Hubungan Diet Rendah Serat dengan Kejadian Apendisitis pada Anak di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2014 - 2015

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae

Nama : Yugamalar Thamilarasan NIM : 120100516

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Malaysia, 26 Juni 1991

Alamat : No. 7 & 9 Resident K, Jalan Kemboja, Setia Budi, Medan.

Nomor Telepon : 083197011764 / 085922776884 Email : tyugamalar@yahoo.com Agama : Hindu

Orang Tua : Thamilarasan a/l M. Ramalingam Riwayat Pendidikan : Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) – 2008

Alliance University College of Medical Science (AUCMS) – 2009


(2)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bernama Yugamalar Thamilarasan adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani pendidikan

kedokteran. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP H. Adam Malik, Medan Tahun 2014 - 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam rangka menyelesaikan proses belajar dan mengajar pada semester keenam dan ketujuh.

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan & Wresdiyati, 2004).

Pemakanan diet rendah serat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam kesihatan dan salah satunya adalah appendisitis. Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks yang sering muncul kerana sumbatan saluran pencernaan. Penyumbatan sering disebabkan oleh feces di saluran pencernaan yang merupakan salah satu faktor kejadian appendisitis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian appendisitis pada anak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh diet rendah serat dalam kejadian apendisitis pada anak sehingga dapat menurunkan angka mortilitas dan morbilitas.

Saya akan memberikan brosur mengenai manfaat pemakanan serat kepada Bapak/Ibu/Sdra/Sdri serta Kuestioner mengenai jenis bahan makanan yang


(3)

dikonsumsi oleh anda. Waktu diperlukan untuk menjawab adalah selama 10 menit.

Partipasi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waku. Setiap data pribadi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian ini. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Bapak/Ibu/Sdra/sdri dapat menghubungi Saya:

Nama : Yugamalar Thamilarasan

Alamat : No 7&9 Resident K, Jalan Kemboja, Setia Budi, Medan No Hp : +6285922776884

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu/Sdra/Sdri yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Kerjasama anda pada penelitian ini sangat saya hargai. Keikutsertaan Bapak/Ibu/Sdra/Sdri dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Bapak/ibu/Sdra/Sdri bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya persiapkan.

Medan,……….2015 Peneliti,


(4)

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Nama Orang Tua/Wali :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap tentang penelitian: Judul : Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP H. Adam Malik, Medan Tahun 2014-2015 Lokasi : RSUP H. Adam Malik Medan

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Maka dengan ini saya telah memahaminya, saya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai salah seorang responden dalam penelitian ini.

Medan, ……… 2015 Orang Tua/wali Responden Responden penelitian,


(5)

Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadiaan Apendisitis Pada Anak Di Rsup Haji Adam Malik

Tahun 2014 - 2015

Nama Responden:

Umur : ________ tahun Tanggal: Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

Pilih salah satu jawapan dibawah ini (Dibulatkan).

1. Pengolahan sayur yang anda suka ? A. Rebus (bersantan)

B. Goreng (Tumis)

C. Lain-lain, sebutkan ________________ 2.Cara makan buah yang anda suka?

A. Makan langsung B. Jus

C. Lain-lain, sebutkan ________________

Jumlah

Kosongkan Ruangan


(6)

FORMULIR FREKUENSI MAKANAN

MENURUT JENIS BAHAN-BAHAN MAKANAN

Jenis Bahan Makanan Frekuensi >1x/ hari 1x/ hari 3-6x/ minggu

1 -2 x/ minggu 1-3x/ Bulan Tidak pernah Sayuran a. Kangkung b. Bayam c. Sawi hijau d. Sawi putih e. Nangka f. Wortel g. Buncis h. Toge

i. Labu/Jipang j. Kacang panjang k. Lain- lain

Buah

a. Anggur b. Apel c. Jambu Biji d. Salak e. Jeruk f. Pepaya g. Pisang h. Alpokat i. Mangga j. Semangka k. Buah Pir l. Lain - lain

Kacang-kacangan

a. Kacang kedelai b. Kacang tanah c. Kacang hijau d. Tahu

e. Tempe

Sumber: Dr. Anung Sugihantono, M.Kes dalam Pedoman Gizi Seimbang


(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

DAFTAR DATA REKAM MEDIK

NO NAMA UMUR JENIS

KELAMIN

DIAGNOSIS APENDISITIS

ALAMAT 1. Dinda Stevanie Br

Regar

12 Perempuan Akut Jalan Kemunting xiii, no 301 blok 19/ Medan Helvetia, Kota medan.

2. Rio Ricardo. S 4 Laki - laki Akut Alan Letjen Jamin Ginting, no.15 Keluruhan Lau Chin Y, Medan Tuntungan, Kota Medan.

3. Matius Calvin 10 Laki - laki Kronik Jalan Pondok Surya GG.Selaras, Keluruhan Helvitia Timur, Kota Medan. 4. Rian Oktopian 14 Laki - Laki Akut Jalan Lula 3, No.49 Lk 2, Medan Johor, Kota Medan.

5. Alwali Nur Imam Pandia

5 Laki - Laki Akut Alan Jamin Ginting No.12, Desa Tengah Pancar Batu, Kecamatan Pancar Batu. 6. Yusuf Silaen 17 Laki - Laki Akut Komplek Puri Anom Asri Blok E, Pancar Batu, Deli Serdang.

7. Sri Rezeky Malau 12 Perempuan Akut Jalan Jahe 7, No. 41 Smalingkar, Medan Tuntungan, Kota Medan.

8. Dwi aulia Br hasibuan 6 Perempuan Kronik Dusun vi Jalan Paya Bakung Diski Desa , Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. 9. Putri Masyarah 17 Perempuan Akut Jalan Ismailiyah Gang 18, No.12 Kota Matsum 1 Kecamatan Medan Area. 10. Feby Regina Ginting 9 Perempuan Akut Jalan Ladang No.27 B, Kecamatan Medan Tuntungan.

11. Angelica Tr. Simbolon 8 Perempuan Akut Jalan Pasar No.20 B Medan, Keluruhan Beringin, Kecamatan Medan Selayang. 12. Dio Trasto 14 Laki - laki Akut Desa Bintang Meriah Dusun iii. Tengah Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang

13. Muhammad Reyhan 7 Laki - laki Akut Jalan Krekel Dusun iii, Keluruhan Sel Gelugur, Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang. 14. Devy Wahyuni 16 Perempuan Akut Jalan Perkutut Gang Setia LK xxii, No.307, Helvetia Tengah, Kota Medan.

15. Brian Tri Logos Sinuraya

14 Laki - laki Kronik Jalan Jamin Ginting Gang Cipta No.14, Kecamatan Medan Bara, Kota Medan. 16. Feri Ramadhani 10 Laki - laki Akut Jalan Gaharu Lk. Iv, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai.

17. NaniRostianaSembiring 17 Perempuan Akut Desa Panca Arga Dusun v, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabuten Asahan. 18. Dedek Kurniawan 6 Laki - laki Akut Dusun iv Barat Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabuten Deli serdang. 19. Dimas Prayoga 12 Laki - laki Akut Desa Paya Bakung Dusun Pindok seng, Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang. 20. Melinda Br Sebayang 8 Perempuan Akut Desa Perbesi, Tiga Binanga, Kara.


(12)

23. Julia K. Sumbayak 4 Perempuan Akut Raya Dolok, Hutasaing, Dolok Silau, Simalungun, 24. Abraham Banurea 16 Laki – laki Kronik Jalan KB No. 11, Desa Salak II

25. Florensia P. Karokiniyo 10 Perempuan Kronik Berastagi

26. Mirenda Noviyanti 16 Perempuan Akut Jalan Makmur Desa Pulau Balai, Kecamatan Pulau Byk, Kodya Aceh singkil. 27. Dina Mariana

Sinambola

15 Perempuan Akut Desa Pengamatan Kecamatan Palipi, Kodya Toba Samosir.

28. Fani Silaen 8 Perempuan Akut Jawa Dasar Kecamatan Pangkatan, Kabuten Labuhan Batu.

29. Ismail Wahyu 13 Laki - laki Akut Jalan Mandala Aek Nabara, Labuhan Batu.

30. Vinsensia Situmorang 11 Perempuan Akut Komplek PT. TPL Town Site B. Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Toba Samosir.

31. Lufti Harahap 5 Perempuan Kronik Nias, Gung Sitali.

32. Ayu Pradita 17 Perempuan Akut Jalai Sei Putih Baru Pasar VI, Medan baru

33. Natalia Rumahorba 9 Perempuan Akut Buntu Besar Dusun III, S.Manindo, Toba Samosir.

34. Putri Nabila 2 Perempuan Akut Jalan Teratai No.61, Keluruhan Pahlawan.

35. Yolanda F. Ginting 16 Perempuan Akut Jalan Petunia Raya . Lk II, Medan

36. Josmen Gultam 14 Laki - laki Akut Rahutbasi Kecamatan Pangaribuan, Kabuten Tapanuli Utara.

37. Ridho AR 10 Laki - laki Kronik Dusun III Agung Sari, Kecamatan Padang Tuolong, Koaya Langkat.

38. Fandy Ramodhani 17 Laki - laki Akut Jalan Tanjung Morawa Desa Limau Manis, Kecamatan Malinga Raya, Deli Serdang. 39. Muhammed Wariandi 14 Laki - laki Akut Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang.

