Pengendalian secara kimiawi Pengendalian Gulma

D 24 Tabel 2 Rata-rata jumlah larva H. talca di lapangan setelah perlakuan HtNPV Perlakuan Rata-rata larva H. talaca yang ditemukan ekor pada n-HSA a 5 6 7 8 9 10 11 P1 16.87ab 18.47b 7.53c 3.73c 1.20c 0.33b 0.00b P2 12.89b 7.80c 4.60c 2.07c 0.73c 0.07b 0.00b P3 12.47b 6.53c 3.26c 1.27c 0.33c 0.00b 0.00b P4 19.60a 16.20b 12.60b 9.20b 6.60b 4.60b 3.40b Kontrol 21.80a 21.60a 21.30a 21.20a 21.10a 20.90a 20.80a a Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbe1aan yang nyata dengan uji Duncan pada taraf nyata 5. Berdasarkan tabel di atas, perlakuan kontrol tidak disemprot NPV menunjukkan adanya penurunan populasi setiap harinya meski jumlahnya tidak signifikan, hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan penyebaran virus melalui udara dari petakan yang di aplikasi HtNPV atau dapat disebabkan sudah ada sumber inokulum NPV di petakan tersebut. Serta dapat disebabkan pula oleh perpindahan larva dari tanaman sampel ke tanaman yang lain. Perlakuan dengan penyemprotan hanya satu kali selama pengamatan kontrol positif P4 menyebabkan penuruan jumlah larva yang cukup besar. Pada hari ke-11 setelah aplikasi, jumlah larva yang ditemukan pada perlakuan P4 rata- rata hanya 3 ekor, dari rata-rata populasi awal 25 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa virus tersebut tetap dapat menyebabkan kematian yang tinggi meski tidak dilakukan pengulangan penyemprotan. Tingkat kematian larva pada perlakuan kontrol positif yang cukup tinggi dapat terjadi karena virus dapat menyebar dan diperbanyak pada larva yang telah terinfeksi dan sentuhan dengan larva sehat Granados dan Federici 1986. Jumlah larva H. talaca yang ditemukan pada hari ke-5 dan ke-6 setelah aplikasi HtNPV antara perlakuan penyemprotan 1 kali 1 minggu dengan pengulangan penyemprotan minggu selanjutnya: P1, dengan perlakuan yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan kontrol positif P4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi mulai menunjukkan perbedaan yang nyata dari hari ke-7 setelah aplikasi. Pada semua perlakuan, kecuali kontrol, penurunan populasi larva H. talaca mulai mengalami peningkatan di atas 50 adalah pada 7 hari setelah aplikasi dan populasi ulat jengkal terus menurun hingga 11 hari setelah aplikasi. Pada hari ke-7 setelah aplikasi terlihat ada perbedaan nyata antara P1 dengan P4, P2 dengan P4, dan P3 dengan P4. Penurunan populasi ulat jengkal hingga mencapai jumlah 0 ekor adalah pada hari ke-11 setelah aplikasi, tetapi perlakuan yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan kontrol positif P4 pada 11 hari setelah aplikasi tidak mencapai 0 ekor karena tidak dilakukan penyemprotan ulangan. Hal ini menunjukkan bahwa pengulangan penyemprotan berpengaruh pada tingkat mortalitas dan penurunan populasi larva H. talaca. Antara perlakuan 2 kali 1 minggu P2 dan 3 kali 1 minggu P3 dari hari pertama hingga hari ke-11 setelah aplikasi tidak menunjukkan perbadaan yang nyata. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan aplikasi, bahwa penyemprotan sebanyak 3 kali kurang efisien, karena hasilnya tidak jauh berbeda D 25 dengan aplikasi sebanyak 2 kali. Bahkan jika dilihat pada 11 hari setelah aplikasi antara P1, P2, P3, dan P4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Aplikasi menggunakan musuh alami memerlukan waktu yang relatif lebih lama dalam membunuh hama dibandingkan dengan menggunakan insektisida sintetik yang hasilnya dapat langsung terlihat. Parasian 2007 mengatakan bahwa kematian H. talaca yang terinfeksi NPV umumnya dapat terlihat dari hari ke-4 sampai hari ke-7 dengan tingkat kematian yang dipengaruhi oleh konsentrasi NPV. Semakin tinggi konsentrasi NPV maka akan semakin tinggi tingkat kematian H. talaca. Hasil aplikasi lapangan HtNPV dengan menggunakan konsentrasi sederhana 40 ekor larva terinfeksi untuk 15 liter, dapat menurunkan populasi lebih dari setengah populasi awal 50 dalam waktu 7 hari dan dapat menurunkan populasi hingga habis 0 ekor dalam waktu 11 hari. D 26 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan TM di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun teh Gunung Mas meliputi pemangkasan, pemupukan, pemetikan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Tinggi rendahnya luas dan intensitas serangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pengelolaan tanaman. Kondisi lingkungan pada musim kemarau dan pancaroba peralihan mendukung berkembangnya hama ulat jengkal Hyposidra talaca di kebun Gunung Mas. Kondisi sanitasi kebun yang kurang maksimal serta aplikasi insektisida sintetik yang kurang dari anjuran atau melebihai dosis juga turut berperan dalam peningkatan serangan hama di kebun Gunung Mas. Sistem pengelolaan hama dan penyakit di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Gunung Mas selama kegiatan cenderung mengutamakan faktor produksi disamping faktor ekologi, tetapi sistem pengendalian hama penyakit secara hayati juga sudah mulai dilakasanakan serta berprinsip pada pengendalian hama terpadu PHT. Keberadaan faktor sumberdaya manusia dalam hal ini tenaga kerja sangat berpengaruh pula terhadap kegiatan pengelolaan kebun. Kegitan pemeliharaan tanaman, produksi, dan pemasaran produk juga akan berlangsung baik jika di dukung dengan sumberdaya manusia yang baik. Alternatif pengendalian hama ulat jengkal Hyposidra talaca dengan memanfaatkan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus HtNPV dapat dilakukan dengan menggunakan konsentrasi sederhana yaitu 40 ekor larva terinfeksi untuk 15 liter, yang dapat menurunkan populasi lebih dari 50 dalam waktu 7 hari dan dapat menurunkan populasi hingga habis 0 ekor dalam waktu 11 hari, dengan intensitas penyemprotan yang efektif dan efisien dua kali dalam satu minggu. Saran Sanitasi kebun yang salah satunya meliputi pengendalian gulma, perlu mendapatkan perhatian yang lebih dan perlu ditingkatkan pengelolaannya agar kondisi kebun yang bersih dan sehat tetap terjaga, karena masih banyak ditemui blok-blok kebun dengan serangan gulma berat. Dengan kondisi kebun yang selalu bersih maka pengelolaan hama dan penyakit pun akan lebih sederhana. Penggunaan insektisida sintetik harus senantiasa sesuai anjuran, jangan menggunakan dosis di bawah anjuran atau melebihi dosis yang telah disarankan untuk mencegah terjadinya resistensi dan resurgensi hama. Jika serangan hama sangat berat dan harus dilakukan eradikasi harus menggunakan dosis yang tepat dan diaplikasi secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya overpaling hama. Penggunaan insektisida sintetik yang dipadukan dengan insektisida hayati secara bijaksana dapat dipertahankan dan dijadikan salah satu upaya menjaga ekologi dan kestabilan kondisi hayati lingkungan antara hama penyakit dan musuh alaminya.