Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Pembahasan

9 meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 – 700 meter di atas permukaan laut mdpl. Tanaman ini terutama banyak ditemui pada daerah lereng gunung Heyne 1987. Hampir semua bagian tanaman Kilemo dapat menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri terbanyak dihasilkan dari bagian daun, kulit batang dan buah. manfaat dari minyak Kilemo sangat banyak terutama untuk industry farmasi, wangi-wangian, bahan tambahan makanan dan minuman, bahan sabun dan bahan pencampur vitamin yang larut dalam lemak, antara lain vitamin A dan D Heyne 1987 . Gambar 1. Tanaman Kilemo Litsea cubeba Pers berumur 2 tahun III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan antara bulan Mei sampai bulan Oktober 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, dan Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel tanah diambil dari rizosfer tanaman Kilemo yang ditanam di Hutan Penelitian Cikole, Lembang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain : peralatan gelas, shaker, jarum ose, bunsen, autoklaf, laminair flow, oven, inkubator, timbangan, AAS, spektrofotometer, flamefotometer, sentrifuse, pH meter dan lain-lain. Adapun bahan yang digunakan terdiri dari: sampel tanah di sekitar rizosfer 10 Kilemo, pupuk daun, NPK, pupuk organik, ammonium acetat, H 2 SO 4 pekat, larutan Bray-1, asam borat, larutan fisiologis, media untuk isolasi dan seleksi mikrob yaitu media pertumbuhan total mikrob Nutrient Agar, media pertumbuhan fungi Martin Agar, media pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat Picovskaya.

3.3 Metode Penelitian

Pada tanaman Kilemo yang berumur 2 tahun dilakukan pemupukan dengan perlakuan seperti pada Tabel 1. berikut : Tabel 1. Kode perlakuan pada masing-masing jalur Kode Perlakuan Perlakuan A pupuk organik+pupuk daun B NPK+pupuk daun C pupuk organik+NPK+pupuk daun D pupuk organik E pupuk organik+NPK F pupuk daun G NPK H Kontrol Perlakuan diberikan menurut rancangan acak kelompok sebanyak 3 ulangan Gambar 2. dengan jalur tanaman sebagai dasar pengelompokan dengan total 15 tanaman per perlakuan. Pemupukan dilakukan secara melingkar terhadap pohon dengan jari-jari 60 cm Gambar 3.. Untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap sifat kimia dan biologi maka dilakukan pengambilan sampel tanah pada bulan ke 0 sebelum perlakuan, 1 setelah pemupukan ke-1, 2 setelah pemupukan ke-2 dan 3 setelah pemupukan ke-3. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit pada 5 pohon terpilih untuk setiap perlakuan. Dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan anjuran pada kemasan label, yaitu pupuk daun sebanyak 3 g10 liter20 pohon, NPK sebanyak 200 gpohon dan pupuk organik sebanyak 500 gpohon. Untuk perlakuan gabungan antar pupuk dosis yang diberikan sesuai dengan keliling jari-jari pohon dengan pupuk dikombinasikan dan diaduk terlebih dahulu. 11 Gambar 2. Bagan Rancangan Acak Kelompok RAK yang dilakukan dengan 3 ulangan Gambar 3. Contoh pemupukan pada perlakuan dengan menggunakan NPK

3.3.1 Analisis Pendahuluan

Sebelum dilakukan perlakuan dilakukan analisis terlebih dahulu sifat kimia dan biologi dari tanah di sekitar rizosfer Kilemo sesuai dengan tanaman sampel yang akan diberi perlakuan. Analisa kimia meliputi pH, N-Total, P- tersedia, P-total, C-organik, KTK, KB dan basa-basa Ca, Mg, K dan Na seperti pada prosedur dalam lampiran, sedangkan analisa biologi meliputi total mikroorganisme, total fungi dan total mikroorganisme pelarut fosfat MoPP.

