Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan Pakan yang Mengandung Bawang Putih dan Meniran
ABSTRAK
WAHYU AFRILASARI. Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada
Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan Pakan yang Mengandung Bawang Putih dan Meniran. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan TATAG BUDIARDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele. Ikan lele yang digunakan memiliki panjang 7,27 ± 0,34 cm dan bobot tubuh 3,53 ± 0,51 g. Wadah yang digunakan adalah bak terpal yang berukuran 2 m x 1 m x 0,5 m sebanyak 12 buah. Perlakuan yang diujikan adalah Kontrol (-) (tanpa pemberian pakan uji dan tanpa pergantian sumber air), Kontrol (+) (tanpa pemberian pakan uji dan dengan pergantian sumber air), Pencegahan (pemberian pakan uji dengan dosis bawang putih 1,4% dan meniran 0,7% sebelum pergantian sumber air selama 21 hari), Pengobatan (pemberian pakan uji dengan dosis bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% setelah pergantian sumber air selama 14 hari). Hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup perlakuan pengobatan 95,38 ± 4,24% berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol (+) (P≤0,1). Perlakuan bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% efektif untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele Clarias sp. dengan memberikan kelangsungan hidup tertinggi yakni 95,38%.
(2)
ABSTRACT
WAHYU AFRILASARI. Effectiveness of Bacterial Diseases Control in Catfish Clarias sp. Grow Out Using Feeds Containing Allium sativum and Phyllanthus niruri. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and TATAG BUDIARDI.
This study aimed to determine the effectiveness of the use of feed containing
Allium sativum and Phyllanthus niruri to control bacterial diseases in catfish grow out. Catfish used in this experiment was as length as 7.27 ± 0.34 cm and as body weight as 0.51 ± 3.53 g. Catfish was maintained in plastic ponds with size of 2 m × 1 m × 0.5 m as many as 12 pieces. The treatments applied were Control (-) (without experimental feeding and without water changing), Control (+) (without experimental feeding and with water changing), Prevention (feeding with Allium sativum dose 1.4% and Phyllanthus niruri 0.7% before water changing for 21 days), medical treatment (feeding with Allium sativum dose 2.8% and
Phyllanthus niruri 1.4% after water changing for 14 days). The results demonstrated that the survival in medical treatment reached 95.38% ± 7.43%, that was significantly different from control (+) treatment (P ≤ 0.1). Allium sativum and Phyllanthus niruri treatment with the dose of 2.8% and 1.4% were effective for bacterial disease control in catfish Clarias sp. grow out that showed the highest survival of 95.38%.
(3)
1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) pada tahun 2012 menargetkan produksi perikanan budidaya sebesar 9,4 juta ton. Terdapat sepuluh komoditas yang diunggulkan oleh KKP dan salah satunya adalah ikan lele (BBPBAT, 2012). Ikan lele mulai banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya di pasar dalam negeri cukup tinggi dan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Permintaan ikan lele pada ukuran konsumsi dapat mencapai 150 ton/hari untuk daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dengan daya serap sebanyak 70% oleh penjual pecel ikan lele warung tenda (KKP, 2010).
Peningkatan permintaan terhadap produk ikan lele menyebabkan dilakukannya peningkatan produksi ikan lele oleh para pembudidaya dengan cara diterapkannya budidaya intensif. Dalam kegiatan budidaya intensif, terdapat beberapa kegiatan yang menyebabkan stres pada ikan budidaya seperti padat tebar yang tinggi, proses grading dan penyortiran serta transportasi yang kurang baik, dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Serangan penyakit pada kegiatan budidaya merupakan salah satu hal yang merugikan karena dapat menyebabkan kematian yang tinggi dan dapat mempengaruhi pertumbuhan.
Penanggulangan terhadap penyakit umumnya dengan menggunakan antibiotik. Namun demikian untuk saat ini penggunaan antibiotik telah dilarang karena antibiotik dapat menimbulkan resistensi bakteri dan menimbulkan residu pada ikan yang dapat membahayakan konsumen apabila dikonsumsi serta tidak aman bagi lingkungan. Oleh karena itu, digunakan bahan fitofarmaka yang berasal dari tanaman yang aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Ortuno, 2002 dalam Suman dan Csaba, 2011), dan dapat berperan dalam menangani serangan penyakit pada ikan budidaya. Salah satu bahan fitofarmaka yang cukup efektif dalam menangani serangan penyakit pada ikan lele adalah bawang putih dan meniran (Sartika, 2011).
Bawang putih (Allium sativum) mengandung zat aktif berupa allicin yang berfungsi sebagai antibakteri dan antifungi, skordinin berfungsi sebagai antiseptik, dan aliil (propenylalanina) yang berfungsi sebagai antiseptik dan antioksidan.
(4)
2
Meniran (Phyllanthus niruri) berfungsi sebagai imunostimulator yaitu berperan dalam mengaktifkan sistem imun. Kandungan zat aktif yang terdapat pada meniran adalah lignan, tannin, terpen, flavonoid, alkaloid dansaponin(Dhar et al., 1968 dalam Bagalkotkar et al., 2006 ).
Penelitian mengenai penggunaan bawang putih dan meniran dalam mencegah dan mengobati penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri telah banyak dilakukan sebelumnya (Lampiran 1). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa bawang putih dan meniran efektif dalam pengendalian penyakit yang diakibat oleh bakteri. Menurut Kurniawan (2010), dosis bawang putih dan meniran dalam pakan yang efektif dalam mencegah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila adalah 1,4% bawang putih dan 0,7% meniran. Namun demikian, penelitian tersebut dilakukan dalam skala laboratorium. Untuk itu, diperlukan penelitian dalam skala lapangan untuk melihat efektivitas penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran pada dosis yang sama dalam skala lapang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas dari penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran pada dosis yang sama untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele dalam skala lapangan.
(5)
3 II. METODOLOGI
2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci dengan deterjen dan dikeringkan di bawah terik matahari selama 1 hari. Selanjutnya, bak diisi air sampai ketinggian 25-30 cm dan dibiarkan di dalam terpal selama 3 hari.
Ikan lele yang digunakan memiliki bobot awal rata-rata 3,53 ± 0,51 g dengan panjang awal 7,27 ± 0,34 cm. Ikan lele diadaptasikan di dalam terpal selama 1 minggu dan diberikan pakan sebanyak 2 kali sehari secara at satiation. Setelah proses adaptasi, ikan lele ditebar ke dalam terpal dengan kepadatan 100 ekor/m2. Pemberian pakan selama perlakuan dilakukan berdasarkan FR (feeding rate) 8% biomassa dan diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari.
2.2 Persiapan Pakan Uji
Meniran yang digunakan dalam pakan uji adalah bagian daun. Pembuatan tepung meniran dilakukan dengan dibersihkannya daun meniran dari kotoran yang melekat dengan air mengalir. Setelah dibersihkan, daun meniran dikering-anginkan di udara tanpa terkena sinar matahari secara langsung kurang lebih selama 3 hari. Setelah kering, meniran dihaluskan dengan menggunakan blender agar menjadi bubuk dan selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan saringan halus dengan mesh size 0,5-1 mm.
Pembuatan tepung bawang putih dilakukan dengan dibersihkannya bawang putih dari kulitnya. Selanjutnya bawang putih diiris tipis dan dikering-anginkan di udara tanpa terkena sinar matahari langsung kurang lebih selama 5 hari. Setelah dijemur, bawang putih dioven pada suhu 60oC selama 1 jam agar bawang putih benar-benar kering. Setelah kering, bawang putih dihaluskan dengan menggunakan blender untuk dijadikan bubuk dan diayak menggunakan saringan halus dengan mesh size 0,5-1 mm.
Pembuatan pakan uji dilakukan dengan mencampurkan semua bahan baku pakan dengan tepung meniran dan bawang putih. Perbandingan tepung meniran
(6)
4
dan bawang putih sebesar 1:2 pada perlakuan pencegahan. Dosis pengobatan adalah dua kali lipat dari dosis pencegahan (Angka, 2005). Berdasarkan perhitungan dari dosis pakan perlakuan pada penelitian Kurniawan (2010), maka rincian dosis campuran tepung meniran dan bawang putih perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis campuran tepung meniran dan bawang putih dalam pakan perlakuan
Perlakuan Total (%) Meniran (%) Bawang Putih (%)
Kontrol (-) 0 0 0
Kontrol (+) 0 0 0
Pencegahan 2,1 0,7 1,4
Pengobatan 4,2 1,4 2,8
Tepung meniran dan bawang putih sesuai dosis pada Tabel 1 dicampurkan pada saat proses pencampuran (mixing) bahan baku pada pembuatan pakan sehingga dapat bercampur secara merata. Setelah itu ditambahkan vitamin C 0,1% dan air sebanyak 30% dan dicetak, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama 2 jam pada suhu 60oC. Pakan disimpan dalam wadah kedap udara.
2.3 Prosedur Penelitian
Pengujian dilakukan untuk menganalisis pengaruh dari perlakuan pakan uji terhadap kelangsungan hidup ikan lele. Pengamatan sebelum uji tantang dilakukan selama 21 hari dan pengamatan setelah uji tantang dilakukan selama 14 hari. Perlakuan pencegahan diberikan pakan uji dari awal pemeliharaan sampai hari ke 21. Berdasarkan penelitian Widiani (2011), pemberian pakan yang mengandung bawang putih dan meniran untuk pencegahan terhadap bakteri Aeromonas hydrophila efektif diberikan selama 21 hari. Perlakuan pengobatan diberikan pakan uji pada hari ke 22 sampai hari ke 35.
Ikan lele diberikan uji tantang berupa pergantian sumber air yaitu dari sumber air tandon ke sumber air selokan (berasal dari pembuangan air kolam) sebanyak 100%. Setiap terpal diisi dengan ikan lele dengan kepadatan 65 ekor/m2. Selama proses pengamatan uji tantang selama 14 hari, tidak dilakukan pergantian air seperti saat pemeliharaan sebelumnya.
