Catch analysis of gillnet with different shortening and mesh size in Tual Waters

(1)

ANALISIS HASIL TANGKAPAN JARING INSANG

MENGGUNAKAN UKURAN MATA JARING DAN

SHORTENING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TUAL

ALI RAHANTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Menggunakan Ukuran Mata Jaring dan Shortening yang Berbeda di Perairan Tual adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Demikian ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Februari 2013

Ali Rahantan NRP C45109051


(3)

ABSTRACT

ALI RAHANTAN. Catch Analysis of Gillnet with Different Shortening and Mesh Size in Tual Waters. Supervised by GONDO PUSPITO and SULAEMAN MARTASUGANDA.

Shortening and mesh size effectiveness of gillnet was not known yet in Tual waters. The purpose of this study was to determine the effectivity of gillnet based on different shortening and mesh size and to estimate the catch diversity indeks of each mesh size. The study was conducted from April 6th - May 15th of 2011 in Tual waters. There were two phases in the study, i.e. gillnet construction and fishing experiment. Results showed that gillnet with mesh size of 2.25” and shortening of 50% catched the most number of fish (74). It was followed by gillnet of 2.50”-50% (59), 2.50”-55% (31), 2.25”-55% (24), 2.25”-45% (19), 2.50”-45% (15), 3.00”-50% (15) and 3.00”-55% (6). The Shannon indeks rate of gillnet with mesh size of 2.25” was 1.8, 2.50” (1.9) and 3.00” (1.1). While the Sympson indeks rate of gillnet with mesh size of 2,25” was 0.2, 2.50” (0.3) and

3.00” (0.4).


(4)

RINGKASAN

ALI RAHANTAN. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Menggunakan Ukuran Mata Jaring dan Shortening yang Berbeda di Perairan Tual. Dibimbing oleh

GONDO PUSPITO dan SULAEMAN MARTASUGANDA.

Nelayan Tual saat ini menangkap ikan dengan menggunakan jaring insang, bagan, pancing, sero dan purse seine. Jaring insang merupakan alat tangkap yang paling sering digunakan untuk menangkap ikan. Pengoperasiannya telah lama dilakukan oleh nelayan setempat. Jaring insang yang digunakan memiliki ukuran

mata jaring 1,50”; 2,00”; 2,25”; 2,50”; 2,75” dan 3,00”. Sementara ukuran mata

jaring yang paling sering digunakan adalah 2,25”; 2,50”; 2,75” dan 3,00”. Selanjutnya shortening yang digunakan bernilai 45%, 50% dan 55%. Penentuan ukuran mata jaring dan shortening masih didasarkan pada pengalaman nelayan secara turun temurun.

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan adalah dengan cara menggunakan desain dan konstruksi jaring insang yang disesuaikan dengan morfologi dan tingkah laku ikan target. Untuk itu perlu dilakukan uji coba penangkapan dengan mengombinasikan beberapa ukuran mata jaring dan shortening yang berbeda. Gunanya untuk mendapatkan ukuran mata jaring dan shortening yang paling optimal menangkap ikan dengan jumlah terbanyak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan jaring insang yang efektif menangkap ikan berdasarkan ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%, 50% dan 50% serta mengestimasi indeks keragaman dari setiap ukuran mata jaring.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jaring insang dengan ukuran mata jaring 2,25” dan shortening 50% paling efektif menangkap ikan di perairan Tual dibandingkan dengan ukuran jaring lainnya. Jaring ini menangkap 74 ekor, sedangkan jaring 2,5”-50% (59 ekor), 2,5”-55% (31 ekor), 2,25”-55% (24 ekor), 2,25”-45% (19 ekor), 2,50”-45% (15 ekor), 3,00”-50% (15 ekor) dan 3,00-55% (6 ekor). Hasil tangkapan yang diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan

3,00” memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dengan indeks

keanekaragaman Shannon lebih dari 1,0. Adapun dominasi spesies yang diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” tergolong masih rendah dengan indeks dominasi sympson kurang dari 0,5


(5)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

ANALISIS HASIL TANGKAPAN JARING INSANG

MENGGUNAKAN UKURAN MATA JARING DAN

SHORTENING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TUAL

ALI RAHANTAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(7)

(8)

Judul : Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Menggunakan Ukuran Mata Jaring dan Shortening yang Berbeda di Perairan Tual

Nama : Ali Rahantan NRP : C451090051

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : 11 Februari 2013 Tanggal Lulus : Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc

Ketua

Dr. Sulaeman Martasuganda,B. Fish Sc. M.Sc. Anggota

Ketua Program Studi

Teknologi Perikanan Tangkap

Prof.Dr.Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Dekan Sekolah Pascasarjana


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Namlea Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 1 Januari 1978 sebagai anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Mohammad Saleh Rahantan dan Salma Baadiah. Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis di SD Negeri I Saumlaki pada tahun 1990. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri I Saumlaki pada tahun 1993. Lulus dari Sekolah Menengah Atas pada tahun 1996 di SMA Negeri I Tual. Pada tahun 1997 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Pattimura Ambon pada Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan ke Kota Makassar. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Hasanuddin Makassar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan dan dinyatakan lulus strata satu pada tahun 2003. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan strata dua di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Politeknik Perikanan Negeri Tual sejak tahun 2005 sampai sekarang.


(10)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke Khadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat, hidayah dan karunia-NYA serta kesempatan kepada penulis untuk melakukan dan menuangkan serta menyelesaikan suatu tesis yang merupakan tugas akhir penulis. Tesis ini berjudul “Analisis hasil tangkapan jaring insang dengan menggunakan ukuran mata jaring dan shortening yang berbeda di perairan Tual”.

Dengan berakhirnya penyelesaian tesis, penulis mengucapkan terima kasih kepada ;

1) Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Anggota Komisi Dr. Sulaeman Martasuganda, B.Fish. Sc. M.Sc;

2) Penguji Luar Komisi Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si;

3) Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc bersama seluruh staf pengajar dan pegawai;

4) Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual Dr. rer.nat Ir. E.A. Renjaan, M.Sc;

5) Kepala Sub Bagian Penangkapan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Muhammad Ikbal Rengur, S.Pi;

6) Kepala Sub Bagian Penangkapan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual Samand Banjar, S.Pi;

7) Teman-teman di bagian Teknisi Kapal Ikan Politeknik Perikanan Negeri Tual;

8) Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap IPB;

9) Kedua Orang Tua Mohammad Saleh Rahantan dan Salma Baadiah; dan 10) Istri tercinta Dwinita Suryandari.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Nelayan dan Pemerintah Kota Tual khususnya untuk meningkatkan produksi perikanan jaring insang di Tual.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL …..………..……….. ixx

DAFTAR GAMBAR ………. xxi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xxiii

DAFTAR ISTILAH ………... xxv

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 2

1.3 Tujuan Penelitian ……… 3

1.4 Manfaat Penelitian ………. 3

1.5 Hipotesis ……….. 3

1.6 Kerangka Pemikiran ………... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Kota Tual ……… 5

2.2 Kondisi Oseanografi Perairan Kota Tual ………... 6

2.3 Jaring Insang ……….. 7

2.3.1 Pelampung ……… 9

2.3.2 Tali Ris Atas ………... 9

2.3.3 Badan Jaring ………. 9

2.3.4 Tali Ris Bawah ………. 10

2.3.5 Pemberat ……….. 10

2.4 Shortening ………... 11

2.5 Ukuran Mata Jaring ………. 12

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ………. 15

3.2 Bahan dan Alat ……… 15

3.3 Metode Penelitian ……… 19

3.4 Metode Pengumpulan Data ………. 19

3.5 Analisis Data ………... 19

3.5.1 Distribusi frekwensi ukuran biometri ikan ……….. 19

3.5.2 Hubungan panjang dan berat ikan ……… 20

3.5.3 Analisis statistika ……… 21


(12)

4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Oseanografi ………... 23

4.2 Hasil Tangkapan ……….. 23

4.3 Hubungan Panjang dan Berat Ikan ……….. 32

4.4 Hubungan Panjang dan Operculum Ikan ……… 33

4.5 Hubungan Panjang dan Body Girth Maksimal Ikan ……… 33

4.6 Cara Ikan Tertangkap ………... 33

4.7 Keragaman Hasil Tangkapan ………... 35

4.8 Gaya Apung dan Gaya Berat ………. 36

5 PEMBAHASAN 5.1 Hasil Tangkapan ……….. 37

5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap ………. 38

5.3 Hubungan Panjang dan Berat ………. 39

5.4 Cara Ikan Tertangkap ………... 40

5.5 Ukuran Mata Jaring Pilihan ………. 41

5.6 Shortening Terbaik ………. 42

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ………. 43

6.2 Saran ………... 43

DAFTAR PUSTAKA ………. 45

LAMPIRAN ………... 49


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi jenis ikan dominan di Kota Tual tahun 2002-2009 ……… 6

2 Spesifikasi jaring insang ukuran mata 2,25 inci ………...……… 16

3 Spesifikasi jaring insang ukuran mata 2,50 inci ………...… 17

4 Spesifikasi jaring insang ukuran mata 3,00 inci ………...… 18

5 Komposisi hasil tangkapan jaring insang setiap ukuran mata jaring . 24 6 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi panjang ……… 25

7 Jumlah selar hijau berdasarkan distribusi panjang ………. 25

8 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi panjang ……… 25

9 Jumlah barong lingkis berdasarkan distribusi panjang ……… 26

10 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang ……… 26

11 Jumlah layang berdasarkan distribusi panjang ……… 26

12 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang ……… 27

13 Jumlah selar ubur-ubur berdasarkan distribusi panjang ……… 27

14 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi panjang ……… 27

15 Jumlah kacang-kacang berdasarkan distribusi panjang ……… 28

16 Jumlah selar hijau berdasarakan distribusia berat ………. 28

17 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi berat ……… 29

18 Jumlah baronang lingkis berdasarkan distribusi berat ……… 29

19 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat ……… 29

20 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi berat ………. 30

21 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat ……… 30

22 Jumlah layang berdasarkan distribusi berat ………. 30

23 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi berat ………. 31

24 Jumlah kacang-kacang beradasarkan distribusi berat ……… 31

25 Jumlahselarubur-ubur berdasarkan distribusi berat ……… 31

26 Kisaran keliling operculum dan body girth maksimal hasil tangkapan utama ……… 32

27 Kisaran keliling operculum dan body girth hasil tangkapan Sampingan yang dominan ……….. 32


(14)

