Penggulungan dan Oksidasi Enzimatis

commit to user b. Pengamatan perbedaan higrometrik pada thermometer DW untuk menentukan perlu atau tidaknya penggunaan udara campuran c. Pengaturan pemberian udara panas serta pengukuran penurunan berat pada keranjang kontrol d. Pengamatan secara visual terhadap pucuk yang dilayukan Suhu dan kelembaban udara senantiasa berubah sesuai kondisi lingkungan, oleh karena itu pengawasan terhadap perubahan suhu dan perbedaan higrometrik harus dilakukan secara cermat dan dicatat secara periodik. Dengan pengecekan suhu bola kering dan bola basah DW setiap akan dimulai pelayuan maka dapat dipertimbangkan penggunaan udara campuran. Dengan cara ini dapat menghemat penggunaan bahan baker dalam pelayuan pucuk teh. Suhu pada saat pelayuan berkisar antara 25 -28 C, jika suhu terlalu tinggi akan menyebabkan pucuk menjadi kering dan jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan waktu pelayuan menjadi lebih lama. Di dalam pelayuan juga dilakukan pengirabanpembalikan. Hal ini dilakukan agar pucuk teh dapat layu secara merata. Dalam proses pelayuan dilakukan 2-3 kali pengiraban sesuai dengan kondisi pucuk dan cuaca. Akan tetapi, frekuensi pengiraban yang terlalu sering dapat mengakibatkan pucuk menjadi memar. Kerataan permukaan pucuk dalam WT juga dapat mempengaruhi tingkat kerataan pelayuan pucuk. Pengawasan keadaan pucuk pada pelayuan menjadi tanggung jawab mandor pelayuan. Mandor pelayuan juga melakukan pengawasan kepada para pekerja agar mentaati standar operasional yang telah disyaratkan.

3. Penggulungan dan Oksidasi Enzimatis

Penggulungan merupakan tahap yang penting dalam pengolahan teh hitam. Pada tahap ini terjadi proses pertemuan Polifenol dengan enzim Polifenol Oksidase dengan udara Oksigen yang biasa disebut oksidasi enzimatis. Oksidasi enzimatis ini yang akhirnya akan membentuk mutu dalam inner quality teh. Oleh karena itu perlu diperhatikan secara commit to user seksama mulai dari kondisi lingkungan sampai dengan peralatan yang digunakan. Sebelum proses pengolahan basah dimulai, terlebih dahulu dilakukan pengecekan semua alat dan mesin yang akan digunakan. Setelah semua alat dan mesin siap maka pucuk layu dapat segera dimasukkan ke dalam Open Top Roller OTR untuk digulung. Sebelum dimasukkan ke dalam OTR pucuk layu ditimbang terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat layu pucuk sehingga dapat disesuaikan dengan kapasitas dari OTR tersebut. Kapasitas setiap OTR pada PTP Nusantara IX Kebun Semugih adalah 375 Kg, sehingga perlu dilakukan pengontrolan agar tidak terjadi kelebihan muatan yang akan mengakibatkan peningkatan suhu dan hasil penggulungan kurang sempurna. Pada proses pengolahan basah ketepatan waktu dapat mempengaruhi mutu produk akhir. Mulai dari mesin OTR, RRB1, PCR, RRB2, RV1, RRB3, RV2, sampai RRB4 dan fermentasi pada baki membutuhkan kontrol waktu yang cermat. Ketidaktepatan waktu biasanya disebabkan oleh pekerja yang terlambat memasukkan bubuk teh ke mesin atau ke tahap selanjutnya. Bubuk yang tercecer ke lantai ruang pengolahan harus selalu dibersihkan, tercecernya bubuk teh ini dapat terjadi karena proses pemasukan maupun pembongkaran bubuk teh yang terlalu tergesa-gesa. Oleh karena itu, pengawasan dari mandor pengolahan basah sangat penting untuk mencegah hal-hal tersebut. Proses oksidasi enzimatis pada pengolahan teh menggunakan aktifitas enzim, oleh karena itu pengaturan suhu dan kelembaban ruangan menjadi hal yang harus diperhatikan. Kelembaban udara yang disyaratkan pada ruang pengolahan basah berkisar antara 80-95 dan temperatur udara antara 19-24 C. Pengaturan kelembaban dan suhu dilakukan dengan menempatkan alat Humidifier. Alat ini bekerja dengan cara mengabutkan air dingin yang berasal dari kolam. Selain itu juga terdapat Blower yang dapat mengatur sirkulasi udara yang masuk dan keluar dari ruang commit to user pengolahan basah. Untuk menjaga agar Humidifier dan Blower tetap bekerja dengan baik maka dilakukan pengecekan secara rutin. Beberapa hal yang menjadi titik kendali pada proses pengolahan basah adalah : a. Pengukuran Kelembaban Ruang Pengolahan Basah Kelembaban ruangan dijaga agar tetap berada antara 90-95 dengan menggunakan alat Humidifier, yang dapat mengabutkan air. Selain dapat menjaga kelembaban, kabut ini juga dapat menurunkan suhu di dalam ruang pengolahan basah. b. Pengukuran Suhu Bubuk, Ruang Gulung dan Oksidasi Enzimatis Proses penggilingan pucuk teh akan mengakibatkan naiknya suhu dari bubuk teh yang dihasilkan. Pada prinsipnya, jika penggilingan dilakukan sesuai dengan kapasitas alat dan waktu yang tepat, peningkatan suhu tetap pada batas toleransi yaitu 28 -31 C. Kenaikan suhu diatas 32 C dapat mengakibatkan kerusakan pada bubuk teh. Sebagai salah satu cara untuk mencegah kenaikan suhu yang berlebihan maka dilakukan pengayakan atau sortasi basah. Mandor pengolahan basah selalu melakukan pengontrolan suhu dengan menempatkan Thermometer pada bubuk yang selesai digulung. Hal ini dilakukan untuk memastikan suhu bubuk berada pada batas suhu standar. c. Pengamatan Hasil Potongan Bubuk Tangkai dan daun tua merupakan bagian dari pucuk teh yang sukar terpotong sehingga pada tahap akhir pengayakan terjadi penumpukan, oleh karena itu dilakukan pengulangan. Kebijakan ini dilakukan oleh mandor pengolahan setelah melihat kondisi bubuk. Selain itu pucuk yang kurang layu juga dapat menyebabkan sukar digiling sehingga banyak menghasilkan badag. Jika badag yang dihasilkan terlalu banyak maka dilakukan pengulangan pemotongan dengan Rotorvane. commit to user d. Pengawasan Kerja Alat dan Mesin Pengolahan Pekerja sering kali mengabaikan pengoperasian alat dan mesin pengolahan sesui dengan prosedur yang semestinya. Hal ini terjadi karena pekerja hanya ingin pekerjaannya cepat selesai dan segera pulang. Pemasukan pucuk teh yang terlalu banyak ke dalam mesin, penggunaan sistem pres pada PCR yang diabaikan, serta waktu berlangsungnya proses pada setiap alat yang tidak diperhatikan. Pengawasan hal-hal tersebut menjadi tanggungjawab dari mandor. e. Pengaturan Waktu Oksidasi Enzimatis Pengawasan mengenai kapan waktu oksidasi enzimatis berakhir sangat menentukan kualitas dari teh jadi. Oksidasi enzimatis dimulai sejak penggilingan bubuk pada OTR dan berakhir pada saat proses pengeringan. Proses tersebut berlangsung sekitar 110-180 menit. Sebelum dimasukkan ke dalam mesin pengering, dilakukan pengamatan terhadap bubuk teh dari segi warna dan aroma bubuk, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah bubuk tersebut telah mencapai kondisi optimal atau belum. f. Pengukuran Ketebalan Hamparan Bubuk pada Baki Oksidasi Enzimatis Mandor senantiasa mengawasi ketebalan hamparan bubuk karena para pekerja sering kali melakukan penumpukan bubuk yang tidak sesuai standart yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu 5-7 cm. Pengendalian ketebalan hamparan dilakukan dengan menempatkan penggaris sebagai alat ukur ketebalan. Pengukuran dilakukan pada setiap Trolley tempat menyusun baki-baki oksidasi enzimatis. Jika ada hamparan yang terlalu tebal maka segera dilakukan perataan hamparan. g. Pengujian Organoleptik Bubuk Basah Uji Green Dhool Pengujian organoleptik dilakukan dengan menyeduh teh hasil fermentasi setiap hari untuk mengetahui mutu dari proses pengolahan basah. Pengujiannya meliputi kenampakan, warna air seduhan, dan ampas. commit to user

4. Pengeringan