40. Maya Fitri Pasaribu 12 Perempuan Akut Dusun Cempaka Teluk Bakung, Tanjung Pura, Langkat. 41. Muhamad Azwan Hasbi

Sidik

16 Laki - laki Akut Desa Huta Bah Jaga Selatan, Kecamatan Jawa Maroja Bah Jambi, Kota Simalungun. 42. Lisdayani Br Ginting 15 Perempuan Kronik Desa Suka Dusun II, Kecamatan TIga Panah, Karo.


(13)

VALIDITAS DAN REALIBILITAS

Correlations

P1 P2 totalskor

P1 Pearson Correlation 1 .154 .731**

Sig. (2-tailed) .325 .000

N 43 43 43

P2 Pearson Correlation .154 1 .724**

Sig. (2-tailed) .325 .000

N 43 43 43

totalskor Pearson Correlation .731** .724** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 43 43 43

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 43 100.0

Excludeda 0 .0

Total 43 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(14)

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P1 1.53 .505 43

P2 1.58 .499 43

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

P1 1.58 .249 .154 .

P2 1.53 .255 .154 .

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(15)

DATA INDUK

UMUR PASIEN ANAK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

0-4 3 7.0 7.0 7.0

5-9 12 27.9 27.9 34.9

10-14 16 37.2 37.2 72.1

15-18 12 27.9 27.9 100.0

Total 43 100.0 100.0

JENIS KELAMIN PASIEN APPENDISITIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 19 44.2 44.2 44.2

Perempuan 24 55.8 55.8 100.0

Total 43 100.0 100.0

DIAGNOSA PASIEN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Akut 33 76.7 76.7 76.7

Kronik 10 23.3 23.3 100.0


(16)

KONSUMSISERAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Rendah 28 65.1 65.1 65.1

Normal/Tinggi 15 34.9 34.9 100.0

Total 43 100.0 100.0

P1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rebus 20 46.5 46.5 46.5

goreng 23 53.5 53.5 100.0

Total 43 100.0 100.0

P2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

makan langsung 18 41.9 41.9 41.9

jus 25 58.1 58.1 100.0

Total 43 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KONSUMSISERAT * Diagnosa pasien


(17)

KONSUMSISERAT * Diagnosa pasien Crosstabulation

Diagnosa pasien Total

Akut Kronik

KONSUMSISERAT

Rendah

Count 21 7 28

Expected Count 21.5 6.5 28.0

Normal/Tinggi

Count 12 3 15

Expected Count 11.5 3.5 15.0

Total

Count 33 10 43

Expected Count 33.0 10.0 43.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .137a 1 .711

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .139 1 .709

Fisher's Exact Test 1.000 .512

Linear-by-Linear Association

.134 1 .715

N of Valid Cases 43

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.49. b. Computed only for a 2x2 table


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, S.I., 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Available from:

http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/74/3. [Accessed 26 Mei 2015]

Almatsier, S., 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama: 44– 46.

Anderson, Young, 2003. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Makanan Berserat Dengan Pola Konsumsi Makanan Berserat Pada Mahasiwa. Available from: http://digilib.unila.ac.id/9826/7/I%20pendahuluan.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]

Andalas, 2007. The Role Of Dietary Fiber From Health Maintenance, Prevention And Therapy Aspects. Majalah Kedokteran Andalas ; No.2. Vol.31.

Anonim, 2001. The Definition of Dietary Fibre. Cereal Foods World 46. Available from: http://www.aaccnet.org/Dietary Fiber/pdfs/dietfiber.pdf. [Accessed 24 Mei 2015]

Astawan, Wresdiyati, Soerjodibroto, 2004. Hubungan Antara Tingkat

Pengetahuan Makanan Berserat Dengan Pola Konsumsi Makanan Berserat Pada Mahasiwa. Available from:

http://digilib.unila.ac.id/9826/7/I%20.pendahuluan.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]


(19)

36

Aulia, I., 2012. Hubungan Antara Kareakteristik Siswa, Pengetahuan, Media Massa, Dan Teman Sebaya Dengan Konsumsi Makanan Jajanan Pada Siswa SMA Negeri 68 Jakarta. Available from:

http://lib.ui.ac.id/ file?file=digital/20320097-S-Imam%20Aulia.pdf. [Accessed 30 Mei 2015]

Behrman, dkk., 1996. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan Kualitas Es Krim. Available from:

http://e journal .uajy. ac.id/ 6537/2 /BL 101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]

Brauchla, M., Mccabe, G.P., Miller, K.B., Kranz, S., 2013. The Effect Of High Fiber Snacks On Digestive Function And Diet Quality In A Sample Of School-Age Children.

Dennis, B., Trowell, H., 1975. Acute appendicitis in Japanese soldiers in Burma: support for the “fibre” theory. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1773321/. [Accessed 20 April 2015]

Dhingra, D., Michael, M., Rajput, H., Pati, R.T., 2011. Dietary fibre in foods: a review. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3614 039 /pdf/13197_2011_Article365.pdf. [Accessed 30 Mei 2015]

Gao, F.Y., Bo, S., Jing, Y., Wang, Q.M., 2009. Effects Of Different Cooking Methods On Health-Promoting Compounds Of Broccoli. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2722699/. [Accessed 29 November 2015]

Gibson, R.S., 2009. Principles of Nutritional Assessment. Oxford University Press: New York.


(20)

Hillman, L.C., Peters S.G., 1983. Dietary, Functional and Dietary Fibre. Available from: http://www.nal.usda.gov/fnic/DRI/DRI_Energy/339-421.pdf.

[Accessed 26 Mei 2015]

Hilfi, L., 2008. Gambaran Apendisitis Akut Yang Mengalami Perforasi Pada Pasien Pediatrik. Fakultas kedokteraan Universitas Islam, Bandung : 7 – 23.

Imanieh, M.H., Banani, S.A., Dehghani, S.M., Khajeh, R., Gakurya, I., Mehrabani, D., 2007. Bowel Movement Patterns In Children With Acute Appendicitis. Available from:

file:///C:/Users/User/Downloads/UniWSMv9n2p86%2 [Accessed 29 November 2015]

Jehan, 2011. Karakteristik Penderita Appendicitis Rawat Inap Di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan. Available from:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26046/1/Afiati- fkik.pdf. [Accessed 24 April 2015]

Jonathan, W.D., 1993. Total Fibre Dietary. Available from:

http://www.medallionlabs.com/Downloads/dietary_fiber_web.pdf. [Accessed 28 Mei 2015]

Khumaidi, 1994. Kesehatan Dan Gizi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT RINEKA CIPTA: 88 – 97.

Kusumawati, Mutalazimah, 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Balita. Available from:


(21)

38

Mirzaei, A., Delaviz, H., Mohammadi, H., 2014. The Effects Of Cooking Methods On Antioxidant Activity And Phenol Content In Vegetables. Available from:

file:///C:/Users/User/Downloads/article_wjpps1404305365%20(1).pdf. [Accessed 28 November 2015]

Morris, et al., 1987. Demographic and Epidemiologic Features of Acute Appendicitis. Available from:

http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/25845.pdf. [Accessed 24 April 2015]

Nadesul, 2006. Gambaran Konsumsi Sayuran Dan Buah Pada Siswa SMA Negeri 1 Pekan baru. Available from:

http://digilib.esaunggul.ac.id/public /UEUUndergraduate-3592-BABI.pdf. [Accessed 28 Mei 2015]

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT RINEKA CIPTA; 79-92.

Nafsiah, M.B.O.I., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi.

Pratitasari, 2010. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan Kualitas Es Krim. Available from:

http://e journal .uajy. ac.id/6537/2 /BL101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]

Rao, 1999. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika : 500 – 509.


(22)

Short, R., 1920. Appendicitis, fibre intake and bowel behaviour in ethnic groups in South Africa. Available from:

http://pmj.bmj.com content/49/570/243.full. pdf+html. [Accessed 19 april 2015]

Santoso, 2011. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan Kualitas Es Krim. Available from: http://e journal .uajy. ac.id/ 6537/2 /BL 101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]

Sjamsuhidajat, R., Wim, D. J., 2005. Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Buku Kedokteraan EGC: 639 – 645.

Slavin, J.L., Lioyd, B., 2006. Health Benefits of Fruits and Vegetables. Available from: http://advances.nutrition.org/content/3/4/506.full#T4. [Accessed 30 November 2015]

Smeltzer, C.S., 2002. Appendicitis. Available from:

http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/74/36. [Accessed 19 April 2015].

