Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

(1)

LAMPIRAN


(2)

B. Bagan Kerja DO (Desolved Oxygen)

Sampel Air

1 ml MnSO4

1 ml KOHKI Dikocok Didiamkan

Sampel Endapan Puith/Cokelat

1 ml H2SO4

Dikocok Didiamkan Larutan Sampel

Berwarna Cokelat

Diambil 100 ml

Dititrasi Na2S2O3 0,00125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Ditambah 5 tetes Amilum Sampel

Berwarna Biru

Dititrasi dengan Na2S2O3

0,00125 N Sampel Bening

Dihitung volume Na2S2O3yang terpakai


(3)

(4)

D. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3-)

1 ml NaCl (dengan pipet volume) 5 ml H2SO4 75 %

4 tetes Brucine sulfat sulfanic acid

Dipanaskan selama 25 menit, suhu 950C

Didinginkan

Diukur dengan spektrofotometer pada λ= 410

nm 5 ml samel air

Larutan

Larutan

Hasil (konsentrasi Nitrrat)


(5)

E. Bagan kerja Analisis Fosfat (PO4-)

2 ml Amstrong reagen 1 ml Asorbic Acid

Dibiarkan selama 25 menit

Diukur dengan spektrofotometer pada λ= 880

nm 5 ml samel air

Larutan

Hasil (konsentrasi Fospat)


(6)

F. Contoh Perhitungan

a. Konsentrasi Sebenarnya

K sebenarnya (mg/kg)=

� � .

� �

= , � �

= 0,0082 mg/l

b. Biokonsentrasi Faktor (BCF) BCF Pb/Cd = � � / ℎ

� � / ��

= , 8

,


(7)

G. Hasil Analisis Varians ver 13.00

Tests of Normality

.349 3 . .832 3 .194

.360 3 . .808 3 .133

.318 3 . .887 3 .346

.175 3 . 1.000 3 .994

.312 3 . .896 3 .374

VAR00001 AIR DAUN BATANG AKAR SEDIMEN LOGAM_Cd

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Signific ance Correction a.

Multiple Comparisons

Dependent Variable: LOGAM_Cd Tukey HSD

-.3321333* .0094521 .000 -.363241 -.301026 -.8677333* .0094521 .000 -.898841 -.836626 -.8514000* .0094521 .000 -.882508 -.820292 -1.3937000* .0094521 .000 -1.424808 -1.362592 .3321333* .0094521 .000 .301026 .363241 -.5356000* .0094521 .000 -.566708 -.504492 -.5192667* .0094521 .000 -.550374 -.488159 -1.0615667* .0094521 .000 -1.092674 -1.030459 .8677333* .0094521 .000 .836626 .898841 .5356000* .0094521 .000 .504492 .566708 .0163333 .0094521 .460 -.014774 .047441 -.5259667* .0094521 .000 -.557074 -.494859 .8514000* .0094521 .000 .820292 .882508 .5192667* .0094521 .000 .488159 .550374 -.0163333 .0094521 .460 -.047441 .014774 -.5423000* .0094521 .000 -.573408 -.511192 1.3937000* .0094521 .000 1.362592 1.424808 1.0615667* .0094521 .000 1.030459 1.092674 .5259667* .0094521 .000 .494859 .557074 .5423000* .0094521 .000 .511192 .573408 (J) VAR00001 DAUN BATANG AKAR SEDIMEN AIR BATANG AKAR SEDIMEN AIR DAUN AKAR SEDIMEN AIR DAUN BATANG SEDIMEN AIR DAUN BATANG AKAR (I) VAR00001 AIR DAUN BATANG AKAR SEDIMEN Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(8)

Tests of Normality

.253 3 . .964 3 .637

.326 3 . .874 3 .308

.181 3 . .999 3 .939

.228 3 . .982 3 .743

.286 3 . .930 3 .490

VAR00001 AIR DAUN BATANG AKAR SEDIMEN LOGAM_Pb

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Signific ance Correction a.

Multiple Comparisons

Dependent Variable: LOGAM_Pb Tukey HSD

-1.2109667* .0594887 .000 -1.406749 -1.015185 -1.9416000* .0594887 .000 -2.137382 -1.745818 -2.5640333* .0594887 .000 -2.759815 -2.368251 -3.1688667* .0594887 .000 -3.364649 -2.973085 1.2109667* .0594887 .000 1.015185 1.406749 -.7306333* .0594887 .000 -.926415 -.534851 -1.3530667* .0594887 .000 -1.548849 -1.157285 -1.9579000* .0594887 .000 -2.153682 -1.762118 1.9416000* .0594887 .000 1.745818 2.137382 .7306333* .0594887 .000 .534851 .926415 -.6224333* .0594887 .000 -.818215 -.426651 -1.2272667* .0594887 .000 -1.423049 -1.031485 2.5640333* .0594887 .000 2.368251 2.759815 1.3530667* .0594887 .000 1.157285 1.548849 .6224333* .0594887 .000 .426651 .818215 -.6048333* .0594887 .000 -.800615 -.409051 3.1688667* .0594887 .000 2.973085 3.364649 1.9579000* .0594887 .000 1.762118 2.153682 1.2272667* .0594887 .000 1.031485 1.423049 .6048333* .0594887 .000 .409051 .800615 (J) VAR00001 DAUN BATANG AKAR SEDIMEN AIR BATANG AKAR SEDIMEN AIR DAUN AKAR SEDIMEN AIR DAUN BATANG SEDIMEN AIR DAUN BATANG AKAR (I) VAR00001 AIR DAUN BATANG AKAR SEDIMEN Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. Medan: USU-Press

Arisandy. K. R, Herawai. E. y dan Suprayitnu. E. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan I(1). 15-25.