3.3.2 Penetapan Total Mikroorganisme, Total Fungi dan Total MoPP

Prosedur penetapan total mikroorganisme, total fungi dan total MoPP terdiri atas beberapa tahap, yaitu: a. Persiapan Seri Pengenceran 1. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 90 ml larutan fisiologis 0,85 g NaCl per liter aquades dan tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis disiapkan. 2. Semua erlenmeyer dan tabung reaksi ditutup dengan memakai penutup gabus atau kapas. 12 3. Kemudian diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 120 o C, dinginkan sebelum digunakan lebih lanjut. Untuk penetapan jumlah mikroorganisme total, biasanya digunakan pengenceran seper 10 4 sampai seper 10 7 biasanya ditulis 10 -4 dan 10 -7 4. 10 g contoh tanah ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer berisi 90 ml larutan fisiologis, dikocok dengan menggunakan shaker selama 20 menit. Maka diperoleh larutan mikroorganisme dengan pengenceran 10 kali atau 10 -1 . 5. 1 ml biakan dipipet dan dimasukan ke dalam 9 ml larutan fisiologis yang telah disiapkan hingga diperoleh larutan mikroorganisme dengan pengenceran 100 kali atau 10 -2 . Kemudian larutan tersebut dikocok hingga diperoleh suspensi mikroorganisme yang homogen. 6. 1 ml biakan 10 -2 dipipet dan dimasukan ke dalam 9 ml larutan fisiologis yang telah disiapkan sehingga didapat larutan mikroorganisme dengan pengenceran 1000 kali atau 10 -3 . Kemudian dikocok hingga diperoleh suspensi mikroorganisme yang homogen. Perlakuan tersebut diulangi sampai diperoleh larutan mikroorganisme dengan pengenceran seper 10 7 atau biasa ditulis 10 -7 . b. Pernyiapan Media 1. Media pertumbuhan total mikrob Nutrient Agar a. Agar Nutrien ditimbang 28 g kemudian dilarutkan di dalam 1,0 liter aquades. b. Media tersebut diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 120 o C. c. Media tersebut siap dipakai. 2. Media pertumbuhan fungi Martin Agar a. 1 g KH 2 PO 4 , 0,05 MgSO 4 .7H 2 O, 5 g pepton, 10 g dektrose dan 20 g agar ditimbang. b. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam 1 liter aquades dengan dipanaskan secara perlahan-lahan c. Kemudian antibiotic rose bengal ditambahkan ke dalam media. d. Media tersebut diautoklaf selama 15 menit pada temperatur 120 o C. e. Media tersebut dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi 1 ml suspensi tanah dengan berbagai tingkat pengenceran. 3. Media pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat MoPP a. 10 g glukosa, 5 g Ca 3 PO 4 2 , 0,5 g NH 4 2 SO 4 , 0,2 g KCl, 0,1 g MgSO 4 .7H 2 O, 0,5 g yeast extract, 20 g agar ditimbang, kemudian berikan sedikit MnSO 4 dan FeSO 4. b. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam 1 liter aquades. c. Media tersebut diautoklaf selama 15 menit pada temperatur 120 o C. d. Media tersebut siap dipakai. c. Isolasi dan Pengamatan 1. Dibuat seri pengenceran seperti yang dijelaskan pada tahap 2. 2. 1 ml dari suspensi yang paling encer dipipet dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Bila contoh tanah berasal dari tanah yang cukup subur, maka pengenceran tertinggi adalah 10 -7 untuk penetapan bakteri dan 10 -4 untuk fungi. Bila tanah kurang subur, cukup dimulai dari 10 -5 untuk bakteri dan 10 -3 untuk fungi. 13 3. Media yang telah disiapkan tersebut kemudian didinginkan sampai temperatur media tersebut sekitar 40-45 o C. Jumlah media yang dituang ke cawan petri berkisar antara 10-15 ml. 4. Setelah media benar-benar padat, kemudian diinkubasi pada temperatur 37 o C. Cawan petri diletakan terbalik pada inkubator, agar uap air tidak menempel pada penutup cawan petri. d. Penghitungan Total Mikroorganisme dengan Metode Plete Count 1. Pengamatan dilakukan setelah 3 hari inkubasi untuk bakteri dan fungi yang tumbuhnya cepat. 2. Perhitungan dari hasil. Rata-rata jumlah koloni per cawan petri dikalikan dengan faktor pengenceran untuk mendapatkan jumlah mikroorganisme total per gram contoh tanah kering udara. Hasil ini dikonversikan ke jumlah mikroorganisme di dalam 1 gram tanah kering mutlak dengan memperhitungkan kadar air tanah. e. Identifikasi Mikroorganisme Rizosfer Dominan Koloni yang sering muncul selanjutnya dianggap sebagai mikroorganiisme yang paling dominan. Koloni tersebut kemudian diidentifikasi secara morfologi dan fisiologi terbatas. Adapun pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Morfologi, yaitu bentuk, warna, tepi koloni makroskopis dan bentuk sel, ukuran mikroskopis. 2. Fisiologis terbatas, yaitu pewarnaan gram. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Hasil analisis kimia dan biologi ke-8 sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini. Tabel 2. Sifat kimia awal tanah pada rizosfer tanaman Kilemo Litsea cubeba Pers Perlakuan pH C- org N- total P tersedia P Total KTK Ca Mg K Na KB ppm me100g A 6.7 6.1 0.5 2.0 503.6 45.0 6.5 9.8 0.5 0.9 39.2 B 6.7 6.1 0.6 1.8 295.4 56.7 3.4 5.1 0.3 0.5 16.5 C 7.0 6.4 0.5 1.7 585.1 41.9 8.7 9.8 0.8 0.8 47.9 D 6.9 5.6 0.6 1.9 416.3 53.6 4.4 4.2 0.4 0.4 17.7 E 6.5 5.7 0.7 1.7 579.0 51.9 4.4 3.7 0.4 0.4 17.3 F 6.6 5.6 0.7 1.7 427.5 63.0 4.3 6.2 0.5 0.8 18.8 G 6.7 4.0 0.7 2.0 529.4 62.6 7.5 7.9 0.6 0.5 26.4 H 6.6 3.4 0.6 1.9 641.7 49.7 5.0 4.6 0.6 0.5 21.7 14 Hasil analisis awal yang didapat apabila merujuk pada kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Pusat Penelitian Tanah 1983, maka tanah pada lokasi penelitian memiliki nilai pH yang bersifat netral, karena berada dalam rentang pH 6.6-7.5. Kandungan C-organik yang ada menurut PPT 1983 pada area tersebut tergolong sangat tinggi yaitu diatas 5., untuk kandungan N-total pada tanah itu sendiri secara umum termasuk pada kategori tinggi 0.51-0.75. Secara umum kandungan fosfat tersedia P 2 O 5 -Bray dapat diketahui bahwa tanah tersebut memiliki besaran nilai dibawah 10 ppm, nilai tersebut merupakan jumlah yang sangat rendah di dalam tanah. Nilai KTK yang didapat pada analisa awal ini termasuk pada kategori yang sangat tinggi, dengan besaran nilai KTK diatas 40 me100g. Kandungan basa-basa seperti Ca dan Mg hasil yang di dapat secara umum adalah Ca berkisar antara 3.4 – 8.5 me100g, dan Mg berkisar antara 3.7 – 9.8 me100g. Nilai Ca yang didapat secara umum termasuk pada kategori rendah 2 - 5 me100g dan sedang 6 - 10 me100g, sedangkan untuk Mg nilai yang didapat termasuk tinggi 2.1 – 8.0 me100g dan sangat tinggi untuk dua perlakuan 8 me100g di dalam tanah. Kandungan K pada hasil analisa awal ini termasuk ke dalam kategori sedang 0.4 – 0.5 me100g dan tinggi 0.6 – 1.0 me100g, sedangkan nilai Na termasuk pada kategori sedang 0.4 – 0.7 me100g dan tinggi 0.8 – 1.0 me100g. Berdasarkan nilai basa-basa tersebut maka dapat diketahui secara umum nilai kejenuhan basa dari tanah tersebut sangat bervariasi mulai dari sangat rendah 20 hingga sedang 36 - 50. Tabel 3. Sifat biologi awal tanah pada rizosfer tanaman Kilemo Litsea cubeba Pers Perlakuan Total mikrob x 10 7 SPKg BKM Total Fungi x 10 4 SPKg BKM Total MoPP x 10 4 SPKg BKM A 4.01 0.0 9.1 B 6.32 0.2 6.8 C 2.56 0.0 3.8 D 2.98 0.1 5.6 E 6.85 0.1 3.5 F 7.46 0.3 3.4 G 13.11 0.1 5.6 H 4.35 0.0 5.6 SPK : satuan pembentuk koloni, BKM : Berat Kering Mutlak Pada sifat biologi yang terdiri dari jumlah total mikroorganisme, total fungi dan total MoPP yang didapat dari hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 menunjukan jumlah total mikroorganisme tertinggi didapat pada perlakuan dengan menggunakan NPK yaitu 1.31 x 10 8 SPKg BKM. Total fungi tertinggi didapat pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun 0.2 x 10 4 SPKg BKM, dan total MoPP tertinggi didapat pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk daun 9.1 x 10 4 SPKg BKM. 15 Jumlah biomasa total mikroorganisme yang didapat pada penelitian ini termasuk jumlah yang baik di dalam tanah dalam menunjang produktivitasnya 1.31 x 10 8 SPKg BKM. Tanah produktif umumnya mengandung antara 100 juta sampai 1 milyar 10 8 – 10 9 bakteri per gram tanah kering. Jumlah total fungi yang didapat pada penelitian ini termasuk rendah 0.2 x 10 4 SPKg BKM. Pada tanah yang beraerasi baik jumlah fungi dapat mencapai 1 x 10 6 SPKg BKM.