Sulistiyani, 1999. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Serat Dan Pendapatan Perkapita Dengan Konsumsi Serat Anak. Available from:

http://digilib.unimus .ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-inkemarrie-6531- 2.pdf [Accessed 28 Mei 2015]

Williams, Eleanor, R., Mary, A.C., 1984. Nutrition: Principles, Issues, and Applications. USA: Williams, Eleanor ,R. : 145 – 151.


(23)

19

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variable Independen Variable Dependen

3.2. Definisi Operasional

1. Apendisitis

Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Penderita apendicitis adalah orang yang dinyatakan menderita apendicitis berdasarkan diagnosa dokter dan tercatat pada rekam medis.

a) Alat ukur : Rekam medis

b) Cara ukur : Pengukuran dilakukan dengan melihat data apendisitis pada rekam medis

c) Hasil ukur : Dibahagi atas dua katogeri yaitu - Apendisitis akut

- Apendisitis kronik d) Skala ukur : Nominal

Diet Rendah Serat Pasien Anak Menderita


(24)

2. Diet Serat

Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Gambaran jenis dan frekuensi yang dikonsumsi responden dalam periode harian,mingguan,atau bulanan yang diukur menggunakan metode food frekuensi.

a) Alat ukur : Kuesioner

b) Cara ukur : Pengukuran dilakukan dengan metode angket. c) Hasil ukur : Dikategorikan bedasarkan tinggi dan rendah serat

dikonsumsi 1. >1 kali/hari 2. 1 kali/hari 3. 3-6 kali/minggu 4. 1-2 kali/minggu 5. 1-3 kali /bulan 6. Tidak pernah Kategori:

Tinggi : poin 1- 3 Rendah : poin 4 - 6 (Gibson,2005)

d) Skala ukur : Ordinal

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara diet rendah serat dangan kejadian apendisitis pada anak .


(25)

21

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik mengunakan desain cross sectional dengan mendeskripsi hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan tahun 2014 - 2015.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2015 setelah mendapat Ethical Clearance dari Komisi Etik FKUSU/RSHAM. Lokasi penelitian ini adalah RSUP Haji Adam Malik Medan dan lokasi ini dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan peneliti.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh subjek penelitian yang akan diteliti dalam survey (Notoatmodji, 2005). Populasi penelitian ini adalah semua data penderita apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014 hingga Agustus 2015.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien anak yang menderita apendisitis yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.


(26)

a) Kriteria Inklusi

1. Pasien yang didiagnosa dengan apendisitis tahun 2014 - 2015 2. Pasien anak-anak yang berumur 1bulan – 18 tahun

b) Kriteria Ekslusi

1.Pasien yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini 2. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis serta berkomunikasi dengan baik

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Stratified Random Sampling, dimana jumlah sampel yang diperoleh akan dibagi merata untuk setiap tingkatan secara proporsional dan semua sampel yang terdapat harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya dapat dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.3.4. Besar Sampel

Sampel yang digunakan adalah sebagian daripada populasi dan dapat mewakili keseluruhan populasi serta mempunyai karakteristik yang mampu untuk mewakili populasi. Penentuan jumlah besar sampel yang digunakan diambil mengikut rumus berikut. Rumus ini digunakan karena jumlah populasi yang kecil (lebih kecil dari 10,000) (Notoatmadjo, 2005).

N = Zα²PQ

d² Dimana:

N = jumlah sampel minimal

Zα = peneliti menetapkan α sebesar 5% sehingga nilai Zα=1,96

P = Prevalensi ditetapkan sebesar 0,5 Q = (1–P) = (1-0.17) = 0.83

d = ketepatan absolut yang di kehendaki (ditentukan peneliti) = 10% = 0,1

N = Zα²PQ


(27)

23

N = (1,96) ² (0.13) (0.87) (0.1)²

N = 43

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulan data dari dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak RSUP Haji Adam Malik yaitu jumlah pasien anak yang menderita apendisitis pada tahun 2014 hingga 2015. Data primer, yaitu data yang dikumpul dari hasil pengisian kuesioner oleh responden untuk mengetahui jumlah serat yang dikonsumsi pasien anak yang menderita apendisitis secara langsung dengan metode angket. Orang tua atau wali pasien anak yang telah teridentifikasi yang datang untuk kunjungan di RSUP HAM akan dijelaskan tujuan, manfaat dan metode penelitian serta penjelasan mengenai serat melalui brosur oleh peneliti. Calon responden yang bersedia ikut dalam penelitian ini, diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Calon responden yang tidak kunjungi RSUP HAM akan dijumpai di rumah dengan kebenaran terlebih dahulu melalui telefon manakala calon responden yang tinggal jauh akan didapatkan maklumat melalui telefon sahaja. Sebelum penalaksanaan penelitian, akan dilakukan uji validitas dan realibilitas dari kuesioner yang dibuat agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

4.4.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Validitas pada umumnya dipermasalahkan berkaitan dengan hasil pengukuran psikologis atau non fisik, hasil pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan atau memberikan skor/ nilai suatu karakteristik lain yang menjadi perhatian utama. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap validitas konstrak adalah korelasi produk momen (Moment product


(28)

correlation/pearson correlation) antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor total, sehingga sering disebut inter item-total correlation. Menggunakan rumus teknik korelasi product moment, sebagai berikut :

N ( xy ) - (xy )

r = ___________________________________ { [ Nx2 - (x)2 ] . [ Ny2 . (y)2 ] }1/2 Keterangan:

r : koefisien korelasi product moment X : skor tiap pertanyaan/ item

Y : skor total

N : jumlah responden

4.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu. Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan rumus Koefisien Reliabilitas Alpha.

r 11 = [ k ] [ 1 - ∑σb2 ] k –1 σt2 Keterangan :

r 11 = reliabilitas instrumen

k = jumlah butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑σb2 = jumlah varians butir


(29)

25

Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford, yaitu :

Tabel 1: Koefisien realibilitas menurut kriteria Guilford

1. kurang dari 0,20 Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan

2. 0,20 - < 0,40 Hubungan yang kecil (tidak erat) 3. 0,40 - < 0,70 Hubungan yang cukup erat 4. 0,70 - < 0,90 Hubungan yang erat (reliabel)

5. 0,90 - < 1,00 Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)

6. 1,00 Hubungan yang sempurna

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolalaan Data

a) Editing : Editing yang dilakukan adalah untuk memeriksa kelengkapan data.

b) Coding : Data yang terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapan data diberi kode secara manual oleh peneliti sebelum diolah dengan komputer.

c) Entry : Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam program komputer dengan menggunakan software SPSS. d) Cleaning : Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam computer supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemasukan data.


(30)

4.5.2. Analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan Statistical Product and Service Solutions, kemuadian dianalisa secara analitik dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Analisis statistik yang digunakan untuk menganalisa hipotesa adalah analisis fisher exact test.


(31)

27

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Dekripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang merupakan rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SKVII/1990. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes 502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik Medan memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan Pusat Rujukan Wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H. Adam Malik Medan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Keluruhan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.

RSUP H. Adam Malik memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat inap, rawat jalan,gawat darurat dan perawatan intensif), pelayanan penunjang medis (radiologi, mikrobiologi, patologi anatomi, patologi klinik dan intalasi dianostik terpadu), pelayanan penunjang non medis (instalasi farmasi, Central Sterilization Supply Depart dan gizi), bioelektrik medik, dan pelayanan non medis (instalasi tatausaha pasien dan teknik sipil pemulasaraan jenazah).


(32)

5.1.2. Dekripsi Karekteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien anak yang menderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2014 hingga 2015. Jumlah responden yang terlibat dalam studi setelah memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 43 orang.

Hasil yang diamati dari keseluruhan responden tersebut dievaluasi berdasarkan umur, jenis kelamin, diagnosa apendisitis, konsumsi serat dan cara konsumsinya.

Tabel 5.1. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase (%)

1bulan - 4 Tahun 3 7,0

5 - 9 Tahun 12 27,9

10 - 14 Tahun 15 - 18 Tahun

16 12

37,2 27,9

Total 43 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa responden paling banyak berumur diantara 10-14 tahun sebesar 16 (37,2%) orang, responden yang paling sedikit berumur diantara 1 bulan - 4 tahun sebesar 3 (7 %) orang dan sedangkan responden berumur 5 – 9 tahun dan 15 – 18 tahun masing-masing sebanyak 12 (27,9%) orang.

Tabel 5.2. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki - laki 19 44,2

Perempuan 24 55,8

Total 43 100.0

Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 19 (44,2%) orang laki-laki yang menderita apendistis manakala perempuan sebanyak 24 (55,8%) orang.