Arman, B dan Fatimah Nisma (2010) Pengaruh Umur Eceng gondok (E. crassipes) dan Genjer (Limnochasris flava) Terhadap penyerapan logam Pb, Cd, dan Cu dalam Ember-ember Perlakuan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Dept. of Pharmacy Univrsity of Hamka I(2). 1-15.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press

Dara, S.S. 1993. Environmental Chemistry and Pollution Control. New Delhi: S. Chand & Company LTD.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistim Biologi Mahluk Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia

. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: hubungan dengan toksikologi senyawa logam. Jakarta: Universitas Indonesia

Eddy. S. 2009. Pemanfaatan Teknik Fitoremediasi pada lingkungan Tercemar Timbal (Pb). Masa I(2).6-13.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanasius Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Jakarta

Fitter, A. H dan Hay, R. K. M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Fuandi, A. 1997. Eceng Gondok Pembersih dan Penjernih Limbah. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Herdiana, D. 2000. Studi Kesesuaian Perairan Muara Sungai Asahan Sumut Untuk Budidaya Perairan Ditinjau Dari Kadar Logam Berat. Skripsi. Bogor: IPB.

Hidayat, D. 2011. Kajian Sebaran Logam Berat Pb Pada Sedimen di Muara Sungai Way Kuala Bandar Lampung. J. Sains MIPA.XVII(3) 115-119.


(10)

Indrasti, N.S, Suprihatin, Burhanudin, dan A. Novita. (2012) Penyerapan Logam Pb dan Cd Oleh Eceng Gondok: Pengaruh Konsentrasi Logam dan Lama Waktu Kontak. J. Tek. Ind. Pert.XVI(1). 44-50.

Kahar, A. Artin, D. H dan Teguh W. 2011. Penentuan kandungan Logam Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada Air, Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) dan Sedimen di Danau Bekas Galian Tambang Batubara di Tenggarong Seberang. Berkala Perikanan Terubuk. XXXIX (1). 7-9.

Khaisar, O. 2006. Kandungan Timah Hitam (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Bioakumulasi serta Respon Histopatologis Organ Ikan Alu-Alu (Sphyraena barracuda) di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana

Kirby dan K. Mengel. 1987. Principle of Land Nutrition. Swizhzerland: International Potash Institute

Koesbiono. 1979. Dasar Dasar Ekologi Umum. Bagian IV (Ekologi Perairan). Bogor: Pasca Sarjana Program Studi Lingkungan IPB

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Laws, E. A. 1993. Aquatic Pollutan, An Introductory Text. London: John Wiley Sons Inc

Mangkoediharjo.S dan Ganjar S. 2009. Ekotoksikologi Teknosfer. Surabaya: Guna Widya

Marianto, A.D. 2001. Tanaman Air. Agromedia Pustaka. Jakarta

Moenir, M. 2010. Kajian Fitoremediasi Sebagai Alternatif Pemulihan Tanah Tercemar Logam Berat. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan dan Pencemaran IndustriI(2) 115-123.

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ke-3.Penerjemah: Tjahjono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta Pitrawijaya. 1992. Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Penyerap Sulfide, Sulfat dan Klorida dalam Limbah Cair. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Pujawati E.D. 2006. Pertumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes Mart. Solm) Pada Air Bekas Penambangan Batubara.Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18. Edisi Maret. 1-15.

Puspita U.P., Asrul S. S. dan Asrul V. H. 2011. Kemampuan Tumbuhan Air Sebagai AgenFitoremediator Logam Berat Kromium (Cr) yang


(11)

Terdapatpada Limbah Cair Industri Batik. Berkala Perikanan Terubuk . XXXIX (1). 58-64

Resky. M, Emiyarti & La Ode Alirman Afu. 2013. Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Sedimen di Kawasan Mangruv Mangrove di Perairan Teluk Kendari.Jurnal Mina Laut Indonesia II(6). 48-58.

Saeni, M. S. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat Dengan Analisis Rambut. Orasi Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor

. 1989. Kimia Lingkungan. PAU-ITB. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor

Sanusi, H. S. 1980. Akumulasi Logam Berat Hg dan Cd pada Tubuh Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal). Disertasi. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Sastrapadja, S dan R. Bimantoro. 1981. Tumbuhan Air. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta Soemirat. J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: UGM-Press.

Stodala, J. 1967. Encyclopedia of Water Plants. New York TFH Publications Inc., Nepthune City.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas

Syakiti, A.G, Hidayati, N.H & Siregar, A. S. Agen Pencemaran Laut. Bandung: IPB

Tahir, A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut. Bandung: Karya putra Darwati

Wardhana, W.A.1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta. Andi Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia

Widiyanti, C.A, Sunarto. dan Handajani. N. S. 2005. Kandungan LogamBerat Timbal (Pb) serta Struktur Mikroanatomi Ctenidia dan Kelenjar Pencernakan (Hepar) Anodonta woodiana Lea., di Sungai Serang Hilir Waduk Kedung Ombo. BioSMART. VII(2). 1-12.

Widowati, (2008). Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Andi.

Wild, A. 1995. Soils and The Enviroment: An Introduction. Cambridge University Press. Great Britain

Widyanto, L. 1975. Peranan Eceng Gondok sebagai Pembersih Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor


(12)

. 1978. Eceng Gondok sebagai Sarana Pembersih Air. Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran. Bandung

Yuliati, 2010. Akumulasi Logam Pb Di Perairan Sungai Sail Dengan Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (E. crassipens). Jurnal Perikanan dan Kelautan. XV(1) 41-49.

Zainuri. M, Sudrazat dan Evi Sulistiani Siboro. 2011. Kadar Logam Pb Pada Ikan Beronang (Siganus sp.) Lamun, sedimen dan Air Tawar di wilayah Pesisir Kota Bontang-Kalimantan Timur. Jurnal Kelautan IV(2). 1-16


(13)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Meisampai dengan Juni 2013 di Sungai Asahan, Desa Siruar Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir. Analisis kandungan logam dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel adalah Purposive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

3.3 Deskripsi Area a. Stasiun 1

Stasiun ini terletak di Desa Siruar, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Tobas Samosir, yang secara geografis terletak pada 02027’48,3”LU _ 99012’10,5” LU, daerah ini merupakan daerah yang banyak dijumpai pemukiman penduduk dan dekat dengan daerah pertanian.


