Hubungan Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah Pasca Soeharto

keras menegakkan demokrasi. Tragedy tersebut telah menyuplai energi militansi elemen prodemokrasi, juga menggugah akan pentingnya merapatkan barisan kekuatan rakyat terhadap Negara.

2. Hubungan Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah Pasca Soeharto

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasca Soeharto telah banyak mengalami perubahan demi perbaikan disegala aspek kehidupan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan yang ada di Indonesia. Perubahan konsep dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi menegaskan bahwa konsep otonomi merupakan pertaruhan penting masa depan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi yang berhasil akan menjadi perekat Negara kesatuan. Jika otonomi gagal, seperti yang dicemaskan oleh kaum sentralisasi maka akan menjadi pemicu disintegrasi. Dengan demikian otonomi bukan sekedar mekanisme pemerintahan untuk mewujudkan administrasi Negara yang efektif dan efisien. Otonomi adalah salah satu penjaga Negara kesatuan. Otonomi memikul beban dan pertanggungjawaban pelaksanaan tata pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, kemakmuran, kesejahteraan, keadilan baik dibidang ekonomi, politik, maupun social dengan cara menghormati dan menjunjung tinggi perbedaan-perbedaan antar daerah baik atas dasar social, budaya, ekonomi, geografi, dan lain sebagainya. Pengakuan atas berbagai perbedaan tersebut sangat penting untuk menunjukkan bahwa kehadiran daerah tetap penting ditengah- tengah tuntutan kesatuan. Universitas Sumatera Utara Selama ini terutama dimasa Orde Baru dan Orde Lama tidak ada keseimbangan antara perbedaan dan kesatuan, yang ada hanyalah serba kesatuan. Setiap perbedaan dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan dan merupakan ancaman. Akibatnya, pemerintahan senantiasa atau selalu lebih cenderung dilaksanakan menuju suasana dengan tema sentralisasi. Bukan sentralisasi yang otoritarian, melampaui sentralisasi yang demokratis. Otonomi adalah ancaman, karena itu tidak boleh dijalankan sebagaimana mestinya. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah menggeser kearah Otonomi Daerah seperti yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, termasuk juga perubahan pasal 18 UUD 1945 menjadi Pasal 18 baru, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Secara konseptual, tiga instrumen hukum tersebut bermaksud mencari keseimbangan antara otonomi dan sentralisasi. Hanya dengan keseimbangan yang demikian itu akan terjadi dinamika positif baik dalam rangka memelihara Negara kesatuan maupun memaksimalkan peran dan partisipasi daerah untuk mewujudkan berbagai cita-cita kemerdekaan. Perlu juga untuk kita ketahui bersama, bahwa otonomi bukan sekedar antitesis dari bentuk sentralisasi. Otonomi adalah instrumen pengimbang dan menyeimbangkan kecenderungan memusat atau mendaerah. Masalah yang kemudian dihadapi adalah eksklusivisme hubungan antar daerah. 77 77 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: PSH Fakultas Hukum UII,2004, hal.20. Masing-masing daerah berlomba- lomba mengatur diri sendiri demi kepentingan daerahnya. Ada semacam perlombaan antar daerah. Hal ini lama kelamaan juga akan Universitas Sumatera Utara menimbulkan hambatan mobilitas sosial, ekonomi maupun budaya, bahkan mobilitas politik masyarakat secara keseluruhan. Kelancaran dan kemudahan sangat penting dalam rangka menjaga kesatuan bangsa. Perlombaan antar daerah dapat pula menambah beban yang harus dipikul oleh masyarakat di setiap daerah tempat mereka mengadakan kegiatan sosial dan ekonomi yang bersifat lintas daerah. Perlu pula disadari, perlombaan kecil seperti ini, justru akan memperkecil dan mempersempit peluang daerah yang bersangkutan, karena keterbatasan sumber daya dan keterbatasan daya serap keluaran output suatu daerah. Inilah salah satu aspek aturan penting atau kebijakan nasional yang harus sungguh- sungguh mendapat perhatian dari daerah. Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, kerjasama antar daerah sangat penting. Harmonisasi kebijakan dan harmonisasi pengaturan juga penting untuk dijaga. Dengan harmonisasi yang demikian akan didapati kemudahan kegiatan antar daerah. Kerjasama dan harmonisasi hubungan antar daerah akan memperluas jangkauan pembanfaatan sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan begitu pula berbagai hasil suatu daerah adalah bersifat nasional. Dasar –dasar Politik Otonomi Daerah Salah satu aspek konstitusional penyelenggaraan Negara dan pemerintahan sejak Indonesia merdeka adalah persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi sebagai subsistem Negara kesatuan. Pemikiran mengengai otonomi sebagai alternative atau pilihan bentuk Negara federal telah diletakkan sejak massa pergerakan kemerdekaan. Universitas Sumatera Utara Pada saat menyusun UUD 1945, otonomi termasuk salah satu pokok yang dibicarakan dan kemudian dimuat dalam Undang-Undang Dasar. Demikian pula selanjutnya, dalam pergantian Undang-Undang Dasar, otonomi tetap tercantum bahkan lebih dijelaskan. Bahkan sekarang yang menjadi pertanyaan adalah: “mengapa otonomi” dan untuk apa otonomi itu? Melihat Negara Indonesia yang sangat luas, berpulau-pulau, dengan susunan masyarakat yang majemuk, pilihan, pilihan bentuk Negara yang federal bukan suatu yang berlebihan atau bukan sesuatu yang tidak masuk akal dan bahkan sangat wajar. Namun pilihan bentuk Negara atau pilihan susunan kenegaraan pada umumnya, bukan sekedar pertimbangan teknis atau pertimbangan praktis. Pilihan ini juga ditentukan oleh pertimbangan praktis. Indonesia yang pada waktu itu terpisah-pisah dalam berbagai satuan pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan atau kesatuan masyarakat hukum lainnya yang masing- masing mandiri ternyata menjadi sasaran empuk dan ampuh bagi politik pecah belah devide et impera bukan saja melemahkan melainkan menjadikan rakyat Indonesia tidak berdaya menghadapi kekuasaan colonial. Penjajahan yang begitu panjang, menyebabkan potensi bangsa sangat lemah dan terbelakang. Hal ini hanya akan menjadi kekuatan apabila berbagai kekuatan-kekuatan yang terpisah itu bernaung dibawah kesatuan bernegara yaitu Negara kesatuan. Dasar-dasar kesatuan itu telah ada, baik secara cultural maupun social dalam kehidupan masyarakat yang akan menjadi Negara Indonesia yang merdeka. Universitas Sumatera Utara Dalam pergerakan modern, tumbuhnya paham nasionalisme telah memadukan suku-suku di Indonesia yang telah hidup dalam suatu ikatan social dan cultural itu menjadi nation. Penjajahan juga sebenarnya telah menyumbang tumbuhnya rasa senasib sepenanggungan yang menjadi salah satu satu dasar lahirnya suatu bangsa. Selain itu susunan ketatanegaraan Indonesia pada masa penjajahan Hindia Belanda adalah suatu bentuk Negara kesatuan. Bentuk Negara kesatuan itu merupakan suatu yang telah dijalani pada masa pemerintahan penjajahan atau Hindia Belanda, sehingga lebih dikenal dengan bentuk federal. Perlu untuk kita ketahui bersama, bahwa otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Otonomi juga merupakan tatanan ketatanegaraan staatsrechtelijk, bukan hanya sekedar tatanan administrasi Negara administratiefrechtelijk. 78 78 Bagir Manan, Ibid, hal.24. Sebagai tatanan kenegaraan, otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi Negara. Sedikitnya ada dua arahan dasar susunan ketatanegaraan dalam perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan Negara berdasarkan hukum. Meskipun dimasa modern ini, Indonesia dengan Negara yang luas dan banyak penduduknya tidak lagi mungkin menjalankan pemerintahannya langsung oleh semua warga, tetapi usaha untuk menciptakan mekanisme untuk mengikutsertakan semua rakyat harus tetap dipertahankan. Sistem Otonomi Daerah yang diselenggarakan Universitas Sumatera Utara atas dasar permusyawaratan perwakilan memungkinkan perluasan partisipasi demokratis rakyat. Satuan-satuan pemerintah yang otonomi mandiri dan demokratis juga akan lebih mendekatkan pemerintahan kepada rakyat sehingga berbagai kepentingan rakyat yang berbeda-beda dapat dilayani secara wajar. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945, kewajiban Negara atau pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan social serta hak-hak rakyat memperoleh segala bentuk kesejahteraan dan keadilan, bukan sekedar akibat pertumbuhan paham atau teori-teori kenegaraan baru, melainkan suatu ketentuan hukum yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar. Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah ini, fungsi kesejahteraan rakyat harus diusahakan dilekatkan pada satuan-satuan pemerintahan yang lebih dekat pada pusat-pusat kesejahteraan. Otonomilah sebagai ujung tombak usaha mewujudkan kesejahteraan tersebut. Mengingat fungsi kesejahteraan akan menghadapkan pemerintahan pada kenyataan konkrek yang berbeda-beda antar daerah satu dengan yang lainnya serta berkembang mengikuti dinamika kebutuhan masyarakat setempat. Maka dalam otonomi harus tersedia ruang gerak yang cukup untuk melakukan kebebasan menjalankan pemerintahan. Untuk memungkinkan penyelenggaraan kebebasan tersebut dan sekaligus mencerminkan otonomi sebagai satuan demokratis. Universitas Sumatera Utara Untuk mewujudkan kemandirian dan keleluasaan, otonomi berkaitan erat dengan pola hubungan antar pusat dan daerah yang meliputi berbagai segi yaitu hubungan kewenangan, hubungan pengawasan, hubungan keuangan dan lainya. Sejak Tahun 1945 telah ditetapkan berbagai Undang-Undang tentang otonomi, tetapi perdebatan mengenai otonomi tetap berjalan, tapi juga terkadang menimbulkan ancaman akan keluar dari Negara kesatuan, mendirikan Negara sendiri, dan lain sebagainya. Dilihat dari berbagai Undang-Undang atau peraturan perundang- undangan yang mengatur otonomi, dapat dibedakan dua kategori utama politik otonomi yang dijalankan atau pernah dijalankan yaitu kecenderungan kearah desentralisasi atau kearah sentralisasi. Politik pemerintahan daerah yang dimuat dalam UU No. 22 Tahun 1948 mencerminkan dasar politik otonomi yang menekankan pada aspek desentralisasi. Politik desentralisasi UU No.22 Tahun 1948 mencerminkan prinsip-prinsip Pasal 18 UUD 1945. Sedangkan UU No. 1 Tahun 1957 mencerminkan dasar politik otonomi menurut UUDS 1950 yang menghendaki pemberian otonomi luas kepada daerah. UU No.18 Tahun 1965 sepintas mengandung perpaduan antara desentralisasi khususnya otonomi luas sebagaimana diatur dalam UU No.1 Tahun 1957, tetapi dipihak lain memuat berbagai politik sentralisasi sejalan dengan menguatnya kecenderungan sentralisasi menuju konsentrasi kekuasaan di satu tangan setelah dekrit kembali ke UUD 1945 5 Juli 1959. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, dengan pembaharuan-pembaharuan yang didorong kebangkitan Orde Baru, diharapkan dapat dijalankan suatu politik desentralisasi menuju penyelenggaraan otonomi sebagaimana mestinya. Namun yan terjadi adalah sebaliknya. UU No.5 Tahun 1974 kembali menguatkan politik sentralisasi yang dijalankan sebelum pembaharuan 1966. Dalam tataran pelaksanaan, belum pernah otonomi dijalankan sebagaimana mestinya. Dimasa UU No. 1 tahun 1957 yang secara normative menghendaki otonomi luas, ternyata tidak sejalan sebagaimana mestinya. Kemandirian daerah sebagai karekteristik otonomi tidak dapat diwujudkan. Ketergantungan daerah kepada pusat sangat besar terutama dibidang keuangan. Undang-Undang perimbangan keuangan dan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tahun 1956 tidak meningkatkan kemampuan daerah untuk mandiri, karena sistem hubungan keuangan dan sumber keuangan daerah pada dasarnya serupa dengan kebijakan yang ditempuh pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Berbagai alasan Pemerintah Pusat mencoba menghalangi pelaksanaan Otonomi, seperti misalnya saja alasan ketidaksiapan daerah atau karena terbatasnya resources. Menurut penulis hal tersebut sah-sah saja, karena mungkin sedikit banyaknya