasi sel limfosit pada pengenceran 0x adalah sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki nilai indeks stimulasi sebesar 1.161, sampel pepes 14 Juni 2007 menunjukkan nilai indeks stimulasi sebesar 1.356, sampel pepes 5 April 2008 menunjukkan nilai indeks stimulasi


(15)

sebesar 1.289, dan sampel pepes No Label 2008 menunjukkan nilai indeks stimulasi sebesar 1.347. Pada pengenceran 1x nilai indeks stimulasi dari sampel adalah sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki nilai indeks stimulasi 1.259, sampel pepes 14 Juni 2007 memiliki nilai indeks stimulasi 1.084, sampel pepes 5 April 2008 memiliki nilai indeks stimulasi 1.144, sampel pepes No Label 2008 memiliki nilai indeks stimulasi sebesar 1.344. Sedangkan pada pengenceran 2x nilai indeks stimulasi sampel adalah sebagai berikut nilai indeks stimulasi dari sampel pepes kontrol adalah 1.293, nilai indeks stimulasi sampel pepes 14 Juni 2007 adalah 1.105, sampel pepes 5 April 2008 memiliki nilai indeks stimulasi sebesar 1.169, sementara nilai indeks stimulasi dari pepes No Label 2008 adalah 0.984.

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan diketahui pula bahwa konsentrasi malonaldehida sampel pepes iradiasi masih dapat diterima dan dianggap tidak berbahaya saat dibandingkan dengan sampel pepes kontrol (p<0.01). Kadar malonaldehida pada pengenceran 0x menunjukkan bahwa sampel pepes kontrol memiliki konsentrasi sebesar 0.1180 pmol/ml, sampel 11 November 2006 memiliki konsentrasi sebesar 0.1182 pmol/ml, sampel No Label 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1182 pmol/ml, sampel 14 Juni 2007 memiliki konsentrasi sebesar 0.1181 pmol/ml, dan sampel 5 April 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1178 pmol/ml. Pada pengenceran 1x kadar malonaldehida sampel pepes menunjukkan hasil sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki konsentrasi sebesar 0.1174 pmol/ml, sampel pepes 11 November 2006 memiliki nilai konsentrasi tertinggi yaitu 0.1177 pmol/ml, sampel pepes 14 Juni 2007 memiliki konsentrasi sebesar 0.1176 pmol/ml, sampel No Label 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1176 pmol/ml, dan sampel 5 April 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1175 pmol/ml. Sementara pada pengenceran 2x kadar malonaldehida yang didapatkan adalah sebagai berikut sampel pepes kontrol memiliki konsentrasi sebesar 0.1173 pmol/ml, sampel pepes 11 November 2006 memiliki konsentrasi sebesar 0.1175 pmol/ml, sampel pepes 14 Juni 2007 memiliki konsentrasi sebesar 0.1175 pmol/ml, sampel No Label 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1174 pmol/ml, dan sampel 5 April 2008 memiliki konsentrasi sebesar 0.1173 pmol/ml. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sampel pepes iradiasi dianggap aman dan tidak berbahaya berdasarkan pengujian proliferasi limfosit dan pengukuran kadar malonaldehida ekstrak sampel.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 November 1987 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Vava Nawawi dan Yurika. Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar di SD Dharma Wiyata Lampung pada tahun 1993-1999, Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Tarakanita 2 Pluit Jakarta pada tahun 1999-2001 dan SLTP Ora et Labora BSD Tangerang pada tahun 2001-2002, lalu Pendidikan Lanjutan Tingkat Atas di SMA Santa Ursula BSD Tangerang pada tahun 2002-2005.

Penulis diterima di Institut Pertaninan Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) lalu mengikuti Tahap Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun dan pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama di perkuliahan penulis menjadi anggota pada kegiatan intra kampus seperti Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki) dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) serta terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan. Penulis juga berkesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan non akademis seperti Pelatihan Auditor Sistem Management HACCP, Pelatihan Sistem Management ISO 9000 dan ISO 22000, Pelatihan Sistem Management HALAL, dan berbagai seminar. Penulis juga pernah bekerja sebagai asisten dalam mata kuliah Praktikum Biokimia Pangan (ITP).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema “Uji Proliferasi Limfosit dan Pengukuran Kadar Malonaldehida Pada Produk Pepes Iradiasi” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc dan Zubaidah Irawati, Ph.D pada tahun 2008-2009.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis selalu diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama menjalani masa perkuliahan, penelitian, hingga penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama masa kuliah, penelitian, dan penyelesaian skripsi ini.

2. Zubaidah Irawati, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua dan koodinator proyek penelitian ‘Aspek Keamanan Pangan: Uji Toksistas Pangan Siap Saji Steril Radiasi’ atas kesempatan yang diberikan pada penulis untuk terlibat dalam proyek ini, untuk arahan, bimbingan, dan kesabarannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi ini serta.

3. Pihak PATIR BATAN atas kesempatan yang diberikan untuk terlibat dalam proyek penelitian ini.

4. Dra. Waysima, Msc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan bagi perbaikan skripsi ini.

5. Keluarga penulis : Mama, Papa, Shasa, dan Nana untuk semua doa, dukungan moril maupun fisik, motivasi, kasih sayang, dan semangat yang selalu melimpah pada penulis.

6. Randy Keegan dan keluarga untuk semua doa, semangat, penghiburan, dan kesabaran yang diberikan pada penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 7. Teman satu bimbingan dan penelitian : Kenchi, Umam, dan Kamlit untuk semua

kebersamaan kita, semua penderitaan kita, semua malam-malam bersama, semua perjuangan kita yang sudah berakhir dan berhasil.


(18)

8. Teman-teman terbaikku : Eping, Tuti, Nenek, Ella, Wagner, Bobo, Kak Azis, Tere, Wiwi, Cath, Belinda, Irene, Sisi, Sobur, Harrist, Dion, Tiu, Yuni untuk semua dorongan semangat, penghiburan, motivasi, nasehat, dan saran. You guys are rocks!

9. Seluruh dosen ITP yang telah membagi ilmu pengetahuan dan mendidik penulis. Laboran-laboran ITP : Pak Wahid, Pak Adi, Pak Sidik, Pak Yahya, dan Pak Rojak yang selalu membantu penulis selama melakukan penelitian.

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa kripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak lepas dari berbagai kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap perkembangan Ilmu dan Teknologi, khususnya bidal Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, Mei 2009


(19)

DAFTAR ISI

HALAMAN

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Daftar Lampiran vii

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. Iradiasi Pangan 4

B. Pepes Ikan Mas Iradiasi 8

C. Komponen Bioaktif dalam Pepes Ikan 11

D. Radikal Bebas 13

E. Oksidasi Lipid 15

F. Malonaldehida 17

G. Sel Limfosit Manusia 18

H. Proliferasi Limfosit 22

I. Uji Toksisitas Pada Sel Limfosit 24

III. METODOLOGI PENELITIAN 27

A. Bahan dan Alat 27

B. Metode Penelitian 28

1. Ekstraksi Sampel 28

2. Proliferasi Limfosit 29

a. Persiapan Media Kultur 29

b. Limfosit Darah Tepi 29

c. Serum Darah AB 30


(20)

3. Kadar Malonaldehida 32

4. Analisis Statistik 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34

A. Ekstraksi Sampel 34

B. Proliferasi Limfosit 35

1. Model Pengujian Toksisitas Kultur LimfositIn Vitropada

Pepes Iradiasi 35

2. Pemgaruh Ekstrak Pepes Iradiasi Terhadap Proliferasi

Limfosit 39

3. Pengaruh Variasi Pengenceran Terhadap Proliferasi

Limfosit 43

C. Kadar Malonaldehida 44

1. Metode Spektrofotometri pada Pengukuran Kadar Malonaldehida

Pepes Iradiasi 44

2. Kadar Malonaldehida pada Pepes Iradiasi 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN 51

A. Kesimpulan 51

B. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggunaan potensial iradiasi pangan 4

Tabel 2. Dosis Iradiasi dan Aplikasinya 7

Tabel 3. Komposisi sel darah putih manusia 19


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pepes ikan mas iradiasi dan pepes ikan mas 9

Gambar 2. Sel sehat dan sel yang rusak akibat radikal bebas 15

Gambar 3. Skema tahapan oksidasi lipid 16

Gambar 4. Struktur malonaldehida 17

Gambar 5. Reaksi pembentukan kompleks MDA-TBA 18

Gambar 6. Sel limfosit manusia dan komposisi darah manusia 19 Gambar 7. Darah setelah disentrifuse, lapisan buffycoat dan larutan Histopaque,

pemisahan limfosit 30

Gambar 8. Kultur limfosit setelag inkubasi 66 jam, setelah penambahan MTT,

dan penambahan HCl-isopropanol 32

Gambar 9. Hasil pemisahan limfosit menggunakan Histopaque 37 Gambar 10. Grafik indeks stimulasi proliferasi kultur limfosit 40 Gambar 11. Hasil pewarnaan kultur limfosit menggunakan MTT 43

Gambar 12. Kurva standar larutan TEP 47


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema proses pengolahan bahan pangan dengan iradiasi 63