(14)

Gambar 1. Lokasi penelitian pada stasiun 1

b. Stasiun 2

Stasiun ini terletak di Desa Siruar, Kecamatan Parmaksian, kabupaten Toba Samosir, yang secara geografis terletak pada 02028’03,0” LU – 99012’16,2” BT. Daerah ini merupakan tempat pembuangan limbah cair yang berasal dari pabrik Toba Pulp Lestari.


(15)

c. Stasiun 3

Stasiun ini terletak di Desa Siruar, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, yang secara geografis yang terletak pada 02029’08,7” LU - 99012’35,07” BT. Daerah ini merupakan bendungan dan merupakan bagian dari hilir sungai.

Gambar 3. Lokasi penelitian pada stasiun 3

3.4 Pengambilan Sampel

Sampel yang diambil meliputi tiga komponen yaitu air sungai, sedimen dan eceng gondok. Eceng gondok yang akan diukur kadar logamnya yaitu bagian akar, batang dan daun. Sampel eceng gondok masing-masing diambil sebanyak 1000 gram. Sampel yang telah diambil dicuci bersih dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kandungan logamnya


(16)

3.5 Preparasi Sampel Akar, Batang, Daun

Akar yang diambil mulai dari tudung akar sampai pangkal akar, batang yang diambil semua bagian batang demikian juga dengan bagian daunnya. Sampel akar, batang dan daun masing-masing dipotong kecil-kecil sebelum dihaluskan. Setelah itu dikeringkan dalam oven 105 0C selama 12 jam untuk menghilangkan kadar airnya dan diperoleh berat konstan. Sampel akar, batang dan daun masing-masing ditimbang sebanyak 2 gr, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 5500C sampai terbentuk abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, batang dan daun tersebut dilarutkan dengan menambahkan 5 ml HNO3 pekat dan dididihkan. Kemudian ditambahkan aquadest sampai volume

menjadi 50 ml. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.

3.6 Preparasi Sampel Sedimen

Sampel sedimen yang diambil dikeringkan dalam oven 105 0C selama 12 jam untuk menghilangkan kadar airnya dan diperoleh berat konstan. Kemudian sedimen dapat langsung dihaluskan. Ditimbang sebanyak 2 gr, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 5500C sampai terbentuk abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel tersebut dilarutkan dengan menambahkan 5 ml HNO3 pekat dan dididihkan. Kemudian ditambahkan aquadest sampai volume

menjadi 50 ml. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.

3.7 Preparasi Sampel Air

Air diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 pekat. Dipanaskan

dalam water bath sampai volumenya menjadi 10 ml. Tambahkan kembali larutan dengan aquades sampai volume menjadi 25 ml, kemudian disaring airnya dengan kertas saring whatman 42. Filtrat yang diperoleh siap dianalisis dengan menggunakan AAS.


(17)

3.8 Analisis Data

Untuk membandingkan kandungan logam pada akar, batang, daun dan air pada setiap stasiun pengamatan dianalisis dengan uji varians menggunakan SPSS 13.00.

3.9 Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya maka digunakan rumus Hutagalung dan Purnama (1994) dalam Resky et al.(2013) berikut ini:

K sebenarnya (mg/kg)=

� � .

� �

3.10 Biokonsentrasi Faktor (BCF)

Untuk mengetahui kemampuan eceng gondok mengakumulasi logam Pb dan Cd melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dapat dihitung dengan rumus (Tahir, 2012) berikut ini:

BCF Pb/Cd = � � / ℎ

� � / ��

Dimana jika nilai BCF > 1000 = kemampuan tinggi 1000 > BCF >250 = kemampuan sedang BCF < 250 = kemampuan rendah

3.11 Pengukuran faktor fisik dan kimia perairan Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup: 3.11.1 Suhu

Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan kedalam sampel air selama kurang lebih 1 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer.


(18)

3.11.2 pH (Derajat Keasaman)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

3.11.3 DO (Disolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metoda titrasi. Sampel air diambil dari perairan dan dimasukan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut (Lampiran B) halaman 34.

3.11.4 BOD 5 (Chemycal Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda titrasi. Sampel

air diambil menggunakan botol alkohol. Sampel tersebut diinkubasi selama 5 hari, kemudian dilakukan pengukuran kadar oksigennya (lampiran C) halaman 35.

3.11.5 Kadar Nitrat dan Fosfat

Pengukuran kadar nitrat dan fospat dilakukan dengan metoda spektrofotometer. (Lampiran D dan E) halaman 36 dan 37.

Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

No Parameter Fisik-Kimia Satuan Alat Tempat pengukuran 1 Suhu air 0C Thermometer air raksa In-situ

2 pH air - pH meter In-situ

3 DO (Desolved Oxygen) Mg/l Titrasi In-situ 4 BOD5 (Biochemical Oxygen

Demand)

Mg/l Inkubasi dan titrasi Laboratorium


(19)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kandungan Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd (Kadmium) pada Air dan Sedimen

Hasil pengukuran logam berat Pb dan Cd pada air dan sedimen dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini

Tabel 4.1. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada air dan sedimen pada masing-masing penelitian

Sampel Stasiun Pb Baku Mutu Cd Baku Mutu

Air (mg/l) 1 0,0122 0,03* 0,0082 0,01* 2 0,0111 0,03* 0,0081 0,01* 3 0,0144 0,03* 0,0090 0,01* Sedimen (mg/kg) 1 3,1174 530** 1,4168 2**

2 3,1574 530** 1,4093 2**

3 3,2695 530** 1,3803 2**

*Peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 **IADC/CEDA (1997) dalam Khaisar (2006)

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan kandungan logam Pb dan Cd pada air bahwa nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,0144 mg/l dan yang terendah pada stasiun 2 yaitu sebesar 0,0111 mg/l. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 merupakan bagian hilir sungai yang telah menampung limbah dari hulu sungai yang terbawa oleh arus air. Konsentrasi logam Pb dan Cd pada air masih dibawah baku mutu Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001.