4.1.2 Perubahan Sifat Kimia Tanah Setelah Diberikan Perlakuan

Perlakuan pemberian pupuk menghasilkan pengaruh yang berbeda-beda terhadap sifat kimia tanah, baik pH, ketersediaan unsur-unsur hara makro N, P, K, basa-basa Ca, Mg, Na, KTK, KB maupun C-organik.

4.1.2.1 Perubahan Nilai pH

Setelah dilakukan beberapa perlakuan terhadap tanah dapat terlihat adanya beberapa perubahan nilai pH. Perubahan nilai pH yang terjadi terlihat relatif sedikit menurun tetapi nilai pH yang didapat masih berkisar netral, yaitu sekitar 5- 7, hal tersebut dapat terlihat dari Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis statistik terlihat bahwa nilai pH yang didapat tidak berbeda nyata terlihat di dalam Lampiran 6.. Gambar 4. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai pH tanah pada awal hingga pemupukan ketiga

4.1.2.2 Ketersediaan N-total

Diberikannya beberapa perlakuan pada tanah diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan N-total di dalam tanah untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Data yang didapat setelah dilakukannya perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. Analisis statistik untuk nilai N total memberikan nilai yang berbeda nyata dimana perlakuan kontrol dan NPK memberikan pengaruh terbaik terlihat di dalam Lampiran 6.. 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 1 2 3 pH Bulan ke- A B C D E F G H 16 Gambar 5. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai N-total tanah pada awal hingga perlakuan ketiga Secara umum setelah diberikan perlakuan terhadap tanah terjadi penurunan nilai N-total pada tanah. Penurunan nilai N total tanah juga terjadi pada kontrol.