(7)
5
Gambar 1. Skema penelitian
2.4 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati terdiri dari parameter jumlah ikan yang hidup dan bobot. Parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian. Pengamatan terhadap bakteri meliputi perhitungan jumlah bakteri total, pengamatan dominasi bakteri secara kualitatif, dan karakterisasi isolat bakteri terpilih. Parameter kualitas air meliputi parameter fisika (suhu), dan kimia (pH, DO, NH3).
2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup dihitung dari jumlah ikan yang hidup pada awal dan akhir pemeliharaan. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
(8)
6
Kelangsungan hidup = Nt x 100% No
Keterangan : No = jumlah populasi ikan yang hidup hari ke-0 (ekor) Nt = jumlah populasi ikan yang hidup hari ke-i (ekor)
2.4.2 Laju Pertumbuhan Mutlak
Laju pertumbuhan mutlak dihitung pada setiap minggu (sampling) selama perlakuan dengan menggunakan timbangan digital. Ikan pada masing-masing perlakuan ditimbang bobotnya, kemudian dihitung nilai pertumbuhan ikan pada setiap perlakuan. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
GR = wt - wo
t
Keterangan: GR = Laju pertumbuhan mutlak (gram/hari) wt = Bobot rata-rata hari ke- t (gram)
wo = Bobot rata-rata hari ke-0 (gram)
t = Lama pemeliharaan
2.4.3 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian diamati pada setiap minggu selama perlakuan. Laju pertumbuhan harian ikan dihitung dari data bobot yang didapat pada kegiatan sampling. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: SGR = Laju pertumbuhan harian (%)
wt = Bobot rata-rata individu waktu ke-i (gram/ekor) wo = Bobot rata-rata individu waktu ke-0 (gram/ekor) t = Periode pengamatan (hari)
2.4.4 Perhitungan Jumlah Bakteri Total dan Pengamatan Koloni Bakteri yang Dominan Secara Kualitatif
Jumlah bakteri diamati dengan menyebar air sampel menggunakan metode sebar (Hadioetomo, 1989) pada media Trypticase Soy Agar (TSA) kemudian di inkubasi selama 1x24 jam pada suhu 28-30oC. Pengamatan koloni bakteri yang
SGR =
1 t wo wt x 100%
(9)
7
dominan secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat bentuk dan warna koloni bakteri yang terbentuk pada media TSA. Jumlah bakteri dihitung dengan rumus:
Keterangan: ∑ Koloni terhitung = Koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA
Volume suspensi bakteri = Volume suspensi bakteri yang disebar pada media TSA
Pengenceran = Pengenceran yang digunakan
2.4.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Terpilih
Karakterisasi terhadap isolat bakteri terpilih dilakukan melalui beberapa uji meliputi pewarnaan gram, uji O/Fi, uji katalase, uji oksidase, dan uji motilitas. Panduan identifikasi bakteri yang digunakan berdasarkan tabel Cowan (Cowan dan Steel, 1974).
a) Pewarnaan Gram
Isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik dan diletakkan diatas gelas objek yang sebelumnya telah ditetesi dengan akuades. Bakteri dan akuades dicampurkan di atas gelas objek dan dikering-udarakan. Preparat bakteri yang telah kering, ditetesi dengan menggunakan larutan kristal violet selama 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Setelah kering, preparat ditetesi kembali dengan menggunakan larutan kalium iodida selama 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan alkohol selama 30 detik, dibilas dan dikeringkan. Preparat ditetesi kembali dengan menggunakan larutan safranin selama 30 detik, dibilas dan dikeringkan. Preparat diamati dengan mikroskop pada perbesaran 1000x.
Hasil menunjukkan bakteri tersebut Gram positif apabila dalam pengamatan dengan mikroskop bakteri berwarna biru gelap atau ungu dan Gram negatif apabila bakteri berwarna merah muda. Bakteri dengan bentuk menyerupai batang maka bentuk bakteri tersebut adalah basil dan bakteri menyerupai bulatan maka bentuk bakteri adalah coccus.
∑ bakteri = ∑ koloni terhitung×
kteri suspensiba vol.
1
×
n pengencera
(10)
8
b) Uji Oksidasi/Fermentasi
Isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik. Bakteri selanjutnya diinokulasikan kedalam satu set media O/F secara vertikal. Salah satu dari media O/F diberi parafin cair sebanyak 1 ml. Media O/F yang telah diinokulasikan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 28-30oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada media O/F tersebut.
Hasil uji, reaksi oksidatif bila pada tabung yang tidak diberi paraffin berubah menjadi kuning, sedangkan reaksi fermentatif bila tabung yang diberi paraffin berwarna kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning. Uji O/F negatif apabila tidak terdapat perubahan warna pada kedua tabung tersebut.
c) Uji Katalase
Gelas objek disiapkan dan ditetesi larutan hydrogen peroksida (H2O2).
Kemudian isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik dan diletakkan di atas larutan H2O2 pada gelas objek, lalu diamati ada atau tidaknya
gelembung. Hasil uji, reaksi positif apabila adanya gelembung-gelembung udara dan hasil negatif apabila tidak adanya gelembung udara.
d) Uji Oksidase
Gelas objek disiapkan dan diletakkan kertas cakram di atasnya. Lalu kertas cakram ditetesi dengan larutan P-aminodimethylaniline-oxalat 1%. Kemudian isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik dan diletakkan di atas kertas cakram pada gelas objek, lalu diamati ada atau tidaknya perubahan warna pada kertas cakram. Hasil uji positif apabila adanya perubahan warna merah muda menjadi merah marun pada permukaan kertas cakram dan reaksi negatif apabila tidak adanya perubahan warna.
e) Uji Motilitas
Isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik. Bakteri selanjutnya ditusukkan ke media SIM (sulfida indol motility) dengan kedalaman dua pertiga media. Selanjutnya media di inkubasi selama 24 jam pada suhu 28-30oC, dan diamati tumbuhnya bakteri pada media tersebut. Hasil uji positif apabila
(11)
9
terdapat pertumbuhan bakteri pada permukaan medium dan hasil uji negatif apabila bakteri tumbuh hanya di sekitar bekas tusukan pada media SIM.
2.4.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang akan diamati meliput pengukuran suhu, pH, DO (oksigen terlarut), dan amoniak. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
Tabel 2. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur yang digunakan selama penelitian
Parameter Satuan Alat ukur
Suhu oC Termometer
pH Unit pH meter
DO (oksigen terlarut) mg/l DO meter
Amoniak (NH3) mg/l Spektrofotometer
2.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap). Data dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 dan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan. Parameter yang dianalisis statistik secara kuantitatif adalah derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian (Lampiran 3). Parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah jumlah bakteri total dan kualitas air.
(12)
10 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri total dan pengamatan dominasi bakteri secara kualitatif, karakterisasi isolat bakteri terpilih, serta kualitas air.
3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Pengamatan terhadap kelangsungan hidup pada ikan lele selama penelitian dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum uji tantang dan sesudah uji tantang. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Keterangan : Huruf yang sama dalam grafik batang menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,1)
Gambar 2. Kelangsungan hidup ikan lele sebelum uji tantang
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam grafik batang menyatakan berbeda nyata (P<0,1)
(13)
11
Berdasarkan Gambar 2 dan 3 dapat dilihat bahwa derajat kelangsungan hidup sebelum uji tantang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Derajat kelangsungan hidup setelah uji tantang pada perlakuan pengobatan memiliki nilai sebesar 95,38±4,24% dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,1) dengan perlakuan kontrol (+) dengan nilai sebesar 86,92±2,71% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (–) dengan nilai sebesar 96,15±2,03%. Perlakuan pencegahan dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 94,62±2,91% tidak berbeda nyata(P>0,1) dengan semua perlakuan.
3.1.2 Laju Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak ikan uji diamati selama 35 hari pemeliharaan. Parameter laju pertumbuhan mutlak ikan digunakan untuk menganalisis pengaruh dari pemberian pakan dengan campuran bawang putih dan meniran terhadap pertumbuhan ikan uji. Pada Gambar 4 tertera grafik laju pertumbuhan mutlak ikan lele selama pemeliharaan.
Gambar 4. Laju pertumbuhan mutlak ikan lele selama pemeliharaan
Gambar 4 memperlihatkan bahwa ikan lele pada semua perlakuan mengalami pertumbuhan. Namun berdasarkan hasil analis statistik, nilai laju pertumbuhan mutlak tidak berbeda nyata (P>0,1) dari semua perlakuan.
(14)
12 3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian
Pertumbuhan harian ikan uji diamati selama 35 hari pemeliharaan. Parameter laju pertumbuhan digunakan untuk melihat pengaruh dari pemberian pakan dengan campuran bawang putih dan meniran terhadap pertumbuhan ikan uji. Berikut ini adalah grafik laju pertumbuhan harian (Gambar 5).
Keterangan : Huruf yang sama dalam grafik batang menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,1)
Gambar 5. Laju pertumbuhan harian ikan lele selama pemeliharaan
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa dari hasil analisis statistik, nilai laju pertumbuhan harian tidak berbeda nyata (P>0,1) antara semua perlakuan baik yang diberi pakan dengan campuran bawang putih dan meniran maupun perlakuan yang hanya diberi pakan komersial.
3.1.4 Perhitungan Jumlah Bakteri Total dan Pengamatan Koloni Bakteri yang Dominan Secara Kualitatif
Jumlah bakteri yang tumbuh pada media ini merupakan total bakteri yang terdapat pada sampel air tersebut. Hasil plating bakteri dari air selokan tertera pada Gambar 6 dan air tandon pada Gambar 7.
(15)
13
Gambar 6. Koloni bakteri yang berasal dari air selokan pada media TSA yang berumur 1x24 jam pada suhu inkubasi 28-30oC
Gambar 7. Koloni bakteri yang berasal dari air tandon pada media TSA yang berumur 1x24 jam pada suhu inkubasi 28-30oC Morfologi koloni pada sumber air selokan dan air pemeliharaan pada perlakuan kontrol (+), pencegahan dan pengobatan didapatkan bakteri yang beragam. Pada air tandon dan air pemeliharaan perlakuan kontrol (-) ditemukan bakteri dengan morfologi koloni yang homogen.