Lampiran 2. Komposisi limfosit manusia 64

Lampiran 3. Tabel hasil pembacaan absorbansi uji proliferasi limfosit 65

Lampiran 4. Contoh perhitungan indeks stimulasi ekstrak 67

Lampiran 5. Tabel hasil perhitungan Anova (p<0.01) pada uji proliferasi limfosit

pengenceran 1x 68

Lampiran 6. Tabel hasil perhitungan Anova (p<0.01) pada uji proliferasi limfosit

pengenceran 2x 69

Lampiran 7. Tabel hasil perhitungan Anova (p<0.01) pada uji proliferasi limfosit

pengenceran 4x 70

Lampiran 8. Tabel hasil pembacaan absorbansi pada metode pengukuran

kadar malonaldehida 71

Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar malonaldehida sampel 72 Lampiran 10. Tabel hasil perhitungan Anova (p<0.01) pada pengukuran kadar

malonaldehida pengenceran 1x 73

Lampiran 11. Tabel hasil perhitungan Anova (p<0.01) pada pengukuran kadar

malonaldehida pengenceran 1x 74

Lampiran 12. Tabel hasil perhitungan Anova (p<0.01) pada pengukuran kadar


(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahan pangan merupakan materi yang mudah mengalami kerusakan dan memiliki masa simpan yang terbatas. Berbagai macam teknik pengawetan dan pengolahan bahan pangan dikembangkan oleh manusia untuk memperpanjang

marketable life dan daya simpan dari komoditas pangan. Pengawetan yang dilakukan tidak semata hanya mencegah pertumbuhan dari bakteri, kapang, atau mikroorganisme lain yang menyebabkan pembusukan pada makanan, namun juga usaha untuk mencegah terjadinya oksidasi lemak yang dapat mengakibatkan ketengikan serta pencegahan perubahan warna pada makanan, misalnya akibat reaksi pencoklatan enzimatik. Metode pengawetan yang pada umumnya diaplikasikan adalah pengeringan, pemanasan, pembekuan, pengalengan, penggunaan bahan pengawet, fermentasi, dan termasuk metode iradiasi pangan.

Metode iradiasi pangan merupakan metode pengawetan yang cukup menjanjikan di masa mendatang. Proses pengawetan ini melibatkan penggunaan energi ionisasi. Iradiasi pangan sering pula disebut sebagai cold pasteurization

karena dalam prosesnya tidak terjadi pemanasan dalam jumlah yang signifikan (IFIC, 2002). Berbagai kendala yang dialami oleh metode pengawetan lain pada umumnya adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan kualitas asal bahan dan kandungan gizi dari komoditas yang diawetkan, terutama kandungan vitamin. Namun pada metode pengawetan iradiasi pangan, hal ini dapat dihindari akibat pemanasan yang tidak signifikan. Pada iradiasi pangan dosis rendah, tidak terdeteksi adanya kehilangan komponen nutrisi atau jika terjadi kehilangan maka jumlahnya tidak signifikan. Sementara pada iradiasi dosis yang lebih tinggi, kehilangan nutrisi pangan memang terjadi namun lebih kecil dibandingkan proses pemasakan (Brennand, 1995).


(25)

Di Indonesia sendiri telah dilakukan penelitian iradiasi terhadap berbagai jenis makanan berbasis ikan, daging dan unggas. Komoditi tersebut masing-masing diolah menjadi makanan siap saji seperti pepes ikan mas, rendang sapi, opor dan kare ayam. Setiap jenis produk olahan tersebut disterilkan dengan metode iradiasi pada dosis 45 kGy dalam kondisi beku (-79˚C) yang selanjutnya disimpan pada suhu 28-30oC (Irawati, 2003). Kendala yang ada dalam penerapan teknologi iradiasi pangan adalah keraguan dalam masyarakat mengenai keamanan pangan produk iradiasi akibat pembentukan radikal bebas dan senyawa radiolitik produk dari proses iradiasi pangan. Adanya senyawa radikal bebas dalam produk ditakutkan akan membentuk senyawa yang bersifat toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik di dalam tubuh manusia. Badan FAO-WHO-IAEA sendiri pada bulan November 1980 telah menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi pada dosis tidak melebihi 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia. Namun data teknis mengenai keamanan pangan iradiasi dosis tinggi 45 kGy, terutama di Indonesia, belum tersedia.

Pepes ikan adalah hidangan tradisional khas Indonesia yang terdiri dari sepotong ikan yang sudah diolah dengan berbagai macam bumbu, dibungkus dengan daun pisang kemudian dipresto atau dikukus minimal selama satu jam. Bahan ikan yang digunakan dapat berupa ikan mas, ikan tawes, ikan gabus, ikan lele, ikan bawal, kembung, teri, bandeng, dsb. Bumbu dasar yang biasanya digunakan dalam pengolahan pepes ikan adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai, kunyit, jahe, lengkuas, garam, dan gula pasir. Saat mengalami ionisasi maka energi ionisasi dapat menyebabkan eksitasi pada atom jaringan pangan dan menyebabkan beberapa perubahan pada produk, seperti oksidasi lipid, pelunakan jaringan, terbentuknya beberapa senyawa radikal bebas dan radiolitik yang dikhawatirkan menyebabkan efek toksik pada manusia.


(26)

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iradiasi pada sampel pepes ikan mas terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro serta mengukur kadar malonaldehida yang terkandung dalam produk tersebut. Tujuan lainnya adalah mendapatkan data-data mengenai uji toksisitas limfosit dan kadar malonaldehida produk pepes ikan mas iradiasi sehingga dapat bermanfaat bagi pihak terkait.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. IRADIASI PANGAN

Menurut WHO (1991), iradiasi pangan didefinisikan sebagai proses pemaparan pangan terhadap radiasi ionisasi untuk membunuh mikroorganisme, bakteri, virus atau serangga yang mungkin ada di dalam pangan. Aplikasi lain dalam penggunaan iradiasi pangan adalah menghambat perkecambahan, menunda pematangan, meningkatkan juice yield pada proses ekstraksi, dan meningkatkan rehidrasi. Pada awal mulanya bidang ini dirintis oleh Dr. Bernand E. Proctor dan Dr. Samuel A. Goldblith di tahun 1940 (Desrosier, 1988). Aplikasi penggunaan iradiasi pada berbagai produk pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan potensial iradiasi pangan (Brennand, 1995)

Jenis Produk Efek Iradiasi

Daging, unggas Membunuh mikroorganisme patogen pada ikan, seperti Salmonella, Campylobacter and Trichinae

Perishable foods Mencegah kerusakan; menghambat

pertumbuhan kapang; mengurangi mikroorganisme

Biji-bijian, buah Mengontrol serangga pada sayuran, menghambat kerusakan pada buah kering, bumbu dan rempah

Bawang, wortel, kentang, bawang putih, jahe

Menghambat perkecambahan

Pisang, mangga, pepaya, jambu biji, buahnon-citruslainnya

Menunda pematangan alpukat, natural juices.


(28)

Dalam prinsip pengawetan bahan pangan iradiasi, digunakan radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Iradiasi menyebabkan efek langsung (direct effect)dan efek tak langsung (indirect effect). Efek langsung adalah eksitasi atau ionisasi atom akibat energi ionisasi, sedangkan efek tak langsung adalah pembentukan radikal bebas akibat radiolisis dari molekul air, misalnya radikal hidroksi. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion karena dapat menyebabkan ionisasi pada materi yang dilaluinya (Maha, 1981). Contoh radiasi pengion adalah radiasi partikel , , dan yang paling banyak digunakan yaitu gelombang elektromagnetik  (Sofyan, 1984). Skema proses pengolahan bahan pangan dengan iradiasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Ketika suatu materi dilalui oleh radiasi pengion, energi yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energi yang terserap oleh tumbukan radiasi dengan partikel bahan pangan akan menyebabkan eksitasi dan ionisasi beribu-ribu atom dalam lintasannya, yang akan terjadi dalam waktu kurang dari 0,001 detik. Efek pengawetan pangan pada radiasi ionisasi berhubungan dengan kerusakan DNA yang disebabkan oleh ketidakstabilan materi genetik DNA akibat eksitasi dan ionisasi dari radiasi.

Menurut Roggenthen (1984), saat ada sekitar 13 elektron, yang berasal dengan sinar gamma, bertumbukan dengan 30.000 elektron lain secara bersamaan maka hal tersebut akan menyebabkan atom yang tertumbuk menjadi terionisasi. Saat sebuah sel biologis kehilangan keseimbangan elektriknya maka sel tersebut akan hancur, termasuk materi genetik pada sel tersebut. Kerusakan pada DNA dapat menyebabkan mikroorganisme tidak mampu berproliferasi dan melanjutkan aktivitas patogeniknya atau pada tumbuhan menyebabkan terhambatnya proses pematangan secara alami (WHO, 1991).


(29)

Ada tiga jenis sumber radiasi yang umumnya dapat digunakan dalam proses iradiasi pangan, yaitu:

1. Iradiasi Gamma

Sumber radiasi gamma adalah sumber yang paling umum digunakan. Radiasi gamma berasal dari radiasi foton pada bagian gamma spektrum elektromagnetik. Radioisotop yang biasanya digunakan adalah Cobalt-60 dan Cesium-137, secara teori (Doyle, 1999). Penggunaan Cobalt-60 lebih dipilih karena memiliki daya penetrasi yang besar hingga beberapa meter. Material radioaktif harus selalu dimonitor dan disimpan secara cermat untuk melindungi pekerja dan lingkungan dari sinar gamma.