4.1.2.3 Ketersediaan P tersedia dan P total tanah

Hasil dari diberikannya beberapa perlakuan terhadap tanah dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan nilai P-tersedia. Dimana nilai P tersedia tertinggi didapat pada perlakuan dengan menggunakan pupuk organik. Hasil analisis statistik P-tersedia memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terlihat di dalam Lampiran 6.. Gambar 6. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai P-tersedia ppm tanah pada awal hingga perlakuan ketiga Selain P-tersedia diukur pula nilai P-total HCl 25 dari tanah. Nilai P- total yang didapat disajikan pada Tabel 4.. Tabel 4. menunjukan bahwa nilai P- 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 1 2 3 N -to tal Bulan ke- A B C D E F G H 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 1 2 3 p p m P t e rsed ia Bulan ke- A B C D E F G H 17 total yang didapat setelah diberikannya perlakuan mengalami kenaikan. Nilai P- total tertinggi didapat pada perlakuan dengan menggunakan pupuk daun. Hasil analisis statistik P-total memberikan hasil yang berbeda nyata terlihat di dalam Lampiran 6.. Tabel 4. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai P-total ppm tanah pada awal hingga perlakuan ketiga Perlakuan P total ppm bulan ke- 1 2 3 A 503.6 510.1 630.0 799.9 B 295.4 643.3 705.6 633.9 C 585.1 654.0 593.0 756.7 D 416.3 801.7 977.3 763.4 E 579.0 636.8 835.3 823.7 F 427.5 645.8 577.2 1241.6 G 529.4 981.0 762.9 974.3 H 641.7 792.4 1175.8 705.8

4.1.2.4 Ketersediaan C-organik

Gambar 7. menunjukan bahwa nilai C-organik dalam tanah setelah dilakukan beberapa perlakuan secara umum relatif stabil. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan unsur hara dan perbaikan sifat tanah. Hasil analisis statistik C-organik memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terlihat di dalam Lampiran 6.. Gambar 7. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai C-organik tanah pada awal hingga perlakuan ketiga. 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 1 2 3 C -o rg Bulan ke- A B C D E F G H 18

4.1.2.5 Perubahan Nilai Kapasitas Tukar Kation

Secara umum nilai KTK yang didapat relatif meningkat Gambar 8.. Hasil analisis statistik untuk KTK memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terlihat di dalam Lampiran 6.. Gambar 8. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai KTK me100g tanah pada awal hingga perlakuan ketiga

4.1.2.6 Ketersediaan Basa-basa Ca, Mg, K dan Na

Ketersediaan basa merupakan hal yang penting di dalam kesuburan tanah. Secara umum nilai ketersediaan basa-basa di dalam tanah setelah dilakukan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12. Gambar 9. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Ca me100g tanah pada awal hingga perlakuan ketiga. 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 1 2 3 K TK m e 100g Bulan ke- A B C D E F G H 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 1 2 3 Ca m e 100g Bulan ke- A B C D E F G H 19 Gambar 10. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Mg me100g tanah pada awal hingga perlakuan ketiga. Gambar 9. dan Gambar 10. menunjukan bahwa secara umum nilai Ca dan Mg yang didapat untuk semua perlakuan mengalami kenaikan. Perlakuan yang diberikan secara umum menurunkan nilai ketersediaan K di dalam tanah Gambar 11., begitu pula nilai Na Gambar 12.. Gambar 11. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai K me100g tanah pada awal hingga perlakuan ketiga. 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 1 2 3 M g m e 100g Bulan ke- A B C D E F G H 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1 2 3 K m e 100g Bulan ke- A B C D E F G H 20 Gambar 12. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Na me100g tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

4.1.2.7 Perubahan Nilai Kejenuhan Basa KB

Secara umum pemberian perlakuan memiliki kecenderungan menurunkan KB tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, hal ini bisa dilihat pada Tabel 5. di bawah ini. Tabel 5. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai KB tanah pada awal hingga perlakuan ketiga. Perlakuan KB bulan ke- 1 2 3 A 39.2 40.1 26.1 15.5 B 16.5 28.8 7.3 11.3 C 47.9 45.3 16.1 15.6 D 17.7 47.2 20.5 16.4 E 17.3 19.7 8.8 17.1 F 18.8 28.4 11.8 23.0 G 26.4 29.1 9.5 19.4 H 21.7 16.0 10.1 23.4

4.1.3 Perubahan Sifat Biologi Tanah Setelah Pemberian Perlakuan

Secara umum pemberian pupuk dapat meningkatkan jumlah populasi mikrob pada tanah. Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15. berturut-turut menunjukan peningkatan jumlah populasi total mikroorganisme, fungi dan MoPP. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 1 2 3 N a m e 100g Bulan ke- A B C D E F G H 21 Gambar 13. Pengaruh pemberian pupuk terhadap Total Mikroorganisme x 10 6 SPKg BKM Gambar 14. Pengaruh pemberian pupuk terhadap Total Fungi x 10 4 SPKg BKM Gambar 15. Pengaruh pemberian pupuk terhadap Mikroorganisme Pelarut Fosfat MoPP x 10 4 SPKg BKM 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 1 2 3 To tal m ikr o b x 106 S PK g B K M Bulan ke- A B C D E F G H 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1 2 3 To tal Fu n g i x10 4 SPK g B K M Bulan ke- A B C D E F G H 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 1 2 3 To tal M o PP x 104 S PK g B K M Bulan ke- A B C D E F G H 22 Gambar 16. Contoh isolat mikrob pada bulan ke 3 pada masing-masing perlakuan pemupukan