(33)

29

Tabel 5.3. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Klasifikasi

Klasifikasi Frekuensi Persentase (%)

Akut 33 76,7

Kronik 10 23,3

Total 43 100.0

Dari tabel 5.3. terlihat pasien yang menderita appendisitis akut adalah sebanyak 33 (76,7%) orang dibanding pasien yang menderita apendisitis kronik sebanyak 10 (23,3%) orang.

Tabel 5.4. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Konsumsi Serat Konsumsi Serat Frekuensi Persentase (%)

Rendah 28 65,1

Tinggi 15 34,9

Total 43 100.0

Dari hasil penelitian dengan mendistribusikan kuosiner kepada responden ditemukan bahawa 28 (65,1%) orang mengkonsumsi rendah serat dan 15 (34,9%) orang mengkonsumsi tinggi serat.

Tabel 5.5. Distribusi Pasien Appendisitis Berdasarkan Cara Konsumsi Serat Cara Konsumsi Frekuensi Persentase (%)

Sayur

Rebus 20 46,5

Goreng 23 53,5

Buah

Makan langsung 18 41,9

Jus 25 58,1


(34)

Dari Tabel 5.6, diperoleh bahwa cara mengkonsumsi sayur secara makanan rebus adalah 20 (46,5%) orang dan secara makanan bergoreng adalah 23 (53,5%) orang manakala cara mengkonsumsi buah secara makan langsung sebanyak 18 (41,9%) orang sedangkan secara minum jus sebanyak 25 (58,1%) orang.

Tabel 5.6. Hubungan Konsumsi Serat Dengan Kejadian Apendisitis

Variabel Appendisits Jumlah P

Akut Kronik

Konsumsi Serat

Rendah

Tinggi

21

12

7

3

28

15

1.000

Jumlah 33 10 43

*Bermakna dengan P > 0,05

Berdasarkan tabel di atas, didapati bahawa 28 orang yang mengkonsumsi diet rendah serat, terdapat 21 orang yang menderita apendisitis akut dan 7 orang yang menderita apendisitis kronik. Bagi yang mengkonsumsi serat dalam tinggi pula, terdapat 12 orang yang menderita apendisitis akut dan 3 orang menderita apendisitis kronik.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode Fisher Exact Test menggunakan analisis regresi dengan bantuan Statical Program for Social Science (SPSS) diperoleh nilai p (p value) adalah 1,000 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak.


(35)

31

5.2. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak yang telah berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan dari tahun 2014 hingga 2015 dengan jumlah besar sampel sebanyak 43 orang.

Berdasarkan hasil penelitian ini, setelah dianalisis statistik dengan metode Fisher Exact Test didapati ada hubungan antara diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak.Beberapa peneliti menemukan hubungan yang logis antara penurunan konsumsi asupan serat dan apendisitis.

Pentingnya serat untuk fungsi normal dari sistem pencernaan telah lama dihargai. Pada awal 1970-an, Dennis B dan Trowell H menerbitkan secara luas tentang "hipotesis serat," yang menyatakan bahwa asupan serat tinggi melindungi berbagai penyakit. Penelitiannya yang menunjukkan bahwa masyarakat yang mengkonsumsi diet serat yang rendah memiliki insiden tinggi terjadi apendisitis, sementara mereka yang mengkonsumsi tinggi serat memiliki insiden yang lebih rendah.

Secara teori juga dapat dibuktikan bahawa seseorang yang mengkonsumsi rendah serat bisa terjadi appendisitis. Hal ini disebabkan kerana feces akan mulai kering, keras dan berbentuk kecil-kecilan, yang lama-kelamaan memerlukan kontraksi otot yang lebih besar untuk mengeluarkannya yang dikatakan sebagai konstipasi. Konstipasi akan menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan produksi mucus di saluran pencernaan. Hal ini akhirnya meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks. Peningkatan tekanan di dinding apendiks menyebabkan meningkatnya tekanan kapiler dan iskemia mukosa serta translokasi bakteri menembus dinding apendiks yang akhirnya menyebabkan terjadi inflamasi di apendiks yang disebutkan sebagai apendisitis (Hilfi L, 2008).

Penelitian sebelumnya dari Imanieh M.H (2007), menunjukkan bahwa tingkat konstipasi lebih tinggi pada pasien anak yang menderita apendisitis dengan asupan serat yang lebih rendah, sebuah penemuan yang konsisten dengan


(36)

hipotesis peneliti yang menunjukkan peran serat makanan dalam menurunkan kejadian apendisitis.

Menurut Short R (1920), beliau juga menyatakan bahwa kejadian appendisitis lebih tinggi dengan rasio yang lebih rendah selulosa dalam diet serta teori yang dikembangkan lebih lanjut mengenai korelasi negatif antara apendisitis dan diet kaya serat yang mengandung sayuran hijau dan buah-buahan manakala korelasi positif antara apendisitis dan pola makan yang buruk serat tetapi kaya dalam makanan seperti daging, kentang, dan gula, (Morris et al., 1987).

Maka dikatakan bahawa hubungan mengkonsumsi diet rendah serat dengan terjadinya apendisitis bergantung kepada cara makanan dikonsumsi juga. Dari hasil dari penelitian menunjukkan bahawa cara mengkonsumsi sayur secara makanan rebus adalah 20 orang dan secara makanan bergoreng adalah 23 orang manakala cara mengkonsumsi buah secara makan langsung sebanyak 18 orang sedangkan secara minum jus sebanyak 25 orang.

Secara umum, pengolahan sayur-sayuran dan buah-buahan baik dapat meningkatkan atau menurunkan kandungan nutrisi. Dalam penelitian J.L. Slavin (2006), mengatakan bahawa mengupas kulit buah akan menurunkan kadar serat yaitu satu porsi jeruk tanpa membran mengandung lebih sedikit serat dibandingkan dengan jeruk yang mempunyai membran. Jadi memakan buah secara langsung lebih baik dibanding dengan meminum jus.

Selain itu menurut Gao F.Y (2009), sayuran biasanya dimasak sebelum dikonsumsi dan diketahui bahwa memasak menginduksi perubahan signifikan dalam komposisi fisiokimia yang mempengaruhi bioavailabilitas dalam sayuran serta diketahui bahwa serat makanan terutamanya terdapat pada dinding sel. Jadi memasak sayur memang mengurangkan kandungan serat dalam sayuran tetapi tergantung pada metode memasak dan jenis sayuran yang dikonsumsi. Maka, tidak ada penelitian yang jelas mengenai ini jadi diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengidentifikasi metode memasak yang bagus untuk setiap sayuran untuk meningkatkan kualitas gizi serta dan kehandalannya (Mirzaei A, 2014).


(37)

33

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahawa :

1. Dari jumlah total 43 responden, ditemukan hubungan yang sangat bermakna antara menkonsumisi diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak di RSUP H Adam Malik pada tahun 2014 hingga 2015 sehingga dapat dikatakan hipotesa penelitian ini diterima.

6.2. Saran

1. Kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terutama pada bahagian rekam medis diharapkan untuk melengkapi data rekam medis pasien agar lebih mempermudahkan dalam pencarian data, mengelakkan kesalahan membuat kode serta tidak menggandakan rekam medik.

2. Kepada pihak tenaga medis baik dokter, diharapkan melakukan pengenalan dini akan manifestasi klinis yang timbul akibat apendisitis dengan melakukan pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis dari suatu apendisitis akut dan kronik.

3. Kepada pihak pemerintah dan petugas kesehatan setempat diharapkam mengadakan penyuluhan tentang faktor-faktor resiko penyebab apendisitis dengan pengetahuan dasar gejala-gejala klinis, upaya pencegahan dan pengobatannya.

4. Kepada masyarakat diharapkan mendapatkan edukasi dan motivasi serta pengetahuan melalui penyelenggaraan penyuluhan atau seminar tentang


(38)

gejala, cara pencegahan apendisitis dan pentingnya menerapkan pola makanan serat yang tepat melalui petugas kesehatan.

5. Kepada pihak sekolah diharapkan mengadakan penyuluhan tentang manfaat serat makanan dalam seharian serta memperhatikan seluruh siswanya dan jajanan yang disediakan di kantin sekolah dibawah pengawasan pihak sekolah agar konsumsi siswa dan siswi selalu baik dan sehat.

6. Kepada guru yang memberi mata pelajaran Ilmu Gizi diharapkan agar memberikan materi tentang serat makanan dengan cara yang mudah supaya siswa dan siswi mengerti betapa pentingnya serat makanan bagi tubuh.

7. Kepada orang tua diharapkan dari penelitian ini mengerti mengenai kepentingan serat dan memberikan makanan yang mengandung serat dalam menu seharian anak-anak.

8. Kepada peneliti lain, diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih standard dengan mengunakan metode pengumpulan data lain dan dengan rancangan penelitian yang berbeda untuk menilai faktor resiko ini maupun lain yang berhubungan dengan apendisitis di RSUP H Adam Malik Medan kerana masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. 9. Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi

pihak tenaga medis, baik dokter maupun perawat dalam rangka untuk menurunkan angka kejadian apendisitis serta dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.