28 Nilai koefisien a dan b dari hubungan panjang dan berat dari hasil

tangkapan ………. 32

29 Nilai koefisiesn a dan b dari hubungan panjang dan operculum girth

hasil tangkapan ……… 33

30 Nilai koefisiesn a dan b dari hubungan panjang dan body girth

maksimal hasil tangkapan 33

31 Komposisi jumlah tangkapan jaring insang secara gilled, wedged,

snagged dan entangled ………. 35

32 Indeks keragaman ………. 36


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran peneltian ………..…… 4 2 Bukaan mata jaring yang dipengaruhi shortening ………... 13 3 Jumlah tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged

dan entangled pada jaring insang ……….. 34 4 Cara tertangkap 10 jenis ikan dominan ……….. 34


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lokasi penelitian ……… 51

2 Desain dan konstruksi jaring insang ………... 52 3 Jaring insang dan pemasangan label ………... 61 4 Posisi jaring insang diatas perahu dan kegiatan pengoperasian alat

di laut ……….. 62

5 Hasil analisis ragam terhadap total hasil tangkapan berdasarkan

mesh size dan shortening ………... 66

6 Hasil uji lanjut BNT terhadap jumlah total hasil tangkapan

berdasarkan mesh size 2,25; 2,50 dan 3,00 inci ……… 67 7 Hasil uji lanjut BNT terhadap jumlah total hasil tangkapan


(17)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Shortening : Rasio dari selisih panjang jaring yang direntangkan secara penuh dengan panjang jaring yang terpasang pada tali ris kemudian dibagi dengan panjang jaring yang direntangkan secara penuh

Daerah penangkapan ikan

: Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan

BNT : Beda nilai tengah.

Jaring insang : Salah satu alat penangkap ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dimana pada lembar jaring bagian atas diletakan pelampung dan pada bagian bawah diletakkan pemberat.

Software : Perangkat lunak pada sebuah komputer. Target penangkapan : Tujuan utama penangkapan.

Efektifitas Suatu pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.

ANOVA : Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan satu faktor berada di dalam faktor lain. Indeks Sympson : Indeks dominasi spesies

Indeks Shannon : Indeks keanekaragaman spesies. Hasil tangkapan

sampingan

: Ikan yang bukan menjadi target penangkapan

Hauling : Pengangkatan alat tangkap untuk diambil hasil tangkapannya.


(18)

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalan suatu sistim bisnis. Sumberdaya ikan : Semua jenis ikan dan biotik air lainnya yang

menjadi obyek kegiatan perikanan


(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tual merupakan daerah kota kepulauan di Propinsi Maluku. Wilayahnya terdiri atas 66 pulau. Sekitar 98% atau 18.758 km2 wilayahnya berupa lautan. Wilayah ini secara geografis berada di Laut Arafura. Lautan ini merupakan daerah penangkapan ikan potensial di Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan Tual, 2009).

Pada lingkup nasional, Tual memiliki nilai strategis yang dapat menjadi modal dasar peningkatan peran dan fungsi kota dalam sistem pembangunan nasional. Tual dalam prespektif pemerintah pusat ditempatkan sebagai simpul kota nasional, karena kedudukannya sebagai pusat kegiatan. Dalam lingkup nasional, Tual merupakan pusat kegiatan nasional sektor perikanan tangkap. Ini diwujudkan dengan ditetapkannya Tual menjadi salah satu kawasan minapolitan di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan bernomor Ed 32/B/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan.

Potensi sumberdaya ikan laut di Tual, yaitu sebesar 800.600 ton per tahun. Sementara pemanfaatan sumberdaya ini baru 42,60%. Ini memberi peluang yang cukup besar untuk di kembangkan (Dinas Kelautan dan Perikanan Tual, 2009).

Nelayan Tual saat ini menangkap ikan dengan menggunakan jaring insang, bagan, pancing, sero dan purse seine. Jaring insang merupakan alat tangkap yang paling sering digunakan untuk menangkap ikan. Pengoperasiannya telah lama dilakukan oleh nelayan setempat. Jaring insang yang digunakan memiliki ukuran mata jaring 1,50; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75 dan 3,00 inci. Ukuran mata jaring yang

paling sering digunakan adalah 2,25”; 2,50”; 2,75” dan 3,00”. Sementara shortening yang digunakan bernilai 45%, 50% dan 55%. Penentuan ukuran mata jaring dan shortening masih didasarkan pada pengalaman nelayan secara turun temurun.

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan adalah dengan cara menggunakan desain dan konstruksi jaring insang yang disesuaikan dengan morfologi dan tingkah laku ikan target. Untuk itu perlu dilakukan uji coba penangkapan dengan mengombinasikan beberapa ukuran mata jaring dan


(20)

shortening yang berbeda. Gunanya untuk mendapatkan ukuran mata jaring dan shortening yang paling optimal menangkap ikan dengan jumlah terbanyak.

Ukuran mata jaring insang memberikan pengaruh signifikan terhadap efisiensi dan komposisi hasil tangkapan (Pala and Yuksel, 2010). Selanjutnya Ahrenholz and Smith (2010) mengemukakan shortening yang tidak sesuai dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan.

1.2 Perumusan Masalah

Ukuran mata jaring dan shortening dapat menentukan efektifitas alat tangkap jaring insang. Ukuran mata jaring biasanya didefinisikan sebagai panjang dari suatu mata jaring yang direntangkan (stretched). shortening didefenisikan sebagai rasio dari selisih panjang jaring yang direntangkan secara penuh dengan panjang jaring yang terpasang pada tali ris kemudian dibagi dengan panjang jaring yang direntangkan secara penuh. Efektifitas jaring insang ditentukan dengan cara membandingkan jumlah hasil tangkapan pada jaring insang yang paling sering digunakan oleh nelayan di Tual.

Jaring insang yang paling sering digunakan memiliki ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%, 50% dan 55%. Hingga saat ini belum ada penelitian untuk mengetahui apakah ukuran mata jaring dan shortening yang digunakan oleh nelayan Tual tergolong efektif atau tidaf efektif untuk menangkap ikan. Untuk itu dianggap perlu mengkaji perbandingan ukuran mata

jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00”. Selanjutnya juga perlu mengkaji perbandingan shortening 45%, 50% dan 55%.

Untuk mengkaji ukuran mata jaring dan shortening yang efektif menangkap ikan, maka uji coba penangkapan dengan cara mengombinasikan ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%, 50% dan 55% dilakukan. Hasil penelitian yang diharapkan adalah adanya suatu kajian ilmiah tentang kesesuaian ukuran mata jaring dan shortening yang efektif menangkap ikan terbanyak di perairan Tual.


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menentukan jaring insang yang efektif menangkap ikan dari 3 jaring yang diuji coba, yaitu jaring insang dengan ukuran mata 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan masing-masing shortening 45%, 50%, dan 55%; dan

2 Mengestimasi indeks keragaman dari setiap ukuran mata jaring

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan desain dan konstruksi jaring insang yang dapat menangkap ikan terbanyak, baik untuk dioperasikan di perairan Kota Tual maupun di perairan lainnya di Indonesia .

1.5 Hipotesis

Ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan masing-masing shortening 45%, 50% dan 55% berpengaruh terhadap komposisi dan jumlah hasil tangkapan

1.6 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini diawali dengan melakukan survei terhadap ukuran mata jaring dan shortening yang digunakan oleh nelayan Tual. Pemilihan ukuran mata jaring dan shortening didasarkan pada jaring yang paling sering digunakan oleh nelayan di sekitar perairan Tual, yaitu ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening bernilai 45%, 50% dan 55%. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1


(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Perubahan

ukuran mata jaring dan shortening

Survei terhadap jaring insang

Ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dan shortening masing -

masing 45%, 50% dan 55%

Analisis data

1. Ukuran mata jaring; 2. Ukuran shortening; 3. Hasil tangkapan,

(FL-Go,FL-Gm, dan FL-berat, cara tertangkap); dan 4. Analisis keragaman

Efektif

Ukuran mata jaring dan shortening optimal No

Yes

Ujicoba penangkapan

Analisis data Uji coba penangkapan


(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Kota Tual

Kota Tual merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 66 pulau. Pulau yang berpenghuni sebanyak 13 pulau dan pulau yang tidak berpenghuni sebanyak 53 pulau. Pada umumnya pulau-pulau yang tidak berpenghuni dipergunakan sebagai lahan pertanian/perkebunan atau sebagai tempat singgah kapal. Pulau-pulau yang tidak berpenghuni merupakan Pulau-pulau-Pulau-pulau kecil. Luas wilayahnya 19.095,84 km2 yang terdiri atas daratan seluas 352,29 km2 (1,84%) dan lautan seluas 18.743,55 km2 (98,16%). Posisi Kota Tual berada di antara 5 sampai 6º LS dan 131 sampai 133º BT. Secara geografis wilayah ini dibatasi oleh Laut Banda di sebelah Barat, Selat Nerong di sebelah utara (Kabupaten Maluku Tenggara). Kecamatan Kei Kecil di sebelah timur (Kabupaten Maluku Tenggara) dan Laut Arafura di sebelah Selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, 2009).

Berdasarkan pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia, perairan Tual dimasukkan ke dalam WWP 715 (Laut Arafura dan Laut Aru), sehingga dapat dianggap mewakili potensi perikanan tangkap perairan laut Kota Tual. Potensi total sumberdaya ikan laut WPP 715 adalah sebanyak 800.600 ton/tahun. Kelompok ikan dengan potensi terbesar adalah kelompok ikan pelagis kecil sebanyak 400.660 ton/tahun, diikuti oleh kelompok ikan demersal 256.070 ton/tahun dan ikan pelagis besar 143.870 ton/tahun. Pemanfaatan potensi perikanan khususnya ikan pelagis kecil dan ikan demersal masih kurang dari 10%. Sementara untuk ikan pelagis besar baru 42,60%, sehingga peluang pengembangannya masih cukup besar (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, 2009).

Aktivitas pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada selama ini adalah perikanan tangkap yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu perikanan artisanal kecil oleh sebagian besar masyarakat dan perikanan industri yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual dan Pelabuhan Perikanan Maritim Timur Jaya Ngadi. Kegiatan perikanan tangkap yang berkembang saat ini adalah usaha penangkapan ikan karang, perikanan demersal dan perikanan pelagis serta pengumpulan organisme bentos yang bernilai ekonomis, seperti lola (Trochus


(24)

spp), kima (Tridacna spp) dan teripang (Holothuria spp). Potensi sumberdaya ikan karang dan pelagis kecil terdapat pada beberapa lokasi, seperti sekitar Pulau Rumadan (Dullah Laut), Desa Ngadi, Teluk Un, Teluk Vid Bangir, Pulau Tam dan Pulau Tayando. Produksi jenis ikan yang dominan di Tual antara tahun 2004 dan 2009 dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi beberapa jenis ikan dominan di Kota Tual antara tahun 2004 dan 2009

No Jenis ikan Produksi (ton)

2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Udang 1.741 532,8 1.341,0 454,3 7,2 1,0 2 Cakalang 174 178,5 241,2 252,0 311,3 185,0

3 Tuna 16 2,5 2,0 6,0 4,5 -

4 Tenggiri 138 147,0 291,1 1.357,0 560,0 125,0 5 Kembung 5.886 7.411,2 3.931,8 3.332,0 391,4 260,0 6 Julung 186 186,5 279,5 247,0 225,0 270,7 7 Teri 375 375,0 619,4 6,4 660,6 665,0 8 Selar 453 723,0 664,8 2.117,0 707,4 735,0 9 Layang 491 6.071,4 9.758,5 1.943,0 646,7 350,0 10 Cucut 368 370,2 3089,9 2.892,0 411,1 365,2 11 Tongkol 212 215,5 761,8 3.753,0 349,1 300,0 12 Kerapu 122 58,6 68,0 136,0 71,7 450,8 13 Lemuru 367 347,0 440,0 448,0 403,5 450,8 14 Lencam 5.698 367,0 561,4 2.225,0 640,1 600,6 15 Kakap 332 6.781,2 8.047,6 529,0 236,4 425,0 16 Merah 5.779 6.702,3 561,4 1.150,0 418,2 - 17 Ekor kuning 331 332,6 486,1 476,0 496,0 525,0 18 Kurisi 4.469 5.627,4 561,0 6.086,0 1.723,8 350,0 19 Lain-lain 51.413 93.672,1 83.816,1 142.536,8 80.734,1 - Jumlah 78.551 130.101,8 115.522,6 169.946,5 88.998,1 6.059,1

2.2 Kondisi Oseanografi Perairan Kota Tual

Suhu permukaan laut di perairan Tual berkisar antara 27,8 sampai 30oC. Kisaran salinitas antara 26 sampai 35o/oo. Suhu permukaan laut dan salinitas pada

umumnya dipengaruhi oleh Laut Banda dan Laut Arafura. Arus pada perairan selat dan bagian mulut teluk bervariasi sesuai dengan kondisi pasang surut dan umur bulan. Arus pasang surut yang terjadi pada perairan pantai rata-rata kurang dari 0,05 m/detik dan pada mulut teluk yang kecil dan selat yang sempit dapat mencapai 1 m/detik (Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, 2004).


(25)

Tipe pasang surut perairan Kota Tual adalah pasang campuran yang lebih menonjol ke harian ganda (predominantly semi-diurnal time). Dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang pertama umumnya lebih besar dari pasang yang kedua. Ketinggian pasang surut di wilayah ini mencapai 2,5 m.

Gelombang paling tinggi terjadi di perairan Kota Tual terutama sepanjang pantai timur Pulau Tayando yang menyebabkan kemunduran garis pantai. Gelombang di wilayah ini dipengaruhi oleh angin musim. Rata-rata tinggi gelombang yang terjadi sejak tahun 1999 hingga 2005 berkisar antara 0,1 sampai 1 m dengan periode antara 2,3 sampai 6,8 detik. Pada musim barat antara Desember sampai Maret, tinggi gelombang rata-rata cukup kecil, yaitu antara 0,3 dan 0,4 m dengan periode antara 3 sampai 4 detik. Pada musim peralihan I (April sampai Mei), kisaran tinggi gelombang antara 0,1 dan 0,4 m dengan periode antara 2 sampai 4 detik. Pada musim timur (Juni sampai September) tinggi gelombang cukup besar dengan kisaran antara 0,5 sampai 1,1 m (Periode antara 5 dan 7 detik). Adapun pada musim peralihan 2 (Oktober sampai November), tinggi gelombang rata-rata 0,7 m dan melemah ketika memasuki musim barat (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, 2009).

Kecerahan rata-rata perairan Kota Tual sebesar 0,76 FTU. Konsentrasi materi tersuspensi di permukaan laut berkisar antara 0,11 sampai 0,15 mg/l. Kosentrasi materi tersuspensi banyak dipengaruhi oleh pergerakan air. Pergolakan air yang lebih intensif disebabkan oleh angin, arus lalu lintas antar desa dan pulau dan aktivitas gelombang (Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, 2004).

2.3 Jaring Insang

Jaring insang merupakan jenis alat tangkap yang paling dominan dioperasikan oleh nelayan Kota Tual. Konstruksi dan bahan pembentuknya hampir sama dengan jaring insang penangkap jenis-jenis ikan lainnya. Jenis alat tangkap yang juga digunakan untuk menangkap ikan dengan skala kecil adalah pukat cincin, pancing dan bagan.

Definisi jaring insang adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Pada lembar jaring bagian atas


(26)

diletakkan pelampung dan pada bagian bawahnya diletakkan pemberat. Jaring akan terentang karena adanya dua gaya berlawanan arah, yaitu gaya apung dari pelampung yang mengarah ke atas dan gaya tenggelam dari pemberat ke arah bawah (Permen Kelautan dan Perikanan, 2008; Martasuganda, 2008).

Jaring insang diklasifikasikan atas 4 jenis, yaitu (1) jaring insang apung (floating gillnet), (2) jaring insang dasar (bottom gillnet), (3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) dan trammelnet (Nomura and Yamazaki, 1977). Klust (1987) dan Martasuganda (2008) mengatakan klasifikasi jaring insang sebaiknya didasarkan atas konstruksi, jenis ikan, metode operasi atau kedudukannya di perairan dan lokasi daerah penangkapannya. Berdasarkan konstruksinya, jaring insang terdiri atas satu lembar jaring, dua lembar jaring atau jaring dua lapis dan tiga lembar jaring (trammelnet). Berdasarkan metode operasi, jaring insang dikelompokkan atas jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang menetap (set gillnet) dan jaring insang lingkar (encircling gillnet). Berdasarkan kedudukannya di perairan, jaring insang terdiri atas jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet) dan jaring insang pertengahan (midwater gill net), jaring insang hanyut (drift gill net) dan jaring lingkar (encricling gillnet). Jika dikelompokkan atas jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapannya, maka jaring insang antara lain terdiri atas jaring kembung, jaring julung, jaring hiu dan jaring tembang.

Bagian-bagian utama jaring insang terdiri atas pelampung, tali ris atas, badan jaring, tali ris bawah dan pemberat” (Nomura, 1981). Adapun menurut Von Brandt (1984), Nomura (1981), Sainsburry (1971) dan Martasuganda 2008, spesifikasi setiap bagian utama jaring insang meliputi pelampung, tali pelampung, tali ris bagian atas, tali penggantung badan jaring bagian atas, srampad bagian atas, mata jaring bagian dalam, mata jaring bagian luar, srampad bagian bawah, tali penggantung badan jaring bagian bawah, tali ris bagian bawah, tali pemberat, dan pemberat. Rincian setiap bagian jaring insang adalah sebagai berikut:

2.3.1 Pelampung

Pelampung pada umumnya terbuat dari bahan gabus, sendal karet, plastik dan karet. Menurut Council of Educational Research (2006), pelampug harus FB = W ( w / w)... (1)


(27)

terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan tahan lama. Jumlah pelampung dan berat jenis pelampung yang dipasang pada jaring sangat menentukan besar kecilnya gaya apung jaring. Hubungan antara berat jenis pelampung ( ), berat jenis air laut ( w), berat pelampung (W) dan gaya apung (FB) dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Fridman, 1988):

Menurut FAO (1996), jaring insang perlu menggunakan pelampung tanda atau tambahan yang mudah terlihat dari jarak jauh untuk keamanan dan keselamatan pelayaran.

2.3.2 Tali ris atas

Tali ris jaring insang pada umumnya terbuat dari bahan polyethylene (PE). Tali ini terdiri atas tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas dipasang pada bagian atas jaring. Fungsi tali ris, menurut Puspito (2009), sebagai bingkai jaring dan menjaga bukaan mata jaring agar tetap efektif untuk menangkap ikan secara terjerat atau terpuntal.

Pemasangan tali ris terbagi atas 4 cara, yaitu (1) pemasangan tali ris atas dan bawah dengan cara disambungkan langsung dengan badan jaring, (2) pemasangan tali ris atas disambungkan langsung dengan badan jaring dan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung, (3) pemasangan tali ris atas disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung dan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring, dan (4) pemasangan tali ris atas dan bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (Martasuganda, 2008).

2.3.3 Badan jaring

Sebelum dikenalnya bahan jaring dari bahan sintetis, bahan jaring awalnya terbuat dari serat alami. Nomura and Yamasaki (1977) mengatakan pergantian bahan jaring dari serat alami ke serat sintetis membutuhkan waktu yang lama. Pada tahun 1920, bahan jaring sintetis untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh H Standinger sebagai bahan alat penangkapan ikan. Kemudian beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Rusia, Inggris, Italia dan Prancis, mengembangkan penggunaan serat sintetis tersebut di dunia perikanan. Pada


(28)

setiap periode waktu, nelayan selalu mencoba berbagai bahan jaring untuk meningkatkan hasil tangkapan.

Bahan jaring insang saat ini pada umumnya menggunakan bahan sintetis polyamide (PA). Bahan sintetis ini terdiri atas 2 tipe, yaitu PA 6,6 dan PA 6. Dalam perikanan tangkap, menurut Klust (1987), keduanya memiliki sifat-sifat mekanis yang sama, sehingga keduanya tidak memiliki perbedaan. PA 6,6 dan PA 6 dikenal dengan nama dagang yang sama yaitu nilon.

Benang nilon yang digunakan untuk membuat jaring terdiri atas dua jenis, yaitu monofilamen dan multifilamen. Menurut Puspito (2002), benang monofilamen terbentuk oleh filamen. Potongan melintangnya berbentuk bulat dengan diameter antara 0,1 sampai dengan 1,0 mm atau penampang melintang berbentuk oval dengan diameter antara 0,17 sampai dengan 0,34 mm. Adapun benang multifilamen tersusun atas beberapa filamen yang tidak terputus. Millner (1985) mengatakan sifat dari serat monofilamen adalah kaku, tidak fleksibel dan warnanya transparan di perairan. Adapun sifat dari serat multifilamen adalah tidak kaku, fleksibel dan warnanya tidak transparan di perairan.

2.3.4 Tali ris bawah

Tali ris bagian bawah terbuat dari bahan yang sama dengan tali ris bagian atas. Tal ris ini dipasang pada badan jaring bagian bawah. Fungsi tali ris bagian bawah juga sama dengan fungsi tali ris bagian atas, yaitu sebagai bingkai jaring dan menjaga bukaan mata jaring agar tetap efektif untuk menangkap ikan secara terjerat atau terpuntal.

2.3.5 Pemberat

Pemberat pada umumnya terbuat dari bahan timah. Bentuknya beraneka ragam, seperti oval, silinder dan bulat. Selain timah, pemberat terbuat dari bahan lain, seperti batu, semen cor, besi, campuran logam dan tembaga, kuningan dan batu granit. Menurut Council of Educational Research (2006), fungsi pemberat adalah untuk menjaga agar jaring berada pada posisi tertentu di perairan.


(29)

Hubungan antara berat jenis pemberat ( ), berat jenis air laut ( w), berat pemberat (W) dan gaya berat (Fs) dapat dirumuskan dengan persamaan Fridman (1988),:

2.4 Shortening

Bentuk bukaan mata jaring salah satunya dapat ditentukan melalui perhitungan shortening (Martasuganda, 2008). Nilai shortening yang tepat pada jaring insang dapat meningkatkan hasil tangkapan (Martasuganda et al, 2000; Ahrenholz and Smith, 2010). Bentuk bukaan mata jaring yang tidak sesuai dengan bentuk badan ikan target, menurut Nomura (1985), dapat menyebabkan ikan hanya menabrak mata jaring dan selanjutnya meloloskan diri.

Shortening diartikan sebagai rasio antara selisih panjang jaring direntang penuh dengan panjang jaring setelah dipasang pada tali ris dibagi dengan panjang jaring direntang penuh. Adanya shortening menyebabkan mata jaring mengalami pengerutan. Menurut Martasuganda (2008), shortening untuk bagian jaring yang dipasang pada tali ris atas (Sa) dapat dicari menggunakan persamaan:

Sa = ( LoLa ) / Lo ... (3) La adalah panjang tali ris atas untuk jaring insang yang akan dirancang dan Lo panjang bahan jaring untuk bagian tali ris atas. Jika shortening sudah ditentukan, maka panjang jaring bagian atas secara horisontal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

La= Lo - Sa × Lo ... (4) Adapun shortening untuk bagian jaring yang dipasang pada tali ris bawah (Sb) dapat dihitung dengan rumus berikut:

Sb = ( LoLb ) / Lo ... (5) Jika shortening sudah ditentukan, maka panjang jaring bagian bawah (Lb) secara horisontal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Lb= Lo - Sb × Lo ... (6) Setelah shortening dari jaring bagian tali ris atas dan tali ris bawah sudah ditentukan, maka tinggi jaring dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Md = m x n√ 2 SS 2... (7)


(30)

Keterangan :

Md : Mesh depth (tinggi jaring); S : Shortening;

m : Mesh size (ukuran mata jaring); dan

n : Jumlah mata jaring ke arah tinggi jaring (ke arah mesh depth). Pada Gambar 2 ditunjukkan bentuk bukaan satu mata jaring yang dipengaruhi oleh shortening.

2.5 Ukuran Mata Jaring

Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran dan bentuk badan ikan yang menjadi target penangkapan. Penentuan ukuran mata jaring insang dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

(1) Menentukan ukuran mata jaring insang berdasarkan hubungan antara lebar bukaan mata jaring (mo), bentuk badan ikan (Kg) dan keliling maksimum badan ikan (G) (Fridman 1988). Rumusnya adalah:

mo = Kg G ... (8) Nilai Kg untuk bentuk badan ikan yang fusiform sebesar 0,40, dan nilai Kg untuk bentuk badan ikan compresed atau bentuk badan ikan depressed sebesar 0,44.

(2) Menentukan ukuran mata jaring insang (Ms) berdasarkan keliling operculum girth (Go) dan keliling maksimum body girth (Gm) (Martasuganda 2008). Rumusnya adalah:


(31)

Sumber: Fridman, 1988; Martasuganda, 2008 Keterangan :

AC = AD = AE = Panjang ukuran mata jaring posisi sebelum shortening = L CC= Nilai pengerutan (Shortening) = S

AC„ = AC - CC„= (LS) = l = Panjang mata jaring setelah shortening S =(AC - C C„ )/AC = ( Ll )/L

Mesh depth (Md)= D C„ = B BDC„2 = B B„2 = A D2–A C„2

Untuk mesh size = 1, dan nilai pengerutan = S,maka

D C„2 = B B„2 = A D2–A C„2 = 12– (1 –S) 2 = 1 – (1 – 2 S + S2) = 2 SS2 Satu mata jaring (m) = 2 bar ( 2b ) = 1, dan jumlah mata jaring (n ) = 1, Jadi : D C„ = B B„ = Mesh depth (Md) = m n √ (2 SS2).

Gambar 2 Bukaan mata jaring yang dipengaruhi oleh shortening

S L -S = l

3.1.1.1 L

A C

C B

B

D E


(32)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu penelitian di lapangan dibagi ke dalam dua tahap. Masing-masing tahap adalah pembuatan jaring antara tanggal 08 April - 01 Mei 2011 dan uji coba penangkapan antara tanggal 05 - 18 Mei 2011. Pembuatan jaring dilakukan di bengkel Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Tual. Selanjutnya uji coba penangkapan dilakukan di perairan Tual (Lampiran 1).

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa 9 jaring berukuran mata 2,25 inci, 9 jaring 2,50 inci, 9 jaring 3,00 inci dan ikan hasil tangkapan. Spesifikasi masing-masing jaring insang dapat dilihat pada Tabel 2, 3, dan 4. Desain dan konstruksi jaring insang dapat di lihat pada Lampiran 2. Adapun alat yang dipakai meliputi:

1. Perahu jaring insang sebanyak 1 unit dengan panjang total (LOA) 7 m, lebar (B) 1 m, tinggi (H) 1 m, yang digerakkan oleh mesin bermerek Yamaha berkekuatan 40 PK;

2. Timbangan portable sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang berat ikan tangkapan;

3. Timbangan pegas sebanyak 2 buah untuk menimbang pelampung, timah, jaring dan tali;

4. Kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian;

5. Mistar dengan ukuran panjang 30 cm dan 60 cm untuk mengukur panjang (fork length) dan keliling badan (operculum girth dan body girth maxsimum) ikan hasil tangkapan;

6. Current meter sebanyak 1 buah untuk mengukur kecepatan arus di daerah penangkapan;

7. CTD sebanyak 1 buah untuk mengukur suhu dan salinitas di daerah penangkapan;

8. Peralatan tulis menulis untuk mencatat data; 9. Buku identifikasi ikan; dan


(33)

Tabel 2 Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 2,25 inci

No Nama bagian Shortening (%)

45 50 55

1) Badan Jaring

a) Bahan PA PA PA

b) Nomor 210 D/9 210 D/9 210 D/9

c) Panjang badan jaring

- Ke arah horizontal (m) 26 26 26

- Ke arah vertikal (m) 2 2 2

d) Jumlah mata badan jaring

- Ke arah horizontal (◊) 826 910 1.010

- Ke arah vertikal (◊) 42 40 39

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,330 0,364 0,404

2) Tali pelampung

a) Bahan PE PE PE

b) Jenis pilinan Z Z Z

c) Diameter (mm) 4 4 4

d) Panjang (m) 28 28 28

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,072 0,072 0,072

3) Tali pemberat

a) Material PE PE PE

b) Jenis pilinan S S S

c) Diameter (mm) 4 4 4

d) Panjang (m) 28 28 28

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,072 0,072 0,072

4) Pelampung

a) Bahan Styrofoam Styrofoam Styrofoam

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Lonjong Lonjong Lonjong

d) Panjang x Lebar x Tinggi 7*4*2 7*4*2 7*4*2

e) Jarak antar pelampung (cm) 40 40 40

f) Gaya apung (kgf) 3,900 3,900 3,900

5) Pemberat

a) Bahan Timah Timah Timah

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Silinder Silinder Silinder

d) Diameter luar (mm) 7 7 7

e) Diameter dalam (mm) 4 4 4

f) Panjang (mm) 60 60 60

g) Jarak antar pemberat (cm) 40 40 40


(34)

Tabel 3 Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 2,50 inci

No Nama bagian Shortening (%)

45 50 55

1) Badan Jaring

a) Bahan PA PA PA

b)Nomor 210 D/9 210 D/9 210 D/9

c) Panjang badan jaring

- Ke arah horizontal (m) 26 26 26

- Ke arah vertikal (m) 2 2 2

d)Jumlah mata badan jaring

- Ke arah horizontal (◊) 743 818 909

- Ke arah vertikal (◊) 38 36 35

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,297 0,327 0,363

2) Tali pelampung

a) Bahan PE PE PE

b) Jenis pilinan Z Z Z

c) Diameter (mm) 4 4 4

d) Panjang (m) 28 28 28

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,072 0,072 0,072

3) Tali pemberat

a) Material PE PE PE

b) Jenis pilinan S S S

c) Diameter (mm) 4 4 4

d) Panjang (m) 28 28 28

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,072 0,072 0,072

4) Pelampung

a) Bahan Styrofoam Styrofoam Styrofoam

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Lonjong Lonjong Lonjong

d) Panjang x Lebar x Tinggi (cm)

7*4*2 7*4*2 7*4*2

e) Jarak antar pelampung (cm) 40 40 40

f) Gaya apung (kgf) 3,900 3,900 3,900

5) Pemberat

a) Bahan Timah Timah Timah

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Silinder Silinder Silinder

d) Diameter luar (mm) 7 7 7

e) Diameter dalam (mm) 4 4 4

f) Panjang (mm) 60 60 60

g) Jarak antar pemberat (cm) 40 40 40


(35)

Tabel 4 Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 3,00 inci

No Nama bagian Shortening (%)

45 50 55

1) Badan Jaring

a) Bahan PA PA PA

b) Nomor 210 D/9 210 D/9 210 D/9

c) Panjang badan jaring

- Ke arah horizontal (m) 26 26 26

- Ke arah vertikal (m) 2 2 2

d)Jumlah mata badan jaring

- Ke arah horizontal (◊) 619 682 757

- Ke arah vertikal (◊) 31 30 29

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,247 0,272 0,302

2) Tali pelampung

a) Bahan PE PE PE

b) Jenis pilinan Z Z Z

c) Diameter (mm) 4 4 4

d) Panjang (m) 28 28 28

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,072 0,072 0,072

3) Tali pemberat

a) Material PE PE PE

b) Jenis pilinan S S S

c) Diameter (mm) 4 4 4

d) Panjang (m) 28 28 28

e) Gaya tenggelam (kgf) 0,072 0,072 0,072

4) Pelampung

a) Bahan Styrofoam Styrofoam Styrofoam

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Lonjong Lonjong Lonjong

d) Panjang x Lebar x Tinggi (cm)

7*4*2 7*4*2 7*4*2

e) Jarak antar pelampung (cm) 40 40 40

f) Gaya apung (kgf) 3,900 3,900 3,900

5) Pemberat

a) Bahan Timah Timah Timah

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Silinder Silinder Silinder

d) Diameter luar (mm) 7 7 7

e) Diameter dalam (mm) 4 4 4

f) Panjang (mm) 60 60 60

g) Jarak antar pemberat (cm) 40 40 40


(36)

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan. Seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Urutan pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Persiapan yang meliputi pengadaan jaring insang, logistik, BBM dan peralatan pendukung;

2) Penentuan daerah penangkapan;

3) Setting dan hauling pada malam hari; dan 4) Pengumpulan dan identifikasi hasil tangkapan.

Jaring insang yang dioperasikan sebanyak 9 macam. Masing-masing jaring

insang memiliki ukuran mata 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%,

50% dan 55%. Operasi penangkapan dilakukan sebanyak 11 kali ulangan. Pada setiap operasi penangkapan, posisi setiap jaring berselang seling. Susunannya dirubah pada setiap operasi penangkapan ikan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa komposisi hasil tangkapan, ukuran biometri ikan, cara terjerat ikan, gaya apung dan gaya tenggelam jaring insang. Sementara data sekunder meliputi kondisi oseanografi dan produksi perikanan tangkap dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tual antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Adapun data teknis yang dikumpulkan terkait dengan pengoperasian jaring insang di perairan Tual, diantaranya adalah:

1) Informasi yang memuat cara nelayan jaring insang menangkap ikan;

2) Data lokasi pengoperasian jaring insang yang biasa dilakukan olah nelayan Tual; dan

3) Data ikan yang menjadi target penangkapan dari jaring insang.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Distribusi frekuensi ukuran biometri ikan

Hasil tangkapan dari setiap jaring insang diambil data biometri ikan yang meliputi ukuran operculum, body girth maksimal, panjang standar dan berat. Selanjutnya hasil pengukuran biometri ikan dikelompokan dalam selang kelas dan


(37)

dibuat interval. Untuk menentukan selang kelas dan interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi menurut Walpole (1995), yaitu: K = 1 + 3,3 logn……… (10)

I = R / K………..….. (11)

Keterangan :

K : Jumlah kelas; n : Banyaknya data;

I : Interval ukuran biometri ikan; dan R : Nilai terbesar – Nilai terkecil.

3.5.2 Hubungan panjang dan berat ikan

Hubungan antara panjang dan berat ikan dihitung dengan menggunakan analisis biometri dengan mengacu pada persamaan eksponensial, yaitu W = aLb (Sparre dan Venema, 1989). Data ditransformasi logaritma ke dalam bentuk persamaan linier, sehingga membentuk persamaan :

LogW = log a + b log L………...(12) W adalah berat ikan (g), a dan b konstanta dan L panjang standar ikan (cm). Jika nilai b < 3, maka pertumbuhan bersifat alometrik negatif. Pola pertumbuhan bersifat alometrik positif dan isometrik apabila nilai b masing-masing b > 3 dan b = 3.

Hubungan antara panjang dengan operculum girth dan body girth maksimal dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier dengan persamaan berikut (Santosa dan Ashari, 2005):

Y = a + bx………(13)

Keterangan :

Y : Nilai dugaan operculum girth dan body girth maksimal ikan (cm);

a,b : Konstanta; dan

x : Panjang standar ikan (cm).

3.5.3 Analisis statistika

Data jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) klasifikasi dua arah yang disebut dengan rancangan acak lengkap (RAL). Model observasinya adalah sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya, 2006):


(38)

Yijk = μ + τi + j + (τ )ij + Cijk ...(14) Keterangan :

Yijk : Pengamatan pada ukuran mata jaring taraf ke-i, shortening taraf ke-j dan ulangan ke-k;

μ : Rataan umum;

τi : Pengaruh ukuran mata jaring terhadap jumlah hasil tangkapan; j : Pengaruh shortening terhadap jumlah hasil tangkapan;

(τ )ij : Pengaruh komponen interaksi antara ukuran mata jaring dan shortening; dan

Cijk : Pengaruh komponen acak.

Hipotesis yang dipergunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut: 1 Ho: τ1 = τ2 = τ3= 0;

H1 : paling sedikit ada satu i, dimana τi≠ 0; 2 Ho : 1 = 2 = 3 = 0;

H1 : paling sedikit ada satu i, dimana i≠ 0; 3 Ho : (τ )11= (τ )12 = (τ )13… …( τ )33 = 0; dan

H1 : paling sedikit ada satu pasangan (i,j). dimana (τ )ij≠ 0.

Kaidah keputusannya adalah jika α > signifikansi (Sig) berarti tolak Ho. Selanjutnyaα < Sig berarti terima Ho. Analisis ini dengan menggunakan software SPSS 17.

Untuk mengetahui ukuran mata jaring dan shortening manakah yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap jumlah hasil tangkapan. Dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT. Adapun kaidah keputusan adalah jika α > Sig berarti berbeda nyata. Selanjutnya jika α < Sig berarti tidak berbeda nyata. Rumus BNT yang digunakan adalah (Steel and Torie, 1980): BNT = /2 ( )1/2...(15) Keterangan :

/2 : Nilai t yang diperoleh dari tabel t pada taraf nyata α; KTG : Kuadrat tengah galat; dan

r : Ulangan.

3.5.4 Keragaman hasil tangkapan

Keragaman hasil tangkapan dianalisis menggunakan Indeks Sympson dan Indeks Shannon. Indeks Sympson dihitung dengan rumus sebagai berikut (Maguran, 1988):


(39)

C = 2………...(16) Keterangan :

C : Indeks dominasi (Indeks Sympson); ni : Jumlah spesies tangkapan tertentu;

N : Jumlah hasil tangkapan; dan S : Jumlah spesies.

Kriteria nilai indeks dominasi Sympson adalah:

C < 0,5 berarti dominasi spesies tertentu yang tertangkap rendah; dan

C≥ 0,5 berarti dominasi spesies tertentu yang tertangkap tinggi

Indeks Shannon dihitung dengan rumus sebagai berikut (Odum, 1996):

H’ = ……….…(17)

Keterangan :

H’ : Indeks keragaman (Indeks Shannon); pi : Proporsi spesies yang tertangkap;

N : Jumlah hasil tangkapan; S : Jumlah spesies; dan

ni : Jumlah spesies tangkapan tertentu. Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon adalah:

H‟ = 0 berarti keanekaragaman hasil tangkapan jaring uji coba rendah; dan


(40)

4

HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Oseanografi

Uji coba penangkapan dilakukan pada perairan Tual dengan kecepatan arus berada pada kisaran antara 0,014-0,082 m/detik. Arus pada daerah penangkapan dipengaruhi oleh pasang surut yang umumnya terjadi pada perairan pantai. Kecepatan arus akan meningkat pada mulut teluk yang kecil dan selat yang sempit dengan mencapai 1 m/detik.

Suhu permukaan perairan antara 27,71-27,74oC, dan salinitas berada pada kisaran 32,50-32,54o/oo. Suhu permukaan dan salinitas pada waktu uji coba

penangkapan (April-Mei) tergolong cukup rendah dibandingkan musim timur (Juni-September) yang suhu permukaannya dapat mencapai 30oC dan salinitas dapat mencapai 35o/oo. Pada musim barat (Desember-Maret) dan pancaroba 1

(April-Mei) terjadi curah hujan yang tinggi dibandingkan pada musim timur. Ini yang menyebabkan suhu permukaan dan salinitas cukup rendah pada waktu uji coba penangkapan.

4.2 Hasil Tangkapan

Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap jaring insang dituliskan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat hasil tangkapan terdiri atas 15 spesies dengan jumlah hasil tangkapan yang terbesar adalah kembung lelaki 60 ekor (24,69%), diikuti layang 40 ekor (16,46%), baronang lingkis 32 ekor (13,16%), selar bentong 21 ekor (8,64%), kakap (Lutjanus fulvus) 20 ekor (8,23%), ekor kuning (Caesio teres) 19 ekor (7,81%), selar hijau 15 ekor (6,17%), kakap (Lutjanus spp) 14 ekor (5,76%), kacang-kacang 9 ekor (3,70%), selar ubur-ubur 7 ekor (2,88%), kembung perempuan 2 ekor (0,82%), tenggiri 1 ekor (0,41%), pari 1 ekor (0,41%), baronang loreng 1 ekor (0,41%) dan ekor kuning (Pterocaesio marri) 1 ekor (0,41%). Data ini menunjukkan hasil tangkapan utama berupa kembung berjumlah 62 ekor (25,58%) dan hasil tangkapan sampingan berjumlah 181 ekor (74,42%). Hasil pengukuran panjang (fork length) kembung lelaki sebanyak 60 ekor, berada pada kisaran panjang 20,8-28,1 cm dengan panjang rata-rata 20,9 cm,


(41)

sedangkan kembung perempuan pada kisaran 17,1-19,9 cm dengan panjang rata-rata 18,4 cm. Kisaran panjang untuk selar hijau antara 21,8-24,6 cm dengan panjang rata-rata 23,1, ekor kuning antara 15,1-18,5 cm dengan rata-rata panjang 16,7 cm ,baronang lingkis antara 16,2-20,8 cm, dengan panjang rata-rata 18,2 cm, kakap antara 19,4-22,6 cm dengan panjang rata-rata 20,8 cm, layang antara 20,9-27,0 cm dengan panjang rata-rata 23,2 cm, kakap antara 18,1-22,7 cm dengan panjang rata-rata 20,7 cm, selar ubur-ubur antara 16,4-18,3 cm dengan panjang rata-rata 17,5 cm, ikan selar bentong antara 14,9-19,7 cm dengan panjang rata-rata 17,7 cm dan kacang-kacang antara 20,2-22,9 cm dengan rata-rata panjang 21,6 cm. Kisaran panjang rata-rata ikan hasil tangkapan dituliskan pada Tabel 6 – 15. Tabel 5 Komposisi hasil tangkapan jaring insang untuk setiap ukuran mata jaring

No Jenis ikan

Jaring insang

2,25” 2,50” 3,00”

45 50 55 45 50 55 45 50 55 1) Selar bentong (Caranx crumenopthalmus) 7 1 9 1 1 2 0 0 0 2) Selar ubur-ubur (Caranx melamphygus) 2 1 2 1 1 0 0 0 0 3) Kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) 4 30 0 1 10 2 0 10 3 4) Kembung perempuan (Rastrelliger

brachysoma) 0 0 0 0 2 0 0 0 0

5) Layang (Decapterus spp) 2 6 3 3 12 10 0 4 0

6) Kakap (Lutjanus spp) 0 6 1 0 6 1 0 0 0

7) Kakap (Lutjanus fulvus) 1 7 1 3 3 5 0 0 0

8) Selar hijau (Atule mate) 0 2 1 0 6 6 0 0 0

9) Baronang lingkis (Siganus canaliculatus) 0 11 3 0 13 5 0 0 0

10) Ekor kuning (Caesio teres) 1 9 3 2 3 0 0 0 1

11) Ekor kuning (Pterocaesio marri) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 12) Tenggiri (Scomberomorus commerson) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 13) Baronang loreng (Siganus guttatus) 0 0 0 0 1 0 0 0 0

14) Pari (Desyatin spp) 0 0 0 0 0 0 0 0 1

15) Kacang-kacang (Hemiramphus spp) 1 1 1 4 1 0 0 0 1


(42)

Tabel 6 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi panjang Interval

FL (cm)

Nilai tengah kelas (cm)

Jaring insang (inci)

2,25 2,50 3,00

20,8-21,9 21,3 29 2 0

21,9-23,0 22,4 0 8 0

23,0-24,1 23,5 2 2 1

24,1-25,2 24,6 1 0 1

25,2-26,3 25,7 0 0 6

26,3-27,4 26,8 1 1 2

27,4-28,5 27,9 1 0 0

Jumlah 34 13 13

Tabel 7 Jumlah selar hijau berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm)

Jaring insang (inci)

2,25 2,50 3,00

21,8-22,4 22,1 3 0 0

22,4-23,0 22,7 0 6 0

23,0-23,6 23,3 0 2 0

23,6-24,2 23,9 0 3 0

24,2-24,8 24,5 0 1 0

Jumlah 3 12 0

Tabel 8 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

15,1-15,6 15,3 3 0 0

15,6-16,1 15,9 3 0 0

16,1-16.6 16,3 2 0 0

16,6-17,1 16,9 2 2 0

17,1-17,6 17,3 2 0 0

17,6-18,1 17,9 1 3 0

18,1-18,6 18,3 0 0 1

Jumlah 13 5 1


(43)

Tabel 9 Jumlah baronang lingkis berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

16,2-16,8 16,5 5 0 0

16,8-17,4 17,1 7 0 0

17,4-18,0 17,7 2 5 0

18,0-18,6 18,3 0 2 0

18,6-19,2 19,9 0 4 0

19,2-19,8 20,5 0 4 0

19,8-21,4 21,1 0 3 0

Jumlah 14 18 0

Tabel 10 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

19,4-20,0 19,7 6 0 0

20,0-20,6 20,3 3 0 0

20,6-21,2 20,9 0 3 0

21,2-21,8 21,5 0 3 0

21,8-22,4 22,1 0 2 0

22,4-23,0 22,7 0 3 0

Jumlah 9 11 0

Tabel 11 Jumlah layang berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

20,9-21,9 21,4 3 1 0

22,9-23,9 23,4 8 9 0

23,9-24,9 24,4 0 15 0

24,9-25,9 25,4 0 0 0

25,9-26,9 26,4 0 0 3

26,9-27,9 27,4 0 0 1


(44)

Tabel 12 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

18,1-19,1 18,5 3 0 0

19,1-20,1 19,5 2 0 0

20,1-21,1 20,5 1 1 0

21,1-22,1 21,5 1 3 0

22,1-23,1 22,5 0 3 0

Jumlah 7 7 0

Tabel 13 Jumlah selar ubur-ubur berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

16,4-16,9 16,6 2 0 0

16,9-17,4 17,1 1 0 0

17,4-17,9 17,6 2 0 0

17,9-18,4 18,1 0 2 0

Jumlah 5 2 0

Tabel 14 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi panjang Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

14,9-15,9 15,4 1 0 0

15,9-16,9 16,4 5 0 0

16,9-17,9 17,4 8 1 0

17,9-18,9 18,4 2 1 0

18,9-19,9 19,4 1 2 0


(45)

Tabel 15 Jumlah kacang-kacang berdasarkan distribusi panjang r Interval FL (cm) Nilai tengah kelas (cm) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

20,2-21,0 20,6 0 1 1

21,0-21,8 21,4 3 0 0

21,8-22,6 22,2 0 3 0

22,6-23,4 23,0 0 1 0

Jumlah 3 5 1

Hasil pengukuran berat dari selar hijau sebanyak 15 ekor berada pada kisaran 172,8-245,6 g dengan berat rata-rata 214,4 g, sedangkan untuk kembung lelaki berada pada kisaran 117,2-311,3 g dengan berat rata-rata 195,6 g. Kisaran berat untuk baronang lingkis antara 62,9-112,8 g dengan berat rata-rata 85,6 g, untuk kakap antara 138,9-193,8 g dengan berat rata-rata 165,8 g, untuk selar bentong antara 50,8-181,2 g dengan berat rata-rata 110,0 g, untuk kakap antara 158,7-218,5 g dengan berat rata-rata 184,5 g, untuk layang antara 119,7-321,2 g dengan berat rata-rata 189,1 g, untuk ekor kuning antara 70,6-141,7 g dengan berat rata-rata sebesar 97,3 g, untuk kacang-kacang antara 152,8-193,4 g dengan berat rata-rata 175,3 g, dan untuk selar ubur-ubur antara 65,0-92,6 g dengan berat rata-rata 78,8 g. Kisaran berat rata-rata dituliskan pada Tabel 16 – 25. Tabel 16 Jumlah selar hijau berdasarkan distribusi berat

Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

172,8-187,3 180,3 2 0 0

187,3-201,8 194,8 1 1 0

201,8-216,3 209,3 0 4 0

216,3-230,8 223,8 0 2 0

230,8-245,3 238,3 0 5 0


(46)

Tabel 17 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00 (inci) (inci) (inci)

117,2-138,2 128,2 6 0 0

138,2-159,2 149,2 17 1 0

159,2-180,2 170,2 6 8 0

180,2-201,2 191,2 1 2 0

201,2-222,2 212,2 1 0 2

222,2-243,2 233,2 0 0 0

243,2-265,2 254,2 1 1 1

265,2-286,2 276,2 0 0 4

286,2-297,2 297,2 0 0 3

297,2-318,2 308,2 2 1 3

Jumlah 34 13 13

Tabel 18 Jumlah baronang lingkis berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

62,9-71,3 67,1 5 0 0

71,3-79,7 75,5 8 0 0

79,7-88,1 83,9 1 6 0

88,1-96,5 92,3 0 4 0

96,5-104,9 100,7 0 4 0

104,9-113,3 109,1 0 4 0

Jumlah 14 18 0

Tabel 19 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

138,9-150,5 144,7 4 0 0

150,5-162,1 156,3 1 1 0

162,1-173,7 167,9 2 0 0

173,7-185,3 179,5 0 4 0

185,3-196,9 191,1 0 2 0


(47)

Tabel 20 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00 (inci) (inci) (inci)

50,8-75,4 64,1 6 0 0

75,4-94,0 87,7 3 0 0

94,0-114,6 106,6 3 1 0

114,6-139,2 127,2 3 0 0

139,2-163,8 151,5 0 1 0

163,8-188,8 176,1 2 2 0

Jumlah 17 4 0

Tabel 21 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

158,7-170,2 164,4 7 0 0

170,2-181,7 175,9 2 1 0

181,7-193,2 187,4 0 4 0

193,2-204,7 198,9 0 2 0

204,7-216,2 210,4 0 3 0

216,2-227,7 221,9 0 1 0

Jumlah 9 11 0

Tabel 22 Jumlah layang berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

119,7-153,2 136,5 8 2 0

153,2-186,7 170,0 3 23 0

186,7-220,2 203,5 0 0 1

220,2-253,7 237,0 0 0 2

253,7-287,2 270,5 0 0 0

287,2-20,7 314,0 0 0 0

320,7-354,2 337,5 0 0 1


(48)

Tabel 23 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

70,6-84,2 77,4 8 0 0

84,2-97,8 91,0 3 2 0

97,8-111,4 104,6 2 0 0

111,4-125,0 118,2 0 1 0

125,0-138,6 131,8 0 1 1

138,6-152,2 145,4 0 1 0

Jumlah 13 5 1

Tabel 24 Jumlah kacang-kacang berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

152,8-162,7 157,7 0 1 1

162,7-172,6 167,6 2 0 0

172,6-182,5 177,5 0 1 0

182,5-192,4 187,4 1 2 0

192,4-202,3 197,3 0 1 0

Jumlah 3 5 1

Tabel 25 Jumlah selar ubur-ubur berdasarkan distribusi berat Interval berat (gram) Nilai tengah kelas (gram) Jaring insang

2,25 2,50 3,00

(inci) (inci) (inci)

65,0-71,9 68,4 2 0 0

71,9-88,8 75,3 3 0 0

88,8-95,7 92,2 0 2 0

Jumlah 5 2 0

Hasil pengukuran keliling operculum (Go) dan keliling body girth maksimal (Gm) hasil tangkapan utama dan sampingan disajikan pada Tabel 26 dan Tabel 27.


(49)

Tabel 26 Kisaran keliling operculum (Go) dan body girth maksimum (Gm) hasil tangkapan utama

No Nama spesies Kisaran Jumlah ikan

Go (cm) Gm (cm) (ekor)

1 Kembung lelaki 10,0-17,0 11,4-18,1 60

2 Kembung perempuan 8,5-10,1 9,1-11,6 2

Tabel 27 Kisaran keliling Go dan Gm hasil tangkapan sampingan dominan

No Nama spesies Kisaran Jumlah ikan

Go (cm) Gm (cm) (ekor)

1 Selar Hijau 10,7-12,7 11,9-13,9 15

2 Ekor Kuning (Caesio teres) 8,7-13,1 11,1-15,0 19

3 Kacang-kacang 9,8-11,7 10,9-13,0 9

4 Layang 9,5-15,1 10,2-15,9 40

5 Selar Bentong 8,1-12,4 8,9-13,4 21

6 Selar Ubur-ubur 9,5-11,7 10,1-12,5 7

7 Gurara 9,4-12,7 11,4-14,9 14

8 Sakuda Mulut Tikus 10,5-12,6 11,4-14,3 20

9 Baronang Lingkis 9,7-12,9 11,4-14,7 32

4.3 Hubungan antara Panjang dan Berat ikan

Hubungan antara panjang dan berat kesepuluh spesies yang dominan tertangkap dengan menggunakan uji regresi didapatkan koefisien determinasinya lebih dari 0,90. Seluruh angka tersebut disajikan dalam Tabel 28.

Tabel 28 Nilai koefisien a dan b dari hubungan panjang-berat hasil tangkapan No Nama spesies Nilai a Nilai b Koefisien determinasi

1 Kembung Lelaki 5,041 3,28 0,947

2 Selar Hijau 3,664 2,874 0,915

3 Ekor Kuning 4,77 3,308 0,909

4 Kacang-kacang 0,814 1,941 0,984

5 Layang 3,493 2,736 0,946

6 Selar Bentong 10,74 5,362 0,96

7 Selar Ubur-ubur 3,92 2,891 0,932

8 Gurara 1,052 1,388 0,933

9 Sakuda MulutTikus 0,627 1,924 0,974


(50)

4.4 Hubungan Panjang dan Go Spesies Ikan

Hubungan antara panjang dengan Go untuk masing-masing hasil tangkapan disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29 Nilai koefisien a dan b dari hubungan panjang-operculum (Go) hasil tangkapan

No Nama spesies Nilai a Nilai b Koefisien determinasi

1 Kembung Lelaki 7,326 0,91 0,971

2 Selar Hijau 4,633 0,766 0,983

3 Ekor Kuning 8,313 1,117 0,846

4 Kacang-kacang 4,024 0,691 0,930

5 Layang 8,993 0,906 0,954

6 Selar Bentong 4,823 0,887 0,962

7 Selar Ubur-ubur 8,749 1,112 0,990

8 Gurara 0,943 0,579 0,879

9 Sakuda MulutTikus 3,615 0,728 0,947

10 Baronang Lingkis 0,766 0,66 0,946

4.5 Hubungan Panjang dan Gm Spesies Ikan

Hubungan antara panjang dengan Gm untuk masing-masing hasil tangkapan disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30 Nilai koefisien a dan b dari hubungan panjang-Gm hasil tangkapan No Nama spesies Nilai a Nilai b Koefisien determinasi

1 Kembung Lelaki 8,731 0,917 0,967

2 Selar Hijau 5,001 0,728 0,884

3 Ekor Kuning 6,774 1,165 0,932

4 Kacang-kacang 4,387 0,76 0,966

5 Layang 8,611 0,92 0,959

6 Selar Bentong 5,43 0,96 0,978

7 Selar Ubur-ubur 7,104 1,064 0,955

8 Gurara 1,018 0,683 0,957

9 Sakuda MulutTikus 7,16 0,958 0,988

10 Baronang Lingkis 0,579 0,731 0,963

4.6 Cara Ikan Tertangkap

Cara ikan tertangkap pada jaring uji coba didominasi oleh gilled sebanyak 124 ekor, diikuti wedged 67 ekor, entangled 33 ekor dan snagged 13 ekor. Cara


(51)

tertangkap secara gilled, snagged dan entangled ditemukan terbanyak pada jaring

insang yang memiliki ukuran mata jaring 2,25” dan shortening 50%, yaitu

masing-masing sebanyak 40, 5 dan 9 ekor. Selanjutnya tertangkap secara wedged

ditemukan terbanyak pada jaring 2,50” (50%), yaitu sebanyak 22 ekor. Hasil

tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled pada jaring insang uji coba dapat di lihat pada Gambar 3. Selanjutnya Hasil tangkapan dominan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Jumlah tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled pada jaring insang

Gambar 4 Cara tertangkap 10 jenis ikan tangkapan dominan 9 40 13 9 29 15 7 1 3 20 1 3 22 14 1

15 5 4 1 3 1 1

9

6

2 2 1 5 4

0 10 20 30 40 50 2, 25 "; 45% 2, 25 "; 50% 2, 25 "; 55% 2, 50 "; 45% 2, 50 "; 50% 2, 50 "; 55% 3, 00" ; 45% 3, 00 "; 50% 3, 00 "; 55% Jum lah (eko r) Jaring insang

Gilled Wedged Snagged Entangled

8 2 35 24 10 2 13 15 10 5 2 3 8 7 4 29

3 5 5 1

1 0 3

7

0 0 1 0 0 1

10 2

14

2 0 1 2 0 0 2

0 10 20 30 40 50 S el ar b en to n g S el ar ub ur -ub ur K em bun g le la ki L ay an g K aka p B ar on an g li n gki s E ko r ku n in g K aka p S el ar h ij au K ac an g -ka ca ng Jum la h ( eko r)

Hasil tangkapan dominan


(52)

Hasil tangkapan yang didapatkan memiliki kisaran body girth Maksimal (Gm) antara 8,9-18,1 cm. Body girth maksimal ikan berukuran kecil ditemukan pada ekor kuning yang tertangkap secara entangled pada jaring 2,25”-45%. Adapun body girth maksimal terbesar ditemukan pada kembung lelaki yang tertangkap secara entangled pada jaring 2,25” (50%). Jumlah hasil tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled berdasarkan ukuran body girth maksimal dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Komposisi jumlah tangkapan jaring insang berdasarkan cara tertangkap Interval Gm

(cm)

Nilai tengah kelas (cm)

Cara tertangkap

Gilled Wedged Snagged Entangled

8,9-10,0 9,4 0 0 0 1

10,0-11,1 10,5 0 0 0 14

11,1-12,2 11,6 40 20 5 2

12,2-13,3 12,7 54 25 3 1

13,3-14,4 13,8 17 18 3 1

14,4-15,5 14,9 7 4 0 8

15,5-16,6 16,0 6 0 2 0

16,6-17,7 17,1 0 0 0 3

17,7-18,8 18,2 0 0 0 3

Jumlah 124 67 13 33

4.7 Keragaman Hasil Tangkapan

Spesies yang tertangkap selama penelitian didominasi oleh kembung lelaki.

Kembung lelaki dominan tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” dan 3,00”.

Indeks Sympson rata-rata pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” kurang dari 0,5. Data ini menunjukkan bahwa dominasi spesies yang tertangkap masih rendah. Selanjutnya Indeks Shannon rata-rata pada ukuran mata jaring 2,25”;

2,50” dan 3,00” lebih dari 1,0. Ini menunjukkan bahwa hasil tangkapan yang

diperoleh pada ketiga ukuran mata jaring memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Indeks Sympson dan Indeks Shannon pada ketiga ukuran mata jaring yang digunakan dapat di lihat pada Tabel 32.


(53)

Tabel 32 Indeks keragaman No Ukuran mata jaring

(inci)

Indeks keragaman rata-rata

Sympson Shannon

1) 2,25 0,2 1,8

2) 2,50 0,3 1,9

3) 3,00 0,4 1,1

4.8 Gaya Apung dan Gaya Tenggelam

Gaya tenggelam pada jaring uji diperoleh dengan cara penimbangan langsung terhadap jaring, tali ris dan timah. Masing-masing jaring, tali ris dan timah dicelupkan ke dalam air kemudian dibaca nilainya pada timbangan pegas. Begitu juga dengan gaya apung diperoleh secara langsung. Pelampung dan batu diikatkan bersama kemudian dicelukan ke dalam air. Nilai gaya apung diperoleh dari selisih hasil penimbangan pelampung dan batu dengan hasil penimbangan batu. Total gaya apung, total gaya berat dan extra bouyancy dari setiap jaring uji coba di sajikan pada Tabel 33.

Tabel 33 Gaya apung, gaya berat dan extra bouyancy setiap jenis jaring insang Mata jaring

(inci)

Shortening (%)

∑Gaya apung

(kgf)

∑Gaya tenggelam

(kgf)

Extra buoyancy (kgf)

2,25 45 3,90 1,03 2,87

50 3,90 1,06 2,84

55 3,90 1,11 2,79

2,50 45 3,90 0,99 2,91

50 3,90 1,03 2,86

55 3,90 1,06 2,84

3,00 45 3,90 0,94 2,96

50 3.90 0,97 2,92


(54)

5 PEMBAHASAN

5.1 Hasil Tangkapan

Berdasarkan jenis ikan yang diperoleh selama penelitian, sumberdaya ikan di perairan Tual cukup beragam, baik jenis maupun ukurannya. Noija, et al (2008) menyebutkan perairan Indonesia termasuk perairan tropis yang kaya dengan keanekaragaman jenis-jenis ikannya. Menurutnya perairan pantai, seperti daerah penangkapan jaring insang di Tual, merupakan perairan yang umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mempunyai variasi jenis ikan yang banyak.

Penelitian berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei yang bersamaan dengan musim penangkapan kembung, yaitu berlangsung dari musim barat sampai dengan musim pancaroba I (Desember-Mei). Keberadaan kembung yang biasanya bersamaan dengan layang dan selar menyebabkan kedua jenis ikan ini tertangkap oleh jaring insang. Jenis ikan karang, seperti baronang dan ekor kuning, ikut tertangkap disebabkan daerah penangkapan jaring insang memiliki dasar perairan yang berkarang dengan banyak tumbuhan lamun. Nontji (2007) mengemukakan jenis ikan karang memiliki habitat dengan dasar perairan berkarang yang ditumbuhi lamun.

Jaring insang dioperasikan pada malam hari dengan kedalaman perairan antara 10-1,5 m. Kondisi ini menyebabkan jenis-jenis ikan demersal, seperti jenis kakap ikut tertangkap. Nontji (2007) menjelaskan ikan demersal memiliki habitat di dasar perairan, melakukan migrasi ke permukaan atau ke perairan pantai yang dangkal untuk mencari makan pada malam hari dan kembali ke dasar perairan pada pagi hari. Hasil tangkapan berupa kacang-kacang juga tertangkap oleh jaring insang. Ini disebabkan habitatnya berada di permukaan perairan dan aktif mencari makan hingga ke perairan pantai pada malam hari. Jenis ikan ini sering terlihat dalam schooling yang cukup besar saat hujan di daerah penangkapan pada malam hari.


(55)

5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap

Panjang kembung lelaki yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 20,8-28,1 cm dengan panjang rata-rata 22,0 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 21,9-26,3 cm dengan panjang rata-rata 22,8 cm.

Selanjutnya pada ukuran mata jaring 3,00” berkisar antara 23,3-27,8 cm dengan

panjang rata-rata 25,6 cm. Ukuran panjang kembung lelaki yang layak tangkap, yaitu > 19,6 cm (www.fishbase.org; Musbir et al, 2006). Ini menunjukan bahwa ukuran panjang kembung lelaki yang tertangkap dalam penelitian tergolong sudah layak tangkap. Begitu pula ukuran panjang kembung perempuan yang tertangkap

pada ukuran mata jaring 2,50” berkisar antara 17,1-19,9 cm dengan panjang

rata-rata 18,4 cm. Ukuran panjangnya yang layak tangkap, yaitu > 17,0 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan ukuran panjang kembung perempuan yang tertangkap dalam penelitian tergolong sudah layak tangkap.

Panjang layang yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” berkisar

antara 21,9-22,7 cm dengan panjang rata-rata 22,3 cm. Pada ukuran mata jaring

2,50” berkisar antara 20,9-23,8 cm dengan panjang rata-rata 23,2 cm. Selanjutnya

pada ukuran mata jaring 3,00” berkisar antara 25,3-27,0 cm dengan panjang rata-rata 26,3 cm. Ukuran panjang layang yang layak tangkap, yaitu > 15,5 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan ukuran panjang layang yang tertangkap dalam penelitian tergolong sudah layak tangkap

Panjang baronang lingkis yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 16,2-17,7 cm dengan panjang rata-rata 17,0 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 18,8-20,8 cm dengan panjang rata-rata 19,2 cm.

Ukuran panjang baronang lingkis yang layak tangkap, yaitu > 18,0 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan ukuran panjang baronang lingkis yang

tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” tergolong belum layak tangkap. Untuk

baronang lingkis yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,50” tergolong sudah

layak tangkap

Panjang selar bentong yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 14,9-19,4 cm dengan panjang rata-rata 17,0 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 17,8-19,7 cm dengan panjang rata-rata 18,7 cm.


(56)

menunjukkan selar bentong yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”, yang

sudah layak tangkap mencapai 64,7% terhadap total selar bentong yang tertangkap pada ukuran mata jaring ini. Ukuran panjang selar bentong yang tertangkap pada

ukuran mata jaring 2,50” tergolong sudah layak tangkap.

Panjang kakap yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” berkisar antara 19,4-20,3 cm dengan panjang rata-rata 19,8 cm. Selanjutnya pada ukuran

mata jaring 2,50” berkisar antara 20,6-22,6 cm dengan panjang rata-rata 21,6 cm.

Ukuran panjang kakap yang layak tangkap, yaitu > 22,0 cm (www.fishbase.org).

Ini menunjukkan kakap yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” tergolong

belum mencapai ukuran panjang yang layak tangkap. Untuk kakap yang

tertangkap pada ukuran mata jaring 2,50”, yang sudah layak tangkap mencapai

67,27% terhadap total kakap yang tertangkap pada ukuran mata jaring ini.

Panjang ekor kuning yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 15,5-17,2 cm dengan panjang rata-rata 16,5 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 16,9-18,1 cm dengan panjang rata-rata 17,6 cm.

Selanjutnya panjang ekor kuning yang tertangkap pada ukuran mata jaring 3,00”

sebesar 18,5 cm. Ukuran panjangnya yang layak tangkap, yaitu > 16,2 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan bahwa ekor kuning yang tertangkap pada

ukuran mata jaring 2,25”, yang sudah layak tangkap mencapai 53,84% terhadap

total tangkapan ekor kuning pada ukuran mata jaring ini. Untuk ekor kuning yang

tertangkap pada ukuran mata jaring 2,50” dan 3,00” tergolong sudah layak

tangkap.

Berdasarkan ukuran panjang ikan dapat dikatakan bahwa hasil tangkapan

pada jaring insang dengan ukuran mata 2,25”; 2,50” dan 3,00”, menangkap ikan

dengan ukuran layak tangkap diatas 80%. Ini menunjukkan penangkapan dilakukan pada musim puncak ikan.

5.3 Hubungan antara Panjang dan Berat Ikan

Badrudin dan Wudianto (2004) mengemukakan manfaat dari informasi panjang-berat melalui persamaan matematik (W = aLb) adalah dapat memperkirakan berat ikan pada panjang tertentu dan sebaliknya. Penelitian tentang hubungan antara panjang dan berat pernah dilakukan oleh beberapa


(1)

Lampiran 4 lanjutan

c. Penarikan jaring


(2)

Lampiran 4 lanjutan

e. Hasil tangkapan di ukur (FL, Go, Gm dan berat)


(3)

Lampiran 4 lanjutan


(4)

Lampiran 5 Hasil analisis ragam terhadap total hasil tangkapan (ekor) berdasarkan mesh size dan shortening

Tests of between-subjects effects Dependent variable: Total hasil tangkapan

Source Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Corrected Model 318.667a 8 39.833 21.364 .000

Intercept 437.400 1 437.400 234.587 .000

Mesh size 121.600 2 60.800 32.608 .000

Shortening 157.733 2 78.867 42.298 .000

Mesh size * Hang-in ratio

39.333 4 9.833 5.274 .001

Error 234.933 126 1.865

Total 991.000 135

Corrected Total 553.600 134 a. R squared = ,576 (adjusted r squared = ,549)


(5)

Lampiran 6 Hasil uji lanjut BNT terhadap total hasil tangkapan (ekor) berdasarkan mesh size2,25”; 2,50” dan 3,00”

Multiple comparisons Total hasil tangkapan

LSD (I) Mesh size (J) Mesh size Mean Difference (I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

2.25 2.50 .2667 .28787 .356 -.3030 .8364

3.00 2.1333* .28787 .000 1.5636 2.7030

2.50 2.25 -.2667 .28787 .356 -.8364 .3030

3.00 1.8667* .28787 .000 1.2970 2.4364 3.00 2.25 -2.1333* .28787 .000 -2.7030 -1.5636 2.50 -1.8667* .28787 .000 -2.4364 -1.2970 Based on observed means.

The error term is mean square(error) = 1,865. *. The mean difference is significant at the ,05 level.


(6)

Lampiran 7 Hasil uji lanjut BNT terhadap jumlah hasil tangkapan sampingan (ekor) berdasarkan shortening 45%, 50% dan 55%

Multiple comparisons Total hasil tangkapan

LSD (I) Shortening (J) Shortening Mean Difference (I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 45.00 50.00 -2.5333* .28787 .000 -3.1030 -1.9636

55.00 -.6000* .28787 .039 -1.1697 -.0303 50.00 45.00 2.5333* .28787 .000 1.9636 3.1030 55.00 1.9333* .28787 .000 1.3636 2.5030 55.00 45.00 .6000* .28787 .039 .0303 1.1697 50.00 -1.9333* .28787 .000 -2.5030 -1.3636 Based on observed means.

The error term is mean square(error) = 1,865. *. The mean difference is significant at the ,05 level.