Perhitungan jumlah total bakteri pada tiap sumber air dan air pemeliharaan dilakukan pada akhir pemeliharaan. Jumlah total bakteri yang terdapat pada sumber air dan air pemeliharaan terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan bakteri pada sumber air dan air pemeliharaan pada setiap perlakuan di akhir pemeliharaan
Sampel Kepadatan Bakteri
(CFU/ml) Morfologi Koloni
Air Selokan 4,8×104 Beragam
Air Tandon 3,32×104 Homogen
Kontrol (+) 1,24×106 Beragam
Kontrol (-) 4,82×105 Homogen
Pencegahan 7,92×105 Beragam
Pengobatan 6,5×105 Beragam
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah kepadatan bakteri pada sampel air selokan sebesar 4,48×104 CFU/mllebih banyak dibandingkan dengan sampel air tandon sebesar 3,32×104 CFU/ml. Pada sampel air di akhir pemeliharaan pada bak perlakuan didapatkan hasil dari jumlah kepadatan bakteri yang berbeda. Jumlah kepadatan bakteri terbanyak terdapat pada bak perlakuan kontrol (+) sebesar 1,24×106 CFU/ml, selanjutnya pada bak pencegahan sebesar
(16)
14
7,92×105 CFU/ml, bak pengobatan sebesar 6,5×105 CFU/ml dan bak perlakuan kontrol (–) sebesar 4,82×105 CFU/ml.
3.1.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Terpilih
Uji karakterisasi isolat bakteri terpilih dilakukan terhadap bakteri yang terdapat pada air tandon. Hasil karakterisasi isolat bakteri terpilih dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakterisasi isolat bakteri terpilih
Uji Hasil
Pewarnaan Gram Gram negatif
Oksidasi/Fermentasi -
Katalase +
Oksidase -
Motilitas +
Berdasarkan hasil uji dan indentifikasi dengan menggunakan tabel Cowan, maka didapatkan hasil bahwa isolat bakteri terpilih tersebut merupakan bakteri dalam genus Alcaligenes.
3.1.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah oksigen terlarut, suhu, pH, amoniak dan jumlah bakteri. Parameter kualitas air diamati pada awal pemeliharaan, saat pertengahan pemeliharaan dan akhir uji tantang. Data kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kualitas air selama pemeliharaan
Parameter Perlakuan Standar
(pustaka)
K (+) K (-) PC PG
Suhu (oC) 25-29 25-29 25-29 25-29 25-32 a
Ph 6,31-7,15 6,96 -7,31 6,7-7,23 6,71-7,41 6,5-8,5 a DO (mg/l) 3,5-5,5 3,6-5,9 3,1-5,4 4 -5,4 >3 a Amoniak (NH3)
(mg/l)
0,020 0,026 0,024 0,034 0,7-2,4 b
Keterangan : a) SNI 7550:2009
b
) Boyd (1982)
Tabel 5 menunjukkan nilai kualitas air selama pemeliharaan. Dari hasil analisis kualitas air, menunjukkan bahwa nilai kualitas air relatif tidak berbeda antar perlakuan dan masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan ikan lele.
(17)
15 3.2 Pembahasan
Berbagai jenis bakteri banyak ditemukan di setiap perairan. Bakteri-bakteri yang sering dijumpai pada perairan tawar di antaranya adalah Pseudomonas, Flavobacterium dan Proteus (Irianto, 2005). Bakteri yang terdapat di alam tidak semuanya bersifat patogen. Bakteri yang bersifat patogen di antaranya seperti Aeromonas hydrophila, Vibrio harveyi, Streptococcus agalactiae dan Vibrio alginolyticus. Penyakit pada ikan yang disebabkan oleh bakteri patogen disebut sebagai penyakit bakterial. Penyakit bakterial dapat dikendalikan dengan penggunaan imunostimulan. Imunostimulan merupakan suatu bahan yang berasal dari mahluk hidup atau gabungan dari bahan-bahan sintetik yang dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Imunostimulan dapat memberikan efek pada sejumlah komponen yang ada pada sistem imun seperti dengan adanya peningkatan aktivitas fagositosis (Sakai, 1999 dalam Tacchi et al., 2011). Imunostimulan dapat diberikan melalui oral atau secara injeksi. Imunostimulan yang diberikan melalui pakan lebih efektif dibandingkan dengan metode injeksi dalam hal biaya ketika mempertimbangkan dari segi pemberian pakan (Tacchi et al., 2011).
Beberapa bahan imunostimulan yang telah digunakan dalam pakan untuk kegiatan budidaya adalah seperti lipopolisakarida (LPS) (Guttvik et al., 2002, Nya dan Austin, 2010 dalam Tacchi et al., 2011), ekstrak dari tumbuhan seperti jahe, dan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) (Abdel et al., 2010 dalam Tacchi et al., 2011) dan penggunaan bawang putih (Sahu et al, 2007 dalam Suman dan Csaba, 2011). Penggunaan imunostimulan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk menggantikan penggunaan antibiotik dan bahan-bahan kimia lainnya yang sudah mulai dilarang penggunaanya karena dapat meninggalkan residu pada tubuh ikan dan membahayakan jika dikonsumsi oleh konsumen. Antibiotik juga dapat menyebabkan meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan.
Potensi tanaman sebagai imunostimulan bagi ikan mulai banyak diterapkan dalam dunia perikanan. Salah satu bahan fitofarmaka yang cukup efektif dalam mengatasi beberapa penyakit adalah bawang putih dan meniran. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian yang telah dilakukan dalam skala laboratorium seperti penggunaan bawang putih dan meniran untuk mengatasi
(18)
16
penyakit akibat bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Kurniawan, 2010), penyakit akibat bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Fauziah, 2012) dan penyakit akibat bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu macan (Miranti, 2012).
Penelitian-penelitian tersebut dapat membuktikan bahwa ikan mampu memanfaatkan bahan-bahan aktif yang terdapat pada bawang putih dan meniran. Bahan aktif yang terdapat pada bawang putih adalah allicin. Menurut Durairaj et al. (2009), bawang putih bekerja sebagai antibakteri dan dapat menekan pertumbuhan bakteri serta dapat membunuh bakteri dari golongan Gram negatif dan Gram positif. Allicin pada bawang putih bersifat antibakteri dengan cara menghambat sintesis RNA dan lipid bakteri. RNA yang diproduksi oleh bakteri dalam jumlah sedikit ataupun tidak diproduksi berakibat pada sintesis protein karena tidak adanya messenger RNA, ribosomal RNA dan transfer RNA. Hal ini yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut karena tidak dapat terbentuknya asam amino dan protein dalam tubuh bakteri. Selain menghambat RNA, allicin juga menghambat sintesis lipid yang berakibat pada sel lainnya terutama pada bagian phospholipid biolayer. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan dinding sel yang kurang tepat pada tubuh bakteri baik pada bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Meniran berfungsi sebagai imunostimulator, yaitu mengaktifkan sistem imun. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabir dan Rocha (2008) yang menyatakan bahwa meniran bekerja dengan cara mengaktifkan sistem kekebalan tubuh ikan setelah meniran tersebut dimakan oleh ikan. Kandungan zat aktif yang terdapat pada meniran adalah lignan, tanin, terpen, flavonoid, alkaloid dan saponin (Dhar et al, 1968 dalam Bagalkotkar et al, 2006 ). Menurut Suprapto (2006), flavonoid merupakan antioksidan yang mampu merangsang kekebalan tubuh ikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jiao et al. (2001) dalam Maratani (2006) mengenai fungsi imunitas seluler yang dilakukan secara in vivo pada tikus menunjukkan bahwa senyawa flavonoid dapat memacu proloferasi limfosit dan meningkatkan jumlah sel T yang berperan dalam pembentukan sistem imun.
(19)
17
Berdasarkan hasil penelitian pada parameter kelangsungan hidup, perlakuan yang menunjukkan hasil yang paling baik adalah pada perlakuan pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan aktif dalam bawang putih dan meniran bekerja pada saat setelah perlakuan uji tantang (pergantian sumber air) dilakukan. Menurut Muslim et al. (2009), bawang putih dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan bakteri. Bawang putih juga bekerja dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri yang terdapat pada air selokan, diduga melalui pencucian (leaching) pakan yang mengandung bawang putih pada perlakuan pengobatan. Melalui pencucian pakan ke air diduga mampu membunuh bakteri pada air selokan yang diduga terdapat bakteri patogen di dalamnya. Sesuai dengan pendapat Durairaj et al. (2009) menyatakan bahwa allicin yang terdapat pada bawang putih mampu menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri yang ada.
Pada saat perlakuan pencegahan bakteri yang terdapat pada air tandon pun ditekan pertumbuhannya karena adanya allicin dalam pakan perlakuan. Namun pada perlakuan pencegahan tidak didapatkan hasil yang berbeda nyata antara semua perlakuan. Hal ini diduga karena bakteri-bakteri yang terdapat pada air tandon merupakan bakteri non patogen sehingga bakteri tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Berdasarkan hasil karakterisasi dan identifikasi dengan menggunakan tabel Cowan terhadap isolat bakteri terpilih (bakteri air tandon), didapatkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri dalam genus Alcaligenes. Bakteri Alcaligenes merupakan bakteri non patogen pada ikan (Austin dan Austin, 1999 dalam Irianto, 2005).
Setelah uji tantang (pergantian sumber air) pada perlakuan pengobatan, allicin pada pakan pengobatan bekerja dengan baik dengan cara menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri yang terdapat pada air selokan. Dengan demikian, pada perlakuan kontrol (+) dan pencegahan didapatkan kelangsungan hidup yang lebih rendah dibanding perlakuan pengobatan. Hal ini, diduga karena terdapat bakteri patogen pada air selokan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup selama pemeliharaan. Dari hasil TPC air selokan didapatkan bakteri dengan warna koloni yang berbeda-beda (beragam), sedangkan pada hasil TPC air tandon didapatkan warna dan bentuk yang lebih seragam (homogen). Allicin dan
(20)
18
flavonoid yang terdapat pada pakan berkerjasama dalam menghambat dan membunuh bakteri yang terdapat pada air selokan, sehingga ikan-ikan dalam perlakuan pengobatan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol (+) dan pencegahan.
