II. LANDASAN TEORI
A. Kemitraan Usaha
Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilannya sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara
yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Kemitraan merupakan sebuah solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan yang dihadapi sebagian lapisan masyarakat
dewasa ini dan sebagai antisipasi munculnya masalah yang sama di masa mendatang. Kemitraan dijadikan solusi karena baik keberadaannya maupun fungsi
dan perannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat Hafsah, 2000.
Menurut Tambunan 1996 salah satu pencetus kemitraan di Indonesia adalah pemerintah. DPM-LUEP merupakan salah satu program pemerintah yang
berprinsip kemitraan, yang dalam hal ini kemitraan antara pemerintah dengan petani. Menurut Direktorat Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil Departemen
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil 1996, kemitraan adalah hubungan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil yang disertai bantuan pembinaan
berupa peningkatan sumber daya manusia SDM, peningkatan pemasaran, peningkatan teknik produksi, peningkatan modal kerja dan peningkatan kredit
perbankan. Dalam pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Pertanian tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian disebutkan bahwa tujuan kemitraan adalah untuk
meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan mutu sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri Departemen Pertanian, 1997.
Kemitraan merupakan suatu jawaban untuk meningkatkan kesempatan berkiprahnya pengusaha kecil dan menengah dalam percaturan perekonomian
nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial. Kemitraan yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah
dan usaha besar yang kuat dengan pengusaha kecil yang kuat yang didasari oleh
kesejajaran kedudukan dan derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra Hafsah, 2000.
Menurut Hafsah 2000 jenis-jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan sebagi berikut :
1. Pola inti plasma,
merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh
kemitraan ini adalah pola perusahaan inti PIR, dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen ,
menampung mengolah dan memasarkan hasil produksi. 2.
Pola Subkontrak, merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan
mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan. Ciri khas dari bentuk kemitraan subkontrak adalah
dalam melaksanakan kemitraan dilakukan dengan dengan membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Pelaksanaan program
DPM-LUEP melaksanakan kemitraan dengan pola subkontrak, dimana kemitraan antara LUEP dengan kelompok tani dalam pembelian gabah sesuai
HPP diatur dalam kontarak dan kesepakatan kelompok yang bermitra. 3.
Pola dagang umum, merupakan pola hubungan kemitraan usaha yang
memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan mitra. Pola kemitraan ini memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra dalam membiayai usahanya. karena pada
dasarnya adalah hubungan sifat kemitraan pada dasarnya adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan.
4. Pola keagenan,
merupakan hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha
besar sebagi mitranya. Usaha menengah atau usaha besar sebagi perusahaan mitra usaha bertanggung jawab terhadap produk barang dan jasa yang
dihasilkan sedangkan usaha kecil sebagai mitra diberi kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa yang disertai dengan target-target yang harus
dipenuhi.
5. Waralaba,
merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra yang memberi hak lisensi, merek dagang saluran
distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagi penerima waralaba yang disertai dengan bantuan dan bimbingan manjemen. Perusahaan
mitra usaha sebagai pemilik waralaba, bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan merek dagang. Sedangkan
pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan
biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha tersebut.
B. Kredit Modal Kerja