pemerintahan Indonesia kala itu sedang mencari-cari jati dirinya. Apalagi jika kita mencoba melihat keadaan bangsa Indonesia Pasca penjajahan Balanda yang telah meninggalkan kesemrautan disegala aspek kehidupan. Itulah sebabnya mungkin pemerintah merasa daerah belum memiliki kesiapan untuk Universitas Sumatera Utara menghadapi otonomi daerah. Diperlukan sentralisasi pengaturan, kebijakan untuk menjamin bahwa alokasi resources yang terbatas dapat dibagi secara adil dan merata bagi semua daerah. Selain itu alasan berikutnya adalah pusat beranggapan, desentralisasi, apalagi dalam bentuk otonomi berpotensi memecah Negara kesatuan. Daerah-daerah dengan kemandirian otonomi dapat mendorong proses memisahkan diri dari Negara kesatuan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai pergolakan yang terjadi didaerah. Namun hal ini sebenarnya kurang dapat dipertanggung jawabkan. Pergolakan daerah yang pernah terjadi atau sedang terjadi, bukan karena menguatnya otonomi, melainkan justru karena sentralisasi. Daerah pada saat itu menuntut otonomi dan pengendoran sentralisasi. Dengan perkataan lain, tidak mungkin pergolakan daerah terjadi akibat otonomi, karena otonomi itu sendiri belum pernah dilaksanakan. Dengan demikian kita dapat ketahui, kalaupun ada ancaman disintegrasi, itu bukan karena politik desentralisasi atau otonomi, melainkan karena sebaliknya yaitu karena adanya politik sentralisasi. Pada tahun 1966, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara MPRS, membuat berbagai ketetapan sebagai landasan politik otonomi daerah baik dibidang pemerintahan maupun ekonomi. Tetapi dasar politik otonomi ini yang diletakkan sebagai salah satu unsur koreksi dan pembaharuan atas sentralisasi kekuasaan Orde Lama, bukan saja tidak dijalankan, melainkan sama sekali di tinggalkan begitu saja. UU No. 5 Tahun 1974 sebagai wujud politik otonomi Orde Baru justru menguatkan Universitas Sumatera Utara prinsip sentralisasi dari pada otonomi. Unsur-unsur dekonsentrasi baik dalam lingkungan pemerintahan daerah otonom maupun kantor-kantor pusat di daerah diperkuat. Kepala daerah yang tidak bertanggung jawab kepada rakyat daerah melalui DPRD lebih menampakkan diri sebagai unsur kekuasaan pusat di daerah dari pada sebagai pimpinan di daerah. Sistem pengawasan dilakukan sedemikian rupa sehingga melemahkan kemampuan daerah. Hubungan keuangan tidak memberikan peluang kepada daerah untuk mandiri. Politik keseragaman tetap dipertahankan meskipun secara formal dikehendaki suatu sistem otonomi nyata atau riil . pendekatan keamanan atau security approach merupakan factor yang lebih memperkuat sentralisme kekuasaan. Sentralisasi yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1974 bukan saja menyebabkan kelumpuhan otonomi dan meningginya ketergantungan daerah pada pusat, melainkan juga menimbulkan efisiensi dan birokratisasi berlebihan yang menjadi salah satu sumber tidak sehatnya penyelenggaraan pemerintahan menuju bentuk- bentuk penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan lain sebagainya. Keadaan menjadi lebih suram, karena sentralisasi penyelenggaraan pemerintahan disertai pula dengan sistem sentralisasi politik menuju sistem politik yang tertutup, tidak toleran pada perbedaan pendapat, tidak menjunjung prinsip-prisip Negara berdasarkan atas hukum yang berlaku.. Dimanapun dan kapanpun, sistem politik yang demikian pada akhirnya akan menimbulkan sistem kendali dan pengawasan yang ketat dan menolak setiap bentuk kebebasan dan kemandirian. Universitas Sumatera Utara Reformasi yang dipelopori mahasiswa pada waktu itu, telah berhasil membawa berbagai perubahan antara lain yang berkaitan dengan politik otonomi, disamping keberhasilan lain seperti kebebasan berbeda pendapat, kebebasan pers, pemilu yang bebas. Atau secara sederhana dapat disebut sebagai “redemokratisasi” kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan berkehendak meletakkan suatu letak garis otonomi baru menurut asas desentralisasi menggantikan UU No. 5 Tahun 1974 yang sentralistik. Perubahan-perubahan prinsipil meliputi antara lain susunan urusan rumah tangga daerah, pertanggung jawaban Kepala Daerah kepada DPRD, sistem hubungan keuangan yang baru, sistem pengawasan atau supervise dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan ini bermaksud agar otonomi sebagai salah satu sendi penyelenggaraan pemerintahan dapat dijalankan sesuai dengan pengertian dasar dan semangat otonomi. Otonomi merupakan subsistem dalam suatu Negara kesatuan. Oleh karena itu seberapapun luasnya otonomi daerah itu, dan besarnya daerah otonom, haruslah ditempatkan dalam suatu kerangka kesatuan. Sehingga tidak akan menimbulkan suatu disintegrasi bangsa seperti yang telah dikemukakan penulis sebelumnya. Otonomi dan kesatuan harus berimbang, tidak ada yang lebih kuat. Keduanya harus berjalan beriringan sebagai pendorong dinamika yang saling mengukuhkan antara prinsip kesatuan dan prinsip otonomi, bukan yang saling Universitas Sumatera Utara mengancam satu sama lain. Politik Otonomi yang dimuat dalam UU No. 22 Tahun 1999, tidak boleh ditempatkan sebagai antitesis melainkan sebagai koreksi terhadap praktek sentralisasi UU No. 5 Tahun 1974. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Orde Baru dan Orde Lama selama empat puluh tahun, bukan saja menyebabkan ketiadaan pengalaman mengelola otonomi secara wajar. Lebih dari itu telah pula membentuk tingkah laku dan mungkin sikap budaya sentralistik. Hal seperti ini perlu mengalami perubahan. Sikap dan tingkah laku tertutup antara pemerintah dan masyarakat harus berubah menjadi sikap yang penuh dengan keterbukaan satu dengan yang lainnya. Perlu disadari pula bahwa otonomi sebagai suatu instrument demokrasi menghendaki tingkah laku demokratik baik warga maupun penyelenggara pemerintahan. Segala bentuk tingkah laku feodalistik dan otoritarian harus diubah dan menjadi tingkah laku demokratik yang mencakup tingkah laku kebebasan, keterbukaan, menjadikan perbedaan sebagai dasar dinamika menemukan kebenaran, harmonisasi dan lain-lain. Jadi pelaksana UU No. 22 Tahun 1999 bukan sekedar pergeseran wewenang dari pusat kedaerah. Yang lebih mendasar dari semuanya adalah perubahan kultur atau watak pemerintahan yaitu menjamin agar pemerintahan daerah benar-benar menjadi instrumen demokrasi dan kesejahteraan rakyat banyak. Universitas Sumatera Utara Hubungan dan Kebijakan Pusat dan Daerah Pemencaran penyelenggaraan Negara dan pemerintahan dalam satuan-satuan teritorial yang lebih kecil dapat diwujudkan dalam bentuk- bentuk dekonsentrasi territorial, satuan otonomi teritorial, atau federal. Selain bentuk-bentuk utama diatas, ada cara yang lebih mudah atau longgar seperti konfederasi, atau uni. Tetapi dua bentuk terkhir ini tidak dapat disebut sebagai suatu pemencaran penyelenggaraan Negara dan pemerintahan karena tidak diikuti dengan pembagian kekuasaan atau wewenang. masing-masing tetap secara penuh menjalankan kekuasaan sebagai Negara. Dari bentuk-bentuk utama pemencaran penyelenggaraan Negara dan pemrintahan diatas, akan dijumpai paling kurang tiga bentuk hubungan antara pusat dan daerah. Pertama, hubungan pusat dan daerah menurut dekonsentrasi territorial. Kedua, hubungan pusat dan daerah menurut dasar otonomi territorial. Ketiga, hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal. Selain perbedaan ada juga persamaan didalam ketiga bentuk tersebut. Terutama hubungan pusat dan daerah menurut dasar otonomi teritorial dan hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal. Perbedaannya, dasar hubungan pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi territorial tidak mempunyai wewenang mandiri. Satuan teritorial dekonsentrasi merupakan suatu kesatuan wewenang dengan departemen atau kementerian yang bersangkutan. Sifat wewenang satuan teritorial dekonsentrasi adalah mandat, tidak ada wewenang yang Universitas Sumatera Utara berdasarkan atribusi. 79

3. Dimensi Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Otonomi