Bahan dan alat penelitian Prosedur penelitian

21 Pulau Lancang Besar merupakan salah satu pulau yang berada pada zona dua di zonasi Kepulauan Seribu dan terletak paling dekat dengan daratan utama di wilayah Teluk Jakarta dengan tingkat hunian dan aktifitas masyarakat yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Rudi 2006, perairan di Pulau Lancang Besar memiliki produktivitas yang rendah dan kondisi yang labil, tingkat keragaman yang relatif rendah serta kelangsungan hidup komponen biotik yang minimum. Selain itu ekosistem terumbu karang di pulau ini merupakan kondisi ekosistem yang masih juvenil muda yang umumnya terbentuk dalam lingkungan perairan yang tercemar terpolusi. Pada kondisi yang demikian komponen ekosistem yang lebih menentukan adalah faktor abiotik dibandingkan biotik. Pulau Pari berada pada zona tiga di zonasi Kepulauan Seribu. Pulau ini terletak lebih jauh dari daratan utama di wilayah Teluk Jakarta dengan tingkat hunian dan aktifitas masyarakat yang lebih rendah dibandingkan Pulau Lancang Besar. Budidaya rumput laut dan industri pengolahan rumput laut merupakan kegiatan masyarakat yang sangat umum dijumpai di pulau ini. Kondisi ini disebabkan perairan Pulau Pari yang tenang karena dikelilingi oleh gosong karang dan terdapatnya goba-goba. Rudi 2006 menyatakan bahwa suksesi organisme bentik di Pulau Pari memperlihatkan perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu dengan proporsi yang seimbang. Pulau Pramuka merupakan pusat pemerintahan dan ibukota Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Sebagai pusat pemerintahan, Pulau Pramuka yang terletak pada zona empat di zonasi Kepulauan Seribu merupakan pulau dengan tingkat hunian yang paling tinggi dibandingkan Pulau Lancang Besar dan Pulau Pari dengan kondisi infrastruktur seperti perkantoran, tempat pelelangan ikan, rumah sakit, dermaga dll. Selain itu dapat pula dijumpai kantor Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan area penetasan penyu yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta.

3.2. Bahan dan alat penelitian

Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah larutan etanol 95 dan metanol serta es untuk pengawetan sampel spons yang dikoleksi. Selanjutnya identifikasi sampel spons dilakukan di Pusat Penelitian dan 22 Pengembangan Oseanografi LIPI-Jakarta, sedang kan peralatan yang digunakan antara lain berupa peralatan selam bawah air SCUBA, rol meter, alat tulis sabak dan pensil, pisau, meteran, keranjang jaring, ember, plastik klip , kamera digital Canon Powershot S50, transek kuadran 1 m x 1 m serta alat transportasi kapal. Identifikasi sampel spons dilakukan dengan mengacu pada buku Sponges of the New Caledonian Lagoon, System Porifera : a Guide to the Classification of Sponges, Tropical Pasific Invertebrates dan Spongeguide: Guide to Sponge Collection and Identification.

3.3. Prosedur penelitian

Secara garis besar penelitian dilakukan dalam 2 tahapan yaitu tahap pendahuluan dan tahap survai. Tahap pendahuluan dilakukan pada bulan Mei 2005 musim pancaroba I selama 7 hari. Pada tahap ini dilakukan pengamatan kondisi lingkungan perairan di 4 lokasi yaitu Pulau Pramuka, Pulau Pari, Pulau Lancang Besar dan Pulau Rambut. Selain itu dilakukan pula pengambilan sampel spons dan air serta pengamatan kondisi terumbu karang di beberapa bagian pulau. Tahap pendahuluan dilakukan untuk mempelajari sebaran spons pada habitat terumbu karang, pengenalan jenis-jenis spons dan biota pengisi substrat dasar. Metode yang digunakan adalah pengamatan sepintas scanning pada kedalaman 7 meter hingga 15 meter tegak lurus garis pantai secara zig-zag. Tahap survai dilakukan pada bulan Agustus 2005 musim pancaroba II di 3 lokasi pengamatan yaitu Pulau Pramuka, Pulau Pari dan Pulau Lancang Besar. Penentuan lokasi pengamatan di ketiga pulau tersebut didasarkan atas hasil analisis kualitas perairan pada tahap pendahuluan , kondisi geografi pulau serta tingkat hunian dan aktifitas masyarakat. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan spons di habitat padang lamun selain d i habitat terumbu karang. Tahap survai dilakukan pada 2 kedalaman yaitu kedalaman 7 meter dan 15 meter. Metode yang digunakan untuk pengamatan spons di padang lamun adalah metode transek kuandran 1 m x 1 m tegak lurus garis pantai. Peletakan kuadran dilakukan dari batas pas ang surut hingga lereng luar karang, sedangkan pengamatan habitat terumbu karang dan biota pengis inya, berdasarkan bentuk pertumbuhan , dilakukan dengan metode transek garis menyinggung LIT 23 sepanjang 50 meter sejajar garis pantai pada kedalaman 7 meter dan 15 meter. Peletakan kuadran dan transek garis dilakukan sebanyak 3 kali. Peletakan transek garis dilakukan secara acak, sedangkan transek kuadran diletakan dengan jarak antar transek 10 meter. Pengamatan spons dilakukan dengan metode transek daerah belt transect, yaitu dengan meletakkan rol meter sepanjang 50 meter sejajar garis pantai dan diamati selebar satu meter ke arah kiri dan satu meter ke arah kanan dari transek garis . Spons di terumbu karang dihitung panjang transisi dan diameter individu spesiesnya, sedangkan spons di padang lamun dihitung persentase tutupan jenis spesies spons. Spons selanjutnya dikelompokkan berdasarkan bentuknya yaitu spons masif massive, spons bercabang branching, spons lembaran foliose, spons mengerak encrusting, spons corong tube dan spons bulat spheric dan subspheric. 3.4. Analisis data 3.4.1. Terumbu karang dan padang lamun