Banyaknya limbah rumah tangga plastik, peralatan rumah tangga, komponen kendaraan, kertas dan lain sebagainya yang masuk ke dalam perairan yang terdapat di stasiun satu merupakan salah satu sumber masuknya logam berat Pb pada badan perairan, seperti yang dikemukakan Connel dan Miller (1995) dalam Yuliati (2010), bahwa cairan limbah rumah tangga dan aliran air dari perkotaan cukup besar menyumbangkan logam Pb ke perairan. Logam Pb ini berasal dari limbah rumah tangga oleh sampah-sampah metabolik dan korosi pipa-pipa air. Selain itu pembuangan sampah lumpur juga dapat menyumbangkan logam Pb ke badan perairan.


(20)

Untuk logam Cd sendiri salah satu pemasok logam tersebut adalah dari kegiatan pertanian. Hal ini diakibatnya adanya pemakaian pupuk yang mengandung logam berat dan pestisida, seperti yang dikemukakan Darmono (2001), diantara pupuk yang dijual di pasaran, pupuk fosfat biasanya mengandung cadmium yang tinggi.

Menurut Tahir (2012) keberadaan suatu bahan kimia di ekosistem perairan adalah sifat fisik-kimia dari senyawa termasuk diantaranya struktur molekul, daya larut dalam air, laju penguapan, laju fotolisis, laju absorbsi, laju pemurnian oleh organisme dan koefisien partisi. Sifat fisik-kimia-biologi dari ekosistem juga akan mempengaruhinya diantaranya hubungan luas permukaan dan volume, suhu, pH, aliran massa, kedalaman, jumlah materi tersuspensi, serta kandungan karbon dalam sedimen. Serta sumber dan laju input bahan kimia ke dalam ekosistem, meliputi rata-rata laju input, informasi konsentrasi awal, mobilitas bahan kimia dan bagian dari ekosistem yang berasosiasi dalam distribusi dan transformasinya.

Meskipun kandungan logam Pb dan Cd di perairan masih di bawah baku mutu perlu dijaga agar tidak terjadi peningkatan jumlah logam tersebut di badan perairan, karena dapat bersifat toksik terhadap manusia maupun organisme lainnya. Menurut Darmono (2001), kadmium dapat menyebabkan nefrotositas (toksik ginjal), yaitu gejala proteinuria, glikosuria, dan aminoasiduria disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal. Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskular. Timbal di dalam tubuh dapat menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja enzim.

Dapat dilihat juga bahwa kandungan logam pada sedimen lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada air hal ini disebabkan terjadinya pengendapan pada sedimen. Seperti yang dikemukakan oleh Herdiana (2000), sifat logam berat mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen. Pada kondisi tertentu logam berat akan dilepas kembali, sehingga tercapai kesetimbangan.

Menurut pendapat Hutagalung (1994) dalam Hidayat (2011) bahwa logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan penguapan, kemudian diserap organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion


(21)

karbonat, hidroksil dan klorida. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen.

Besar konsentrasi logam berat cadmium dan plumbum pada sedimen di perairan sungai Asahan, Kabupaten toba Samosir masih tergolong aman menurut Dutch Quality Standards for Metal in Sediments bila dilihat dalam level limit yaitu untuk Cd di bawah 2 mg/kg dan untuk Pb di bawah 530 mg/kg IADC/CEDA (1997) dalam Khaisar (2006).

Kandungan logam Pb pada stasiun ke tiga lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini disebabkan stasiun 3 merupakan daerah hilir sungai dan terdapat bendungan sehingga terjadi penghambatan terhadap aliran sungai sehingga logam tersebut mengendap pada sedimen. Akan tetapi hasil analisis yang dilakukan jumlah kandungan logam Pb antar setiap stasiun tidak berbeda jauh.

Menurut Darmono (2001), proses sedimentasi dapat mengurangi kandungan bahan polutan organik maupun inorganik, tempat bahan kimia tersebut berikatan dengan partikel dan terakumulasi di dasar lumpur di dasar sungai yang lambat arusnya.

Kandungan logam Cd pada stasiun pertama lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya, meskipun kandungan logam Cd pada air di stasiun ini lebih rendah. Hal ini disebabkan pemukiman penduduk dan pertanian merupakan penyumbang logam Cd dibandingkan stasiun lainnya yang mengendap pada sedimen. selain itu juga logam Cd lebih sukar bereaksi dibandingkan Pb sehingga langsung mengalami sedimentasi di lumpur.Silberberg (2000) dalam Hartono et al(2011)bahwa unsur-unsur logam pada sistem periodik unsur semakin ke bawah semakin reaktif (makin mudah bereaksi) karena semakin mudah melepaskan elektron. Sehingga banyak ion Cd yang terlarut pada air danau yang kurang/tidak dapat berikatan dengan protein yang mangakibatkan ion Cd lama kelamaan hanya mengendap membentuk lumpur atau sedimen.


(22)

Menurut Arisandi (2001) dalam Eddy (2009) bahwa logam yang terlarut dalam air akan berpindah ke sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi sedimen, dan diserap langsung oleh permukaan sedimen. Materi organik dalam sedimen dan kapasitas penyerapan logam sangat berhubungan dengan ukuran partikel dan luas permukaan penyerapan, sehingga konsentrasi logam dalam sedimen biasanya dipengaruhi oleh ukuran partikel dalam sedimen.