2. Iradiasi Elektronik

Iradiasi elektronik menggunakan elektron yang memiliki kecepatan sangat tinggi bahkan mendekati kecepatan cahaya. Elektron merupakan suatu sumber iradiasi yang berbeda dari sumber lainnya. Radiasi elektron kurang memiliki daya penetrasi yang baik, hanya sekitar beberapa inchi.

3. Iradiasi X-ray

Sama seperti radiasi gamma, radiasi X- ray menggunakan energi foton dengan spectrum yang luas. Sumber X-ray diproduksi dengan cara menumbukkan elektron pada tantalum atau tungsten sehingga dapat digunakan sebagai sumber radioisotope. Daya penetrasi dari X-ray sebaik Cobalt-60, bahkan keuntungan dari penggunaan radiasi X-ray adalah proses ionisasi dapat dikontrol atau dihentikan dengan mengatur tumbukan elektron. Namun sistem ini memiliki kekurangan yaitu ketidakefisisiensian energi konversi dari energi elektron menjadi energi foton.

Dosis dari iradiasi menurut satuan SI adalah Gray (Gy). Satu Gray didefinisikan ekuivalen dengan 1 Joule energi yang diserap per kg bahan pangan. Dalam proses iradiasi biasanya digunakan dosis dalam satuan kGy atau 1000 Gy. Untuk mengukur dosis iradiasi yang dipaparkan ke bahan pada saat proses iradiasi berlangsung digunakan alat yang bernama dosimeter (IAEA, 2002). Dosimeter adalah komponen kecil yang dilekatkan pada produk iradiasi sehingga saat


(30)

terpapar energi ionisasi dapat dilihat tingkat nilai dosis yang diterima produk. Penggunaan dosis iradiasi beserta aplikasinya pada bahan panan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dosis Iradiasi dan Aplikasinya

Dosis Rendah (0-1 kGy): Radurisation

Mencegah perkecambahan umbi-umbian (0.03-0.15 kGy)

Menghambat pematangan buah (0.25-0.75 kGy) Eliminasi parasit dan serangga (0.07-1.00 kGy)

Dosis Sedang (1-10 kGy): Radicidation

Reduksi mikroba pembusuk pada daging beku, daging unggas, danseafood beku (1.50-3.00 kGy)

Reduksi mikroba patogen pada daging beku, daging unggas, danseafood beku (3.00-7.00 kGy)

Reduksi jumlah mikroorganisme pada bumbu dan rempah untuk meningkatkan kualitas kebersihan (10.00 kGy)

Dosis Tinggi (Di atas 10 kGy):

Radappertisation

Sterilisasi daging, unggas, dan produk turunannya (25.00-70.00 kGy)

Sterilisasi untuk makanan rumah sakit (25.00-70.00 kGy) Sterilisasi untuk persediaan makanan astronot (44.00 kGy)

Menurut Maha (1985), proses pengawetan pangan menggunakan metode iradiasi memiliki berbagai keuntungan, antara lain tidak mempengaruhi kesegaran bahan yang diproses karena iradiasi merupakan proses dingin, memiliki daya penetrasi besar sehingga dapat diaplikasikan pada bahan yang sudah dikemas dan siap dipasarkan. Namun iradiasi pangan juga memiliki keterbatasan dan masalah, misalnya iradiasi cenderung melunakkan pangan sehingga dosis iradiasi yang digunakan terbatas dan modal yang tinggi bagi pengadaan fasilitas iradiasi.


(31)

Komite Ahli yang dibentuk oleh FAO, IAEA, dan WHO telah berulang kali meninjau dan mendalami bukti-bukti penelitian yang berhubungan dengan kesehatan pangan iradiasi dan menyatakan bahwa makanan yang mendapat perlakuan iradiasi aman untuk dikonsumsi manusia, baik dari segi gizi, mikrobiologi, maupun toksikologi. Di Indonesia, sudah ada peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pangan iradiasi, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan No. 826/MENKES/PER/XII/1987 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 152/MENKES/SK/11/1995.

B. PEPES IKAN MAS IRADIASI

Pepes ikan adalah salah satu hidangan tradisional khas Indonesia dan sangat disukai oleh masyarakat. Pepes pada umumnya adalah lauk pauk yang dibungkus dengan daun pisang. Nama pepes sendiri berasal dari daerah Jawa Barat. Pepes ikan mas sendiri adalah hidangan dari sepotong ikan mas yang sudah diolah dengan berbagai macam bumbu, dibungkus dengan daun pisang, kemudian dipresto atau dikukus selama minimal satu jam. Selain digunakan bahan ikan mas, jenis ikan yang dapat digunakan adalah ikan tawes, ikan gabus, ikan lele, ikan bawal, kembung, teri, bandeng, dsb. Bumbu dasar yang biasanya digunakan dalam pengolahan pepes ikan adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai, kunyit, jahe, lengkuas, garam, dan gula pasir. Selain itu biasanya juga ditambahkan bahan dan rempah-rempah lain untuk menyempurnakan rasa dan aroma. Pada pembuatan pepes ini digunakan bahan rempah-rempah berupa tomat, bawang putih, kunyit, jahe, daun sereh, lemon, dan daun salam (Irawati et. al., 2003). Produk pepes ikan mas iradiasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(32)

Gambar 1.(a) Bahan baku merupakan spesies Menurut Shimone berikut: kadar air antara 8.3 %, dan kadar abu yang rendah dan disebabkan senyawa Dalam pembuatan procedure (SOP) pengawetan iradiasi memperhatikan berbagai penggunaan dosis produk, serta kondisi dan jenis komoditi iradiasi dimana pada yang terbentuk akibat dengan susbtrat pangan

(a) (b)

(a) Pepes ikan mas iradiasi dalam kemasan, (b) baku ikan mas yang digunakan dalam pembuatan spesies ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan Shimone dan Shikata (1993), ikan mas memiliki komposisi

air antara 70.4-73.9 %, kadar protein 16.7-18.4 %, kadar abu sebesar 9.0-11.52 %. Komoditi ikan mas memiliki

dan memiliki cita rasa lumpur pada bagian senyawa geomisin (Lelana, 1983).

pembuatan pepes ikan mas iradiasi digunakan (SOP) yang telah dikembangkan dan dibakukan

iradiasi bahan pangan. Proses pengawetan iradiasi berbagai faktor yaitu tujuan dari iradiasi yang dosis aplikasi, kondisi iradiasi misalnya keberadaan

kondisi bahan pangan yang akan diiradiasi misalnya komoditi pangan. Proses pembekuan merupakan titik

pada penggunaan suhu beku -20˚C sampai -79 akibat energi ionisasi akan terperangkap dan tidak

pangan sehingga tidak terjadi rantai radikal bebas.

(b) Pepes ikan mas pembuatan pepes ikan mas dibudidayakan di Indonesia. komposisi kimia sebagai 18.4 %, kadar lemak

6.2-mas memiliki daya awet bagian dagingnya yang

digunakan standard operating

dibakukan mengenai proses iradiasi pangan harus yang ak an menentukan keberadaan oksigen dalam misalnya kadar air bahan titik kritis dalam proses 79˚C, radikal bebas tidak mampu bereaksi bebas.


(33)

Ikan mas, yang digunakan dalam penelitian, dibersihkan dan diberi bumbu kemudian dibungkus dengan daun pisang dan diproses panas menggunakan

inoxpran pressure cooker selama 45-60 menit pada suhu 120˚C. Pepes tersebut kemudian disimpan pada suhu -13˚C lalu dikemas menggunakan kantung laminasi PET 12μm/LDPE 2μm/Alumunium Foil 7μm/LDPE 2μm/LLDPE 50μm dalam kondisi 80% vakum (Irawati et. al., 2003). Pepes ini kemudian disterilkan dengan menggunakan radiasi pengion pada dosis minimum 45 kGy dalam kondisi beku yaitu suhu -79˚C. Dosis sterilisasi ini mengacu pada metode Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI) ISO/DIS 11137.2 berdasarkan

bioburden. Sumber radiasi pengion yang digunakan adalah Cobalt-60 dengan dosis rata-rata 5.2 kGy/jam. Proses iradiasi ini menggunakan iradiator IRKA di Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta. Pepes yang sudah disterilkan selanjutnya disimpan pada suhu 28-30˚C dan dapat bertahan selama satu setengah tahun tanpa mengalami penurunan kualitas yang berarti (Irawati et. al, 2003).

Selain pepes ikan mas, produk pangan lain yang mendapatkan perlakuan pengawetan iradiasi adalah produk rendang, opor, semur, kari ayam, dan empal. Penelitian yang dilakukan terhadap sampel-sampel tersebut di atas juga menyatakan bahwa setelah masa simpan selama satu setengah tahun, kualitas dan nilai gizi dari produk tidak mengalami perubahan yang berarti.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noomhorm et. al. (2000), radiasi pengion dengan kombinasi metode pengemasan dapat memperpanjang umun simpan dari produk olahan daging dan ikan. Radiasi ini diaplikasikan pada produk sosis, ham, semi dried udang dan babi yang dikemas secara vakum dan MAP, pada dosis iradiasi dibawah 10 kGy. Menurut hasil yang didapatkan tampak bahwa proses iradiasi dapat memperpanjang umur simpan dari produk dan dengan meningkatnya dosis iradiasi, masa simpan produk semakin bertambah. Kualitas dan nilai gizi produk juga tidak mengalami perubahan berdasarkan analisis objektif dan subjektif yang dilakukan.