4.1.4 Mikroorganisme Dominan Pada Tanah

Mikroorganisme dominan ditentukan secara mikroskopis dan diambil jenis mikrob paling dominan. Secara mikroskopis mikroorganisme dominan yang berada pada tanah ini adalah Streptococcus sp.. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6. Hasil Identifikasi Mikroorganisme Dominan Pada Isolat Kriteria Hasil Identifikasi Morfologi Koloni : Elevasi Cembung Bentuk koloni Tidak beraturan Warna Putih susu Tepi Koloni Tidak rata Pewarnaan Gram Positif Morfologi Sel : Bentuk sel Kokus 23 Gambar 16. Foto mikroskopis identifikasi mikroorganisme Streptococus sp. Perbesaran 400x

4.2 Pembahasan

Hasil analisis beberapa sifat kimia dan biologi di tanah pada rizosfer tanaman Kilemo Litsea cubeba Pers menunjukan bahwa pemberian pupuk organik cenderung mengakibatkan peningkatan jumlah populasi mikroorganisme terlihat pada Gambar 12.. Hal ini dikarenakan bahan organik merupakan sumber energi dan sumber C bagi mikrob Alexander 1991. Peningkatan jumlah bahan organik menyebabkan peningkatan populasi mikroorganisme karena mikroorganisme pada penelitian ini termasuk mikroorganisme heterotof. Ketersediaan bahan organik berkorelasi positif dengan jumlah populasi mikroorganisme di dalam tanah sehubungan dengan ketersediaan energi bagi mikroorganisme. Pemberian bahan kimia pada penelitian ini cenderung menurunkan jumah populasi mikroorganisme pada tanah Gambar 12.. Hal ini diduga karena zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi. Energi untuk mikroorganisme tanah menjadi tidak tersedia sehingga mengurangi dan menekan populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanah yang sangat bermanfaat bagi tanaman Simalango 2009. Penambahan pupuk pada tanah menyebabkan penurunan nilai pH tanah, yaitu menjadi sekitar 5.6-6.5 agak masam. Menurut Supardi 1983, nilai pH tanah berkorelasi dengan nilai Ca dan Mg. Pada reaksi ini sejumlah asam karbonat dan asam lainnya dibentuk bersamaan dengan dilapuknya bahan organik. Ion hidrogen mulai menggantikan basa-basa tersebut yang berada pada kompleks jerapan sehingga pH menurun. Pertukaran itu terjadi sebagai akibat aksi massa dan juga ion hidrogen diikat lebih kuat oleh kompleks jerapan dibandingkan dengan kalsium dan magnesium. Reaksi tersebut dapat dilukiskan melalui reaksi sederhana dibawah ini : Ca 2+ - misel + 2 H + 2 H + - misel + Ca 2+ K + - misel + H + H + - misel + K + Menurut Soepardi 1983 kemasaman tanah mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman melalui pengaruh langsung ion hidrogen dan 24 pengaruh tidak langsung terhadap ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan dan unsur-unsur yang beracun. Keadaan tanah dengan reaksi sedang pH 6.6 – 7.5 merupakan suasana yang baik untuk tanaman, karena keadaan kimia maupun biologi berada pada keadaan optimum. Pemberian pupuk pada tanaman kilemo memberikan pengaruh terhadap ketersediaan unsur N di dalam tanah. Jumlah N-total yang didapat setelah diberikannya pupuk pada tanah secara umum mengalami penurunan nilai N-total Pemberian pupuk daun merupakan perlakuan yang mengakibatkan penurunan ketersediaan unsur N terbesar dalam tanah dengan nilai N-total pada awal yaitu 0.68 menjadi 0.39 Gambar 4.. Pemberian pupuk daun pada penelitian ini sama sekali tidak memberikan masukan unsur N ke dalam tanah karena dalam pupuk daun sama sekali tidak mengandung unsur N terlihat pada Lampiran. Penambahan unsur N ke dalam tanah hanya terbatas atas masukan unsur N yang terdapat pada udara gas N 2 dan bahan organik tanah tersebut, sedangkan tanaman menggunakan N untuk pertumbuhan secara terus-menerus. Penurunan ketersediaan unsur N dalam tanah juga terjadi pada perlakuan kontrol, tetapi tidak sebesar penurunan nilai ketersediaan unsur N pada perlakuan dengan pemberian pupuk daun. Selain digunakan oleh tanaman, penurunan ini mungkin saja terjadi karena adanya volatilisasi dimana kehilangan itu dibantu dengan adanya drainase yang buruk dan aerasi terbatas. Hasil penelitian yang dilakukan Allison 1955 menunjukan bahwa 20 dari nitrogen yang ditambahkan pada tanah dalam bentuk pupuk buatan, pupuk kandang dan sebagainya, tidak dapat ditemukan pada tanaman dan air drainase Supardi, 1983. Kadar N-total tanah berbanding lurus dengan kadar bahan organiknya. Dengan demikian maka penurunan kadar organik secara umum ikut mempengaruhi ketersediaan unsur N dalam tanah Leiwakabessy 2003. Secara umum fosfat di dalam tanah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bentuk P-organik dan P-anorganik. Jumlah kedua bentuk ini disebut P-total. Bentuk yang tersedia bagi tanaman atau jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil yang ada di dalam tanah Leiwakabessy 2003. Nilai P-total yang didapat dari hasil analisis merupakan nilai P-potensial yang ada di dalam tanah, tetapi nilainya mendekati kadar P-total tanah. Pengukuran P-total tanah dilakukan dengan menggunakan