Hubungan Paritas dengan PUS Menjadi Akseptor KB

KB karena terbukti bahwa mereka yang berpengetahuan baik memiliki peluang besar untuk mengambil keputusan ber-KB.

5.3 Hubungan Paritas dengan PUS Menjadi Akseptor KB

Hasil analisis statistik memperlihatkan tidak adanya hubungan paritas dengan PUS menjadi akseptor KB. Dapat dilihat dari paritas ≤ 2 orang dan 2 orang le bih banyak dijumpai pada PUS yang tidak ikut menjadi akseptor KB. Dari 10 PUS yang ikut menjadi akseptor KB yang menjadi responden dengan paritas ≤ 2 orang sebanyak 1 20 dan PUS yang menjadi responden dengan paritas 2 orang sebanyak 9 15,8, sedangkan dari 52 PUS yang tidak ikut menjadi akseptor KB yang menjadi responden dengan paritas ≤ 2 orang sebanyak 4 80 sedangkan yang menjadi responden dengan paritas 2 orang sebanyak 48 84,2. Hasil uji pearson chi-square diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan PUS menjadi akseptor KB dengan nilai p= 0,806 α=0,05 sehingga Ho diterima. Dari hasil uji penelitian tersebut dapat dilihat bahwa responden dengan paritas ≤ 2 dan 2 orang anak dalam hal ini memiliki nilai yang hampir sama dan cenderung tidak ikut serta menjadi akseptor KB. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Agustina 2011 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikans antara paritas dengan pemanfaatan alat kontrasepsi jenis susuk implant dengan hasil uji p = α=0,05. Hal ini juga tidak sesuai dengan pendapat Pastuty 2005 yang menjelaskan bahwa semakin tinggi anak yang pernah dilahirkan maka akan memberikan peluang, pengalaman dan informasi yang lebih baik dan lebih banyak lagi bagi PUS untuk membatasi kelahiran. Kondisi ini akan mendorong PUS untuk ikut serta menjadi akseptor KB sesuai dengan keinginannya. Padahal akseptor yang memiliki jumlah anak banyak belum tentu memiliki pengetahuan dan dan prilaku yang baik menjadi aseptor KB. Karena sebelum selain pengalaman dan informasi masih banyak hal-hal yang akan mengubah prilaku seseorang menuju prilaku yang positif diantaranya motivasi, kecerdasan pendidikan, pekerjaan, media massa, budaya dan lingkungan Notoadmodjo, 2003. Oleh karena itu jika akseptor yang memiliki jumlah anak sedikit dibiarkan dengan pengetahuan dan prilaku yang kurang dalam menjadi akseptor KB mungkin akan dapat menyebabkan meningkatnya angka kegagalan KB, karena tujuan KB antara lain menjarangkan kehamilan dan mengurangi angka kelahiran untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan menurunkan Angka Kematian Bayi.

5.4. Hubungan Budaya Kepercayaan dengan PUS Menjadi Akseptor KB

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pasangan Usia Subur (PUS), Akseptor KB dan Jumlah Posyandu Terhadap Jumlah Kelahiran di Kota Medan Tahun 2012

0 45 63

Faktor-faktor Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur menjadi Akseptor KB di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

6 62 58

Karakteristik Akseptor KB Di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar Tahun 2009

4 62 169

Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur ( PUS ) Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Medan Denai

1 9 130

Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur ( PUS ) Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Medan Denai

0 2 14

Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur ( PUS ) Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Medan Denai

0 0 2

B. Faktor Pengetahuan - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor KB Di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Tahun 2012

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasangan Usia Subur (PUS) - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor KB Di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Tahun 2012

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor KB Di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Tahun 2012

0 0 8

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR MENJADI AKSEPTOR KB DI KELURAHAN BABURA KECAMATAN MEDAN SUNGGAL KOTA MEDAN TAHUN 2012

0 0 11