(34)

C. KOMPONEN BIOAKTIF DALAM PEPES IKAN

Pada pembuatan pepes digunakan berbagai macam bumbu dan rempah-rempah, misalnya bawang putih, kunyit, jahe, daun sereh, lemon, dan daun salam.

Rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan pepes mengandung komponen bioaktif yang memiliki fungsi signifikan terhadap kesehatan maupun dapat berperan sebagai antioksidan.

1. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum Linn.) mengandung komponen bioaktif alisin dan senyawa sulfida lain dalam minyak atsirinya (Whitmore dan Naidu, 2000). Alisin atau asam dialil tiosulfinat telah terbukti dapat menghambat mikroba sehingga berpotensi sebagai pengawet bahan pangan. Komponen bioaktif lainnya adalah aliin, gurwithrays, scordinin, dan ajoene (Soetomo, 1987).

2. Kunyit

Kunyit mengandung kurkumin yang dapat memberikan aktivitas sebagai antimikroba. Kurkumin memiliki sifat antibakteri, terutama pada Micrococcus pyrogenes var. Aureus karena mengandung senyawa fenolik (Ramprasad dan Siri, 1956). Kurkumin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, mencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung (Anonim, 2006). 3. Jahe

Jahe merupakan bahan yang mengandung komponen bioaktif pada bagian minyak atsiri dan oleoresinnya. Komponen bioaktif minyak atsiri pada jahe adalah zingiberen dan zingiberol, sementara bagian oleoresin pada jahe mengandung komponen gingerol, zingeron, danshagaol(Koswara, 1995). Jahe berpotensi memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan antikanker yang tinggi (Darwis et. al., 1991). Menurut Kikuzaki dan Nakatani (2000), dalam jahe terkandung sejumlah senyawa fenolik yang bersifat antioksidan.


(35)

4. Lemon

Lemon (Citrus medica Var. Lemon) banyak mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan (Sarwono, 1991).

5. Lengkuas

Lengkuas (Alpinia galanga (L.)Swartz) mengadung komponen bioaktif yaitu 8-pinen, 1,8-sineol, farnasen, isokariofen, dan asetokavikol asetat yang bersifat sebagai antimikroba (Rahayu, 1999). Ekstrak lengkuas juga mengandung senyawa fenolik seperti asam fenolat, turunan dehidrosinamat dan flavonoid (Duke, 1994).

6. Cabe Merah

Cabe memiliki kandungan capcaisin dan dihidrocapcaisin yang menghasilkan rasa pedas. Cabe merah juga mengandung karotenoid, yaitu capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein (Lukmana, 1994).

7. Daun Sereh

Daun sereh mengandung geraniol dan citronellol yang berfungsi dapat berfungsi sebagai antiseptik dan antifungal (Shadab et. al., 1992).

8. Daun Salam

Minyak esensial dari daun salam banyak mengandung komponen bioaktif myrcene dan eugenol. Eugenol berfungsi sebagai antiseptik dan anastetik (Jadhav et. al., 2004).


(36)

D. RADIKAL BEBAS

Ketika suatu materi mengalami proses ionisasi maka akan terjadi eksitasi dan ionisasi atom dari materi tersebut akibat dari energi ionisasi. Peristiwa ini dapat menyebabkan ketidakstabilan elektron di dalam atom. Atom memiliki kondisi paling stabil pada saat elektron yang berada pada lapisan terluar memiliki pasangan elektronnya. Sedangkan yang dimaksud dengan radikal bebas adalah atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan kulit terluarnya dan dapat berdiri sendiri (Karlsson, 1997). Radikal bebas sangat mudah terbentuk akibat putusnya ikatan kovalen dari elektron.

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu:

1. Secara endogen : sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia di dalam tubuh, baik di dalam maupun di luar sel.

2. Secara eksogen : radikal bebas timbul akibat polusi yang berasal dari luar tubuh dan bereaksi di dalam tubuh melalui inhalasi, jalur digesti, atau melalui penyerapan kulit. Misalnya akibat asap rokok, polutan, radiasi, obat-obatan, makanan tercemar, dan pestisida.

Radikal bebas memiliki kereaktifan yang sangat besar akibat elektron yang tidak stabil dan selalu berusaha mendapatkan pasangan elektron. Apabila suatu molekul terebut elektronya oleh radikal bebas maka akan terbentuk sebuah senyawa radikal baru dari molekul yang kehilangan elektronnya tersebut. Reaksi ini berjalan terus menerus sehingga disebut sebagai reaksi berantai radikal bebas. Radikal bebas yang sangat reaktif memiliki pola gerakan yang tidak beraturan sehingga dapat menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 1991).

Beberapa jenis radikal bebas yang dapat ditemukan dalam tubuh adalah (Gutteridge, 1995):

1. Hidroperoksil radikal (HO2•) : mampu menyebabkan sitotoksisitas dalam sistem biologis karena mampu melewati membran biologis, menginisiasi terjadinya peroksida lemak terutama LDL.


(37)

2. Anion superoksida radikal (O2•) : dalam larutan encer mengalami reaksi dismutase membentuk hidrogen peroksida dan oksigen.

3. Hidrogen peroksida (H2O2) : merupakan oksidan lemah yang relatif stabil, namun dengan keberadaan logam transisi dapat membentuk senyawa radikal yang reaktif. Senyawa ini dapat segera bercampur dengan air dan diperlakukan seperti molekul air oleh tubuh dan dapat berdifusi melewati membran sel.

4. Hidroksil radikal (•OH) : merupakan senyawa oksidan yang sangat berbahaya karena sangat reaktif dibandingkan dengan senyawa radikal lainnya sehingga dapat merusak sejumlah besar molekul biologis.

Pada kondisi normal, sistem antioksidan alami tubuh dapat mengontrol radikal bebas yang terbentuk. Namun apabila terjadi stress oksidatif, dimana oksidan yang ada dalam tubuh lebih besar daripada antioksidan yang ada, maka dapat menginduksi terjadinya kerusakan membran sel, kerusakan protein dan DNA, peroksidasi lemak, autoimun, dan penuaan (aging). Radikal bebas dapat mengoksidasi lemak dalam tubuh sehingga terbentuk peroksida lemak yang menjadi awal dari berbagai penyakit degeneratif seperti jantung koroner, kanker, Alzheimer, dan Parkinson (Diplock, 1991). Penyakit degeneratif juga dapat terjadi akibat kerusakan DNA yang disebabkan radikal bebas yang berikatan dengan DNA tubuh dan menyebabkan terjadinya mutasi sel serta menimbulkan penyakit degeneratif, seperti kanker (Halliwell dan Gutteridge, 1985). Oksidasi yang terjadi pada lemak tak jenuh dan protein dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan jaringan biologis lain. Kerusakan jaringan biologis yang terjadi secara terus menerus dapat mempercepat proses penuaan. Perbedaan penampakan sel tubuh yang sehat dan sel yang mengalami kerusakan dapat dilihat pada Gambar 2.


(38)

Gambar

Namun radikal yang negatif. Sistem mekanisme pertahanannya. biasanya ditandai oleh jaringan mana yang

E. OKSIDASI LIPID

Lipid adalah oksidasi, salah satunya Oksidasi pada lipid terdiri dari tiga tahap

Pada tahap dan membentuk radikal energi ionisasi, oksigen akan bereaksi dengan dengan asam lemak alkil lain. Radikal dan demikian terus 2002). Laju reaksi

(a) (b)

Gambar 2.(a) Sel sehat, (b) Sel yang rusak akibat

radikal bebas dalam tubuh tidak selamanya membawa Sistem imun dalam tubuh kita membutuhkan radikal pertahanannya. Selain itu senyawa asing atau jaringan ditandai oleh radikal bebas oleh sistem imun, sehingga

yang harus dibuang (Del Mastero, 1980).

LIPID

adalah salah satu senyawa yang mudah bereaksi satunya adalah reaksi oksidasi akibat dari keberadaan

lipid umumnya melalui proses pembentukan radikal tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi (Apriyantono, tahap inisiasi terjadi pelepasan hidrogen dari asam

radikal alkil. Hal ini terjadi karena adanya inisiator oksigen aktif, logam, dan cahaya. Radikal alkil dengan oksigen membentuk radikal peroksi yang lemak tidak jenuh lain dan membentuk hidroperoksida Radikal alkil yang terbentuk lalu akan kembali bereaksi

terus terjadi rantai reaksi radikal bebas asam lemak reaksi antara radikal alkil dengan oksigen lebih

(b)

akibat radikal bebas selamanya membawa dampak

radikal bebas dalam jaringan yang rusak sehingga tubuh mengenali

bereaksi dan mengalami keberadaan radikal bebas . radikal bebas yang (Apriyantono, 2002). asam lemak tidak jenuh

inisiator berupa panas, alkil yang terbentuk yang dapat bereaksi hidroperoksida dan radikal bereaksi dengan oksigen lemak (Apriyantono, lebih cepat sehingga


(39)

pembentukan radikal peroksi juga lebih dominan. Reaksi terminasi sendiri biasanya melibatkan dua radikal peroksi. Tahapan peristiwa oksidasi lipid dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3.Skema tahapan dalam proses oksidasi lipid

Hidroperoksida yang berasal dari oksidasi asam lemak tidak jenuh bersifat sangat tidak stabil dan mudah berubah menjadi berbagai senyawa flavor dan produk non-volatil. Dekomposisi dari hidroperoksida akan melibatkan pemutusan gugus –OOH dan membentuk radikal alkoksi dan radikal hidroksi. Radikal alkoksi akan mengalami beta hidrolisis membentuk aldehid dan radikal alkil.

Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, maka laju oksidasi yang berjalan juga semakin cepat. Pembentukan hidroperoksida juga akan semakin besar dengan semakin banyaknya ikatan rangkap asam lemak karena dengan demikian semakin banyak pula kemungkinan posisi hidroperoksida yang dapat terjadi (Apriyantono, 2002).

Berbagai macam komponen dapat dihasilkan dari degradasi lipid yaitu hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol, senyawa heterosiklik dan senyawa radikal. Senyawa radikal yang terbentuk dalam tubuh dapat berperan dalam proses penuaan (aging), penyakit arterosklerosis dan penyakit jantung koroner.


(40)

F. MALONALDEHIDA

Malonaldehida tubuh dan dapat digunakan (Bird dan Draper,

biosintesis dari prostaglandin tubuh. MDA terutama MDA dihasilkan adalah kebocoran sistem asam amino dan bebas. Struktur dari

Asam lemak memiliki karbon metilen pengurangan oksigen pada asam lemak yang nantinya akan menghasilkan lemak lain. MDA adal sel, senyawa aldehid materi biologi telah bebas. Keberadaan berbagai tipe molekul kerusakan membran,

Menurut Conti metode TBA. MDA

MALONALDEHIDA

Malonaldehida (MDA) merupakan produk hasil oksidasi dapat digunakan sebagai indeks ketengikan oksidatif Draper, 1984). MDA biasanya dijumpai juga sebagai

prostaglandin dan produk yang dihasilkan radikal terutama dihasilkan pada r eaksi penguraian sel. dihasilkan dari berbagai macam reaksi. Reaksi -reaksi kebocoran sistem mitokondria, oksidasi lipida, olah raga dan komponen karbohidrat serta reaksi yang

dari malonaldehida disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Malonaldehida

lemak tak jenuh (PUFA) sangat mudah mengalami metilen pada bagian ikatan rangkap yang sangat oksigen dan pembentukan senyawa radikal. Oksigen

yang kehilangan hidrogen dan membentuk senyawa menghasilkan senyawa aldehid dan keton akibat

adalah salah satu senyawa aldehid yang bersifat aldehid lainnya adalah hidroaxialkenal. Konsentrasi

telah digunakan secara luas sebagai indikator Keberadaan MDA dapat mengakibatkan terjadinya ikatan

molekul sehingga menyebabkan sitotoksisitas, membran, dan modifikasi enzim dalam tubuh (Muchtadi

Conti et. al. (1991), analisa konsentrasi MDA dapat MDA dapat bereaksi dengan TBA membentuk

oksidasi lipid di dalam oksidatif dalam makanan sebagai produk samping radikal bebas dalam sel. Secara biologis, reaksi tersebut misalnya raga berat, dekomposisi melib atkan radikal

mengalami oksidasi karena sangat sensitif terhadap Oksigen dapat melekat

senyawa radikal yang akibat bereaksi dengan bersifat toksik terhadap Konsentrasi MDA dalam indikator keberadaan radikal ikatan silang antara sitotoksisitas, mutagenitas,

(Muchtadi et. al., 1993). dapat mengguna kan membentuk senyawa komplek


(41)

MDA-TBA melalui yang terbentuk memiliki spektrofotometer

kompleks MDA-TBA pada Gambar 5.

Gambar

G. SEL LIMFOSIT

Limfosit adalah vertebrata. Sel limfosit mensintesis dan mensekresi darah sebagai respon 1982). Komposisi Limfosit merupakan plasma. Pada manusia darah. Menurut Guyton sekitar 30%. Komposisi sementara penampakan dilihat pada Gambar

melalui reaksi nucleophilic addition reaction. Senyawa memiliki warna merah jambu yang dapat diukur spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Reaksi

TBA pada metode pengukuran kadar malonaldehida

Gambar 5.Reaksi pembentukan kompleks MDA-TBA

LIMFOSIT MANUSIA

adalah salah satu jenis sel darah putih dalam limfosit berperan dalam sistem perlindungan

mensekresi antibodi atau immunoglobulin respon terhadap keberadaan benda asing (Sheeler Komposisi dari sel limfosi t manusia dapat dilihat

merupakan sel dengan inti yang besar, bulat, dan manusia sekitar 3.5 x 1010 limfosit setiap hari masuk

Guyton (1987), persentase limfosit di dalam Komposisi dari sel darah putih manusia dapat dilihat penampakan dari sel darah putih dan komposis i darah

Gambar 6.

Senyawa MDA-TBA diukur menggunakan Reaksi pembentukan malonaldehida dapat dilihat

TBA

dalam sistem imun perlindungan tubuh dengan ke dalam jaringan (Sheeler dan Bianchi, dilihat pada Lampiran 2. dan memiliki sedikit masuk dalam sirkulasi darah putih adalah dilihat pada Tabel 3 , darah manusia dapat


(42)

Tabel 3. Komposisi

Sel darah putih

total Granulosit

Neutrofil Eosinofil Basofil Limfosit

Monosit

Gambar

Komposisi sel darah putih manusia (Ganong, 1979)

Sel/ml darah (rata-rata)

Batas Jumlah Normal

Persentase

9000 4000 – 11000

5400 3000 – 6000

275 150 – 300

35 0 – 100

2750 1500 – 4000

540 300 – 600

(a) (b)

Gambar 6. (a) Sel limfosit manusia, (b) Komposisi eritrosit, limfosit, monosit, neutrofil, dan

(Ganong, 1979)

Persentase (%)

50–70

1–4 0.4 20–40

2–8

Komposisi darah manusia; dan platelet.


(43)

Jika dilihat di bawah mikroskop, ada dua jenis limfosit secara umum yaitu limfosit dengan granular besar dan kecil. Fungsi dari sel tersebut berhubungan dengan bentuk masing-masing. Pada umumnya limfosit granular besar disebut sel

natural killer, dan limfosit granular kecil adalah sel T dan sel B. 1. SelNatural Killer

Sel NK adalah bagian dari sistem imun alami yang ada sejak seseorang dilahirkan dan memiliki fungsi pertahanan utama dari sel tumor dan virus. Sel NK mampu membedakan sel yang terinfeksi dan sel tumor dari sel normal dengan mengenali perbedaan kadar major histocompatibility complex (MHC) kelas I pada permukaan sel. MHC adalah kumpulan gen pada genom vertebrata yang memiliki fungsi penting pada sistem imun, autoimun, dan reproduksi. MHC memiliki protein tertentu pada bagian permukaannya yang dapat mengekspresikan gen diri sendiri, sehingga dapat dibedakan dengan antigen yang berasal dari luar.

NK sel juga dikenal sebagai Large Granular Lymphocyte (LGL) karena merupakan sel dengan sejumlah besar sitoplasma dengan granula azurofilik (Kuby, 1992). Istilah ‘natural killer’diberikan karena sel ini tidak memerlukan tahap inisiasi untuk membunuh sel yang kehilangan MHC kelas I. Sel ini diaktivasi oleh respon terhadap sitokin interferon. Sel NK yang telah diaktivasi akan melepaskan granula yang bersifat sitotoksik yang menghancurkan sel abnormal (Janeway et. al., 2001).

2. Sel B

Sel limfosit B adalah komponen selular utama dalam respon imunitas adaptif. Sel B bertanggung jawab dalam imunitas humoral dan menghasilkan antibodi. Limfosit B mampu menghasilkan berbagai jenis antibodi yang digunakan untuk melawan antigen (Sheeler dan Bianchi, 1982). Limfosit B merupakan sel yang berasal dari sel stemdi dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma. Sel ini memiliki reseptor-reseptor pada permukaannya untuk antigen tertentu dan hanya sekali setelah mengenali antigen tertentu maka informasi ini akan tersimpan dalam bentuk sel memori.


(44)

Jenis-jenis dari sel limfosit B adalah (Parham, 2005):

a. Sel B plasma (plasma sel): sel B berukuran besar yang terekspos dengan antigen dan menghasilkan antibodi dalam jumlah besar.

b. Sel B memori: terbentuk dari sel B yang teraktivasi oleh antigen tertentu yang menginvasi pada respon imun primer. Sel ini mampu hidup dalam jangka waktu yang panjang dan mampu merespon secara cepat apabila ada infeksi dari antigen yang sama.

c. Sel B-1: mengekpresi IgM lebih banyak dibandingkan IgG, reseptornya bersifat polispesifik yang menunjukkan pengenalan rendah pada berbagai macam antigen namun dapat merespons imunoglobulin lain, antigen diri, dan polisakarida dari bakteri umum.

d. Sel B-2, Sel B marginal, dan Sel B folikular. 3. Sel T

Sama seperti sel limfosit B, sel limfosit T merupakan komponen selular dalam sistem imunitas adaptif dan berfungsi dalam imunitas selular. Sel ini terbentuk saat sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar timus lalu mengalami pembelahan dan pendewasaan di dalam kelenjar thymus. Limfosit T meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan (Anonim, 2006).

Di bawah mikroskop, morfologi limfosit T dan B tidak dapat dibedakan. Ada tiga jenis sel T, yaitu (Baratawidjaja, 1991):

a. Sel Thelper (Th): berperan dalam stimulasi sintesis antibodi dan aktivasi makrofag dengan cara mengsekresikan molekul protein yang disebut sitokinin.

b. Sel Tcytotoksik (Tc): memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik dan sel sasaran yang terinfeksi oleh pathogen intraseluler. Sel ini juga yang biasanya berperan dalam penolakan transplantasi organ.


(45)

c. Sel Tsupresor(Ts): berperan untuk menekan aktivitas sel T yang lain dan dapat menurunkan produksi antibodi sehingga berperan penting pada pengaturan toleransi imunologikal.

d. Sel Tmemory (Tm): mampu mengenali antigen spesifik dan bertahan lama setelah infeksi terjadi. Sama seperti sel B memori, sel ini juga mampu merespon secara cepat apabila terjadi pemaparan infeksi oleh antigen spesifik yang dikenali olehnya.

H. PROLIFERASI LIMFOSIT

Proliferasi adalah proses diferensiasi dan pembelahan sel secara mitosis yang merupakan fungsi biologis tubuh. Respon proliferasi sel limfosit yang diuji pada sistem in vitro dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu (Fletcher et. al., 1994). Proliferasi dari sel limfosit dapat diinduksi oleh suatu senyawa yang disebut mitogen.

Mitogen adalah senyawa yang mampu menginduksi pembelahan sel limfosit, baik sel T maupun sel B dalam presentase tinggi. Stimulasi limfosit dengan antigen atau mitogen mengakibatkan berbagai reaksi biokimia dalam sel, yaitu fosforilasi nukleoprotein, pembentukan DNA dan RNA, dan peningkatan metabolisme lemak. Beberapa mitogen hanya mampu menginduksi proliferasi sel limfosit B, beberapa yang lain hanya mampu menginduksi sel limfosit T, tetapi ada juga sebagian kecil yang mampu menginduksi keduanya secara bersamaan. Beberapa contoh dari mitogen adalah PHA (Phytohaemagglutinin), PWM (Pokeweed), Concanavalin A (Con A), dan Lipopolisakarida (LPS).

Sejumlah mitogen yang umum digunakan adalah protein lektin yang berasal dari tumbuhan dan mengandung gula terikat, yaitu PHA (Phytohaemagglutinin) dan PWM (Pokeweed). Lektin mampu mengenali perbedaan glikoprotein pada permukaan setiap sel, termasuk limfosit. PWM adalah senyawa mitogen yang diekstrak dari tanaman pokeweed (Phytolacca americana). Mitogenpokeweeddapat menginduksi proliferasi sel limfosit T dan B secara bersama-sama (Tizard, 1988). Namun tidak semua senyawa mitogen adalah


(46)

lektin. Mitogen LPS berasal dari komponen dinding sel bakteri gram negatif, yaitu

Salmonella atau Eschericia sp, dan mampu menginduksi sel B (Kresno, 1996). Aktivitas mitogenik LPS berasal dari bagian lipid yang berinteraksi dengan membran plasma dan menghasilkan aktivasi seluler (Kuby, 1992). Mitogen Con A berasal dari ekstrak tanaman kacang jack (Conavalin ensiformis). Sekitar 50-60% sel T memberikan respon terhadap stimulasi Concanavalin A (Con A) dan PHA.

Pengukuran pengujian proliferasi sel limfosit dapat dilakukan dengan melakukan pewarnaan sel menggunakan MTT. Larutan 3-[4,5-dimetilthiazol-2yl]-2,5-diphenyl tetrazolium bromide (MTT) dapat bereaksi dengan enzim suksinat dehidrogenase pada sel sehingga garam tetrazolium yang berwarna kuning menjadi kristal biru formazan yang kemudian dapat dibaca menggunakan

microplate reader (Wyllie et. al., 1998). Enzim suksinat dehidrogenase adalah enzim yang disintesis oleh mitokondria pada semua sel. Semakin banyak terbentuk warna formazan, berarti semakin banyak jumlah enzim yang menghidrolisis garam tetrazolium. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel yang hidup juga banyak (Bounous et. al., 1992).

Selain penggunaan metode MTT, pengukuran proliferasi limfosit juga dapat dilakukan menggunakan metode pewarnaan biru tripan. Biru tripan merupakan larutan buffer isotonik (Sharper, 1988). Dengan menggunakan metode pewarnaan biru tripan, sel yang hidup dapat dibedakan dengan sel mati. Sel yang hidup akan terlihat tidak berwarna (terang dan cerah) dan berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati akan berwarna biru dan mengkerut. Warna biru pada sel yang mati disebabkan oleh pecahnya dinding sel yang mengakibatkan warna biru dari biru tripan masuk dan mewarnai keseluruhan sel. Sedangkan pada sel hidup, dinding sel tidak pecah sehingga pewarna tidak masuk dan mewarnai keseluruhan sel. Viabilitas sel yang baik terlihat dengan semakin banyaknya jumlah sel yang hidup. Pada penelitian yang dilakukan oleh Krismawati (2007), tampak bahwa metode pewarnaan biru tripan memberikan hasil yang tidak selalu berbanding lurus dengan metode MTT. Hal ini dapat dikarenakan terjadinya kesalahan positif


(47)

maupun negatif pada pembacaan absorbansi pada metode MTT ataupun pengambilan sel yang tidak merata pada metode pewarnaan biru tripan.

I. UJI TOKSISITAS PADA SEL LIMFOSIT

Toksisitas adalah kapasitas suatu bahan untuk memicu terjadinya reaksi berkebalikan dari mahkluk hidup yang menimbulkan efek yang tidak diharapkan oleh tubuh (Vries, 1997). Efek toksisitas sangat erat hubungannya dengan senyawa toksik. Senyawa toksik mampu membunuh sel karena menyebabkan rusaknya materi-materi genetik seperti DNA-RNA, menyebabkan denaturasi protein, dan merusak membran sel (Bitton dan Dutka, 1986).

Salah satu metode pengujian toksisitas dapat dilakukan secara in vitroyaitu dengan menggunakan sel limfosit manusia. Efek dari toksisitas suatu senyawa diamati dengan seberapa banyak sel limfosit yang mati bila dibandingkan dengan jumlah awal sel serta dengan mengamati tingkat proliferasi sel limfosit. Pengujian secarain vitro memiliki keunggulan yaitu uji yang digunakan sangat sensitif dan dampak yang ditimbulkan dapat dilihat secara langsung. Teknik pengujianin vitro

yang dikembangkan adalah teknik kultur sel.

Terdapat beberapa perbedaan karakteristik sel dalam kulturin vitrodengan sel di dalam tubuh (in vivo). Interaksi yang spesifik antar sel pada jaringan secara

in vitro hilang karena sel tersebar dan mudah bergerak, laju pertumbuhan sel semakin meningkat karena ada kemungkinan berproliferasi. Lingkungan kultur memiliki kekurangan yaitu beberapa komponen yang berpengaruh pada pengaturan homeostatik tubuh seperti sistem saraf dan sistem endokrin.

Menurut Novikoff dan Erick (1970), teknik kultur sel dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak yang ditimbulkan dari kondisi abnormal ataupun keberadaan senyawa berbahaya pada sel, selain itu juga dapat digunakan untuk mempelajari sifat sel di luar tempat pertumbuhan alaminya. Teknik kultur sel ini biasanya juga dilakukan untuk sel limfosit. Teknik yang paling banyak digunakan dalam pengkulturan limfosit adalah tanpa agitasi dimana sel diatur berada di dasar


(48)

kondisi pertumbuhan yang mirip dengan kondisi in vivo seperti pengaturan temperatur, konsentrasi O2 dan CO2, pH, tekanan osmosis, dan kandungan nutrisi sehingga kondisi fisiologis dari kultur relatif konstan (Davis, 1994).

Kekurangan dari penggunaan kultur sel adalah hilangnya spesifitas dari sel karena pada awalnya sel bekerja secara terinteregasi dalam jaringan sedangkan di dalam kultur sel terpisah dari jaringan awal sel (Freshney, 1994). Selain kekurangan di atas, aplikasi teknik kultur sel juga harus dilakukan dalam kondisi steril sehingga membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus untuk mengkultur serta biaya yang relatif mahal.

Faktor yang mendukung pertumbuhan sel dalam kultur adalah media pertumbuhan sel (Malole, 1990). Media kultur sel berfungsi untuk mempertahankan pH dan osmolalitas esensial, menyediakan lingkungan yang kondusif bagi sel bertahan hidup, dan menyediakan substansi-substansi yang tidak dapat disintesis oleh sel itu sendiri. Secara umum, media kultur sel terdiri dari asam amino, vitamin, garam, glukosa, suplemen organik seperti protein, peptida, nukleotida, lipid, hormon, dan faktor pertumbuhan. Pemilihan media pertumbuhan disesuaikan dengan jenis sel yang dikultur. Media yang sering digunakan untuk mengkultur sel limfosit manusia adalah RPMI-1640 yang dikembangkan oleh Roswell Park Memorial Institute (Davis, 1994).

Pada pembuatan medium kultur ditambahkan buffer dan antibiotik. Buffer yang biasa digunakan adalah NaHCO3. Buffer berfungsi untuk menjaga keseimbangan pH agar tetap memiliki nilai 7,4. Pertumbuhan sel memerlukan pH normal apabila pH lingkungan sekitar lebih rendah dari 7, maka pertumbuhan sel akan terhambat (Freshney, 1994). Regulasi pH dilakukan segera setelah sel disemaikan dalam kultur dan biasanya dilakukan dengan menggunakan satu atau dua sistem buffer yaitu sistem buffer alami yang menggunakan keseimbangan antara gas CO2 dengan CO3/HCO3 dalam media kultur yang umumnya berupa buffer bikarbonat dan buffer kimia HEPES. Penambahan antibiotik bertujuan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme pada medium. Pemilihan antibiotik didasarkan pada senyawa yang tidak bersifat toksik, memiliki spektrum


(49)

antimikroba yang luas, ekonomis, dan kecenderungan minimum untuk menginduksi pembentukan mikroba yang kebal.