pengekstrak HCl 25. Secara umum kadar P-total di dalam tanah setelah diberikan perlakuan meningkat. Peningkatan kadar P-total terbesar dapat terlihat pada perlakuan dengan pemberian pupuk daun, yaitu dari 427.5 ppm pada awal perlakuan menjadi 1241.6 ppm setelah perlakuan ketiga. Selanjutnya pada perlakuan dengan pemberian NPK 529.4 – 974.3 ppm. Berbeda dengan nilai kadar P-total dalam tanah, ketersediaan P didalam tanah secara umum mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk daun dan NPK. Tetapi kadar P tersedia terkecil terdapat pada kontrol 1.1 ppm P. Secara keseluruhan ketersediaan unsur P dalam tanah termasuk sangat rendah, yaitu dengan kadar P-tersedia 10 ppm. Ketersediaan P di dalam tanah dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas MoPP di dalam tanah. Dimana MoPP berperan dalam penyediaan P tanah. Jumlah populasi total MoPP tertinggi didapat pada perlakuan NPK plus pupuk daun, yaitu 8.8 x 10 4 SPKg BKM Gambar 14., dimana nilai P-tersedianya adalah 1.34 ppm. Nilai ketersediaan P tertinggi didapat 25 pada perlakuan dengan pupuk organik yaitu, 1.60 ppm. Hal ini mungkin terjadi karena nilai P-total didalam tanah pada perlakuan NPK plus pupuk daun memiliki nilai yang terkecil diantara perlakuan yang lain, sehingga MoPP yang ada di dalam tanah jumlahnya meningkat sehubungan dengan aktivitasnya untuk menaikan kadar P-tersedia tanah. Peningkatan kadar P-total di dalam tanah disebabkan adanya penambahan masukan unsur P ke dalam tanah. Tetapi penambahan unsur P tersebut dalam tanah cenderung diikat oleh kompleks jerapan tanah sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Tanaman menggunakan P secara terus menerus, tetapi P dalam tanah lambat tersedia. Sehingga secara keseluruhan P-total tanah meningkat, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan kadar P-tersedia tanah. Kadar P-tersedia cenderung mengalami penurunan. Pada tanah Andosol kadar P rendah karena terfiksasi kuat dan sukar mengalami peptisasi Munir 1995. Pada tanah yang kaya akan mineral amorf seperti alofan dan imogolit tanah Andosol, P difiksasi selain oleh permukaan luar juga oleh permukaan dalam dari mineral amorf tersebut. Dengan demikian maka fiksasi P tanah Andosol paling tinggi dibandingkan tanah lainnya Nursyamsi 2005. Dalam analogi dengan potensial air tanah, potensial fosfat P total yang tinggi menunjukan ketersediaan P yang lebih rendah bagi tanaman. Oleh karena ketersediaan P bagi tanaman berkaitan dengan kelarutan P, potensial P dapat digunakan untuk membuat prediksi tak langsung ketersediaan P bagi tanaman Kim H. 1991. Mineral alofan memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi dan bervariasi dengan pH. Hal ini terlihat dari hasil analisis secara umum nilai kapasitas tukar kation KTK bernilai sangat tinggi, yaitu 40 me100g. Pertukaran kation pada kebanyakan tanah berubah dengan pH. Dengan menaiknya pH, hidrogen yang diikat oleh sisa koloid organik dan inorganik berionosasi dan dapat digantikan. Ion hidroksi alumunium juga akan keluar sehingga kapasitas tukar kation akan naik. Nilai KTK dipengaruhi juga oleh tekstur, dimana makin halus tekstur tanah maka semakin tinggi nilai KTK. Tanah bertekstur halus mengandung lebih banyak liat dan lebih banyak humus Supardi 1983. Nilai KTK juga dipengaruhi oleh bahan organik, dimana makin tinggi bahan organik maka semakin tinggi nilai KTK. Hal tersebut terlihat dimana nilai KTK tertinggi didapat pada perlakuan pemberian pupuk organik yang memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Nilai pH pada pemberian pupuk organik setelah perlakuan ketiga yaitu 6.1, dengan tektur tanah liat memberikan nilai KTK tanah yang sangat tinggi yaitu 134.0 me100g. Kapasitas tukar kation KTK tanah dipengaruhi oleh sumber muatan koloid tanah. Mineral liat tipe 2:1 memiliki KTK 30 illit, 144-207 vermikulit, dan 70 me100 g smektit. Sementara itu mineral lainnya yang didominasi oleh sumber muatan variabel mempunyai KTK 1-10 kaolinit, 20-50 alofan dan 135 me100g imogolit Tan 1998 dalam Nursyamsi 2005. Secara umum semakin tinggi KB maka semakin tinggi pH dan kesuburan tanahnya, sebaliknya semakin sedikit KB maka semakin kecil pH dan kesuburan tanahnya Sutandi 2011. Antara persentase kejenuhan basa dan pH terdapat korelasi yang positif. Dimana dengan menurunnya nilai kejenuhan basa karena hilangnya kalsium dan kation basa lain, pH tanah akan turun. Penurunan nilai KB terbesar terjadi pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan NPK 26 plus pupuk daun, yaitu dari 47.9 pada awal perlakuan menjadi 16.1 setelah tiga kali dilakukan perlakuan. Pada daerah dengan curah hujan tinggi humid calcium dan garam lainnya mudah tercuci dari tanah. Keadaan ini menyebabkan kehilangan basa-basa dari kompleks jerapan, sehingga tanah bereaksi masam dan kejenuhan basa tanah menurun Supardi 1983. Kalium merupakan satu-satunya kation monovalent yang esensial bagi