Uji tantang yang dilakukan dalam penelitian ini berbeda dengan uji tantang yang pada umumnya yang dilakukan dalam penelitian skala laboratorium. Dalam penelitian ini, uji tantang dilakukan dengan cara membuat ikan stres. Menurut Irianto (2005), stressor atau faktor stres pada ikan dapat diklasifikasikan menjadi empat macam diantaranya adalah stressor kimiawi, stressor fisik, stressor biologis dan stressor prosedural. Uji tantang dalam penelitian ini menggunakan stressor biologis dan stressor prosedural. Stressor biologis adalah stressor yang diakibatkan karena adanya masalah seperti densitas terlalu tinggi, multikultur (adanya spesises-spesies yang agresif dan persaingan tempat), dan mikroba (kehadiran mikroba patogenik maupun non patogenik). Stressor biologis yang terdapat dalam penelitian ini diakibatkan oleh mikroba. Dengan adanya pergantian air dari air tandon menjadi air selokan yang keduanya memiliki jumlah mikroba yang berbeda. Berdasarkan hasil TPC bakteri pada media TSA, diketahui bahwa pada air selokan memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bakteri pada air tandon. Selain stressor biologis, dalam penelitian ini juga menggunakan stressor prosedural yaitu cara penanganan pada saat uji tantang. Ikan-ikan tersebut diangkat dari terpal dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ember agar ikan menjadi lebih padat selama 30 menit. Hal ini dilakukan agar terjadi luka pada kulit ikan yang dapat menyebabkan ikan stres dan serangan dari bakteri yang ada pada air selokan. Dengan demikian, pengaruh dari pemberian pakan dengan campuran bawang putih dan meniran dapat dilihat pengaruhnya.
Jumlah kepadatan bakteri pada suatu perairan merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit. Jumlah kepadatan bakteri akan menyebabkan penyakit atau menjadi patogen jika telah mencapai kepadatan tertentu. Pada bakteri Aeromonas hydrophila akan menjadi patogen pada suatu perairan jika telah mencapai kepadatan 104 CFU/ml (Irianto, 2003 dalam Bijanti et al., 2011). Kepadatan bakteri pada sumber air selokan yang digunakan untuk uji tantang sebesar 4,48×104 CFU/mldan kepadatan bakteri pada sumber air tandon sebesar
(21)
19
3,32×104 CFU/ml. Dari hasil TPC yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa bakteri pada air tandon lebih sedikit jumlahnya dan koloni yang terbentuk lebih homogen dilihat dari warna koloni yang dihasilkan dibandingkan pada bakteri di air selokan dengan jumlah yang lebih banyak dan beragam dilihat dari warna koloni yang dihasilkan berbeda-beda. Dari hasil indentifikasi bakteri, pada sumber air tandon didapatkan bakteri dalam genus Alcaligenes yang bersifat non patogen bagi ikan (Austin dan Austin, 1999 dalam Irianto, 2005).
Pertumbuhan baik pada laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian pada penelitian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Namun demikian, dari grafik laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian dapat dilihat bahwa ikan uji menunjukkan pertumbuhan selama perlakuan. Sartika (2011) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa pemberian pakan yang mengandung bawang putih dan meniran tidak memberikan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol pada parameter pertumbuhan.
Kualitas air selama pemeliharaan menunjukkan nilai yang berada pada kisaran normal. Suhu berkisar 25-32oC, pH 6,5-8,5, DO> 3 mg/l (SNI 7550:2009) dan amoniak < 0,1 (Boyd, 1982).
(22)
20 IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa perlakuan pengobatan bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% efektif untuk pengendalian penyakit bakterial dalam pembesaran ikan lele Clarias sp. dengan memberikan kelangsungan hidup sebesar 95,38%.
4.2 Saran
Perlu dilakukan dengan metode uji tantang yang lain untuk dapat mengamati pengaruh dari pakan yang mengandung bawang putih dan meniran dalam upaya pencegahan pada ikan lele untuk skala lapangan.
(23)
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PENYAKIT BAKTERIAL
PADA PEMBESARAN IKAN LELE
Clarias
sp. DENGAN
PAKAN YANG MENGANDUNG BAWANG PUTIH DAN
MENIRAN
WAHYU AFRILASARI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
(24)
ABSTRAK
WAHYU AFRILASARI. Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan Pakan yang Mengandung Bawang Putih dan Meniran. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan TATAG BUDIARDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele. Ikan lele yang digunakan memiliki panjang 7,27 ± 0,34 cm dan bobot tubuh 3,53 ± 0,51 g. Wadah yang digunakan adalah bak terpal yang berukuran 2 m x 1 m x 0,5 m sebanyak 12 buah. Perlakuan yang diujikan adalah Kontrol (-) (tanpa pemberian pakan uji dan tanpa pergantian sumber air), Kontrol (+) (tanpa pemberian pakan uji dan dengan pergantian sumber air), Pencegahan (pemberian pakan uji dengan dosis bawang putih 1,4% dan meniran 0,7% sebelum pergantian sumber air selama 21 hari), Pengobatan (pemberian pakan uji dengan dosis bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% setelah pergantian sumber air selama 14 hari). Hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup perlakuan pengobatan 95,38 ± 4,24% berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol (+) (P≤0,1). Perlakuan bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% efektif untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele Clarias sp. dengan memberikan kelangsungan hidup tertinggi yakni 95,38%.
(25)
ABSTRACT
WAHYU AFRILASARI. Effectiveness of Bacterial Diseases Control in Catfish Clarias sp. Grow Out Using Feeds Containing Allium sativum and Phyllanthus niruri. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and TATAG BUDIARDI.
This study aimed to determine the effectiveness of the use of feed containing Allium sativum and Phyllanthus niruri to control bacterial diseases in catfish grow out. Catfish used in this experiment was as length as 7.27 ± 0.34 cm and as body weight as 0.51 ± 3.53 g. Catfish was maintained in plastic ponds with size of 2 m × 1 m × 0.5 m as many as 12 pieces. The treatments applied were Control (-) (without experimental feeding and without water changing), Control (+) (without experimental feeding and with water changing), Prevention (feeding with Allium sativum dose 1.4% and Phyllanthus niruri 0.7% before water changing for 21 days), medical treatment (feeding with Allium sativum dose 2.8% and Phyllanthus niruri 1.4% after water changing for 14 days). The results demonstrated that the survival in medical treatment reached 95.38% ± 7.43%, that was significantly different from control (+) treatment (P ≤ 0.1). Allium sativum and Phyllanthus niruri treatment with the dose of 2.8% and 1.4% were effective for bacterial disease control in catfish Clarias sp. grow out that showed the highest survival of 95.38%.
(26)
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PENYAKIT BAKTERIAL
PADA PEMBESARAN IKAN LELE
Clarias
sp. DENGAN
PAKAN YANG MENGANDUNG BAWANG PUTIH DAN
MENIRAN
WAHYU AFRILASARI
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
(27)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PENYAKIT BAKTERIAL PADA PEMBESARAN IKAN LELE Clarias sp. DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG BAWANG PUTIH DAN MENIRAN
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
WAHYU AFRILASARI C14080044
(28)
Judul Skripsi : Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan Pakan yang Mengandung Bawang Putih dan Meniran
Nama Mahasiswa : Wahyu Afrilasari Nomor Pokok : C14080044
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Dinamella Wahjuningrum Dr. Tatag Budiardi
NIP.19700521 199903 2 001 NIP.19631002 199702 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Sukenda
NIP. 19671013 199302 1 001
(29)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan segenap rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan dari tanggal 9 Juli sampai 20 September 2012 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor adalah dengan
judul “ Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan Pakan yang Mengandung Bawang Putih dan Meniran”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orangtua, kakak, abang dan dede atas doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini,
2. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi,
3. Ibu Dr. Dinar Tri Soelistyowati selaku dosen tamu yang memberikan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini,
4. Pak Ranta, Kang Abe, Pak Henda, Pak Aam, atas kerjasamanya yang baik dalam menyelesaikan skripsi,
5. Teman-teman LKI’ers (Titi, Dendi, Lita, Deasy, Jeanni, Retno, Nora, Mbak Manda, Ka Rahman, Mbak Dewi, Ka Adni) Dina, Ernitha, Ima, Nidya, Pika, Erija, Widi, Adit, Ojan, Asbul, Ahen, Memel, Ami, Bayu, Ivan, serta keluarga besar BDP 45 terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya terima kasih atas kebersamaan dan persahabatannya,
6. Anggi, Diara, Eris, Syakir dan teman-teman Kos “Tridara” terima kasih atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2012
Wahyu Afrilasari C14080044
(30)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang tanggal 13 April 1990 dari Ayah Abu Salim dan Ibu Nursyaf Yerlina. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMA N 6 Bekasi dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti magang di BBPBAT, Sukabumi pada tahun 2009, dan melakukan praktik lapangan di perusahaan PT. Nuansa Ayu Karamba, Kepulauan Seribu pada tahun 2011. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Manajemen Kesehatan Organisme Akuatik semester genap 2011/2012, Penyakit Organisme Akuatik 2011/2012 semester ganjil 2012/2013 dan Mikrobiologi Akuakultur semester ganjil 2012/2013. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) 2010/2011 dan 2011/2012 sebagai sekretaris. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan
(31)
ABSTRAK
WAHYU AFRILASARI. Efektivitas Pengendalian Penyakit Bakterial pada Pembesaran Ikan Lele Clarias sp. dengan Pakan yang Mengandung Bawang Putih dan Meniran. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan TATAG BUDIARDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele. Ikan lele yang digunakan memiliki panjang 7,27 ± 0,34 cm dan bobot tubuh 3,53 ± 0,51 g. Wadah yang digunakan adalah bak terpal yang berukuran 2 m x 1 m x 0,5 m sebanyak 12 buah. Perlakuan yang diujikan adalah Kontrol (-) (tanpa pemberian pakan uji dan tanpa pergantian sumber air), Kontrol (+) (tanpa pemberian pakan uji dan dengan pergantian sumber air), Pencegahan (pemberian pakan uji dengan dosis bawang putih 1,4% dan meniran 0,7% sebelum pergantian sumber air selama 21 hari), Pengobatan (pemberian pakan uji dengan dosis bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% setelah pergantian sumber air selama 14 hari). Hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup perlakuan pengobatan 95,38 ± 4,24% berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol (+) (P≤0,1). Perlakuan bawang putih 2,8% dan meniran 1,4% efektif untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele Clarias sp. dengan memberikan kelangsungan hidup tertinggi yakni 95,38%.
(32)
ABSTRACT
WAHYU AFRILASARI. Effectiveness of Bacterial Diseases Control in Catfish Clarias sp. Grow Out Using Feeds Containing Allium sativum and Phyllanthus niruri. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and TATAG BUDIARDI.
This study aimed to determine the effectiveness of the use of feed containing Allium sativum and Phyllanthus niruri to control bacterial diseases in catfish grow out. Catfish used in this experiment was as length as 7.27 ± 0.34 cm and as body weight as 0.51 ± 3.53 g. Catfish was maintained in plastic ponds with size of 2 m × 1 m × 0.5 m as many as 12 pieces. The treatments applied were Control (-) (without experimental feeding and without water changing), Control (+) (without experimental feeding and with water changing), Prevention (feeding with Allium sativum dose 1.4% and Phyllanthus niruri 0.7% before water changing for 21 days), medical treatment (feeding with Allium sativum dose 2.8% and Phyllanthus niruri 1.4% after water changing for 14 days). The results demonstrated that the survival in medical treatment reached 95.38% ± 7.43%, that was significantly different from control (+) treatment (P ≤ 0.1). Allium sativum and Phyllanthus niruri treatment with the dose of 2.8% and 1.4% were effective for bacterial disease control in catfish Clarias sp. grow out that showed the highest survival of 95.38%.
(33)
ix DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii DAFTAR LAMPIRAN ... xiii I. PENDAHULUAN ...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Tujuan ...2 II. METODOLOGI ...3 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji ...3 2.2 Persiapan Pakan Uji ...3 2.3 Prosedur Penelitian ...4 2.4 Parameter Pengamatan ...5 2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup ...5 2.4.2 Laju Pertumbuhan Mutlak ...6 2.4.3 Laju Pertumbuhan Harian ...6 2.4.4 Perhitungan Jumlah Bakteri Total dan Pengamatan Koloni
Bakteri yang Dominan Secara Kualitatif ...6 2.4.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Terpilih ...7 2.4.6 Kualitas Air ...9 2.5 Analisis Data ...9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10 3.1 Hasil ... 10 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup ... 10 3.1.2 Laju Pertumbuhan Mutlak ... 11 3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian ... 12 3.1.4 Perhitungan Jumlah Bakteri Total dan Pengamatan Koloni
Bakteri yang Dominan Secara Kualitatif ... 12 3.1.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Terpilih ... 14 3.1.6 Kualitas Air ... 14 3.2 Pembahasan ... 15 IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20 4.1 Kesimpulan... 20 4.2 Saran ... 20
(34)
x
DAFTAR PUSTAKA ... 21 LAMPIRAN.. ... 24
(35)
xi DAFTAR TABEL
` Halaman
1. Dosis campuran tepung meniran dan bawang putih dalam pakan
perlakuan ...4 2. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur yang digunakan selama
penelitian ...9 3. Hasil perhitungan bakteri pada sumber air dan air pemeliharaan
pada setiap perlakuan di akhir pemeliharaan ... 13 4. Karakterisasi isolat bakteri terpilih ... 14 5. Kualitas air selama pemeliharaan ... 14
(36)
xii DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema penelitian ...5 2. Kelangsungan hidup ikan lele sebelum uji tantang ... 10 3. Kelangsungan hidup ikan lele setelah uji tantang ... 10 4. Laju pertumbuhan mutlak ikan lele selama pemeliharaan ... 11 5. Laju pertumbuhan harian ikan lele selama pemeliharaan ... 12 6. Koloni bakteri yang berasal dari air selokan pada media TSA yang
berumur 1x24 jam pada suhu inkubasi 28-30oC ... 13 7. Koloni bakteri yang berasal dari air tandon pada media TSA yang
(37)
xiii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Beberapa hasil penelitian pakan yang mengandung bawang putih dan
meniran pada komoditas ikan yang berbeda ... 25 2. Tata letak terpal penelitian ... 26 3. Analisis statistik derajat kelangsungan hidup sebelum dan sesudah uji
tantang, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian ikan
(38)
1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) pada tahun 2012 menargetkan produksi perikanan budidaya sebesar 9,4 juta ton. Terdapat sepuluh komoditas yang diunggulkan oleh KKP dan salah satunya adalah ikan lele (BBPBAT, 2012). Ikan lele mulai banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya di pasar dalam negeri cukup tinggi dan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Permintaan ikan lele pada ukuran konsumsi dapat mencapai 150 ton/hari untuk daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dengan daya serap sebanyak 70% oleh penjual pecel ikan lele warung tenda (KKP, 2010).
Peningkatan permintaan terhadap produk ikan lele menyebabkan dilakukannya peningkatan produksi ikan lele oleh para pembudidaya dengan cara diterapkannya budidaya intensif. Dalam kegiatan budidaya intensif, terdapat beberapa kegiatan yang menyebabkan stres pada ikan budidaya seperti padat tebar yang tinggi, proses grading dan penyortiran serta transportasi yang kurang baik, dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Serangan penyakit pada kegiatan budidaya merupakan salah satu hal yang merugikan karena dapat menyebabkan kematian yang tinggi dan dapat mempengaruhi pertumbuhan.
Penanggulangan terhadap penyakit umumnya dengan menggunakan antibiotik. Namun demikian untuk saat ini penggunaan antibiotik telah dilarang karena antibiotik dapat menimbulkan resistensi bakteri dan menimbulkan residu pada ikan yang dapat membahayakan konsumen apabila dikonsumsi serta tidak aman bagi lingkungan. Oleh karena itu, digunakan bahan fitofarmaka yang berasal dari tanaman yang aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Ortuno, 2002 dalam Suman dan Csaba, 2011), dan dapat berperan dalam menangani serangan penyakit pada ikan budidaya. Salah satu bahan fitofarmaka yang cukup efektif dalam menangani serangan penyakit pada ikan lele adalah bawang putih dan meniran (Sartika, 2011).
Bawang putih (Allium sativum) mengandung zat aktif berupa allicin yang berfungsi sebagai antibakteri dan antifungi, skordinin berfungsi sebagai antiseptik, dan aliil (propenylalanina) yang berfungsi sebagai antiseptik dan antioksidan.
(39)
2
Meniran (Phyllanthus niruri) berfungsi sebagai imunostimulator yaitu berperan dalam mengaktifkan sistem imun. Kandungan zat aktif yang terdapat pada meniran adalah lignan, tannin, terpen, flavonoid, alkaloid dansaponin(Dhar et al., 1968 dalam Bagalkotkar et al., 2006 ).
Penelitian mengenai penggunaan bawang putih dan meniran dalam mencegah dan mengobati penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri telah banyak dilakukan sebelumnya (Lampiran 1). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa bawang putih dan meniran efektif dalam pengendalian penyakit yang diakibat oleh bakteri. Menurut Kurniawan (2010), dosis bawang putih dan meniran dalam pakan yang efektif dalam mencegah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila adalah 1,4% bawang putih dan 0,7% meniran. Namun demikian, penelitian tersebut dilakukan dalam skala laboratorium. Untuk itu, diperlukan penelitian dalam skala lapangan untuk melihat efektivitas penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran pada dosis yang sama dalam skala lapang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas dari penggunaan pakan yang mengandung bawang putih dan meniran pada dosis yang sama untuk pengendalian penyakit bakterial pada pembesaran ikan lele dalam skala lapangan.
(40)
3 II. METODOLOGI
2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci dengan deterjen dan dikeringkan di bawah terik matahari selama 1 hari. Selanjutnya, bak diisi air sampai ketinggian 25-30 cm dan dibiarkan di dalam terpal selama 3 hari.
Ikan lele yang digunakan memiliki bobot awal rata-rata 3,53 ± 0,51 g dengan panjang awal 7,27 ± 0,34 cm. Ikan lele diadaptasikan di dalam terpal selama 1 minggu dan diberikan pakan sebanyak 2 kali sehari secara at satiation. Setelah proses adaptasi, ikan lele ditebar ke dalam terpal dengan kepadatan 100 ekor/m2. Pemberian pakan selama perlakuan dilakukan berdasarkan FR (feeding rate) 8% biomassa dan diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari.
2.2 Persiapan Pakan Uji
Meniran yang digunakan dalam pakan uji adalah bagian daun. Pembuatan tepung meniran dilakukan dengan dibersihkannya daun meniran dari kotoran yang melekat dengan air mengalir. Setelah dibersihkan, daun meniran dikering-anginkan di udara tanpa terkena sinar matahari secara langsung kurang lebih selama 3 hari. Setelah kering, meniran dihaluskan dengan menggunakan blender agar menjadi bubuk dan selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan saringan halus dengan mesh size 0,5-1 mm.
Pembuatan tepung bawang putih dilakukan dengan dibersihkannya bawang putih dari kulitnya. Selanjutnya bawang putih diiris tipis dan dikering-anginkan di udara tanpa terkena sinar matahari langsung kurang lebih selama 5 hari. Setelah dijemur, bawang putih dioven pada suhu 60oC selama 1 jam agar bawang putih benar-benar kering. Setelah kering, bawang putih dihaluskan dengan menggunakan blender untuk dijadikan bubuk dan diayak menggunakan saringan halus dengan mesh size 0,5-1 mm.