Faktor pertumbuhan bagi sel terkadang tidak cukup hanya didapatkan dari media pertumbuhan, dibutuhkan tambahan nutrisi lain bagi pertumbuhan sel. Biasanya ditambahkan serum sebagai sumber utama faktor pertumbuhan dan faktor hormonal stimulasi pertumbuhan dan aktivitas sel. Serum yang digunakan pada umumnya adalah serum hewan yang kaya akan faktor pertumbuhan dan mengandung sedikit globulin, yaitu serum janin sapi (Fetal Bovine Serum atau

Fetal Calf Serum). Pada umumnya, serum ditambahkan dengan konsentrasi 5-20 % (Walum et. al., 1990).

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam teknik kultur sel adalah konsentrasi sel yang dikulturkan. Sel limfosit yang akan dikulturkan tidak dapat bertahan hidup dan tumbuh pada konsentrasi sel kurang dari 105 sel/ml. Jumlah sel limfosit yang akan dikultur sebaiknya sekitar 1-4 x 106sel/ml. Untuk bertahan hidup sel limfosit membutuhkan O2. Pada kondisi O2 rendah terjadi induksi proses proliferasi, namun pertumbuhan tidak berlangsung lama. Selain memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 dan melalui perubahan ionisasi dan dari pH buffer.


(50)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepes ikan mas iradiasi yang memiliki tanggal penyinaran berbeda-beda, yaitu pepes iradiasi 11 November 2006 (Pepes A), 14 Juni 2007 (Pepes B), 5 April 2008 (Pepes C), dan pepes No Label 2008 (Pepes D) serta sampel pepes kontrol yaitu pepes ikan mas yang mengalami perlakuan pengawetan dengan sterilisasi konvensional tanpa iradiasi. Sampel pepes kontrol, 14 Juni 2007, 5 April 2008, dan No Label 2008 diproduksi oleh pihak PATIR BATAN. Sementara pepes iradiasi 11 November 2006 diiradiasi oleh pihak Rel-ion. Pada pengukuran kadar malonaldehida dilakukan pengujian pada sampel A, B, C, dan D, sementara pada pengujian proliferasi limfosit hanya digunakan sampel B, C, dan D karena keterbatasan jumlah sampel A. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi sampel adalah aquades, kertas saring,. Bahan untuk analisis proliferasi limfosit, yaitu darah manusia dari donor yang sehat, histopaque (Sigma, USA), RPMI-1640 (Sigma, USA), NaHCO3 anhidrous, gentamycin, 3-(4,5-dimethlthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide (MTT) (Sigma, USA), HCl-isopropanol 0.04N, larutan mitogen (Con A dan Pokeweed). Bahan yang digunakan dalam pengukuran kadar malonaldehida, yaitu larutan standar 1,1,3,3 tetraetoksipropana (TEP) (Sigma, USA), larutan PBS (phosphate buffer saline), larutan TBA 0.38 % TCA 15 % -BHT 0.5 % dalam HCl 0.25 N dingin.

Alat yang digunakan dalam persiapan sampel adalah pisau, mortar, corong, kain saring, gelas ukur, gelas piala, syringe, membran steril 0.20 μm, dan sentrifuse. Alat yang digunakan dalam analisis proliferasi limfosit adalah vacutainer darah dan serum, tabung sentrifuse (Cognic), mikropipet eppendorf 10-100μl dan 100-1000μl, sentrifuse, laminar flow, microplate reader, lempeng mikrokultur (Cognic), waterbath, dan inkubator 370C dengan atmosfer 5% CO2, O2 95% dan RH 96%. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengukuran kadar


(51)

malonaldehida adalah tabung reaksi, mikropipet, labu takar, waterbath, sentrifuse, tabung sentrifuse, dan spektrofotometer.

B. METODE PENELITIAN 1. Ekstraksi Sampel

Bagian daging (edible portion) dari sampel pepes ikan mas iradiasi dan pepes kontrol yang akan diujikan diambil sebanyak 15 gram untuk pengujian proliferasi limfosit dan sebanyak 10 gram untuk pengukuran kadar malonaldehida. Sampel kemudian diekstrak menggunakan aquades (perbandingan 1:1) dan dihancurkan menggunakan mortar. Hancuran sampel kemudian disaring menggunakan kain saring dan dimasukkan dalam tabung sentrifuse lalu disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit.

Sampel yang telah disentrifuse kemudian supernatannya dipisahkan dari lemak dan minyak yang berada pada bagian paling atas. Lalu supernatannya dilewatkan pada kertas saring. Supernatan yang lolos kertas saring kemudian dilewatkan pada membran steril dengan ukuran pori 0.20 μm. Pada pengujian proliferasi limfosit digunakan ekstrak steril, namun pada pengukuran kadar malonaldehida digunakan cukup ekstrak yang lolos kertas saring.

Ekstrak yang akan digunakan dalam pengujian kemudian diencerkan menjadi tiga jenis pengenceran, yaitu pengenceran satu kali, dua kali, dan empat kali. Pengenceran satu kali (1x) adalah ekstrak sampel awal yang langsung digunakan. Bagi pengenceran dua kali (2x), ekstrak sampel awal ditambahkan pelarut aquades dengan perbandingan 1:1 dari volume ekstrak sampel awal, sedangkan untuk pengenceran empat kali (4x), ekstrak sampel awal ditambahkan pelarut aquades dengan perbandingan 1:3 dari volume ekstrak sampel awal.


(52)

2. Proliferasi Limfosit

(a) Persiapan Media Kultur Sel

Media yang dipergunakan untuk kultur sel limfosit adalah RPMI-1640 yang mengandung L-glutamine. Sebanyak 10.42 gram bubuk RPMI dilarutkan dalam aquabidest sebanyak 1 liter sehingga diperoleh 1 liter larutan RPMI-1640. Lalu larutan tersebut ditambahkan 2 gram NaHCO3 yang berfungsi sebagai buffer dan 10 ml gentamycin untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada media. Campuran larutan tersebut kemudian dilewatkan pada membran steril 0.22 µm hingga menjadi steril.

(b) Limfosit Darah Tepi (Nurrahman et al., 1999)

Darah dari donor yang sehat diambil secara aseptis di klinik Farfa, Dramaga, Bogor oleh seorang dokter menggunakan vacutainer darah steril. Darah tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifus, pemindahan darah ini dilakukan di dalam laminar hooduntuk menjamin kesterilan proses.

Pemisahan limfosit awal dilakukan dengan sentrifuse darah selama 10 menit pada 1500 rpm. Darah akan terpisah menjadi tiga bagian, yaitu sel darah merah pada bagian bawah, lapisan buffycoat pada bagian tengah, dan plasma pada bagian atas. Lapisan buffycoatadalah bagian darah yang sebagian besar berisi sel-sel limfosit. Lapisan buffycoatini diambil dengan menggunakan mikropipet dan dilakukan pemisahan sel limfosit dengan menggunakan Histopaque

(buffycoat:Histopaque = 1:1). Lapisan buffycoat dilewatkan secara hati-hati di atas Histopaque melalui dinding tabung sehingga terbentuk dua lapisan yang tidak bercampur kemudian dilakukan sentrifuse 2500 rpm selama 30 menit. Sel-sel limfosit, monosit dan platelet tidak mempunyai densitas yang cukup tinggi untuk menembus Histopaque sehingga berada di bagian atas, sedangkan granulosit berada di dasar tabung. Proses isolasi sel limfosit yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 7.


(53)

Gambar

Setelah sebanyak 5 ml dilakukan dua danHistopaque.

(c) Serum Darah

Darah

klinik Farfa, Dramaga, darah steril lalu

dilakukan di dalam tersebut kemudian menjadi tiga bagian. mikropipet dan dipisahkan lalu

disterilkan menggunakan μ

(a) (b)

Gambar 7. (a) Darah setelah disentrifuse dan terpisah plasma, buffycoat, dan eritrosit ,

(b) Lapisan buffycoat dan larutan Histopaque (c) Setelah disentrifuse, terjadi pemisahan

histopaque, dan limfosit.

Setelah dipisahkan, ditambahkan dengan media ml lalu disentrifuse selama 10 menit pada 1000

kali, sehinggga limfosit terpisah dari platelet,

Histopaque.

Darah AB (Nurrahman et al., 1999)

Darah dari donor bergolongan AB yang sehat diambil Dramaga, Bogor oleh seorang dokter menggunakan lalu dipindahkan ke dalam tabung sentrifus . Pemindahan

dalam laminar hood untuk menjamin kesterilan kemudian disentrifuse selama 30 menit pada 2500 rpm

bagian. Bagian yang berada di bagian atas diambil dan bagian darah tidak boleh sampai terambil. lalu dipanaskan dalam waterbath suhu 56˚C selama menggunakan membran steril 0.20μm.

(c)

terpisah menjadi bagian

Histopaque ,

pemisahan eritrosit,

media RPMI standar 1000 rpm. Pencucian platelet, monosit, plasma,

diambil secara aseptis di menggunakan vacutainer emindahan darah ini sterilan proses. Darah rpm hingga terpisah diambil menggunakan bil. Bagian yang sudah


(54)

(d) Pengujian Aktivitas Proliferasi dengan metode MTT (Meiriana, 2006)

Suspensi sel limfosit dihitung menggunakan haemacytometer dengan pewarnaan biru tripan dan ditepatkan jumlahnya menjadi 2 x 106sel / ml lalu ditambahkan serum golongan darah AB sebanyak 10% dari volume akhir suspensi sel. Mula-mula ekstrak sampel dimasukkan pada masing-masing sumur pada lempeng sumur sebanyak 20 µl dan ditambahkan suspensi sel sebanyak 80 µl. Untuk kontrol standar, sumur hanya berisi RPMI dan sel, sedangkan kontrol positif, ditambahkan larutan mitogen yaitu lipopolisakarida bakteriSalmonella sp. dan pokeweed masing-masing sebanyak 20 µl. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 370C dengan atmosfer 5% CO2, O2 95% dan RH 96% selama 72 jam. Enam jam sebelum masa inkubasi berakhir, kultur ditambahkan dengan 10 µl larutan MTT 0.5% yang dilarutkan dalam aquades.

Setelah masa inkubasi berakhir, sebanyak 100 µl HCl-isopropanol 0.04N ditambahkan pada setiap sumur. Kemudian absorbansi masing-masing sumur diukur menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 570 nm. Pada penelitian ini, dilakukan pembacaan nilai absorbansi kultur dari tiga batch

yang berbeda dengan masing-masing batch memiliki tiga ulangan. Nilai OD hasil pembacaan menggunakan ELISA reader bersifat proporsional terhadap jumlah sel yang hidup. Penampakan kultur sel setelah inkubasi dan penambahan larutan pereaksi dapat dilihat pada Gambar 8.


(55)

Gambar

Pengujian persamaan berikut: I.S. = Abs

3. Kadar Malonaldehida

Sebanyak 2 dengan 2 ml larutan 0.5% BHT. Campuran selama 30 menit kemudian kemudian disentrifuse sampel diukur menggunakan Hasil pengukuran

(1,1,3,3 tetraetoksipropana) 125, 150, 175, 200,

(a) (b)

Gambar 8. (a) Kultur sel limfosit setelah inkubasi (b) Kultur sel limfosit setelah penambahan (c) Kultur sel limfosit setelah penambahan

isopropanol 0.04N

Pengujian Indeks Stimulasi (I.S) dihitung dengan berikut:

Abs ekstrak sampel Abs kontrol standar

Malonaldehida (Seligman et al., 1977)

2 ml ekstrak sampel dan kontrol yang akan diukur larutan HCl 0.25 N yang mengandung 15% TCA, Campuran tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath

menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit. Bagian

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang pengukuran sampel kemudian dibandingkan dengan kurva

tetraetoksipropana) yang memiliki variasi konsentrasi 200, dan 250 pmol/ml.

(c)

inkubasi 66 jam,

penambahan MTT 0.5%, penambahan

HCl-dengan menggunakan

diukur ditambahkan TCA, 0.38% TBA, dan

waterbath suhu 80˚C Setelah dingin, sampel Bagian supernatan dari gelombang 532 nm. kurva standar TEP konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100,


(56)

4. Analisis Statistik

Data-data yang diperoleh dari pengujian proliferasi limfosit maupun pengukuran kadar malonaldehida pada berbagai sampel pepes ikan iradiasi akan dibandingkan dengan data dari sampel pepes ikan kontrol menggunakan analisa pengujian statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan nilai selang kepercayaan 99% yang diikuti dengan uji Duncan sehingga dapat disimpulkan apakah data pepes iradiasi berbeda nyata dengan pepes kontrol.


(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI SAMPEL

Ekstraksi adalah sebuah metode pemisahan komponen-komponen yang terlarut dari suatu campuran dengan komponen-komponen yang tidak larut dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Leniger dan Beverloo, 1975). Metode ekstraksi padatan yang digunakan adalah mencampur seluruh bagian bahan yang akan diuji dengan pelarut, lalu bagian yang dapat terlarut dipisahkan dengan padatan tidak terlarut.

Pada penelitian ini, sebelum dilakukan pengekstrakan sampel dilakukan pengamatan subjektif terhadap bau, tekstur, dan tampilan umum pada pepes iradiasi. Tampilan umum pepes iradiasi dengan pepes kontrol tidak berbeda, bau pepes iradiasi bahkan lebih harum dibandingkan dengan pepes kontrol, namun tekstur dari pepes iradiasi lebih lunak dibandingkan dengan pepes kontrol. Bagian daging dari pepes iradiasi juga memiliki warna yang lebih kuning dibandingkan pepes kontrol, hal ini mungkin disebabkan bumbu yang lebih meresap pada bahan.

Pengekstrakan sampel dilakukan pada bagian daging ikan (edible portion) karena pada umumnya bagian tersebut yang dikonsumsi oleh masyarakat. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah aquades sebagai pendekatan terhadap cara masyarakat dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari, termasuk pepes, secara umum yaitu hanya minum air biasa. Perbandingan ekstraksi bahan dengan pelarut adalah 1:1.

Bagian daging dari ikan pepes iradiasi maupun pepes kontrol yang akan diekstrak mengalami proses penghalusan dengan menggunakan mortar dengan tujuan memperluas daya pelarutan sampel. Hancuran sampel lalu ditambahkan dengan pelarut aquades (1:1) dan disaring menggunakan kain saring. Filtrat yang diperoleh kemudian disentrifuse pada 3500 rpm selama 30 menit. Setelah disentrifuse, bagian supernatan sampel dipisahkan lalu dilewatkan pada kertas saring. Pada tahap akhir,


(1)

Lampiran 7.

Tabel hasil perhitungan ANOVA (p<0.01) pada uji proliferasi limfosit

pengenceran 4x.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Absorbansi Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 40.046(a) 12 3.337 47.894 .000

Sampel 1.689 6 .282 4.040 .004

Ulangan 2.553 5 .511 7.329 .000

Error 2.090 30 .070

Total 42.136 42

a R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .931)

Absorbansi

Duncan

Sampel N

Subset

1 2

No Label 2008 6 .72000

Kontrol Standar 6 .73267

14 Juni 2007 6 .80850

5 April 2008 6 .85517

Kontrol Pepes 6 .94667 .94667

Pokeweed 6 1.07283 1.07283

LPS 6 1.32717

Sig. .048 .024

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .070. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(2)

Lampiran 8.

Tabel hasil pembacaan absorbansi pada metode pengukuran kadar

malonaldehida

Sampel

Ulangan

1x

2x

5-Apr

0x

0.317

0.490

1x

0.233

0.224

2x

0.181

0.160

11-Nov

0x

0.470

0.730

1x

0.255

0.428

2x

0.210

0.298

No Label 2008

0x

0.616

0.562

1x

0.344

0.210

2x

0.241

0.170

14 Juni 2007

0x

0.496

0.582

1x

0.290

0.300

2x

0.286

0.249

Kontrol pepes

0x

0.320

0.710

1x

0.212

0.210


(3)

Lampiran 9.

Contoh perhitungan kadar malonaldehida sampel

Sampel 5 April 2008, Pengenceran 0x

Diketahui:

Persamaan kurva standar TEP : y= 0.002x + 0.117

Rataan absorbansi sampel : 0.404

maka

y = 0.002x + 0.117

y = 0.002 (0.404) + 0.117

y = 0.1182 pmol/ml


(4)

Lampiran 10.

Tabel hasil perhitungan ANOVA (p<0.01) pada pengukuran kadar

malonaldehida pengenceran 1x.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Absorbansi Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 2.924(a) 6 .487 34.279 .002

Sampel .049 4 .012 .868 .553

Ulangan .073 1 .073 5.142 .086

Error .057 4 .014

Total 2.981 10

a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .952)

Absorbansi

Duncan

Sampel N

Subset 1

5 April 2 .40350

Kontrol 2 .51500

Dipa 2 .53900

No Label 2 .58900

11 Nov 2 .60000

Sig. .177

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .014. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.


(5)

Lampiran 11.

Tabel hasil perhitungan ANOVA (p<0.01) pada pengukuran kadar

malonaldehida pengenceran 2x.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Absorbansi Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model .754(a) 6 .126 21.050 .005

Ulangan .000 1 .000 .024 .884

Sampel .022 4 .005 .920 .531

Error .024 4 .006

Total .778 10

a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .923)

Absorbansi

Duncan

Sampel N

Subset 1

Kontrol 2 .21100

5 April 2 .22850

No Label 2 .27700

Dipa 2 .29500

11 Nov 2 .34150

Sig. .170

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .006. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.


(6)

Lampiran 12.

Tabel hasil perhitungan ANOVA (p<0.01) pada pengukuran kadar

malonaldehida pengenceran 4x.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Absorbansi Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model .466(a) 6 .078 43.644 .001

Sampel .019 4 .005 2.631 .186

Ulangan .000 1 .000 .202 .676

Error .007 4 .002

Total .473 10

a R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .962)

Absorbansi

Duncan

Sampel N

Subset 1

Kontrol 2 .15950

5 April 2 .17050

No Label 2 .20550

11 Nov 2 .25400

Dipa 2 .26750

Sig. .066

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .002. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.