4.2 Kandungan Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd (Kadmium) pada Akar, Batang dan Daun E.crassipes

Hasil pengukuran logam berat Pb dan Cd pada pada E.crassipes dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini

Tabel 4.2. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada pada Akar, Batang dan Daun E.crassipes pada masing-masing Penelitian

Sampel Stasiun Pb (mg/kg) Cd (mg/kg)

Akar 1 2,5050 0,8685

2 2,6378 0,8598

3 2,5870 0,8512

Batang 1 1,8262 0,8809

2 1,9588 0,8623

3 2,0775 0,8853

Daun 1 1,2274 0,3350

2 1,2257 0,3505

3 1,2175 0,3362

Hasil analisis kandungan logam Pb dan Cd pada akar, batang dan daun untuk masing-masing stasiun tidaklah berbeda jauh. Hal ini disebabkan konsentrasi logam berat Pb dan Cd yang terdapat pada air tidak berbeda jauh. Sehingga jumlah yang diakumulasi pada masing-masing organ tidak berbeda jauh juga.

Hasil kandungan logam timbal pada E. crassipes yang diperoleh menunjukkan bahwa akumulasi konsentrasi terbesar terdapat pada akar yaitu 2,6378 mg/kg dan akumulasi terkecil adalah daun yaitu sebesar 1,2175 mg/kg. Hal ini disebabkan E. crassipes memiliki ukuran akar yang halus serta yang menyerap logam Pb dan menyalurkan ke bagian organ lainnya.

Kemampuan menyerap logam Pb juga tidak terlepas dari sistem perakaran dan bentuk fisiologisnya, seperti yang dikemukakan oleh Sasmitamiharja (1996) dan Agustina (2004) dalam Yuliati (2010), bahwa akar tumbuhan air memiliki


(23)

rongga akar (kortex) yang besar sehingga menyebabkan penyerapan ion semakin cepat. Penyerapan ion di akar ini terjadi secara aktif dimana ion-ion masuk dari epidermis dan selanjutnya ditransformasikan ke sitoplasma atau sel-sel jaringan akar melewati epidermis, perisikel dan xylem. Pada endodermis terdapat adanya pita kaspari, ini menjadi kontrol terhadap penyerapan ion-ion oleh akar.

Menurut Suwondo et al (2005) dalam Puspita et al (2010), eceng gondok juga memiliki akar serabut dan memenuhi kolom air hingga masuk ke dalam lumpur perairan (sistem perakaran dalam), kondisi demikian memungkinkan E.crassipes mempunyai kesempatan mengabsorpsi ion logam lebih banyak. Partikel-partikel organik yang terdapat dalam air dapat mengikat ion logam, yang karena gravitasinya akan terendapkan di dasar. Eichornia crassipes juga mempunyai banyak vakuola tanpa noda tebal yang terdapat pada tudung akar. Vakuola ini berupa rongga-rongga besar di bagian dalam sebuah sel yang berisi cairan vakuola. Suatu cairan berbagai bahan organik yang kebanyakan berupa bahan cadangan makanan.

Hasil analisis kandungan logam kadmium pada E. crassipes yang diperoleh menunjukkan bahwa akumulasi konsentrasi terbesar terdapat pada batang yaitu 0,8809 mg/kg dan akumulasi terkecil adalah daun yaitu sebesar 0,3350 mg/kg hal ini disebabkan batang yang ikut terendan di dalam air sehingga dapat menyerap air yang terdapat logam. Seperti yang dikemukakan oleh Armand dan Fatimah (2010), bahwa selain akar yang berfungsi menyerap bahan-bahan yang terdapat dalam media air, batang juga menyerap bahan-bahan yang tersuspensi di dalam air.

Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa jumlah logam Pb yang diserap oleh E. crassipess lebih tinggi dibandingkan logam Cd, hal ini disebabkan jumlah kandungan logam Pb yang terdapat pada air lebih tinggi dibandingkan dengan Cd. Seperti yang dikemukakan Indrasti et al (2012), bahwa jumlah logam berat yang diserap oleh tanaman sebanding dengan konsentrasi logam berat yang terdapat dalam perairan. Semakin tinggi konsentrasi logam, maka semakin banyak juga logam yang diserap oleh E. crassipes.

Menurut Soemirat (2005), proses absorbs pada tanaman dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan diantaranya akar, terutama untuk zat anorganik dan zat


(24)

hidrofilik, daun bagi zat lipofilik, serta stomata untuk memasukkan gas. penyerapan pada tanaman ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut: status hormonal, fase pertumbuhan (meristem), metabolisme, morfologi tanaman, densitas daun, serta suhu, sinar dan kelembapan.

Menurut Mc.Grath (1999) dalam Moenir (2010), bahwa translokasi logam dari akar ke bagian-bagian tanaman yang lain dilakukan setelah logam masuk di dalam akar tanaman untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian-bagian tanaman yang lain (batang dan daun) melalui jaringan pengangkut (floem dan xilem). Kemampuan pengangkutan dalam tanaman dapat ditingkatkan dengan bantuan zat khelat. Beberapa zat khelat yang dapat mengikat logam berat adalah Phytochelatinyang mengikat logam Se, Histidin mengikat logam Ni dan Glutanion mengikat Cd.

4.3 Biokonsentrasi faktor (BCF)

Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) untuk mengakumulasi logam berat Pb dan Cd dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Nilai Biokonsentrasi Faktor (BCF) Pb dan Cd

Stasiun Pb BCF Cd BCF Total padaE. crassipes(mg/k g) Air (mg/l) Total padaE. crassipes(mg /kg) Air (mg/l)

1 5,5586 0,0122 455,62 2,0844 0,0082 254,19 2 5,8223 0,0111 524,53 2,0726 0,0081 255,87 3 5,882 0,0144 408,47 2,0727 0,0090 230,3

Biokonsentrasi faktor (BCF) merupakan konsentrasi suatu senyawa dalam suatu organisme dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut di dalam air. Dari analisa yang dilakukan pada masing-masing stasiun baik pada E. crassipes dan air, maka dapat dilakukan perhitiungan BCF pada masing masing stasiun untuk melihat bagaimana E. crassipes dapat mengakumulasi logam Pb dan Cd.