Pembuatan pakan uji dilakukan dengan mencampurkan semua bahan baku pakan dengan tepung meniran dan bawang putih. Perbandingan tepung meniran
(41)
4
dan bawang putih sebesar 1:2 pada perlakuan pencegahan. Dosis pengobatan adalah dua kali lipat dari dosis pencegahan (Angka, 2005). Berdasarkan perhitungan dari dosis pakan perlakuan pada penelitian Kurniawan (2010), maka rincian dosis campuran tepung meniran dan bawang putih perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis campuran tepung meniran dan bawang putih dalam pakan perlakuan
Perlakuan Total (%) Meniran (%) Bawang Putih (%)
Kontrol (-) 0 0 0
Kontrol (+) 0 0 0
Pencegahan 2,1 0,7 1,4
Pengobatan 4,2 1,4 2,8
Tepung meniran dan bawang putih sesuai dosis pada Tabel 1 dicampurkan pada saat proses pencampuran (mixing) bahan baku pada pembuatan pakan sehingga dapat bercampur secara merata. Setelah itu ditambahkan vitamin C 0,1% dan air sebanyak 30% dan dicetak, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama 2 jam pada suhu 60oC. Pakan disimpan dalam wadah kedap udara.
2.3 Prosedur Penelitian
Pengujian dilakukan untuk menganalisis pengaruh dari perlakuan pakan uji terhadap kelangsungan hidup ikan lele. Pengamatan sebelum uji tantang dilakukan selama 21 hari dan pengamatan setelah uji tantang dilakukan selama 14 hari. Perlakuan pencegahan diberikan pakan uji dari awal pemeliharaan sampai hari ke 21. Berdasarkan penelitian Widiani (2011), pemberian pakan yang mengandung bawang putih dan meniran untuk pencegahan terhadap bakteri Aeromonas hydrophila efektif diberikan selama 21 hari. Perlakuan pengobatan diberikan pakan uji pada hari ke 22 sampai hari ke 35.
Ikan lele diberikan uji tantang berupa pergantian sumber air yaitu dari sumber air tandon ke sumber air selokan (berasal dari pembuangan air kolam) sebanyak 100%. Setiap terpal diisi dengan ikan lele dengan kepadatan 65 ekor/m2. Selama proses pengamatan uji tantang selama 14 hari, tidak dilakukan pergantian air seperti saat pemeliharaan sebelumnya.
(42)
5
Gambar 1. Skema penelitian
2.4 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati terdiri dari parameter jumlah ikan yang hidup dan bobot. Parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian. Pengamatan terhadap bakteri meliputi perhitungan jumlah bakteri total, pengamatan dominasi bakteri secara kualitatif, dan karakterisasi isolat bakteri terpilih. Parameter kualitas air meliputi parameter fisika (suhu), dan kimia (pH, DO, NH3).
2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup dihitung dari jumlah ikan yang hidup pada awal dan akhir pemeliharaan. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
(43)
6
Kelangsungan hidup = Nt x 100% No
Keterangan : No = jumlah populasi ikan yang hidup hari ke-0 (ekor) Nt = jumlah populasi ikan yang hidup hari ke-i (ekor)
2.4.2 Laju Pertumbuhan Mutlak
Laju pertumbuhan mutlak dihitung pada setiap minggu (sampling) selama perlakuan dengan menggunakan timbangan digital. Ikan pada masing-masing perlakuan ditimbang bobotnya, kemudian dihitung nilai pertumbuhan ikan pada setiap perlakuan. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
GR = wt - wo
t
Keterangan: GR = Laju pertumbuhan mutlak (gram/hari) wt = Bobot rata-rata hari ke- t (gram)
wo = Bobot rata-rata hari ke-0 (gram)
t = Lama pemeliharaan
2.4.3 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian diamati pada setiap minggu selama perlakuan. Laju pertumbuhan harian ikan dihitung dari data bobot yang didapat pada kegiatan sampling. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: SGR = Laju pertumbuhan harian (%)
wt = Bobot rata-rata individu waktu ke-i (gram/ekor) wo = Bobot rata-rata individu waktu ke-0 (gram/ekor) t = Periode pengamatan (hari)
2.4.4 Perhitungan Jumlah Bakteri Total dan Pengamatan Koloni Bakteri yang Dominan Secara Kualitatif
Jumlah bakteri diamati dengan menyebar air sampel menggunakan metode sebar (Hadioetomo, 1989) pada media Trypticase Soy Agar (TSA) kemudian di inkubasi selama 1x24 jam pada suhu 28-30oC. Pengamatan koloni bakteri yang
SGR =
1 t wo wt x 100%
(44)
7
dominan secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat bentuk dan warna koloni bakteri yang terbentuk pada media TSA. Jumlah bakteri dihitung dengan rumus:
Keterangan: ∑ Koloni terhitung = Koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA
Volume suspensi bakteri = Volume suspensi bakteri yang disebar pada media TSA
Pengenceran = Pengenceran yang digunakan
2.4.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Terpilih
Karakterisasi terhadap isolat bakteri terpilih dilakukan melalui beberapa uji meliputi pewarnaan gram, uji O/Fi, uji katalase, uji oksidase, dan uji motilitas. Panduan identifikasi bakteri yang digunakan berdasarkan tabel Cowan (Cowan dan Steel, 1974).
a) Pewarnaan Gram
Isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik dan diletakkan diatas gelas objek yang sebelumnya telah ditetesi dengan akuades. Bakteri dan akuades dicampurkan di atas gelas objek dan dikering-udarakan. Preparat bakteri yang telah kering, ditetesi dengan menggunakan larutan kristal violet selama 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Setelah kering, preparat ditetesi kembali dengan menggunakan larutan kalium iodida selama 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan alkohol selama 30 detik, dibilas dan dikeringkan. Preparat ditetesi kembali dengan menggunakan larutan safranin selama 30 detik, dibilas dan dikeringkan. Preparat diamati dengan mikroskop pada perbesaran 1000x.
Hasil menunjukkan bakteri tersebut Gram positif apabila dalam pengamatan dengan mikroskop bakteri berwarna biru gelap atau ungu dan Gram negatif apabila bakteri berwarna merah muda. Bakteri dengan bentuk menyerupai batang maka bentuk bakteri tersebut adalah basil dan bakteri menyerupai bulatan maka bentuk bakteri adalah coccus.
∑ bakteri = ∑ koloni terhitung×
kteri suspensiba vol.
1
×
n pengencera
(45)
8
b) Uji Oksidasi/Fermentasi
Isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik. Bakteri selanjutnya diinokulasikan kedalam satu set media O/F secara vertikal. Salah satu dari media O/F diberi parafin cair sebanyak 1 ml. Media O/F yang telah diinokulasikan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 28-30oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada media O/F tersebut.
Hasil uji, reaksi oksidatif bila pada tabung yang tidak diberi paraffin berubah menjadi kuning, sedangkan reaksi fermentatif bila tabung yang diberi paraffin berwarna kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning. Uji O/F negatif apabila tidak terdapat perubahan warna pada kedua tabung tersebut.
c) Uji Katalase
Gelas objek disiapkan dan ditetesi larutan hydrogen peroksida (H2O2).
Kemudian isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik dan diletakkan di atas larutan H2O2 pada gelas objek, lalu diamati ada atau tidaknya
gelembung. Hasil uji, reaksi positif apabila adanya gelembung-gelembung udara dan hasil negatif apabila tidak adanya gelembung udara.
d) Uji Oksidase
Gelas objek disiapkan dan diletakkan kertas cakram di atasnya. Lalu kertas cakram ditetesi dengan larutan P-aminodimethylaniline-oxalat 1%. Kemudian isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik dan diletakkan di atas kertas cakram pada gelas objek, lalu diamati ada atau tidaknya perubahan warna pada kertas cakram. Hasil uji positif apabila adanya perubahan warna merah muda menjadi merah marun pada permukaan kertas cakram dan reaksi negatif apabila tidak adanya perubahan warna.
e) Uji Motilitas
Isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose secara aseptik. Bakteri selanjutnya ditusukkan ke media SIM (sulfida indol motility) dengan kedalaman dua pertiga media. Selanjutnya media di inkubasi selama 24 jam pada suhu 28-30oC, dan diamati tumbuhnya bakteri pada media tersebut. Hasil uji positif apabila
(46)
9
terdapat pertumbuhan bakteri pada permukaan medium dan hasil uji negatif apabila bakteri tumbuh hanya di sekitar bekas tusukan pada media SIM.
2.4.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang akan diamati meliput pengukuran suhu, pH, DO (oksigen terlarut), dan amoniak. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
Tabel 2. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur yang digunakan selama penelitian
Parameter Satuan Alat ukur
Suhu oC Termometer
pH Unit pH meter
DO (oksigen terlarut) mg/l DO meter
Amoniak (NH3) mg/l Spektrofotometer
2.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap). Data dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 dan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan. Parameter yang dianalisis statistik secara kuantitatif adalah derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian (Lampiran 3). Parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah jumlah bakteri total dan kualitas air.
(47)
10 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri total dan pengamatan dominasi bakteri secara kualitatif, karakterisasi isolat bakteri terpilih, serta kualitas air.
3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Pengamatan terhadap kelangsungan hidup pada ikan lele selama penelitian dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum uji tantang dan sesudah uji tantang. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Keterangan : Huruf yang sama dalam grafik batang menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,1)
Gambar 2. Kelangsungan hidup ikan lele sebelum uji tantang
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam grafik batang menyatakan berbeda nyata (P<0,1)
(48)
11
Berdasarkan Gambar 2 dan 3 dapat dilihat bahwa derajat kelangsungan hidup sebelum uji tantang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Derajat kelangsungan hidup setelah uji tantang pada perlakuan pengobatan memiliki nilai sebesar 95,38±4,24% dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,1) dengan perlakuan kontrol (+) dengan nilai sebesar 86,92±2,71% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (–) dengan nilai sebesar 96,15±2,03%. Perlakuan pencegahan dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 94,62±2,91% tidak berbeda nyata(P>0,1) dengan semua perlakuan.
3.1.2 Laju Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak ikan uji diamati selama 35 hari pemeliharaan. Parameter laju pertumbuhan mutlak ikan digunakan untuk menganalisis pengaruh dari pemberian pakan dengan campuran bawang putih dan meniran terhadap pertumbuhan ikan uji. Pada Gambar 4 tertera grafik laju pertumbuhan mutlak ikan lele selama pemeliharaan.