tanaman dan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman setelah nitrogen. Peranan utama dari K dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim. Ketersediaan K di dalam tanah berlawanan dengan P. Kadar K-total di dalam tanah tinggi pada sebagian besar tanah mineral tetapi K yang dapat dipertukarkan sedikit sehingga ketersediaannya kecil di dalam tanah Supardi 1983. Secara umum pemberian beberapa perlakuan pada penelitian ini mengakibatkan penurunan nilai K. Nilai K tertinggi didapat pada perlakuan pupuk daun, yaitu 0.55 me100g. Kehilangan K di dalam tanah disebabkan karena pencucian dan terangkut tanaman. Tanaman cenderung menyerap K jauh lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya dibutuhkan. Kecenderungan ini disebut pemakaian berlebihan, dimana kenaikan penyerapan K oleh tanaman tidak lagi diikuti oleh bertambahnya produksi Supardi 1983. Secara umum nilai Na pada penelitian ini mengalami penurunan setelah diberikannya perlakuan. Nilai penurunan Na tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk daun, yaitu dari 0.9 me100g menjadi 0.4 me100g. Nilai Na tertinggi didapat pada perlakuan NPK 0.7 me100g. Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin. Tingkat natrium dapat tukar yang tinggi dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh naiknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan. Namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur gipsum Hanafiah 2005. Kalsium Ca dan magnesium Mg meupakan unsur esensial sekunder karena dibutuhkan karena dibutuhkan lebih sedikit dari unsur esensial primer. Perlakuan dengan menggunakan pupuk organik menaikan kadar Ca paling tinggi diantara perlakuan lain 4.4 – 11.9 me100g. Perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk daun menaikan kadar Mg tertinggi 9.8 – 11.1 me100g. Secara umum terdapat korelasi yang erat antara pH dengan Ca-dd, dimana kenaikan nilai Ca-dd berkorelasi positif dengan menaiknya pH tanah. Ketersediaan Mg dipengaruhi oleh pH. Peningkatan pH karena dikapur dengan menggunakan dolomit menyebabkan pada mula-mula kadar Mg 2+ dalam larutan akan bertambah. Apabila pH meningkat mendekati netral kadarnya akan kembali berkurang. Antagonisme Ca - Mg biasanya terjadi apabila salah satu unsur terdapat dalam jumlah relatif jauh lebih kecil daripada yang lain Leiwakabessy 2003. Kadar K, Na, Ca dan Mg di dalam tanah mempengaruhi nilai persentase KB tanah, dimana penurunan ketersediaan basa-basa tersebut mengakibatkan penurunan persentase KB. Pemberian perlakuan secara umum mengakibatkan penurunan nilai C- organik pada tanah. Penurunan nilai C-organik terbesar terjadi pada pemberian perlakuan NPK plus pupuk daun dari 6.1 menjadi 3.5. Meskipun terjadi 27 penurunan nilai C-organik, tetapi menurut PPT 1983 nilai C-organik masih termasuk tinggi 3.01 – 5.00. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman dan menyediakan bahan energi bagi organisme tanah. Jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman dan populasi organisme tanah juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan karena mempengaruhi jumlah bahan organik. Miller et al. 1985 berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat penyediaan hara. Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah mampu meningkatkan nilai kapasitas tukar kation, menambah ketersediaan unsur hara, mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan kelarutan P dalam tanah. Bahan organik juga sangat berperan dalam meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tersedianya bahan organik di dalam tanah mempengaruhi populasi dan jenis mikroflora cendawan, lumut, bakteri, ganggang, aktinomisetes di dalamnya Ernawati 2008. Ketersediaan bahan organik berkorelasi positif dengan jumlah populasi mikroorganisme di dalam tanah. Makin tinggi kadar bahan organik dalam tanah maka jumlah populasi mikroorganisme dalam tanahpun semakin tinggi. Jumlah total mikroorganisme terbesar didapat pada perlakuan pemberian pupuk organik, yaitu 1.88 x 10 8 SPKg BKM tanah Sedangkan jumlah total mikroorganisme terkecil didapat pada perlakuan pemberian NPK, yaitu 6.13 x 10 7 SPKg BKM tanah. Populasi mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain suhu, kelembaban, aerasi dan sumber energi Supardi 1983. Pada perlakuan dengan pemberian pupuk organik, jumlah C-organik yang didapat setelah 3 bulan pemberian perlakuan adalah 5.7. Nilai C-organik pada perlakuan pupuk organik masih dibawah nilai C-organik pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan NPK 5.8, tetapi jumlah populasi total mikroorganisme pada perlakuan pupuk organik lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan NPK. Hal ini diakibatkan oleh adanya pengaruh bahan kimia pada NPK yang menyebabkan zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi dan menurunkan ketersediaan suplai energi bagi mikroorganisme. Beberapa bahan kimia seperti