Perhitungan yang dilakukan terhadap biokonsentrasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa E. crassipes dapat mengakumulasi logam berat Pb dengan kategori sedang, dengan nilai BCFnya pada masing-masing stasiun yaitu 455,62, 524,53, dan 408,47. Sedangkan pada logam Cd pada stasiun satu dan dua dapat


(25)

dikategorikan sedang dengan nilai 254,19 dan 255,87 sedangkan pada stasiun 3 dikategorikan rendah dengan nilai 230,3. Tinggi rendahnya akumulasi logam di dalam tubuh organisme tergantung konsentrasi logam di mediumnya dan keadaan lingkungannya. Sesuai yang dikemukakan oleh Connel dan Miller (1995) dalam Zainuri et al (2011) bahwa akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung konsentrasi logam berat di lingkungan/air, suhu, keadaan spesies dan akifitas fisiologis.

Menurut Indrasti et al (2011) , bahwa kemampuan tanaman melokalisasi logam menjadi hal yang sangat penting karena menggambarkan kemampuan tanaman untuk dapat mentoleransi dan melakukan detoksifikasi terhadap daya racun logam berat. Semakin terhambatnya translokasi logam dari akar ke jarring tanaman, maka semakin mudah tanaman melakukan detoksifikasi. Dilanjutkan dengan menurut Hall (2002) dalam Indrasti et al (2011) bahwa vakuola merupakan tempat yang aman untuk mengakumulasi logam karena vakuola merupakan tempat yang jauh dari metabolisme.

4.4 faktor Fisik- Kimia Perairan

Nilai hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut

Tabel 4.4.Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada Masing-masing Stasiun Penelitian

Parameter

Fisik-Kimia Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku Mutu

Temperatur 0C 26 27 26

pH - 6,7 6,6 6,2 6-9*

DO mg/l 6 5,4 6,8 6*

BOD mg/l 0,3 1,4 0,6 2*

Kadar Nitrat mg/l 0,354 0,372 0,381 10* Kadar Posfat mg/l 0,128 0,142 0,136 0,2* Keterangan:

Stasiun 1 : Daerah Pemukiman Penduduk dan Pertanian Stasiun 2 : Daerah Pembuangan Limbah Pabrik Stasiun 3 : Daerah Bendungan

*Peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 4.4.1 Suhu

Dari penelitian yang telah dilakukan nilai rata-rata suhu yang diperoleh berkisar antara 260C-270C.Suhu yang lebih tinggi terdapat pada stasiun dua. Hal ini


(26)

disebabkan vegetasi yang menutupi badan perairan kondisinya hampir sama pada setiap stasiun, sehingga penetrasi cahaya yang masuk juga hampir sama. Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011 masih di bawah kriteria baku mutu.

Menurut Barus (2004), pola suhu ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.

Menurut Hutagalung (1991) dalam Arisandy et al (2012), penurunan pH serta naiknya suhumenyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan logam berattersebut semakin meningkat.

4.4.2 pH (Derajat Keasaman)

Dari pengukuran yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata pH berkisar antara 6,2-6,7. Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011, kondisi tersebut masih di bawah baku mutu. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 6,7, hal ini disebabkan oleh adanya aktifitas masyarakat yaitu pertanian dan pemukiman penduduk yang menghasilkan senyawa organik maupun anorganik.

Menurut Kristanto (2002), nilai pH air normal adalah sekitar 6-8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian.

Menurut Fostner dan Prosi (1979) dalam Widiyanti et al (2005),Kenaikan pH pada badan perairan akan menyebabkan turunnya kelarutanlogam berat, sehingga logam berat akan cenderungmengendap dan daya larut logam menjadi rendah. pH juga berpengaruh terhadap pertumbuhan E. crassipes sesuai dengan Madkar dan Kurniadie (2003) dalam Pujawati (2006),pH optimum untuk pertumbuhan tanaman eceng gondok adalah pada kisaran 5 – 8.


(27)

4.4.3 DO (Dissolved Oxygen)

Nilai DO (Dissolved Oxygen) yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar antara 5,4 mg/l-6,8 mg/l. Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011, kondisi tersebut masih di bawah baku mutu. Nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 6,8 mg/l, hal ini disebabkan pada stasiun tersebut terdapat limbah organik yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu sebesar 5,4 mg/l, hal ini disebabkan adanya pembuangan limbah dari industri sehingga menyebabkan kandungan organiknya tinggi pada stasiun tersebut.

Menurut Barus (2004), sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organism air.

Menurut Hutagalung (1994) dalam Syakti et al (2012), pada kondisi perairan anaerobik dapat meningkatkan proses dekomposisi materi organologam oleh oraganisme dekomposer, sehingga meningkatkan kandungan logam berat dalam perairan. Pada kondisi oksigen terlarut dalam perairan tinggi, ion-ion logam bebas yang terlarut dalam air akan lebih banyak terbentuk.

4.4.4 BOD (Biologycal Oxygen Deman)

Nilai BOD pada ketiga stasiun berkisar antara 0,3 mg/l–1,4 mg/l.Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011, kondisi tersebut masih di bawah baku mutu. Adanya perbedaan nilai BOD pada masing-masing stasiun disebabkan oleh perbedaan kandungan organik yang berbeda-beda, sehingga jumlah oksigen yang dibutuhan untuk menguraikan senyawa organik tersebut juga berbeda. Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 1,4 mg/l, hal ini disebabkan kandungan organik pada stasiun tersebut tinggi akibat adanya pembuangan limbah pabrik.

Menurut Barus (2004), faktor-faktor yang dapat mempengruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya


(28)

mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu.

4.4.5 Kadar Nitrat

Nilai kandungan kadar nitrat yang didapatkan pada ketiga stasiun berkisar antara 0,354 mg/l-0,381 mg/l. Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011, kondisi tersebut masih dibawah baku mutu. Nilai kadar fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 0,381 mg/l, hal ini disebabkan pembusukan dari hulu sungai terbawa arus air dan tergenang pada stasiun tersebut, karena tersebut terdapat bendungan.

Menurut Barus (2004), nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Selanjutnya menurut Effendi (2003) untuk kadar nitrat dan amonium adalah sumberutama nitrogen di perairan alami dan merupakannutrien utama bagi pertumbuhan tumbuhan air danalgae.

4.4.5 Kadar Fosfat

Nilai kandungan fosfat yang didapatkam pada keiga stasiun berkisar 0,128 mg/l-0,142 mg/l. Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011, kondisi tersebut masih dibawah baku mutu. Nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 0,142 mg/l.

Menurut Dugan (1972) dalam Effendi (2003), kadar fosfat sangat penting bagi tumbuhan airkarena merupakan bentuk fosfor yang dapatdimanfaatkan oleh tumbuhan air. Fosfor jugamerupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkattinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktorpembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangatmempengaruhi tingkat produktivitas perairan.


(29)

4.5 Analisi Varians

Untuk membandingkan kandungan logam Pb dan Cd pada akar, batang, daun, sedimen, dan air yang dilakukan untuk setiap stasiun penelitian maka diperoleh analisis varians seperti tabel 4.5 berikut

Tabel 4.5. Nilai Analisis Varians Logam Pb dan Cd pada Akar, Batang, Daun, Sedimen dan Air

Perbandingan

Pb Cd

Nilai perbandingan

Signifikansi Nilai Perbandingan

Signifikansi

Air Daun -1,2109667* 0,000 -0,3321333* 0,000 Batang -1,9416000* 0,000 -0,8677333* 0,000 Akar -2,5640333* 0,000 -0,8514000* 0,000 Sedimen -3,1688667* 0,000 -1,3937000* 0,000 Daun Batang -0,7306333* 0,000 -0,5356000* 0,000 Akar -1,3530667* 0,000 -0,5192667* 0,000 Sedimen -1,9579000* 0,000 -1,0615667* 0,000 Batang Akar -0,6224333* 0,000 -0,0163333 0,460 Sedimen -1,2272667* 0,000 -0,5259667* 0,000 Akar Sedimen -0,6048333* 0,000 -0,5423000* 0,000 *Berbeda nyata

Dari Tabel 6 dapat dilihat perbandingan kandungan logam Pb pada akar, batang, daun, sedimen dan air adalah berbeda nyata. Sedangkan pada logam Cd perbandingan pada batang dengan akar tidak berbeda nyata.

Nilai perbandingan antar perlakuan menunjukkan bahwa logam Cd dan Pb lebih banyak terdapat pada sedimen ataupun lebih berpengaruh terhadap sedimen. Menurut Lindseyet al. (2005)dalam Resky (2012), logam berat yang terikat dalam sedimen relatif sukar untuk lepas kembali melarut dalam air, sehingga semakin banyak jumlah sedimen maka semakin besar kandungan logam berat di dalamnya.


(30)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Sesuai dengan baku mutu tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, perairan tersebut masih tergolong baik.

b. Kemampuan E. crassipes dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan pada tingkat sedang dengan nilai antara 408,47-455,62, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Cd pada stasiun 1 dan 2 tergolong sedang dengan nilai 254,19 dan 255,87 dan pada stasiun 3 tergolong rendah dengan nilai 230,3.

c. Hasil analisis varians perbandingan kandungan logam Pb pada akar, batang, daun, sedimen dan air adalah berbeda nyata. sedangkan pada logam Cd perbandingan pada batang dengan akar tidak berbeda nyata.

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh logam terhadap struktur dari anatomi masing-masing organ dari E. crassipes.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air

Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal bukan dari kemurniannya (Fardiaz, 1992). Perubahan tersebut pada umumnya terlihat jelas melalui penurunan kualitas kehidupan di dalam tanah, air, dan udara. Perubahan ini terjadi sebagai akibat masuknya zat pencemar ke dalam lingkungan (Palar, 2008).

Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, seperti CO2, O2, dan N2, serta bahan-bahan tersuspensi misalnya

debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir (Kristanto, 2004).

Air yang tercemar akan menimbulkan bau yang sangat menusuk disebabkan oleh bau yang berasal dari berbagai zat yang terlarut di dalam air. Selain itu bau dapat dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme yang berlangsung secara anaerob yang akan menghasilkan amoniak dengan bau yang sangat tajam. Berbagai kelompok moikroorganisme di dalam air juga dapat menghasilkan bau yang sangat bervariasi. Adanya berbagai zat terlarut maupun tidak terlarut dalam air dapat menimbulkan perubahan rasa air (Barus, 2004).

Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan yaitu membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemar. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi (Sastrawijaya, 1991).


(32)

Tanda-tanda polusi air yang berbeda disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. Polutan air dapat dikelompokkan atas 9 kelompok berdasarkan perbedaan sifat-sifat sebagai berikut: Padatan, bahan buangan yang membutuhkan oksigen (Oxygen demanding wastes), mikroorganisme, komponen organik sintetik, nutrient tanaman, minyak, senyawa anorganik dan mineral, bahan radioaktif serta panas. Pengelompokan tersebut bukan merupakan pengelompokan yang baku, karena suatu jenis polutan mungkin dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok. Sebagai contoh, bakteri dapat dimasukkan ke dalam kelompok mikroorganisme maupun kelompok padatan karena baktreri merupakan tersuspensi (Agusnar, 2007).

Menurut Wardhana (1999), indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:

1). Adanya perubahan suhu air.

2). Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen. 3). Adanya perubahan warna, bau dan rasa air.

4). Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. 5). Adanya mikroorganisme.

2.2 Logam Berat

Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik dan anorganik. Secara alami siklus logam adalah dari kerak bumi ke lapisan tanah, lalu ke mahluk hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) ke dalam air, mengendap, dan akhirnya kembali ke kerak bumi (Darmono, 1995).

Banyaknya logam berat baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut air. Sumber pencemar ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya, dan dapat juga berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001).

