HOANA GURA HOANA MORODINA

BUKU PUTIH SANITASI HALMAHERA UTARA 2013 35 dari kampung Lina dan pulau Gura yang berada di tengah-tengah Talaga Lina. Kebiasaan orang Mumulati untuk berkomunikasi dengan para pendatang seperti pedagang dari China dan Arab membuat orang Mumulati lebih menguasai system kekerabatan serta mengatur pemerintahan bersama yo popareta ino. Hoana Mumulati terbentuk setelah masyarakatnya keluar dari Talaga Lina dan menempati pesisir pantai Tobelo. Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Mumulati membuat mereka menjadi mediator pasca perang saudara antara orang Tobelo dan orang Galela yang dikenal dengan rekonsiliasi tragedi Tona Malangi. Sampai saat ini penyebaran hoana Mumulati berada di kampung-kampung mulai dari Gamsungi dan Gosoma di pusat kota Tobelo yang menggunakan dialek bahasa Tobelo, Pulau Tolonou, Gorua, Popilo, Mede, Ruko dan Luari menggunakan diaelek campuran bahasa Tobelo dan Galela, karena merupakan penjaga kawasan rekonsiliasi pasca tragedi Tona Malangi. Dalam berbagai penuturan lisan menyebut bahwa hoana Mumulati tersebar juga sampai ke semenanjung Halmahera Selatan-Barat Pulau Bacan dan Obi, mereka selalu menyebut dengan nama orang Tobelo-Galela. Orang Mumulati juga dalam sejarah perang kesultanan Ternate dan Tidore berada di armada laut sampai ke kepulauan Sula, Mangole dan Taliabo.

h. HOANA GURA

Sebutan Gura identik dengan nama Pulau yang berada di tengah-tengah Talaga Lina. Hoana Gura mempunyai tugas sebagai o niata mangale yaitu melakukan berbagai ritual sesuai dengan kepercayaan orang Tobelo pada waktu berada di kampung-kampung awal Talaga Lina. Seperti ritual gomatere, untuk membuka lahan kebun, panen, membangun rumah sampai pada situasi perang. Kemampuan spiritual dari orang-orang hoana Gura juga selalu membaca tanda-tanda alam seperti musim hujan, kemarau dan bencana lainnya. Hal ini dapat dibuktikan ketika sebelum terjadi gempa tektonik yang menegelamkan pulau Gura, beberapa saat sebelumnya, orang-orang dari pulau Gura telah berpindah ke sebuah tempat dekat talaga Lina yang namanya Kanaba. Di Kanaba itulah dikenal sebagai tempat transit orang-orang dari hoana Gura dan melanjutkan perjalanan mereka ke pesisir Utara setelah menyaksikan pulau Gura Tenggelam karena gempa. Kemudian mereka menuju ke pesisir Utara dan menempati atau berdiam di beberapa Pulau di depan Tobelo. Kemampuan berkomunikasi secara spiritual meyakinkan semangat juang orang-orang hoana Gura bahwa di manapun mereka berada selalu di bawa lindungan Juo Madutu. Spirit ini yang membuat hoana Gura bertualang menuju libuku iata empat penjuru bumi mereka juga bermukim diberbagai pulau bersama- sama dengan kaum Tobelo lainnya

i. HOANA MORODINA

Kata Morodina berasal dari induk bahasa Galela yaitu moro dan kadina. Moro adalah sebutan orang-orang Portugis terhadap kerajaan yang ada di Halmahera Utara tepatnya di Mamuya, Tolo dan Mede sedangkan kadina adalah sebutan untuk menunjukan arah matahari terbenam atau bagian Barat. Hal ini berkaitan besar dengan pengelompokan masyarakat yang disebabkan oleh pengaruh kesultanan Ternate dan kesultanan Tidore yang pada saat itu ingin merebut wilayah di Halmahera Utara dengan membangun kekuatan bersama didukung oleh Portugis dan Spanyol. Di mana wilayah Galela serta sebagian Loloda dan Tobaru berada di bawah pengaruh kesultanan Ternate yang membangun kekuatan dengan Portugis. Sehingga dalam versi yang lain disebut juga bahwa wilayah ini dengan nama Morotia. Namun secara tradisi lisan dan peneturan sumber-sumber lokal bahwa komunitas masyarakat Galela sendiri terbagi dalam dua kelompok besar berdasarkan dialek induk bahasa Galela. Kampung- kampung awal yang berada di Galela terdiri dari sepuluh komunitas yang disebut dengan BUKU PUTIH SANITASI HALMAHERA UTARA 2013 36 nama soa mogiowo, masing-masing Pune, Towara, Barataku, Toweka, Togawa, Igobula, Ori, Liate, Ngidiho dan Limau. Dari sisi dialek bahasa, maka kampung Togawa, Igobula, Ori, Liate, dan Ngidiho yang berada di pedalaman menggunakan dialek bahasa Galela dan bahasa Tobaru sehingga percampuran dialek bahasa ini disebut dengan dialek kadina. Setelah penjajah Belanda masuk di wilayah Halmahera Utara di mana Portugis dan Spanyol telah menuju ke Ambon, maka kekerabatan masyarakat yang telah terbagi dari kerajaan Moro tetap mempertahankan system kekerabatannya dengan orang-orang Tobaru dan Loloda. Sehingaa dialek kadinanya membuat perbedaan sangat jelas dengan pengguna dialek lain yang berada di pesisir Galela. Hal inilah yang memperkuat sehingga keberadaan mereka identik dengan Morodina. Sebutan morodina memperjelaskan kepada Belanda dan dunia luar bahwa system kekerabatan yang telah terbangun akan tarsus dipertahankan dengan membuka atau membangun kampung-kampung baru yang terdiri dari orang-orang Tobaru, Gamkonora dan Loloda dalam. Dengan demikian maka atas kesepakatan mereka bersama semua kampung- kampung yang berada di pedalaman Galela menyebut kampung-kampung mereka dengan nama soa Morodina Kata soa adalah sebutan Hoana dalam bahasa Galela. Pada saat ini secara geografis Hoana Morodina terdiri dari kampung Seki menggunakan dialek bahasa Galela, Togawa menggunakan dialek campuran bahasa Tobelo, Galela dan Tobaru, Soakonora menggunakan dialek campuran bahasa Galela dan Tobaru, Kampung Igobula menggunakan dialek bahasa Galela, kampung Ori menggunakan dialek bahasa Galela, kampung Soatobaru menggunakan dialek campuran bahasa Galela dan Tobaru, kampung Dokulamo, Gotalamo dan Ngidiho menggunakan dialek bahasa Galela, kampung Roko menggunkan dialek campuran bahasa Galela, Loloda dan Tobaru.

j. HOANA MORODAI