Gambar 4. Laju pertumbuhan mutlak ikan lele selama pemeliharaan
Gambar 4 memperlihatkan bahwa ikan lele pada semua perlakuan mengalami pertumbuhan. Namun berdasarkan hasil analis statistik, nilai laju pertumbuhan mutlak tidak berbeda nyata (P>0,1) dari semua perlakuan.
(49)
12 3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian
Pertumbuhan harian ikan uji diamati selama 35 hari pemeliharaan. Parameter laju pertumbuhan digunakan untuk melihat pengaruh dari pemberian pakan dengan campuran bawang putih dan meniran terhadap pertumbuhan ikan uji. Berikut ini adalah grafik laju pertumbuhan harian (Gambar 5).
Keterangan : Huruf yang sama dalam grafik batang menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,1)
Gambar 5. Laju pertumbuhan harian ikan lele selama pemeliharaan
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa dari hasil analisis statistik, nilai laju pertumbuhan harian tidak berbeda nyata (P>0,1) antara semua perlakuan baik yang diberi pakan dengan campuran bawang putih dan meniran maupun perlakuan yang hanya diberi pakan komersial.
3.1.4 Perhitungan Jumlah Bakteri Total dan Pengamatan Koloni Bakteri yang Dominan Secara Kualitatif
Jumlah bakteri yang tumbuh pada media ini merupakan total bakteri yang terdapat pada sampel air tersebut. Hasil plating bakteri dari air selokan tertera pada Gambar 6 dan air tandon pada Gambar 7.
(50)
13
Gambar 6. Koloni bakteri yang berasal dari air selokan pada media TSA yang berumur 1x24 jam pada suhu inkubasi 28-30oC
Gambar 7. Koloni bakteri yang berasal dari air tandon pada media TSA yang berumur 1x24 jam pada suhu inkubasi 28-30oC Morfologi koloni pada sumber air selokan dan air pemeliharaan pada perlakuan kontrol (+), pencegahan dan pengobatan didapatkan bakteri yang beragam. Pada air tandon dan air pemeliharaan perlakuan kontrol (-) ditemukan bakteri dengan morfologi koloni yang homogen.
Perhitungan jumlah total bakteri pada tiap sumber air dan air pemeliharaan dilakukan pada akhir pemeliharaan. Jumlah total bakteri yang terdapat pada sumber air dan air pemeliharaan terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan bakteri pada sumber air dan air pemeliharaan pada setiap perlakuan di akhir pemeliharaan
Sampel Kepadatan Bakteri
(CFU/ml) Morfologi Koloni
Air Selokan 4,8×104 Beragam
Air Tandon 3,32×104 Homogen
Kontrol (+) 1,24×106 Beragam
Kontrol (-) 4,82×105 Homogen
Pencegahan 7,92×105 Beragam
Pengobatan 6,5×105 Beragam
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah kepadatan bakteri pada sampel air selokan sebesar 4,48×104 CFU/mllebih banyak dibandingkan dengan sampel air tandon sebesar 3,32×104 CFU/ml. Pada sampel air di akhir pemeliharaan pada bak perlakuan didapatkan hasil dari jumlah kepadatan bakteri yang berbeda. Jumlah kepadatan bakteri terbanyak terdapat pada bak perlakuan kontrol (+) sebesar 1,24×106 CFU/ml, selanjutnya pada bak pencegahan sebesar
(51)
14
7,92×105 CFU/ml, bak pengobatan sebesar 6,5×105 CFU/ml dan bak perlakuan kontrol (–) sebesar 4,82×105 CFU/ml.
3.1.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Terpilih
Uji karakterisasi isolat bakteri terpilih dilakukan terhadap bakteri yang terdapat pada air tandon. Hasil karakterisasi isolat bakteri terpilih dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakterisasi isolat bakteri terpilih
Uji Hasil
Pewarnaan Gram Gram negatif
Oksidasi/Fermentasi -
Katalase +
Oksidase -
Motilitas +
Berdasarkan hasil uji dan indentifikasi dengan menggunakan tabel Cowan, maka didapatkan hasil bahwa isolat bakteri terpilih tersebut merupakan bakteri dalam genus Alcaligenes.
3.1.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah oksigen terlarut, suhu, pH, amoniak dan jumlah bakteri. Parameter kualitas air diamati pada awal pemeliharaan, saat pertengahan pemeliharaan dan akhir uji tantang. Data kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kualitas air selama pemeliharaan
Parameter Perlakuan Standar
(pustaka)
K (+) K (-) PC PG
Suhu (oC) 25-29 25-29 25-29 25-29 25-32 a
Ph 6,31-7,15 6,96 -7,31 6,7-7,23 6,71-7,41 6,5-8,5 a DO (mg/l) 3,5-5,5 3,6-5,9 3,1-5,4 4 -5,4 >3 a Amoniak (NH3)
(mg/l)
0,020 0,026 0,024 0,034 0,7-2,4 b
Keterangan : a) SNI 7550:2009
b
) Boyd (1982)
Tabel 5 menunjukkan nilai kualitas air selama pemeliharaan. Dari hasil analisis kualitas air, menunjukkan bahwa nilai kualitas air relatif tidak berbeda antar perlakuan dan masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan ikan lele.
(52)
15 3.2 Pembahasan
Berbagai jenis bakteri banyak ditemukan di setiap perairan. Bakteri-bakteri yang sering dijumpai pada perairan tawar di antaranya adalah Pseudomonas, Flavobacterium dan Proteus (Irianto, 2005). Bakteri yang terdapat di alam tidak semuanya bersifat patogen. Bakteri yang bersifat patogen di antaranya seperti Aeromonas hydrophila, Vibrio harveyi, Streptococcus agalactiae dan Vibrio alginolyticus. Penyakit pada ikan yang disebabkan oleh bakteri patogen disebut sebagai penyakit bakterial. Penyakit bakterial dapat dikendalikan dengan penggunaan imunostimulan. Imunostimulan merupakan suatu bahan yang berasal dari mahluk hidup atau gabungan dari bahan-bahan sintetik yang dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Imunostimulan dapat memberikan efek pada sejumlah komponen yang ada pada sistem imun seperti dengan adanya peningkatan aktivitas fagositosis (Sakai, 1999 dalam Tacchi et al., 2011). Imunostimulan dapat diberikan melalui oral atau secara injeksi. Imunostimulan yang diberikan melalui pakan lebih efektif dibandingkan dengan metode injeksi dalam hal biaya ketika mempertimbangkan dari segi pemberian pakan (Tacchi et al., 2011).
Beberapa bahan imunostimulan yang telah digunakan dalam pakan untuk kegiatan budidaya adalah seperti lipopolisakarida (LPS) (Guttvik et al., 2002, Nya dan Austin, 2010 dalam Tacchi et al., 2011), ekstrak dari tumbuhan seperti jahe, dan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) (Abdel et al., 2010 dalam Tacchi et al., 2011) dan penggunaan bawang putih (Sahu et al, 2007 dalam Suman dan Csaba, 2011). Penggunaan imunostimulan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk menggantikan penggunaan antibiotik dan bahan-bahan kimia lainnya yang sudah mulai dilarang penggunaanya karena dapat meninggalkan residu pada tubuh ikan dan membahayakan jika dikonsumsi oleh konsumen. Antibiotik juga dapat menyebabkan meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan.
Potensi tanaman sebagai imunostimulan bagi ikan mulai banyak diterapkan dalam dunia perikanan. Salah satu bahan fitofarmaka yang cukup efektif dalam mengatasi beberapa penyakit adalah bawang putih dan meniran. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian yang telah dilakukan dalam skala laboratorium seperti penggunaan bawang putih dan meniran untuk mengatasi
(53)
16
penyakit akibat bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Kurniawan, 2010), penyakit akibat bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Fauziah, 2012) dan penyakit akibat bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu macan (Miranti, 2012).
Penelitian-penelitian tersebut dapat membuktikan bahwa ikan mampu memanfaatkan bahan-bahan aktif yang terdapat pada bawang putih dan meniran. Bahan aktif yang terdapat pada bawang putih adalah allicin. Menurut Durairaj et al. (2009), bawang putih bekerja sebagai antibakteri dan dapat menekan pertumbuhan bakteri serta dapat membunuh bakteri dari golongan Gram negatif dan Gram positif. Allicin pada bawang putih bersifat antibakteri dengan cara menghambat sintesis RNA dan lipid bakteri. RNA yang diproduksi oleh bakteri dalam jumlah sedikit ataupun tidak diproduksi berakibat pada sintesis protein karena tidak adanya messenger RNA, ribosomal RNA dan transfer RNA. Hal ini yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut karena tidak dapat terbentuknya asam amino dan protein dalam tubuh bakteri. Selain menghambat RNA, allicin juga menghambat sintesis lipid yang berakibat pada sel lainnya terutama pada bagian phospholipid biolayer. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan dinding sel yang kurang tepat pada tubuh bakteri baik pada bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Meniran berfungsi sebagai imunostimulator, yaitu mengaktifkan sistem imun. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabir dan Rocha (2008) yang menyatakan bahwa meniran bekerja dengan cara mengaktifkan sistem kekebalan tubuh ikan setelah meniran tersebut dimakan oleh ikan. Kandungan zat aktif yang terdapat pada meniran adalah lignan, tanin, terpen, flavonoid, alkaloid dan saponin (Dhar et al, 1968 dalam Bagalkotkar et al, 2006 ). Menurut Suprapto (2006), flavonoid merupakan antioksidan yang mampu merangsang kekebalan tubuh ikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jiao et al. (2001) dalam Maratani (2006) mengenai fungsi imunitas seluler yang dilakukan secara in vivo pada tikus menunjukkan bahwa senyawa flavonoid dapat memacu proloferasi limfosit dan meningkatkan jumlah sel T yang berperan dalam pembentukan sistem imun.
(54)
17
Berdasarkan hasil penelitian pada parameter kelangsungan hidup, perlakuan yang menunjukkan hasil yang paling baik adalah pada perlakuan pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan aktif dalam bawang putih dan meniran bekerja pada saat setelah perlakuan uji tantang (pergantian sumber air) dilakukan. Menurut Muslim et al. (2009), bawang putih dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan bakteri. Bawang putih juga bekerja dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri yang terdapat pada air selokan, diduga melalui pencucian (leaching) pakan yang mengandung bawang putih pada perlakuan pengobatan. Melalui pencucian pakan ke air diduga mampu membunuh bakteri pada air selokan yang diduga terdapat bakteri patogen di dalamnya. Sesuai dengan pendapat Durairaj et al. (2009) menyatakan bahwa allicin yang terdapat pada bawang putih mampu menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri yang ada.
Pada saat perlakuan pencegahan bakteri yang terdapat pada air tandon pun ditekan pertumbuhannya karena adanya allicin dalam pakan perlakuan. Namun pada perlakuan pencegahan tidak didapatkan hasil yang berbeda nyata antara semua perlakuan. Hal ini diduga karena bakteri-bakteri yang terdapat pada air tandon merupakan bakteri non patogen sehingga bakteri tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Berdasarkan hasil karakterisasi dan identifikasi dengan menggunakan tabel Cowan terhadap isolat bakteri terpilih (bakteri air tandon), didapatkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri dalam genus Alcaligenes. Bakteri Alcaligenes merupakan bakteri non patogen pada ikan (Austin dan Austin, 1999 dalam Irianto, 2005).
Setelah uji tantang (pergantian sumber air) pada perlakuan pengobatan, allicin pada pakan pengobatan bekerja dengan baik dengan cara menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri yang terdapat pada air selokan. Dengan demikian, pada perlakuan kontrol (+) dan pencegahan didapatkan kelangsungan hidup yang lebih rendah dibanding perlakuan pengobatan. Hal ini, diduga karena terdapat bakteri patogen pada air selokan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup selama pemeliharaan. Dari hasil TPC air selokan didapatkan bakteri dengan warna koloni yang berbeda-beda (beragam), sedangkan pada hasil TPC air tandon didapatkan warna dan bentuk yang lebih seragam (homogen). Allicin dan
(55)
18
flavonoid yang terdapat pada pakan berkerjasama dalam menghambat dan membunuh bakteri yang terdapat pada air selokan, sehingga ikan-ikan dalam perlakuan pengobatan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol (+) dan pencegahan.
Uji tantang yang dilakukan dalam penelitian ini berbeda dengan uji tantang yang pada umumnya yang dilakukan dalam penelitian skala laboratorium. Dalam penelitian ini, uji tantang dilakukan dengan cara membuat ikan stres. Menurut Irianto (2005), stressor atau faktor stres pada ikan dapat diklasifikasikan menjadi empat macam diantaranya adalah stressor kimiawi, stressor fisik, stressor biologis dan stressor prosedural. Uji tantang dalam penelitian ini menggunakan stressor biologis dan stressor prosedural. Stressor biologis adalah stressor yang diakibatkan karena adanya masalah seperti densitas terlalu tinggi, multikultur (adanya spesises-spesies yang agresif dan persaingan tempat), dan mikroba (kehadiran mikroba patogenik maupun non patogenik). Stressor biologis yang terdapat dalam penelitian ini diakibatkan oleh mikroba. Dengan adanya pergantian air dari air tandon menjadi air selokan yang keduanya memiliki jumlah mikroba yang berbeda. Berdasarkan hasil TPC bakteri pada media TSA, diketahui bahwa pada air selokan memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bakteri pada air tandon. Selain stressor biologis, dalam penelitian ini juga menggunakan stressor prosedural yaitu cara penanganan pada saat uji tantang. Ikan-ikan tersebut diangkat dari terpal dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ember agar ikan menjadi lebih padat selama 30 menit. Hal ini dilakukan agar terjadi luka pada kulit ikan yang dapat menyebabkan ikan stres dan serangan dari bakteri yang ada pada air selokan. Dengan demikian, pengaruh dari pemberian pakan dengan campuran bawang putih dan meniran dapat dilihat pengaruhnya.
Jumlah kepadatan bakteri pada suatu perairan merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit. Jumlah kepadatan bakteri akan menyebabkan penyakit atau menjadi patogen jika telah mencapai kepadatan tertentu. Pada bakteri Aeromonas hydrophila akan menjadi patogen pada suatu perairan jika telah mencapai kepadatan 104 CFU/ml (Irianto, 2003 dalam Bijanti et al., 2011). Kepadatan bakteri pada sumber air selokan yang digunakan untuk uji tantang sebesar 4,48×104 CFU/mldan kepadatan bakteri pada sumber air tandon sebesar
(1)
(2)
25
Lampiran 1. Beberapa hasil penelitian pakan yang mengandung bawang putih dan meniran pada komoditas ikan yang berbeda Bentuk bahan perlakuan Konsentrasi meniran dan bawang putih
Ikan uji Stadia ikan Uji tantang Metode pemberian
Lama pemberian
Kelangsungan
hidup Pustaka
Ekstrak meniran dan
bawang putih 5 ppt dan 20 ppt Ikan lele 11-13 cm
Bakteri Aeromonas hydrophila
Penyuntikan 14 hari 73,33% Ayuningtyas (2008) Ekstrak meniran dan
bawang putih 5 ppt dan 20 ppt Ikan lele 11-13 cm
Bakteri Aeromonas hydrophila Spray melalui pakan
14 hari 58,33% Sholikhah (2009) Tepung meniran dan
bawang putih 0,7% dan 1,4 % Ikan lele 12,08 cm
Bakteri Aeromonas hydrophila
Formulasi
dalam pakan 14 hari 60% Kurniawan (2010) Tepung meniran dan
bawang putih 0,8% dan 1,4% Ikan lele 11,39 cm
Bakteri Aeromonas hydrophila
Formulasi
dalam pakan 14 hari 46,67% Setyotomo (2011) Tepung meniran dan
bawang putih 0,7% dan 1,4 % Ikan lele 7,81 g
Bakteri Aeromonas hydrophila
Formulasi
dalam pakan 14 hari 66,67% Sartika (2011) Tepung meniran dan
bawang putih 0,7% dan 1,4 % Ikan lele
11,67 cm Bakteri Aeromonas hydrophila
Formulasi
dalam pakan 21 hari 93,33%
Widiani (2011)
Tepung meniran dan
bawang putih 1,5% dan 2% Ikan nila 10,33 g
Bakteri Streptococcus
niloticus
Formulasi
dalam pakan 14 hari 83,33%
Fauziah (2012) Tepung meniran dan
bawang putih 25 g dan 25 g
Ikan kerapu
macan 7,74 cm
Bakteri Vibrio alginolyticus
Formulasi
dalam pakan 14 hari 83,33%
Miranti (2012) Tepung meniran dan
bawang putih 5 ppt dan 25 ppt Ikan lele 1,53 cm
Aeromonas hydrophila
Formulasi
dalam pakan 21 hari 81,11% Astrini (2012) Tepung meniran dan
bawang putih 1,4% dan 2,8% Ikan lele 7,27 cm
Pergantian sumber air
Formulasi
(3)
26
Lampiran 2. Tata letak terpal penelitian
Keterangan : K+ U1 = Kontrol (+) ulangan 1 K+ U2 = Kontrol (+) ulangan 2 K+ U3 = Kontrol (+) ulangan 3 K- U1 = Kontrol (-) ulangan 1 K- U2 = Kontrol (-) ulangan 2 K- U3 = Kontrol (-) ulangan 3 PC U1 = Pencegahan ulangan 1 PC U2 = Pencegahan ulangan 2 PC U3 = Pencegahan ulangan 3 PG U1 = Pengobatan ulangan 1 PG U2 = Pengobatan ulangan 2 PG U3 = Pengobatan ulangan 3
(4)
27
Lampiran 3. Analisis statistik derajat kelangsungan hidup sebelum dan sesudah uji tantang, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian ikan lele selama penelitian
a) Derajat kelangsungan hidup awal
Uji Homogenitas
Levene Statistic db1 db2 Sig.
0,075 2 6 0,929
ANOVA
Jumlah
kuadrat db
Kuadrat
tengah F Sig.
Perlakuan 56.167 2 28,083 0,559 0,599
Sisa 301.333 6 50,222
Total 357.500 8
b) Derajat kelangsungan hidup akhir
Uji Homogenitas
Levene
Statistic db1 db2 Sig.
1,153 3 8 0,385
ANOVA
Jumlah
kuadrat db
Kuadrat
tengah F Sig. Perlakuan 164,620 3 54,873 1,932 0,203
Sisa 227,212 8 28,401
(5)
28 Duncan
Perlakuan N
α = 0.1
1 2
Kontrol (+) 3 86,9233
Pencegahan 3 94,6167 94,6167
Pengobatan 3 95,3833
Kontro (-) 3 96,1533
Sig. 0,115 0,743
c) Laju pertumbuhan mutlak
Uji Homogenitas
Levene
Statistic db1 db2 Sig.
H7 1,947 3 8 0,201
H14 3,903 3 8 0,055
H21 0,421 3 8 0,743
H28 0,295 3 8 0,828
H35 1,659 3 8 0,252
ANOVA
Jumlah
kuadrat db
Kuadrat
tengah F Sig.
H7 Perlakuan 0,003 3 0,001 0,745 0,555
Sisa 0,010 8 0,001
Total 0,012 11
H14 Perlakuan 0,003 3 0,001 0,323 0,809
Sisa 0,023 8 0,003
Total 0,025 11
H21 Perlakuan 0,001 3 0,000 0,125 0,943
Sisa 0,019 8 0,002
Total 0,020 11
H28 Perlakuan 0,004 3 0,001 1,359 0,323
Sisa 0,007 8 0,001
Total 0,010 11
H35 Perlakuan 0,006 3 0,002 1,216 0,365
Sisa 0,014 8 0,002
(6)
29 d) Laju pertumbuhan harian
Uji Homogenitas
Levene
Statistic db1 db2 Sig.
0,820 3 8 0,518
ANOVA
Jumlah
kuadrat db
Kuadrat
tengah F Sig.
Perlakuan 0,687 3 0,229 1,370 0,320
Sisa 1,337 8 0,167