Simbiosis TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi spons Demospongiae

toleran terhadap kondisi perairan yang tercemar. Spons Microciona dilaporkan mampu hidup pada kondisi perairan estuaria yang tercemar pada salinitas 15 permil. Lissodenoryx carolinensis dan Halichondria, Haliclona serta Cliona merupakan spesies-spesies yang hidup pada kisaran perairan polihalin atau mesohalin Gosner 1971. Biotop yang dangkal didominasi oleh Demospongiae dan sebagian kecil Calcareae, sebaliknya zona yang lebih dalam seperti di lereng luar karang, gua- gua serta di dalam terowongan hidup spesies spons Sclerospongia. Diantara spons yang umum terdapat di biotop yang dangkal dan pertengahan di perairan Indo- Pasifik antara lain Tethya, Plectronia, Mycale, Timea, Spirastrella, Ulosa, Higginsia, Pericharax, Jaspis, Mycale, Neofibularis, Asteropus, Haliclonia, Jantella, Phyllospongia, Dysidea, Ircinia, Carterospongia, Pseudoaxinissa, Scleroderma, Carmina, Reineria, Callyspongia, Cacospongia, Dictyonella, Prianos, Cliona serta Psamaplysilla Hartman dan Goreau 1970 dalam Sorokin 1993. a b Gambar 4 a Ilustrasi diagramatik spons laut b Gambaran rinci d inding spons sumber: Hooper et al. 2003.

2.4. Simbiosis

Simbiosis mutualisma berkembang sebagai salah satu strategi adaptasi organisma terumbu karang untuk dapat mengeksploitasi lingkungannya yang bersifat oligotropik. Pada lingkungan yang demikian nutrien menjadi sangat minim dan umumnya hanya tersedia dalam bentuk materi terlarut di perairan, tetapi justru energi radian tersedia sangat melimpah. Kondisi yang demikian menyebabkan suatu organisme harus mampu melepaskan energi ekstra untuk dapat menangkap materi-materi terlarut tersebut. Di dalam tubuh spons terdapat organisma simbion endofita berupa alga biru -hijau sianobakteria dan juga bakteri heterotropik. Bakteri heterotropik pada awalnya diduga bersifat parasit terhadap spons, tetapi ternyata merupakan simbion yang hidup pada suatu bagian sel khusus spons yang disebut bakteriosit dan lapisan mesoglea. Peranan simbion bakteri pada spons lebih terkait terhadap pemanfaatan materi organik terlarut di perairan yang melalui saluran tubuh inang. Bakteri di dalam spons selanjutnya akan membangun biomassanya yang kemudian secara perlahan akan dicerna oleh sel-sel spons sebagai suplemen. Sumber makanan dan produksi biomassa bakteri yang lain adalah produk limbah yang diekresikan oleh jaringan tubuh spons. Bakteri yang hidup pada lapisan mesoglea juga mengkonsumsi material kolagen dan materi partikulat yang menembus mesoglea. Selain memproduksi biomassa yang digunakan oleh spons, bakteri tersebut juga berperan sebagai pembersih saluran dan mesoglea spons. Sehingga dapat dikatakan bahwa bakteri heterotropik simbion sangat mendukung aktifitas filtrasi secara normal Sorokin 1993. Pada beberapa jenis spons, bakteri heterotropik simbion dijumpai bersama-sama dengan alga biru-hijau s ianobakteria. Alga biru -hijau merupakan simbion pada spons dan beberapa kelompok cacing ekhiurid a Kawaguti 1971 dalam Sorokin 1993. Berdasarkan beberap a hasil penelitian, di dalam tubuh spons ternyata juga dijumpai zooxanthella e dan kriptomonad a Sara dan Liaci 1964 dalam Sorokin 1993. Spesies spons Tethya, Ulosa diketahui memiliki simbion sianobakteria Phormidium spongeliae, sedangkan spesies Dysidea hidup bersimbion dengan sianobakteria Oscillatoria spongelina. Uniseluler simbion tersebut menghuni bagian sel spons yang disebut sianosit Wilkinson 1980 dalam Sorokin 1993 dan juga pada lapisan mesoglea. Sianosit berfungsi untuk mengontrol multip likasi simbion sianobakteria di dalamnya dan juga laju metabolisme. Mekanisme yang serupa dijumpai pada sel- sel ektoderm polip karang terhadap zooxanthella e. Bagian sel ini juga menstimulasi translokasi produk fotosintesa oleh sel alga serta mencerna kelebihan produksi sel alga secara fagositosis Sara 1971, Vacelet 1971 dalam Sorokin 1993. Simbion alga sangat berguna untuk spons tidak hanya sebagai sumber makanan, tetapi sebagaimana kelompok alga biru -hijau lainnya, simbion alga juga mampu memfiksasi nitrogen dari atmosfir sehingga dapat meningkatkan keseimbangan nitrogen di dalam tubuh inangnya Wilkinson dan Fay 1979 dalam Sorokin 1993. Alga mengkonsumsi pula nutrien anorganik dari perairan serta produk akhir metabolisme inang. Produk ini selanjutnya akan diasimilasi menjadi biomas alga sebagai sumber makanan spons. Oleh sebab itu keberadaan alga di dalam simbiosis spons merupakan mekanisme daur ulang nutrien semi-tertutup yang sangat penting pada perairan yang miskin nutrien. Spons dengan simbion alga dilaporkan memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi di biotop dengan intensitas pencahayaan tinggi daripada daerah yang terlindung Wilkinson dan Vacelet 1979 dalam Sorokin 1993. Spons Demospongiae hidup bersimbiosis dengan berbagai organisme laut seperti gastropoda, kepiting hermit, udang, hidroid a, briozoa, ophiurid a, Aeromonas, Pseudomonas, keong serta abalon. Simbiosis ini dapat bersifat mutualisma seperti yang terdapat pada simbiosis Suberites yang hidup pada cangkang moluska yang dihuni oleh kep iting hermit. Pada saat spons tumbuh dewasa maka kepiting hermit secara tidak langsung akan hidup di dalam tubuh spons sehingga terhindar dari predator. Sebaliknya spons dapat memperoleh makanan serta nutrien akibat adanya aliran air yang diakibatkan pergerakan kepiting. Tetapi Cliona celata justru menyekresikan suatu senyawa kimia karbonik anhidrase sehingga mampu melubangi cangkang luar dari moluska dan abalon yang ditempatinya. Akibat yang lebih jauh inang tersebut dapat mengalami kematian serta penurunan populasinya di alam Ruppert dan Barnes 1991.

2.5. Metabolit sekunder