(39)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Pangan 2.1.1. Definisi

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar (Anonim, 2001).

2.1.2. Klasifikasi

Serat pangan diklasifikasikan ke dua kelompok yaitu : a) Serat larut air (soluble dietary fibre)

Komponen yang larut dalam air di saluran pencernaan yang membentuk gel dengan cara menyerap air. Pektin, gum mukilase merupakan kelompok serat larut air. Serat larut air difermentasikan dalam usus besar. Ia meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek yang membantu menghindari garam hempedu dari sistem yang akan menurunkan penyerapan kolesterol ditubuh. Jadi serat larut air membantu mengendalikan berat badan, mengurangi resiko penyakit jantung dan memperlambatkan gula darah yang dibutuhkan (Jonathan.W, 1993).

b) Serat tidak larut air (Insoluble dietary fibre)

Komponen yang tidak larut dalam air dan saluran pencernaan. Serat tidak larut air biasanya memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi serta pembentukan tinja yang lebih lunak sehingga melewati usus besar dengan cepat dan mudah dengan demikian mengurangi tekanan yang diperlukan untuk eliminasi. Jadi serat tidak larut air mengurangi resiko sembelit, penyakit diverkulitis, varises, wasir, hernia, apendisitis, dan flebitis. Semakin cepat gerakan semakin cepat waktu transit makanan dalam usus besar (Jonathan.W, 1993).


(40)

2.1.3. Jenis-Jenis

a) Sellulosa

Sellulosa merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari polimer liniar unit glukosa dengan ikatan β-1,4 , adalah komponen struktural dinding sel. Manusia kekurangan enzim pencernaan untuk memecah β- (1,4) dengan demikian tidak dapat menyerap glukosa dari sellulosa. Sebuah molekul selulosa mengandung 3000 atau lebih unit glukosa. Sellulosa ditemukan pada dinding parenkiem tumbuhan, lebih kurang 30% yang dimodifikasikan secara kimiawi menjadi hancur dan ditambahkan ke makanan sebagai pengawet, penguat rasa, dan agen pengental.

b) Hemisellulosa

Hemisellulosa adalah kelompok polisakarida yang ditemukan di dinding sel tanaman yang mengelilingi selulosa. Polimer ini terdapat dalam bentuk liniar atau bercabang dan terdiri dari glukosa, arabinosa, manosa, xylose, dan asam galacturonic. Molekul ini kecil dibandingkan dengan sellulosa.

c) Pektin

Pektin, yang ditemukan di dinding sel dan jaringan intraseluler di kebanyakan buah-buahan dan berry yang terdiri dari unit galaktosa dengan ramnosa diselingi dalam rantai liniar. Pektin sering memiliki rantai sampingan dari gula netral, dan unit galaktosa dapat diesterifikasi dengan gugus metil, sebuah lender yang memungkinkan untuk viskositasnya. Sementara buah-buahan dan sayuran mengandung 5 sampai 10 persen alami pektin, pektin yang diekstrak dari kulit industri jeruk dan apel. Kulit buah jeruk mengandung 30 persen pektin , kulit apel 15 persen , dan kulit bawang 11 hingga 12 persen . Pektin terkenal karena kemampuannya untuk membentuk gel dalam mempersiapkan selai buah atau jeli.

d) Gum

Gum merupakan tanaman yang terdiri dari berbagai kelompok polisakarida biasanya diisolasi dari biji dan memiliki lender yang kental di komponen dinding


(41)

8

sel. Guar gum diproduksi daripada penggilingan dari endosperm dari biji guar. Polisakarida utama dalam guar gum adalah galactomannan. Galactomannans sangat kental dan karena itu digunakan sebagai agen pengental dan stabilisator dalam bahan makanan. Beberapa juga digunakan sebagai obat pencahar kerana merupakan zat pembentuk gel yang diperoleh dari rumput laut.

e) B-glukan

β-glukan merupakan polimer polisakarida yang mempunyai ikatan campuran glukosa. Polimer D-glukopiranosa liniar glukosa dengan ikatan β-1,4 terdapat pada jamur, algae, dan tanaman yang lebih tinggi (misalnya, barley dan gandum). β-glukan sangat baik difermentasikan oleh bakteri di usus besar.

f) Resistent starch

Resistant starch merupakan pati yang tidak bisa dicerna secara enzimatik. Salah satu contohnya adalah zat pati yang dibutuhkan di dinding sel tanaman yang tahan terhadap aktivitas enzim amylase. Gelatinisasi dapat mempermudahkan aksesnya terhadap enzim ini. Resistant starch juga bisa terbentuk akibat pengolahan bahan makanan seperti proses pemasakan atau pendinginan atau modifikasi dari zat pati.

g) Chtitin dan Chitosan

Chitin adalah amino-polisakarida yang mengandung β- (1,4) yang tidak larut dalam air dan dapat mengantikan sellulosa pada dinding sel. Chitosan merupakan produk deasetilasi dari chitin. Kedua-dua chitin dan chitosan merupakan komponen eksoskeleton arthropoda (misalnya, kepiting dan lobster) dan sebahagian besar ditemukan di dinding sel jamur. Chitin dan chitosan terutama dikonsumsi sebagai suplemen.

h) Lignin

Lignin merupakan polimer bercabang yang terdiri dari unit-unit fenol dan ditemukan dalam batang tumbuhan dengan ikatan intramolecular yang kuat.


(42)

Lignin merupakan komponen non-karohidrat utama dari serat meskipun tidak termasuk dalam komponen penting dalam makanan manusia kerana umumnya berhubungan dengan jaringan-jaringan keras dan berkayu.Lignin tidak larut dalam air dan tidak difermentasi oleh bakteri usus.

i) Resistant dekstrin

Komponen karbohidrat yang tidak bisa dicerna, dan merupakan sebagai hasil dari pemanasan dan pengobatan enzimatik yang menghasilkan dekstrin yang juga disebut maltodekstrin. Tidak seperti gum, dekstrin memiliki viskositas tinggi yang dapat menyebabkan masalah dalam pengolahan makanan.

j) Psillium

Psillium didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovate yang bersifat hidrofilik dan dapat membentuk gel.

(Hillman LC., 1983)

2.1.5. Sifat- Sifat

a) Adsorption and binding ability

Serat telah diduga menganggu penyerapan mineral karena mengeluarkan ion polisakarida (seperti pektin melalui kelompok karboksil ) dan zat terkait seperti fitat dalam serat sereal telah terbukti invitro untuk mengikat ion logam. Polisakarida tidak memiliki efek pada penyerapan mineral dan elemen jejak sementara zat terkait seperti fitat dapat memiliki efek negatif. Kemampuan berbagai serat untuk menyerap dan bahkan kimia asam empedu mengikat telah diusulkan sebagai mekanisme potensial dimana serat makanan tertentu kaya asam uronic dan senyawa fenolik mungkin memiliki tindakan hipokolesterolemik. Kondisi lingkungan (durasi paparan, pH) bentuk fisik dan kimia dari serat dan sifat asam empedu dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi serat.


(43)

10

b) Solubility

Kelarutan memiliki efek mendalam pada fungsi serat. Hal ini juga ditetapkan bahwa polisakarida kental larut dapat menghambat pencernaan dan penyerapan nutrisi dari usus. Lebih mendalam (seperti permen karet akasia), kehadiran kelompok-kelompok ion (misalnya pektin metilasi) dan potensi untuk unit antara ikatan posisi (seperti β-glukan dengan campuran β-1-3 dan β-1-4 keterkaitan) meningkatkan kelarutan. Perubahan dari unit monosakarida atau bentuk molekul mereka (α- atau bentuk β) lebih meningkatkan kelarutan.

c) Viscosity

Viskositas cairan secara kasar dapat digambarkan sebagai resistensi terhadap aliran. Secara umum, apabila berat molekul atau panjang rantai serat meningkat, viskositas serat dalam larutan meningkat. Namun, konsentrasi serat dalam larutan, suhu, pH, kondisi pengolahan dan kekuatan ion semua secara substansial tergantung pada serat yang digunakan. Terutama, polimer rantai panjang, seperti gusi (guar gum, permen tragakan) mengikat air yang signifikan dan menunjukkan viskositas solusi tinggi. Namun, secara umum, serat sangat larut, yang bercabang atau polimer rantai yang relatif pendek seperti getah arab memiliki viskositas rendah.

d) Particle size and bulk volume

Ukuran partikel memainkan peranan penting dalam mengendalikan sejumlah peristiwa yang terjadi di saluran pencernaan yaitu waktu transit, fermentasi, dan ekskresi tinja. Kisaran ukuran partikel tergantung pada jenis dinding sel yang terdapat dalam makanan, dan pada tingkat pengelolaan.Ukuran partikel serat dapat bervariasi selama proses di saluran pencernaan sebagai akibat dari mengunyah, menggiling dan degradasi bakteri di usus besar. Kapasitas penyerapan lemak juga dilaporkan meningkat dengan mengalami penurunan ukuran partikel.