logam berat digunakan sebagai antimikroorganisme oleh karena dapat mempresipitasikan enzim – enzim atau protein essensial dalam sel. Logam – logam yang sering dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu. Daya antimikroorganisme dari logam berat, dimana pada konsentrasi yang kecil saja dapat membunuh mikroorganisme dinamakan daya oligodinamik Schlegel 1994. Secara umum jumlah total fungi yang didapat pada perlakuan pemberian pupuk adalah kecil. Meskipun populasi fungi lebih sedikit dibandingkan bakteri, fungi memiliki fungsi yang penting di dalam tanah, yaitu berperan dalam perubahan susunan tanah. Kebutuhan energi diperoleh dari bahan organik. Pada perlakuan dengan pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk 28 daun didapatkan nilai akhir fungi tertinggi, yaitu 9 x 10 3 SPKg BKM tanah. Fungi berkembang lebih baik pada suasana masam, dimana persaingan bakteri atau aktinomysetes terbatas. Pada kondisi masam, fungi memiliki peranan penting pada proses pelapukan bahan organik karena hanya sedikit bakteri dan aktinomysetes yang toleran terhadap masam. Sehingga bila tidak karena fungi, maka pelapukan bahan organik pada kondisi masam tidak akan terjadi. Keadaan optimum bagi perkembangan fungi yaitu antara pH 4.5 – 5.5. Nilai pH secara umum pada semua perlakuan adalah 5.6 – 7 sehingga pertumbuhan fungi kurang optimum. Selain itu fungi tumbuh pada kondisi tanah beraerasi baik sehingga tekstur berpengaruh terhadap populasi fungi. Secara umum tanah pada percobaan ini memiliki tekstur yang halus dimana aerasinya buruk sehingga menyebabkan jumlah fungi sedikit. Pada tanah yang mempunyai nilai kapasitas tukar kation tinggi dapat merangsang kegiatan bakteri. Adanya perangsangan ini diduga karena sifat kimia, dimana dengan meningkatnya kapasitas tukar kation dan dapat mengontrol pH dengan cara menggantikan ion-ion hidrogen yang diproduksi oleh metabolisme mikroba dengan kation-kation basa dari kompleks pertukarannya Tedja 1988. Disamping total mikroorganisme dan total fungi, dihitung pula total mikroorganisme pelarut fosfat MoPP di dalam tanah. Jumlah populasi total MoPP tertinggi didapat pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun, yaitu 8.8 x 10 4 SPKg BKM tanah dimana nilai P-tersedianya adalah 1.34 ppm. Meskipun pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun memiliki jumlah populasi MoPP tertinggi, tetapi nilai ketersediaan P tertinggi didapat pada perlakuan dengan pupuk organik yaitu, 1.60 ppm. Hal ini mungkin terjadi karena nilai P-total didalam tanah pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun memiliki nilai yang terkecil diantara perlakuan yang lain, sehingga MoPP yang ada di dalam tanah jumlahnya meningkat sehubungan dengan aktivitasnya untuk menaikan kadar P-tersedia tanah. Berbeda pada perlakuan dengan pemberian pupuk organik yang mempunyai nilai P-total yang sudah agak tinggi dibandingkan dengan perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun. Sehingga jumlah MoPP pada perlakuan pupuk organik kurang mengalami peningkatan sebesar pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun. Pertumbuhan MoPP sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam pH 5-5,5, aktivitas mikroorganisme didominasi oleh kelompok fungi Waksman dan Starkey 1981. Sebaliknya pertumbuhan kelompok beakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. Secara umum bakteri pelarut fosfat yang dominan dari rizosfer termasuk ke dalam golongan mikroorganisme aerob pembentuk spora Taha et al. 1969. Keberadaan MoPP berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Selain menghitung junlah total populasi mikroorganisme yang didapat setelah diberikan beberapa perlakuan juga ditentukan jenis mikroorganisme dominan yang dapat ditemukan pada penelitian ini. Penentuan jenis mikroorganisme dominan dilakukan dengan melakukan identifikasi secara mikroskopis dan makroskopis. Identifikasi dilakukan berdasarkan morfologi bakteri yang didapat dimana sebelumnya ditentukan terlebih dahulu pewarnaan gram bakteri tersebut untuk mempermudah identifikasi. Berdasarkan hasil 29 identifikasi secara morfologi maka mikroorganisme dominan yang dapat ditemukan di tanah Andosol Lembang pada tanaman Kilemo adalah Streptococcus sp. Pada medium NA modifikasi koloni Streptococcus sp. menyebar dengan pinggiran koloni tidak rata, berwarna putih buram, koloni berbentuk cembung dan berlendir, sel berbentuk kokus dan gram positif. Populasi dan biodiversitas jasad hayati tanah tergantung pada aktivitas masing-masing golongannya, yang terutama dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu 1 cuaca, terutama curah hujan dan kelembaban; 2 kondisi atau sifat tanah, terutama kemasaman, kelembaban, suhu dan ketersediaan hara; dan 3 tipe vegetasi penutup lahan, misalnya hutan, belukar dan padang rumput Hanafiah et al. 2003. V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan