cenderung tidak menikah lagi karena merasa bahwa mereka tidak akan pernah menemukan lagi orang yang sebaik suaminya dulu.
II. C. 2. Masalah yang Dihadapi Janda yang Ditinggal Mati Pasangannya
Ada beberapa dimensi masalah yang dihadapi seorang janda setelah pasangannya meninggal dunia. Secara finansial kematian pasangan selalu menyebabkan
kesulitan ekonomi walaupun dalam beberapa kasus istri merupakan ahli waris dari suaminya, namun selalu ada biaya yang harus dikeluarkan misalnya untuk biaya dokter
dan pembuatan makam Kephart Jedlicka, 1991. Bagi seorang janda, kesulitan ekonomi, dalam hal ini pendapatan dan keuangan yang terbatas, merupakan
permasalahan utama yang mereka hadapi Glasser Navarne, 1999. Karena tidak hadirnya suami sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah bagi keluarga, seorang
perempuan harus mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab sendiri, termasuk mencari nafkah bagi dirinya dan juga anak-anaknya Suardiman, 2001.
Dalam permasalahan fisik, tidak mengejutkan jika kematian pasangan dihubungkan dengan perasaan depresi, meningkatnya konsultasi medis, kasus rawat
inap di rumah sakit, meningkatnya perilaku yang merusak kesehatan, seperti merokok dan minum-minum, dan meningkatnya resiko kematian pasangan yang ditinggalkan
Santrock, 1995. Bagi beberapa perempuan, penyesuaian mereka terhadap kehilangan suami
meliputi perubahan terhadap konsep diri mereka. Peran penting perempuan sebagai seorang istri tidak akan ada lagi dalam kehidupan mereka setelah suaminya meninggal
dunia. Perempuan yang telah mendefinisikan dirinya sebagai seorang istri, setelah kematian suaminya mengalami kesulitan untuk mendefinisikan dirinya sebagai seorang
Universitas Sumatera Utara
janda. Oleh karena itu, bagi seorang perempuan, meninggalnya suami berarti kehilangan orang yang mendukung sef-definition yang dimilikinya Nock, 1987.
Kehidupan sosial juga mengalami perubahan. Keluarga dan teman-teman biasanya selalu berada di dekat janda pada masa-masa awal setelah kematian, namun
setelah itu mereka akan kembali ke kehidupan mereka masing-masing Brubaker dalam Papalia, Old Feldman, 2001. Masalah yang sering muncul adalah tentang
hubungannya dengan teman dan kenalannya. Seorang janda sering merasa dilupakan dalam suatu kegiatan sosial oleh pasangan menikah lain karena dia dianggap sebagai
ancaman oleh para istri Freeman, 1984. Penolakan dan penilaian negatif yang berasal dari lingkungan ini dapat menyebabkan janda merasakan kesepian Freeman, 1984.
Secara emosional, janda yang telah kehilangan kehilangan suaminya, juga kehilangan dukungan dan pelayanan dari orang yang dekat secara intim dengannya
Barrow, 1996. Selain itu, ada beberapa perempuan yang seolah-olah merasakan simptom-simptom terakhir dari penyakit suaminya; ada yang mengenakan pakaian
suaminya agar merasa nyaman dan dekat dengan suaminya; dan beberapa lainnya tetap memasak dan mengatur meja untuk suaminya walaupun suaminya itu telah meninggal
Heinemann dalam Nock, 1987. Beberapa janda mengatakan mereka tetap melihat dan mendengar suaminya selama setahun ataupun segera mengikuti kematian suaminya.
Mereka merasa marah pada suami karena telah meninggalkannya, dan mencari-cari atau mengharapkan nasehat dari suaminya selama beberapa waktu Caine dalam Nock,
1987. Pada janda, terdapat goncangan emosi yang mendalam serta perasaan kehilangan, dan yang pasti, ada perasaan kesepian dan suatu keharusan untuk mengatur
kembali kehidupan, termasuk juga membangun suatu kehidupan sosial yang baru Kephart Jedlicka, 1991. seorang janda akan merasa lebih kesepian lagi ketika dia
Universitas Sumatera Utara
bereaksi seperti merasa tidak berdaya tanpa suami, selalu larut dalam kesedihannya, merasa bahwa setelah suaminya meninggal dia tidak akan dapat lagi menjalani
hidupnya, selalu membutuhkan suami untuk berbagi pekerjaan, merasa takut dan tidak mampu untuk membangun hubungan pertemanan yang baru, serta menghindari interaksi
sosial setelah suaminya meninggal dunia.
II. D. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kesepian pada Janda yang Ditinggal Mati Pasangannya