4.4.7. Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap
Kandungan P dalam Tanaman Sawi Sendok
Pengaruh interaksi perlakuan bakteri pelarut fosfat dengan pupuk SP-36 terhadap kandungan P dalam tanaman ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 terhadap Kandungan P dalam Tanaman Sawi Sendok
Kode Bakteri Dosis Pupuk SP-36
Rata- rata
50 75 100 ...Kandungan P Tanaman ppm...
Kontrol tanpa bakteri 7501
cE 5885 bCDE
6773 bCDE
6720 Burkholderia
sp. IS9 5573
abABCD 4817
aABCD 6398 bBCDE 5596
Bacillus subtilis J2
4402 aAB 5045
aABCD 5172
aABCD 4873
Pseudomonas aeruginosa P2
6481 bBCDE 3498
aA 4337
aAB 4772
Burkholderia sp. PS4
6251 bBCDE 4021
aA 4595
aABC 4956 J2+IS9 2065
aA 5202
aABCD 5500
abABCD 4256
J2+PS4 5634 abBCDE
11240 dE
5542 abABCD
7472
P2+IS9 3645 aA
2153 aA
3920 aA
3239 P2+J2 4423
aAB 5169
aABCD 6305
bBCDE 5299
P2+PS4 4998 aABCD
4465 aAB
5002 aABCD
4822 PS4+IS9 2865
aA 7186
cDE 4448
aAB 4833
J2+PS4+IS9 4204 aA
3431 aA
6451 bBCDE
4695 P2+J2+IS9 4102
aA 12168
eF 4708
aABC 6993
P2+J2+PS4 5330 aABCD
7648 cE
6260 bBCDE
6413 P2+PS4+IS9 3760
aA 5534
abABCD 4477
aAB 4590
P2+J2+PS4+IS9 5131 aABCD
3690 aA
5648 abBCDE
4823 Rata-rata 4773
5697 5346
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama kolom dan huruf kecil yang sama baris menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5 .
Perlakuan kombinasi bakteri P2+J2+IS9 dengan 75 dosis pupuk SP-36 berbeda nyata terhadap kandungan P dalam tanaman dibandingkan kontrol. Hal
ini juga terjadi pada parameter ketersediaan P tanah. Adanya interaksi yang baik antara Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2, dan Burkholderia sp. IS9
dalam melarutkan P terikat menjadi P tersedia bagi tanaman maka kandungan P yang dapat diserap tanaman menjadi lebih tinggi. Secara umum perlakuan
kombinasi bakteri J2+PS4 dan 75 dosis pupuk SP-36 memberikan kandungan P dalam tanaman yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Peningkatan penyerapan P oleh tanaman yang ditandai oleh peningkatan pertumbuhan tanaman yang jumlahnya bervariasi. Hal ini tergantung dari
kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam inokulan tersebut yang diinokulasikan pada tanaman Widawati, 2005. Efektivitas bakteri pelarut fosfat dengan
pemupukan dosis tertentu mampu meningkatkan kandungan P dalam tanaman. Perlakuan kombinasi empat strain bakteri tidak memberikan pengaruh
yang lebih baik terhadap kandungan P tanaman dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini juga terjadi pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot
kering, bobot basah, dan ketersediaan P dalam tanah. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya terjadi persaingan yang lebih tinggi dalam
mendapatkan unsur hara antara empat strain bakteri tersebut dibandingkan dengan perlakuan tunggal maupun kombinasi dua dan tiga strain bakteri. Selain itu,
persaingan yang bersifat parasitik antara bakteri yang diinokulasikan dengan mikrob asli tanah tersebut indigenous microbe mungkin terjadi. Persaingan juga
bisa terjadi antara mikrob tanah dengan perakaran dalam mendapatkan unsur hara. Tanah yang digunakan dalam percobaan ini berpotensi terjadi persaingan yang
bersifat parasitik antara bakteri yang diinokulasikan dengan mikrob asli tanah karena tanah yang digunakan bersifat tidak steril. Pada saat aplikasi di tanah yang
tidak steril, bakteri yang diinokulasikan harus mampu berkompetisi dengan mikrob indigenous tanah tersebut.
Pemberian bakteri juga sangat tergantung pada kondisi rizosfer serta kondisi ekologi setempat. Bakteri yang diinokulasikan harus mampu terlebih
dahulu beradaptasi dengan kondisi setempat yang baru kemudian membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Efektifitas bakteri pelarut fosfat dalam
melarutkan unsur P yang terikat juga sangat berkaitan dengan cara beradaptasi bakteri pelarut fosfat dengan lingkungannya. Dikemukakan oleh Rao 1982,
bahwa lingkungan yang baik dan cocok untuk jenis bakteri pelarut fosfat tertentu akan meningkatkan aktivitasnya dalam mengeluarkan asam-asam organik, enzim,
dan hormon-hormon tumbuh untuk melarutkan unsur P tanah. Kemampuan bakteri yang diinokulasikan dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman ditentukan oleh kualitas inokulum, ketahanan hidup, dan kemampuan sel berkembang biak setelah diinokulasikan. Faktor lain yang
menentukkan keberhasilan pemberian bakteri adalah toleransi terhadap suhu dan kelembaban. Setiap bakteri memiliki kemampuan toleransi suhu dan kelembaban
yang berbeda-beda. Ada beberapa bakteri yang mampu beradaptasi dan bertahan, ada juga bakteri yang tidak mampu beradaptasi dan akhirnya mati. Seperti
dikemukakan oleh Supriyo et al., 1992 aktivitas bakteri pelarut fosfat tetap tergantung pada lingkungannya, seperti jenis vegetasi, kelembaban, suhu, aerasi,
dan reaksi tanah. Secara umum pengaruh bakteri pelarut fosfat pada pertumbuhan tanaman
sawi sendok, perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan 50 dosis pupuk SP-36 meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tanaman. Hasil ini
menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 mampu mengurangi penggunaan pupuk SP-36. Pada parameter pertumbuhan tanaman sawi sendok yang diamati
ada beberapa data perlakuan yang tidak konsisten, hal ini dikarenakan adanya ketidakseragaman bibit tanaman sawi sendok yang digunakan. Oleh sebab itu
terjadi keragaman pertumbuhan tanaman sawi sendok. Perlakuan kombinasi bakteri P2+J2 lebih efektif dikombinasikan dengan
100 dosis pupuk SP-36. Hal ini terlihat pada parameter tinggi tanaman, bobot basah, dan bobot kering tanaman. Padahal indeks pelarutan kualitatif dan
kuantitatif Pseudomonas aeruginosa P2 dan Bacillus subtilis J2 lebih kecil dibandingkan dengan Burkholderia sp. IS9 dan Burkholderia sp. PS4. Hal ini
menunjukkan bahwa Pseudomonas aeruginosa P2 dan Bacillus subtilis J2 mampu bekerja sama untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sawi sendok dan indeks
pelarutan kualitatif dan kuantitatif belum tentu akan diikuti oleh kemampuan dalam melarutkan senyawa yang sesungguhnya di alam. Secara umum,
meningkatnya pertumbuhan tanaman akibat perlakuan bakteri diperkirakan selain menghasilkan asam-asam organik yang dapat meningkatkan ketersediaan P juga
karena bakteri dapat menghasilkan fitohormon. Dari beberapa hasil penelitian, bakteri pelarut fosfat seperti Pseudomonas fluorescens menghasilkan hormon
pertumbuhan seperti IAA dalam kultur murni atau asosiasi dengan tanaman Arshad dan Frankenberger, 1993; Subba Rao, 1994; De Freites et al., 1997;
Kumar dan Narula, 1999.
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN