istrinya terdapat kebaikan yang tidak dapat diketahui oleh dirinya karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya. Al-
Qur‟an menganjurkan kepada suami agar tetap mempergauli istrinya dengan
cara yang layak meskipun tidaksenang padanya.
Mengenai masalah kesimbangan antara hak dan kewajiban wanita, firman Allah SWT yang kedua itu menunjukkan bahwa laki-
laki dan wanita mempunyai hak yang sama dalam menuntut kewajiban terhadap yang lain sebagai suami istri, bukan masalah kelamin. Dalam
hubungan ini, hak mereka berbeda.
Karena laki-laki berhak untuk berpoligami. Adapun yang dimaksud dengan cara yang ma‟ruf ialah
cara yang baik menurut pandangan agama, seperti bersopan santun, tidak melakukan hal-hal yang dapat melukai perasaan, baik bagi suami
maupun istri. Bahkan sampai pada batas berdandan. Sebab, hal itu merupakan suatu cara yang ma‟ruf Busthomi, 2000: 11.
Islam telah menetapkan ketentuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, bukan hanya dalam rumah tangga, tetapi dalam setiap
permasalahan dan ketentuan yang ada. Hanya dalam Islamlah yang mampu mengatur hukum yang bekenaan dengan umatnya pada
penempatan masalah secara adil dan proposional, tidak ditambah atau dikurangi. Karena, setiap hamba mempunyai hak dan kewajiban yang
sama.
Suami tidak sekedar mengurusi istrinya agar tidak berbuat kejelekan atau menghargai pendapatnya dan mempergaulinya dengan
cara yang baik atau mengambil tindakan yang perlu untuk member peringatan kepada istrinya. Seperti: memisahkan tempat tidur,
melimpahkan penyelesaian perselisihan dengan pengangkatan penegak yang adil, dan seimbang apabila ia tidak dapat menyelesaikannya
secara intern. Suami juga dianjurkan dalam hadits yang suci untuk berusaha dengan segala dengan kemampuannya demi memuaskan
istrinya, seperti halnya dirinya menginginkan agar istrinya berusaha dengan kemampuanya memuaskan suaminya.
Selain itu, ada hal lain yang perlu disebutkan disini, yaitu maksud ayat yang menyatakan bahwa laki-laki, yakni suami
mempunyai tingkat kelebihan dari pada istri. Hal ini terkait dengan hak suami yang diperolehnya atas tanggung jawab terhadap istri itu sendiri
dalam memberikan maskawin atau nafkah bagi istri.
Dalam hubungan ini, suami berhak memperoleh ketaatan istri. Dengan demikian, maka
istri wajib taat kepada suami sehubungan dengan tanggung jawabnya
dalam mewujudkan dan memelihara kemasalahatan istri, disamping di dalam kesejahteraan hidupnya ditanggung suami Busthomi, 2000:
12.
2. Bersikap lembut terhadap istri
Syaikh Nawawi menjelaskan tentang isi dalam hadits di atas Nabi Muhammad SAW bermaksud memberikan perhatian kepada
kaum muslimin agar mendengarkan apa yang diwasiatkan kepada mereka dan selanjutkan melaksanakan wasiat itu. Dalam hal ini beliau
menganjurkan agar kaum muslimin berhati lembut terhadap istri serta menunjukkan perilaku yang baik dalam bergaul dengan mereka. Itulah
yang dimaksud dengan melakukan hal yang terbaik bagi wanita. Sebab, wasiat Nabi Muhammad SAWdalam hadits diatas sudah
barang tentu muncul karena faktor lemahnya wanita, termasuk di dalamnya kebutuhan wanita itu sendiri terhadap keluhuran budi suami
sebagai seorang yang menyediakan hal-hal yang menjadi keperluan mereka Busthomi, 2000: 13-14.
Rasullah yang mulia telah mempergauli istri-istrinya dengan baik.Secara sukarela, beliau membantu mereka menyelesaikan
pekerjaan dan kewajiban mereka sehari- hari. „Aisyah mengatakan : “
Rasulullah dahulu sering membantu pekerjaan keluarganya. Beliau keluar hanya untuk shalat, jika waktu shalat telah datang“ Mahmud,
1991: 144.
Disampinng mempergauli istri dengan baik, suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan istrinya, mencegah istrinya jangan
sampai hina, jangan sampai istrinya berkata jelek. Inilah kecemberuan yang disukai Allah SWT. Bersabda:
Artinya: “Allah cemburu dan manusia cemburu, kecemburuan Allah adalah apabila ada hamba-Nya yang melanggar larangan-
Nya.” HR. Bukhori,t.t juz. 3: 264 Sa‟id, 2002: 163.
3. Hak materi dan nusyuz
Mengenai kewajiban seorang suami dalam memenuhi hak berupa materi terhadap istri telah diatur dalam Islam, yaitu suami
memberi nafkah kepada istri, sebagai ganti ketidak bebasan istri karenanya, ketaatan padanya, mengurus urusan rumah tangga dan
suaminya. Setiap mereka mempunyai hak dan kewajiban. Seperti firman Allah SWT pada QS.Al- Baqarah :228:
Artinya: “Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang maruf. akan tetapi Para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” Perlu disebutkan di sini suatu riwayat lain yang berkaitan dengan
apa yang yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW dalam hadits di atas. Dalam riwayat itu beliau menyatakan hal-hal mengenai hak-hak
istri memperolehpelajaran dari suami tatkala melakukan
nusyuz
. Dalam hungan ini beliau bersabda:
Artinya: “
Hak wanita atas suaminya ialah bahwa suami memeberikan konsumsi pangan kepada istri apabila mengkonsumsi bahan pangan.
Disamping itu, memberikan sandang kepadanya apabila dia berpakain.Dan janganlah suami itu memukul bagian wajah istri,
mengumpatnya serta menghindarinya kacuali di dalam rumah.”HR. Abu Dawud, t.t, juz. 2: 244-245.
Salah satu hak yang wajib dipenuhi oleh suami terhadap istrinya adalah bertanggung jawab sepenuhnya untuk memberikan nafkahnya.
Hal ini telah ditetapkan oleh Al- Qur‟an, hadits, dan ijma‟. Nafkah ini
bermacam-macam sesuai kebutuhan wanita: bisa berupa makanan, tempat tinggal, pelayanan perhatian, pengobatan, dan pakaian
meskipun wanita itu kaya Hamid, 1996: 128.
Istri berhak minta nafkahnya kepada sang suami, jika sang suami akan bepergian jauh. Hal yang menggugurkan hak nafkah istri adalah
menggugurkan hak nafkah wanita dalam iddah raj‟iyah, misalnya
berbuat nusyuz As‟ad, 1979: 198.
Nusyuz
adalah sikap istri yang durhaka serta angkuh atas perintah Allah SWT agar mentaati suaminya.Ada pula yang berpendapat bahwa
nusyuz
itu saling membenci antara suami istri Sufyan, 2007: 6.
Nusyuz
terjadi dengan istri menolak suami melakukan tamattu‟ walaupun dalam bentuk semacam memegang atau pada anggota tubuh
yang dipilih suami As‟ad, 1979: 6.
Dalam kasus tertentu, yaitu ketika istri melakukan
nusyuz
, suami boleh memukul pada bagian badan di luar wajah istri. Sebab, hal ini
merupakan hak istri itu sendiri manakala ia melakukan kesalahan. Dan itu telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW kendati pun harus
dilakukan setelah upaya “menghindar”. Hal lain yang harus diperhatikan suami ialah bahwa istri tidak berhak mendapat
penghinaan dari suami. Sebab, Nabi Muhammad SAW dengan tegas melarangnya mengumpat istri, yaitu dengan melontarkan kata-kata
yang tidak disukainya, seperti mengatakan “dasar wanita jelek”.
Kemudian masalah “menghindar” seperti yang telah dimaklumi, Nabi Muhammad SAW melarang suami menghindar dari istri kecuali
di dalam rumah , yakni di tempat peraduan. Inilah ketentuan yang boleh dilakukan oleh suami manakala istri melakukan
nusyuz
. Adapun hal lain di luar itu, seperti menghindar dalam konteks komunikasi
secara lisan, tidak disyaratkan di dalam hadits. Dengan demikian, suami tidak boleh membungkam atau membisu dalam kasus
ini.Apabila hal itu dilakukan, berarti suami telah berbuat dosa, karena tindakan itu haram, kecuali karena uzur Busthomi, 2000: 16.
4. Pendidikan terhadap Istri
Sebagai seorang suami, laki-laki wajib memperhatikan ajaran- ajaran yang terkait dengan segala sesuatu yang harus dilakukan
terhadap istrinya.Sebab, Nabi Muhammad SAW memberikan peringatan serius mengenai kewajiban dalam merealisasikan hak-hak
wanita yang diperistikannya Busthomi, 2000: 17. Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW memberikan petunjuk
yang harus dilakukan oleh seorang laki-laki dalam memberikan segala
sesuatu yang merupakan hak-hak seorang istri. Hal ini tercermin dalam suatu hadis yang menyatakan :
Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya orang
-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling
baik akhlaknya dan paling lembut sikapnya kepada keluarganya.” HR. Turmudzi, 1384, juz. 2: 315.
Akhlak dalam hadis tersebut adalah budi pekerti yang luhur. Semua itu tentunya dimaksudkan sebagai realisasi dari kewajiban
suami dalam mengejawantahkan hak-hak istri kendatipun hal ini merupakan konsep yang lebih khusus. Dengan demikian, walaupun
kata “keluarga” di sini memberikan pengertian yang luas karena melibatkan banyak unsur termasuk di dalamnya anak-anak, suami, dan
kerabat dekatnya, istri sudah barang tentu mendapatkan prioritas khusus. Sebab, dialah yang berfungsi sebagai pendukung utama bagi
terciptanya sebuah keluarga. Oleh sebab itu, kondisi etik yang positif sebagaimana telah disinyalir di dalam hadist tadi perlu mendapatkan
penekanan khusus dalam pembicaraan mengenai kewajiban suami untuk mewujudkan hak-hak istri sehubungan dengan fungsi itu sendiri
seperti tersebut di atas. Dalam hadits lain Nabi Muhammad cukup tegas dalam
menganjurkan kewajiban etik seorang suami terhadap istri:
Artinya: “orang yang terbaik di antara kamu sekalian adalah mereka
yang paling baik terhadap istri, dan aku sendiri lebih baik dari pada kamu sekalian atas k
ebaikanku terhadap istriku.” HR. Tirmidzi, 1384, juz. 2: 45.
5. Sabar terhadap Istri
Dalam hal ini Syaikh Nawawi menjelaskan dalam menerapkan norma-norma akhlak di dalam kehidupan rumah tangga, seorang suami
harus memiliki pedoman moral yang strategis. Untuk itu, Nabi Muhammad SAW.memberikan petunjuk agar seorang suami bersabar
hati dalam menghadapi cobaan istri. Dengan demikian, suami dapat melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan ajaran agama
untuk memahami cobaan dari istri Busthomi, 2000: 19. Hendaklah engkau selalu sabar, karena sabar adalah sendi dasar
yang harus kau miliki selama kamu hidup di dunia ini. Ia pun termasuk akhlak yang mulia dan keutamaan-keutamaan yang agung. Allah
berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 153 :
Artinya: “Hai orang
-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar” Munawwir, 2007: 203.
6. Pemukulan terhadap Istri
Syaikh Nawawi menjelaskan tentang beberapa hal yang dimana suami diperbolehkan memukul istri:
a. Suami boleh memukul istri karena suami menghendaki istri berhias
dan bersolek, sedangkan istri tidak mengindahkan kehendak suami itu. Juga karena istri menolak ajakan ke tempat tidur.
b. Suami boleh memukul istri karena keluar dari rumah tanpa izin,
memukul anaknya menangis, menyobek-nyobek pakain suami, atau karena memegang jenggot suami seraya berkata, “Hai keledai,
hai goblok,” sekalipun suami memaki istri terlebih dahulu. c.
Suami boleh memukul istri karena membuka mukanya dengan lelaki bukan muhrimnya, berincang-bincang dengan lelaki lain,
bicara dengan suami agar orang lain mendengar suaranya, memberikan sesuatu dari rumah istri yang tidak wajar diberikan,
atau karena tidak mandi haid. Dalam hal ini memukul istri karena meninggalkan shalat ada
dua pendapat. Yang lebih baik, sebaiknya suami memukul istri karena meninggalkan shalat, jika tidak mau melaksanakan shalat
karena diperintah Busthomi, 2000: 24-25.
7. Pesan-Pesan terhadap Seorang Laki-laki
Ketahuilah, sebaiknya suami itu melakukan hal-hal berikut kepada istri:
a. Memberikan wasiat, memerintahkan, mengingatkan, dan
menyenangkan hati istri.
b. Hendaknya suami memberikan nafkah istrinya sesuai
kemampuannya, usaha dan kekuatannya. c.