(44)

e) Surface area characterictics

Porositas dan permukaan yang tersedia dapat mempengaruhi fermentasi serat makanan (ketersediaan degradasi mikroba di usus besar) sementara regiokimia pada lapisan permukaan dapat memainkan peran dalam beberapa sifat fisiokimia(adsorpsi atau pengingatan beberapa molekul) akuntansi untuk beberapa efek fisiologis serat makanan. Porositas dan permukaan yang tersedia untuk bakteri atau molecular probe seperti enzim yang tergantung pada arsitektur serat, yang ada kaitan dengan asal-usul dan sejarah pengolahannya.

f) Hydration poperties

Sifat hidrasi menentukan sebagian nasib serat makanan dalam saluran pencernaan (induksi fermentasi) dan menjelaskan beberapa efek fisiologis (kantong kotoran dari fermentasi minimal serat makanan).Pembengkakan dan kapasitas retensi air memberikan pandangan umum tentang hidrasi serat dan akan memberikan informasi yang berguna untuk makanan serat tambahan. Penyerapan air memberikan informasi yang lebih lanjut mengenai serat, khususnya yang volume substrat porinya.Ia juga membantu kita untuk memahami tentang perilaku serat dalam makanan atau selama transit usus. Proses, seperti penggilingan, pengeringan, pemanasan atau pemasakan ekstrusi misalnya, modifikasi sifat fisik dari matriks serat dan juga mempengaruhi sifat hidrasi.


(45)

12

2.1.5. Sumber serat

Serat pangan banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan paling mudah dijumpai dalam menu makanan masyarakat. Sebagai sumber serat sayuran dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan.

Tabel 2.1: Kadar Serat Pangan dalam Sayuran, Buah-buahan, Kacang-kacangan dan Produk Olahannya

Jenis sayuran / Buah – buahan / Kacang - kacangan

Jumlah serat per 100 gram (dalam gram)

Jenis sayuran / Buah – buahan / Kacang - kacangan

Jumlah serat per 100 gram (dalam gram) a. Sayuran Wortel rebus Kangkung Brokoli rebus Labu Jagung manis Kol kembung Daun bayam Kentang rebus Kubis rebus Tomat 3.3 3.1 2.9 2.7 2.8 2.2 2.2 1.8 1.7 1.1 Daun papaya Daun singkong Asparagus Jamur Terong Buncis Nagka muda Daun kelor Sawi brokoli 2.1 1.2 0.6 1.2 0.1 3.2 1.4 2.0 2.0 0.5 b. Buah –buahan

Alpukat Anggur Apel Belimbing Jambu biji Jeruk bali Jeruk sitrun Mangga Melon 1.4 1.7 0.7 0.9 5.6 0.4 2.0 0.4 0.3 Nenas Pepaya Pisang Semangka Sirsat Srikaya Strawberi Pear 0.4 0.7 0.6 0.5 2.0 0.7 6.5 3.0 c. Kacang – kacangan dan Produk olahannya

Kacang kedelai Kacang tanah Kacang hijau Kacang panjang Tauge 4.9 2.0 4,3 3,2 0.7 Kedelai bubuk Kecap kental Tahu Susu kedelai Tempe kedelai 2.5 0.6 0.1 0.1 1.4 Sumber: 1)Food Facts Asia (1999);


(46)

2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan

Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Tabel 2.2 dibawah ini memperlihatkan nilai dari jumlah kebutuhann serat untuk anak dan dewasa per hari.

Tabel 2.2 : Kebutuhan Serat pada Anak dan Dewasa dalam Sehari Asupan Serat

Kelompok umur kehidupan

Laki – laki (gram)

Perempuan (gram) 0 - 6 bulan

7 - 11 bulan 1- 3 tahun 4 - 6 tahun 7 - 9 tahun 10 - 12 tahun 13 - 15 tahun 16 - 18 tahun 19 - 29 tahun 30 - 49 tahun 50 - 64 tahun 65 - 80 tahun 80+ tahun 0 10 16 22 26 30 35 37 38 38 33 27 22 0 10 16 22 26 28 30 30 32 30 28 22 20 +3 +4 +4 +5 +6 Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Menyusui

6 bulan pertama 6 bulan kedua


(47)

14

2.1.7. Manfaat Serat Pangan

a) Terhadap konstipasi

Kemampuan serat seperti sellulosa dan pektin dalam mengikat air telah mencegah terjadi konstipasi (sembelit). Feces dengan kandungan air yang rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran dan mengalami kesukaran untuk dieksresikan keluar (Andalas, 2007). Serat dengan kemampuan meningkatkan air dalam feces menghasilkan feces yang lembut dan lunak yang akan mengurangkan ketegangan usus untuk kontraksi ketika mengeluarkan feces (Agus S.Ir, 2011). b) Terhadap Diverkulitis

Pada penyakit diverkulitis, sepanjang usus besar terbentuk kantong kecil atau kantung (divertikula). Kantung ini diduga hasil dari tekanan di dalam usus yang menyebabkan bagian kecil dari usus besar untuk " blow -out " pada titik-titik kelemahan untuk membentuk kantong atau diverticula (Williams,1984). Ini dipengaruhi oleh waktu transit makanan dalam usus besar (Andalas, 2007).Jika kotoran tertinggal dalam kantong, lama-kelamaan akan berkembang infeksi. Serat mencegah terjadi tekanan di usus serta mempersingkatkan waktu transit makanan dalam usus besar.Serat juga mencegah disfungsi alat pencernaan seperti wasir, appendicitis dan kanker usus besar (Andalas,2007).

c) Terhadap Kolesterol

Serat tidak larut air tampaknya tidak mempengaruhi kadar kolesterol darah. Meskipun ada kemungkinan adalah bahawa serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Akibatnya , hati harus memecahkan lebih banyak kolesterol untuk membentuk asam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak dalam makanan . Proses ini bisa menurunkan kadar kolesterol darah (Williams,1984). Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol dalam darah ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam makanan. Secara fisiologis, serat pangan larut air lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu Low Density Lipoprotein, serta meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (Andalas,2007).


(48)

d) Terhadap Kanker Usus Besar

Studi epidemiologi dari berbagai populasi, membandingkan insiden penyakit dengan asupan serat makanan, telah menyarankan bahwa diet serat dapat memberikan perlindungan dari kanker usus besar dan rectum (Williams,1984) . Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam waktu yang lebih lama (Agus S.Ir, 2011).Serat pangan mencegah kanker usus besar dengan meningkatkan ukuran feces dan menyelubungi komponen penyebab kanker didalam feces serta mempersingkatkan waktu lewatnya sisa percernaan pada saluran usus besar yang mengurangi paparan dinding usus terhadap karsinogen (Andalas, 2007).

e) Terhadap Diabetes

Dalam salah satu studi, efek serat pada diabetes dengan menurunkan kebutuhan insulin tercatat pada pasien yang meningkat jumlah makanan kaya serat (Williams, 1984). Kemampuan Serat pangan menyerap air dan mengikat glukosa sehingga mengurangi ketersediaan glukosa menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut mampu merendahkan kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol (Agus S.Ir, 2011).

f) Terhadap Berat badan dan Obesitas

Makanan dengan kandungan serat pangan yang tinggi dilaporkan dapat mengurangi berat badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu, makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplek bersifat menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan dengan kandungan serat pangan yang relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung (Andalas, 2007).


(49)

16

2.1.8. Kerugian Serat Pangan

Serat pangan selain memberikan manfaat juga memberikan kerugian dari segi absobsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Serat pangan menyebabkan ketidak tersediaan (non-availability) beberapa mineral seperti vitamin larut dalam lemak terutama vitamin D dan E. Selain mengurangi zat gizi juga menyebabkan flatulen (Agus S.Ir, 2011).

2.1.9. Penyebab Asupan Serat rendah Pada Anak

Faktor-faktor yang memyebabkan anak tidak mengkonsumsi serat:

a) Memenuhi kesenangan anak yaitu ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan. Ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya mempengaruhi anak untuk menerima atau menolok makanan tertentu : rasa, bau,suhu, penampilan dan tekstur (Khumaidi, 1994).

b) Kebiasaan makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak memperkenalkan atau membiasakan makan dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga anak dewasa (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

c) Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya anak menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi makanan (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

d) Linkungan ekonomi juga menentukan kebiasaan makanan anak. Golongan ekonomi tinggi megkonsumsi cukup serat manakala golongan ekonomi rendah justru mempunyai kebiasaan makan yang memberikan kecukupan untuk mutunya (Khumaidi, 1994) .


(50)

e) Perbedaan bangsa dan suku bangsa mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun menurun (Khumaidi, 1994).

f) Teman sebaya juga dapat mempengaruhi kebiasaan mengkonsumsi makanan karena anak menghabiskan kebanyakkan waktu di sekolah sehingga lama-kelamaan akan mengkonsumsi makanan yang dipilih teman (Amulia I, 2012).

g) Iklan makanan pada media massa khususnya televisi juga mempengaruhi kebiasaan konsumsi makanan karena tertarik dengan iklan ditonton oleh anak (Amulia I, 2012).

2.2. Apendisitis

Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Apendisitis adalah penyebab utama operasi bedah abdomen pada anak (Jason A.Brodskg, 2013).

Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya yang paling sering adalah infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan diet rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis (Sjamsuhidayat, 2005).

Gejala klinis apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi (Sjamsuhidajat, 2005).

Diagnosa apendisitis yang paling sering ditemukan adalah nyeri di kuandran bawah sebelah kanan atau titik McBurney. Pada kondisi pediatrik


(51)

18

didapatkan perubahan fisik yang lebih berat daripada orang dewasa. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan labarotorium yaitu penghitungan sel darah komplet serta peningkatan C-Reactive Protein (CRP). Pemeriksaan USG dan CT scan untuk menilai inflamsi dari apendiks dan adanya kemungkinan perforasi (Rao, 1999).

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah apendiktomi sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer C.S, 2002).

2.3. Hubungan Diet Serat dengan Kejadian Apendisitis

Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Makanan yang rendah serat menghasilkan feces yang keras dan kering yang susah dikeluarkan dan membutuhkan peningkatan tekanan saluran cerna yang luar biasa untuk mengeluarkannya. Makanan tinggi serat cendurung meningkatkan berat feces, menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna. Jenis dan jumlah serat menentukan pengaruh ini. Serat larut air mudah difermentasikan sehingga pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon menyebabkan bertambahnya berat feces. Gas yang terbentuk selama fermentasi membantu gerakan sisa makanan melalui kolon. Manakalan serat tidak larut air tidak mengalami proses fermentasi (Sunita.A, 2002). Serat ini paling banyak mengalami peningkatan berat kerana lebih banyak menyerap air sehingga mempunyai pengaruh laksatif paling besar. Seseorang yang mengkonsumsi sedikit makanan berserat mengalami feces yang kering, keras dan kecil-kecilan yang memerlukan kontraksi otot yang lebih besar untuk mengeluarkannya sehingga hal ini menyebabkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan produksi mucus di saluran pencernaan. Peningkatan produksi mukus akhirnya meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks. Peningkatan tekanan di dinding apendiks meningkatkan tekanan kapiler dan meyebabkan iskemia mukosa dan translokasi bakteri menembus dinding apendiks menyebabkan terjadi inflamasi di apendiks yaitu apendisitis (Hilfi L,2008).


(52)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Serat pangan adalah makanan berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak terdapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan & Wresdiyati, 2004).

Berdasarkan The Food and Nutrition Board of The National Academy of Sciences Research Council, kebutuhan serat untuk dewasa muda putra adalah 38 g/hari sedangkan untuk dewasa muda putri sebanyak 25 g/hari (Anderson dan Young, 2003). Namun, asupan serat dalam anak-anak Amerika tetap di bawah tingkat yang direkomendasikan, dengan rata-rata 13,7 g / hari pada anak-anak berusia 6-11 tahun (Brauchla M, 2013).

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, ditemukan bahwa 56,6% anak sekolah tidak mau mengkonsumsi sayuran. Pada keluarga yang diteliti umumnya belum memberikan sayuran kepada anak-anak sebelum berusia 1 – 2 tahun (Sulistiyani, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Soerjodibroto (2004), pada remaja di Jakarta bahwa sebagian besar (50,6%) remaja mengkonsumsi serat kurang dari 20 gram per hari. Rata-rata asupan serat pada siswa laki-laki 11 ± 7,34 gram per hari dan pada siswa perempuan 10,2 ± 6,62 gram per hari.

Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (Santoso, 2011). Sayuran merupakan sumber zat besi dan mineral, serta vitamin B kompleks yang baik bagi tubuh (Behrman dkk., 1996). Serat pangan pada buah dan sayur juga


(53)

2

menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon, serta mengurangi tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). Masyarakat yang tinggal di kota-kota besar umumnya mengkonsumsi makanan yang rendah serat atau makanan siap saji (Sulistiyani, 1999).

Kebutuhan akan sayuran dan buah penting bagi seluruh anggota keluarga. Namun tidak setiap anak menyukainya walaupun sebagian anak yang lain malah ada yang kegandrungan. Di samping itu sayuran dan buah sering tidak terhidang dalam setiap menu harian atau kalaupun terhidang juga dengan ragam yang terbatas. Menu harian untuk sayuran dan buah setiap harinya perlu selalu berganti variasi, dua atau tiga pilihan jenisnya. Untuk buah, kualitasnya bukan ditentukan oleh harganya, melainkan oleh tingkat kesegaraannya (Nadesul, 2006).

Menurut Pratitasari (2010), ada banyak faktor yang dapat menyebabkan menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah secara langsung terutama pada anak-anak, di antaranya adalah tidak diperkenalkan sejak dini, cita rasa unik, sayuran selalu menjadi menu wajib, suasana dan penyajian yang kurang menarik. Menurut Santoso (2011), penurunan tersebut juga terjadi pada masyarakat perkotaan yang tingkat mobilitasnya tinggi dan cenderung mengkonsumsi makanan siap saji sehingga terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat, tinggi lemak dan protein. Menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah menyebabkan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif dan metabolik.

Menurut Dennis B dan Trowell H (1975) menunjukkan bahwa masyarakat yang mengkonsumsi diet serat yang tinggi memiliki insiden rendah terjadi apendisitis, sementara mereka yang mengkonsumsi makanan gaya Barat, rendah serat dan tinggi karbohidrat, memiliki insiden yang lebih tinggi. Insiden terjadi apendisits dikonfirmasikan dengan teori perbedaan antara pasukan Inggris dan


(54)

India di India selama periode tahun 1936-1947. Apendisitis adalah 4-6 kali lebih umum di Inggris daripada orang di India dalam periode yang sama, ransum dasar untuk pasukan India berisi sepertiga jumlah protein hewani dan tiga kali lebih banyak makanan tinggi serat misalnya atta (tepung terigu dimurnikan), dan kacang-kacangan (dal dan kacang polong). Efek dari perubahan asupan serat juga dibahas oleh Burkitt dan Trowell yang didapat dari laporan kejadian apendisitis di Jepang yang imigran ke Hawaii, di mana mereka makan diet rendah serat gaya Amerika menyebabkan lebih tinggi angka kejadian apendisitis daripada yang tinggal di Japan.

Menurut Short R (1920), dia menyatakan bahwa kejadian appendisitis lebih tinggi dengan rasio yang lebih rendah selulosa dalam diet dan ini menyebabkan mengapa Inggris telah melihat peningkatan kejadian apendisitis sejak pergantian abad ke-20, serta mengapa tingkat berbeda oleh negara (Barker, 1985; Walker & Segal, 1995). Teori ini dikembangkan lebih lanjut untuk mengungkapkan korelasi positif antara apendisitis dan pola makan yang buruk serat tetapi kaya dalam makanan seperti daging, kentang, dan gula, dan korelasi negatif antara apendisitis dan diet kaya serat yang mengandung sayuran hijau, buah-buahan, dan tomat (Morris et al., 1987). Dalam kata lain, tanpa diet serat yang cukup memicu pembentukan apendisitis pada anak.

Penelitian Jehan (2001) di RSUP H. Adam Malik Medan pada 60 penderita appendicitis berusia diatas 15 tahun didapat 29 orang (48,3%) laki-laki dan 31 orang (51,7%) perempuan, serta kelompok umur 15-30 tahun 41 orang (68,3%). Penelitian ini secara umum adalah bertujuan untuk mengetahui ada hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2014 hingga 2015.


(55)

4

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015 ?

1.3Tujuan Penelitaan 1.3.1.Tujuan Umum

Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian appendisitis pada anak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh diet serat yang dikonsumsi anak sehingga terjadi apendisitis.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1.Manfaat kepada peneliti

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak.

2. Peneliti dapat meningkatkan kemampuan di bidang penelitian serta melatih kemampuan analisis dan kemampuan membuat karya tulis ilmiah.

3. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2.Manfaat kepada masyarakat

1. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh diet rendah serat dalam kejadian apendisitis pada anak sehingga dapat menurunkan angka mortilitas dan morbilitas.

2. Diharapkan, penelitian ini meningkatkan kesadaran masyarakat tentang diet serat supaya lebih memandang serius dalam mengkonsumi serat harian


(56)

1.4.3.Manfaat kepada Dinas Kesehatan

1. Supaya dapat dilakukan upaya untuk mencegah terjadi apendisitis pada anak kerana konsumsi diet rendah serat.

2. Sebagai informasi diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak khususnya di Rumah Sakit Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015.


(57)

ii

ABSTRAK

Asupan serat pangan yang rendah sering menyebabkan masalah kesehatan pada golongan anak-anak di negara berkembang. Hal ini kerana sumber serat pangan tidak diperkenalkan sejak dini serta suasana dan penyajian yang kurang menarik menyebabkan terjadi pergeseran ke arah makanan siap saji. Pola makanan tersebut cenderung menyebabkan anak-anak menderita penyakit sistem gastrointestinal yang paling banyak adalah apendisitis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian appendisitis pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015.

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan Stratified Random Sampling dimana semua sampel yang didapati harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya dapat dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 28 orang yang mengkonsumsi diet rendah serat, yang didapati 21 orang yang menderita apendisitis akut dan 7 orang yang menderita apendisitis kronik. Bagi yang mengkonsumsi serat tinggi atau normal pula, didapati 12 orang yang menderita apendisitis akut dan 3 orang menderita apendisitis kronik. Analisa statistik penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara mengkonsumsi diet rendah serat dengan kejadian apendisitis dengan p > 0,05.

Sebagai kesimpulan, ada hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak.


(58)

ABSTRACT

A low intake of dietary fiber often cause health problems in the group of children in developing countries. This is because the source of dietary fiber was not introduced early in childhood as well as the atmosphere and the presentation are unattractive cause a shift towards fast food. The food pattern tends to cause children suffering diseases of the gastrointestinal system most are appendicitis.

The purpose of this study was to determine the relationship of low diet fiber with the incidence of appendicitis in children in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik in year 2014-2015.

This is an analytic cross-sectional design research. The sampling technique is done by using the Stratified Random Sampling which the samples are selected using inclusion and exclusion criteria in order to be included in the study until the required sample size is obtain.

The results showed that around 28 people who consume a low dietary fiber, 21 of them who suffer from acute appendicitis while 7 of them who suffer from chronic appendicitis. For those who consume high or normal dietary fiber, found that 12 of them suffering from acute appendicitis and 3 people suffering from chronic appendicitis. Statistical analysis of this study showed that the relationship between eating low dietary fiber with the incidence of appendicitis result of p> 0.05.

In conclusion, there is a significant relationship between low diet fiber with the incidence of appendicitis in children.


(59)

1

Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP Haji Adam Malik, Medan

Tahun 2014 - 2015.

Oleh :

YUGAMALAR THAMILARASAN 120100516

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(60)

Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP Haji Adam Malik, Medan

Tahun 2014 - 2015.

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

YUGAMALAR THAMILARASAN 120100516

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(61)

(62)

ABSTRAK

Asupan serat pangan yang rendah sering menyebabkan masalah kesehatan pada golongan anak-anak di negara berkembang. Hal ini kerana sumber serat pangan tidak diperkenalkan sejak dini serta suasana dan penyajian yang kurang menarik menyebabkan terjadi pergeseran ke arah makanan siap saji. Pola makanan tersebut cenderung menyebabkan anak-anak menderita penyakit sistem gastrointestinal yang paling banyak adalah apendisitis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian appendisitis pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015.

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan Stratified Random Sampling dimana semua sampel yang didapati harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya dapat dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 28 orang yang mengkonsumsi diet rendah serat, yang didapati 21 orang yang menderita apendisitis akut dan 7 orang yang menderita apendisitis kronik. Bagi yang mengkonsumsi serat tinggi atau normal pula, didapati 12 orang yang menderita apendisitis akut dan 3 orang menderita apendisitis kronik. Analisa statistik penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara mengkonsumsi diet rendah serat dengan kejadian apendisitis dengan p > 0,05.

Sebagai kesimpulan, ada hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak.


(63)

iii

ABSTRACT

A low intake of dietary fiber often cause health problems in the group of children in developing countries. This is because the source of dietary fiber was not introduced early in childhood as well as the atmosphere and the presentation are unattractive cause a shift towards fast food. The food pattern tends to cause children suffering diseases of the gastrointestinal system most are appendicitis.

The purpose of this study was to determine the relationship of low diet fiber with the incidence of appendicitis in children in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik in year 2014-2015.

This is an analytic cross-sectional design research. The sampling technique is done by using the Stratified Random Sampling which the samples are selected using inclusion and exclusion criteria in order to be included in the study until the required sample size is obtain.

The results showed that around 28 people who consume a low dietary fiber, 21 of them who suffer from acute appendicitis while 7 of them who suffer from chronic appendicitis. For those who consume high or normal dietary fiber, found that 12 of them suffering from acute appendicitis and 3 people suffering from chronic appendicitis. Statistical analysis of this study showed that the relationship between eating low dietary fiber with the incidence of appendicitis result of p> 0.05.

In conclusion, there is a significant relationship between low diet fiber with the incidence of appendicitis in children.


(64)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera, penulis puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih kurnia-Nya sehingga saat ini untuk penulis

menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “ Hubungan Diet

Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014- 2015 ”.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada kedua-dua orang tua, bapak Encik R.Thamilarasan dan Puan K.Suseela terlebih dahulu.

Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang tinggi kepada :

1. Dekan Fakultas Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A.Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dosen pembimbing dr. Iqbal Pahlevi Adeputra Nasution Sp.BA, yang telah banyak berkorban waktu , tenaga serta memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah.

3. Dosen penguji yang telah bersedia dengan sabar membantu penulis dalam menyempurnakan, memuji dan menilai karya tulis ilmiah.

4. Seluruh teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah.

Untuk seluruh bantuan baik moral atau materi yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih.


(65)

v

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk ini penulis dengan kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga penulisan karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan terima kasih.

7 Januari 2016 Penulis,

Yugamalar Thamilarasan (120100516)


(66)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.... 6

2.1. Serat Pangan... 6

2.1.1. Definisi Serat Pangan... 6

2.1.2. Klasifikasi Serat Pangan... 6

2.1.3. Jenis-jenis Serat Pangan... 7

2.1.4. Sifat-sifat Serat Pangan... 9

2.1.5. Sumber Serat Pangan... 12

2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan……... 13

2.1.7. Manfaat Serat Pangan…... 14

2.1.8. Kerugian Serat Pangan... 16


(1)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk ini penulis dengan kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga penulisan karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan terima kasih.

7 Januari 2016 Penulis,

Yugamalar Thamilarasan (120100516)


(2)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.... 6

2.1. Serat Pangan... 6

2.1.1. Definisi Serat Pangan... 6

2.1.2. Klasifikasi Serat Pangan... 6

2.1.3. Jenis-jenis Serat Pangan... 7

2.1.4. Sifat-sifat Serat Pangan... 9

2.1.5. Sumber Serat Pangan... 12

2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan……... 13


(3)

2.2 Apendisitis…….………... 17

2.3 Hubungan diet serat dengan kejadian apendisitis... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 19

3.2. Defenisi Operasional... 19

3.3 Hipotesis... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN... 21

4.1. Jenis Penelitian... 21

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 21

4.3.1. Populasi... 21

4.3.2. Sampel... 21

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 22

4.3.4. Besar Sampel... 22

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 23

4.4.1. Uji Validitas... 23

4.4.2. Uji Reliabilitas... 24

4.5. Methode Pengolahan dan Analisis Data……….. 25

4.5.1. Pengolahan Data……….. 25


(4)

viii

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 27

5.1. Hasil Penelitian ……… 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 27

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………. 28

5.2. Pembahasan………... 31

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN……...……… 33

6.1. Simpulan………... 33

6.2. Saran……….. 33

DAFTAR PUSTAKA.……… 35


(5)

DAFTAR TABEL

Nombor Judul Halaman

Tabel 2.1 Kadar Serat Pangan Dalam Sayuran, Buah-Buahan Dan Kacang-Kacangan

13

Tabel 2.2 Kebutuhan Serat Pada Anak Dan Dewasa Dalam Sehari

14

Tabel 5.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Umur 28 Tabel 5.2 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis

Kelamin

28

Tabel 5.3 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Klasifikasi

29

Tabel 5.4 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Konsumsi Serat

29

Tabel 5.5 Dstribusi Pasien Appendisitis Berdasarkan Cara Konsumsi Serat

29

Tabel 5.6 Hubungan Konsumsi Serat Dengan Kejadian Apendisitis


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nombor Judul Halaman

Lampiran 1 Curiculum Vitae 40

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian 41 Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 43 Lampiran 4

Lampiran 5

Kuesioner Penelitian Brosur

44 46 Lampiran 6 Lembar Ethical Clearance 48

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian 49

Lampiran 8 Daftar Data Rekam Medik 50 Lampiran 9 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas 52