Suami hendaknya dapat menahan diri, tidak mudah marah apabila istri menyakiti hatinya.
d. Suami hendaknya menundukkan dan menyenankan hati istri
dengan menuruti kehendaknya dengan kebaikan. Sebab, umumnya wanita itu kurang sempurna akal dan agamanya.
e. Suami hendaknya menyuruh istrinya melakukan perbuatan yang
baik. Syeikh Ramli mengatakan dalam kitab
Umdatur Rabih, “Suami
tidak boleh memukul istri karena meninggalkan salat maksudnya
cukup memerintahkan salat.” f.
Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh „Athiyah‟, “Suami hendaknya mengajar istrinya apa yang menjadi kebutuhan agamanya, dari
hukum-hukum bersuci seperti mandi haid, janabat, wudlu dan tayammum.”
g. Suami harus mengajar berbagai macam ibadah kepada istri. Baik
ibadah fardlu maupun sunat, seperti salat, zakat, puasa dan haji. Jika suaminya dapat mengajar sendiri, maka istri tidak boleh keluar
rumah untuk bertanya kepada orang-orang alim atau ulama atau pergi ke tempat majlis ta‟lim atau pengajian kecuali izin suaminya.
Jika suami tidak dapat mengajar sendiri karena kebodohannya maka sebagai gantinya dialah yang harus bertanya kepada ulama,
lalu menerangkan jawabannya kepada sang istri. Jika suami tidak mampu keluar maka istri boleh keluar untuk bertanya, bahkan
wajib keluar, dan suami berdosa melarangnya. Allah SWT. berfirman dalam Q.S. At-Tahrim: 6:
Artinya : “Hai orang
-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah mansuai
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
h. Suami hendaknya mengajar budi pekerti yang baik kepada
keluarganya. Sebab, manusia yang sangat berat siksanya pada hari kiamat adalah orang di mana keluarganya bodoh-bodoh dalam
agama Islam. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi Muhammad
SAW. Beliau bersabda:
Artinya: “Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dipertanggung
jawabkan atas kepemimpinannya. Seorang suami menjadi pemimpin
keluarganya dan
dipertangungjawabkan kepemimpinannya.Seorang istri menjadi pemimpin di rumah
suaminya dan
dipertanggung jawabkan
atas kepemimpinannya.Seorang pelayan adalah pemimpin harta
tuannya dan dipertanggung jawabkan dari kepemimpinannya. Seorang anak menjadi pemimpin harta orang tuanya dan
dipertanggungjawabkan dari kepemimpinannya. Maka setiap kamu adalah pemimpin dan b
ertanggung jawab atas kepemimpinannya.” HR. Bukhori, t.t, juz. 2: 257.
8. Tanggung Jawab Seorang Pemimpin
Syaikh Nawawi menerangkan dalam kitabnya mengenai tanggungjawab sebagai seorang pemimpin bahwa Penguasa agung atau
penggantinya adalah orang yang memimpin dan menjaga serta menguasai rakyatnya. Ia akan diminta tanggung jawab dalam
memimpin rakyatnya, atuakah sudah menjaga hak-hak rakyatnya atau belum Busthomi, 2000 : 28.
Apabila kaum laki-laki mengabaikan apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, sedang kaum wanitanya telah melampaui
batas kodratnya atau justru tidak melakukan tanggungjawabnya, maka keharmonisan dalam rumah tangga menjadi berantakan Said, 1421:
277. Seorang suami menjadi pemimpin keluarga, istri dan anak-
anaknya. Ia akan dimintai tanggung jawab atas keluarganya, apakah
sudah memenuhi hak-hak mereka atau belum, seperti memberi pakaian, memelihara, mengasuh, mendidik, dan yang lain seperti
bergaul dengan baik kepada mereka atau tidak. Seorang istri menjadi pemimpin di rumah suaminya. Ia harus dapat mengatur penghidupan
dengan baik, harus bersikap baik terhadap suami, serta memelihara harta suami dan anak-anaknya. Istri juga akan dimintai pertanggungan
jawab atas kepemimpinannya, apakah sudah melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya atau belum Busthomi, 2000: 28-29.
Istri juga harus mengatur pengeluarannya selama masih dalam batas ketaatan kepada suaminya. Istri tidak diperkenankan
membelanjakan ssesuatu atau memberi seseorang dari harta suaminya kecuali dengan izin suaminya dan yakin bahwa ia rela untuk urusan itu
Mahmud, 1991 : 151. Seorang pelayan harus menjaga harta tuannya dan menata apa
yang menjadi kebaikannya. Pelayan juga akan dimintai tanggung jawabnya atas apa yang dikuasainya, apakah ia telah memenuhi
kewajibannya atau belum. Seorang anak harus menjaga harta ayahnya dan mengaturnya dengan baik. Anak juga dimintai pertanggungan
jawab atas apa yang dikuasainya, apakah sudah memenuhi atau belum. Jadi, setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dipertanggungjawabkan
kepemimpinannya. “Fa” dari kata “Fakullukun” menjadi jawab syarat
yang terbuang.Kata itu bersifat umum.Ia dapat memasukkan seseorang yang hidup sendirian, belum beristri dan tidak punya pelayan. Sebab,
orang seperti ini dapat dikategorikan sebagai pemimpin.Maksudnya, orang yang menjaga anggota tubuhnya sehingga mau melakukan
kewajiban yang diperintahkan dan menjauhi segala larangan. Sementara itu, ulama mengatakan bahwa orang yang pertama
kali mengganduli seorang lelaki di hari kiamat adalah keluarga dan anak-anak
nya, mereka seraya berkata, “wahai Tuhan kami Ambillah hak kami pada orang ini, karena ia tidak mengajarkan urusan agama
kepada kami. Dan memberi makan kami dari yang haram, sedangkan kami tidak tahu.” Orang itu lalu dipukul, kemudian dibawa ke neraka.
Demikianlah sebagaimana disebutkan dalam kitab
al-Jawahir
karya Imam Abu Laits As-Samarqandi Busthomi, 2000:29-31.
C. Hak Suami Istri
1. Kepemimpinan Laki-laki
Syaikh Nawawi mendasarkan dalam hal ini sesuai firman Allah Ta‟ala dalam QS. An-
Nisa‟: 34:
Artinya: “Kaum laki
-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas
sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka lakk-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka,
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar.” Hukum Allah telah menetapkan, bahwa dalam setiap bentuk
makhluk yang diciptakan Allah, pasti ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.Ada yang mengatur dan ada yang diatur. Hal itu agar
pemikiran-pemikiran tidak tumpang tindih dan keinginan-keinginan tidak bersimpang siur, yang mengakibatkan keretakan kerukunan,
putus tali kasih sayang, pudar persatuan dan perselisihan Fadlil, 1421 : 149.
Kaum laki-laki sebagai pemimpin bagi kaum wanita maksudnya bahwa kaum laki-laki harus menguasai dan mengurus keperluan istri
termasuk mendidik budi pekerti mereka.Allah melebihkan kaum laki- laki atas kaum wanita karena laki-laki suami memberikan harta
kepada kaum wanita istri dalam pernikahan, seperti maskawin dan nafkah.
Di antara sebab utama mengapa laki-laki diserahi tanggung jawab sebagai pemimpin adalah karena kekuatan fisiknya, kemampuan
melindungi dari serangan musuh, dan mampu mencari nafkah, tanggung jawab mencari nafkah untuk memenuhi segala apa yang
dibutuhkan oleh istrinya, anak-anaknya, dan segenap keluarganya Hamid, 1996 : 160.
2. Ketaatan Istri terhadap Suami
Selanjutnya wanita-wanita yang saleh dalam ayat tersebut adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suaminya.Wanita-wanita itu
memelihara hak suaminya, menjaga farjinya, serta memelihara rahasia dan barang-barang
suaminya, karena
Allah telah
memelihara mereka.Maksudnya, Allah menjaga dan memberikan pertolongan kepada
wanita-wanita. Atau, Allah telah berpesan dan melarang wanita-wanita agar tidak berselisih Busthomi, 2000 : 34-35.
Hak pertama atas suami atas isterinya adalah ketaatan. Allah telah mempercayakan kepemimpinan keluarga kepadanya, dan semua anggota
keluarganya wajib menaatinya, sehingga ia dapat melaksanakan tugas kepemimpinan itu dengan mudah dan gampang tanpa menemui hambatan
Mahmud, 1991 : 148. Seorang istri wajib taat kepada seorang suaminya, begitu juga tinggal
di rumah suaminya, mengelola dan mengatur rumahnya serta menjaga dan mendidik anak-anaknya.Nabi bersabda
“Seorang suami adalah pemimpin
di rumahnya maka ia pun harus bertanggung jawab atas apa yang