Saeni (1997) mendefenisikan logam berat sebagai unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah daftar

berkala, mempunyai affinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 3 sampai 7 pada tabel periodik. Pada kenyataanya,


(33)

dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula unsur-unsur metalloid yang memiliki sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlahnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd, Cr, Pb, Hg, Ni dan Zn (Wild, 1995).

2.3 Timbal (Pb)

Timbal dalam keseharian lebih dikenal dengan timah hitam, dalam bahasailmiahnya dinamankan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logamini termasuk dalam kelompok logam golongan IV-A pada tabel periodik unsurkimia mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar 2008).Logam Pb dalam perairan berasal dari debu yang mengandung logam Pbyaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung Pb tetra etil, disamping itu dapat juga berasal erosi danlimbah industri (Saeni, 1989).

Menurut palar (1994) dalam Herdiana (2000), Secara alamiah, Pb masuk ke perairan melalui pengkristalan pb di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi batuan mineral. Pb yang masuk ke perairan sebagai dampak aktivitas manusia seperti buangan limbah industri, buangan pertambangan biji timah dan buangan sisa industri batre.

Darmono (1995), menjelaskan bahwa limbah industri yang mengandung logam Pb, seperti industri kimia, industri percetakan, dan industri yang memproduksi logam, dan cat menambah kandungan logam Pb dalam perairan apabila limbah tersebut di buang ke perairan.Kandungan logam Pb yang tinggi pada perairan juga dapat berakibat buruk pada biota yang ada di dalamnya. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l, dapatmembunuh ikan (Palar 2008).

2.4 Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, dan tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam persenyawaan dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfide) (Widowati, 2008).

Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap kelompok sulfhidrid dari enzim dan meningkat kelarutanya dalam lemak.


(34)

Pada perairan alami yang bersifat basa, senyawa kadmium mengalami hidrolisa, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu Cd2+, Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd-organik. Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat

kelarutan yang berbeda: Cd2+> CdSO4> CdCO3> Cd(OH)+(Sanusi, 1980).

Sifat racun Cd terhadap ikan yang hidup dalam air laut berkisar antara 10-100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki tingkat kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Sedangkan toksisitas kadmium turun pada salinitas dengan kondisi isotonis dengan cairan tubuh hewan bersangkutan (Laws, 1993).

Kadmium adalah salah satu unsur yang telah ditemukan Stromeyer berasal Jerman pada tahun 1817. Oleh karena berhubungan dengan persamaan pada truktur atom dan perilaku kimia, Cd dan Zn sering terjadi bersama-sama secara alami. Bagaimanapun, Zn adalah suatu unsur esensial, Cd diperlakukan sebagai suatu unsur beracun. Mereka ditemukan bersama-sama di dalam deposito sulfida. Batuan beku gunung berapi berisi sekitar 0,03 ppm Cd dan 80 ppm Zn . Unsur ini menyebabkan proses pengrusakan iklim dan lautan, jika masing-masing konsentarasimencapai sekitar 0.1 ppb Cd dan 20 ppb Ni. Lahan berisi sekitar 4.5 ppm Cd oleh karena pengayaan biogeniknya di dalam material lembab. Cd alami di udara adalah sekitar 0.002 µg/m walaupun ditemukan nilai tertinggi 0.3 µg/m (Dara, 1993).

Kadmium dalam air tawar berbentuk karbonat (CdCO3). Kadmium

karbonat dan kadmium hidroksida memiliki sifat kelarutan yang terbatas. Garam-garam kadmium (klorida, nitrat dan sulfat) dapat berupa senyawa kompleks organik dan anorganik atau terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan sedimen dasar. Pada pH tinggi, kadmium mengalami presipitasi/pengendapan. Kadmium bersifat akumulatif dan sangat toksik bagi organisme (Syakti et al 2012).


(35)

2.5 Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms.)

Tanaman eceng gondok (E. crassipes) merupakan jenis tumbuhan air yang termasuk genus Eichhornia, famili Pontederiaceae, kelas Monocotyledonae dan divisi Phanerogamae. Tanaman eceng gondok memiliki tinggi antara 0.3-0.5 m dan pada umumnya hidup terapung di perairan (Stodala, 1967). Eceng gondok merupakan jenis tumbuhan air yang hidup terapung di atas permukaan air. Tetapi pada lingkungan air yang sangat dangkal tanaman ini akan berakar dalam tanah dan akar tersebut keluar dari buku-buku batang (Widyanto, 1975).

Eceng gondok (E. crassipes) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan adanya mikrobia rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta akumulasi yang besar terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengendali pencemaran di perairan (Marianto, 2001).Pitrawijaya (1992) menyatakan bahwa Eceng gondok ini juga memiliki kemampuan sebagai bioakumulator yakni dapat menyerap anion atau kation yang terdapat di dalam air buangan serta dapat berkembang cukup cepat dan tahan hidup pada kondisi yang buruk.

Tumbuhan eceng gondok mempunyai potensi sebagai agensia pembersih perairan dari limbah logam dan menurunkan tingkat toksisitas bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah tersebut. Kemampuan eceng gondok untuk menyerap logam disebabkan eceng gondok mempunyai akar yang bercabang-cabang halus yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap senyawa logam, sehingga toksisitas logam yangterlarut semakin berkurang (Kirkby dan Mengel, 1987). Fuadi (1997) menyatakan bahwa eceng gondok mempunyai kemampuanmengabsorpsi logam berat diperairan, dan setiap gram berat kering tumbuhan ini mampu mengabsorbsi 0.176 gram logam Pbkarena akarnya dapat menghasilkan zat alleopati (semacam keringat) yang merupakan antibiotika dandapat membunuh bakteri coli.

Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungan ke dalam dari lingkungan ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi yaitu kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi


(36)

tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya; perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan (Fitter dan Hay, 1991).

2.6 Parameter Fisik dan Kimia Perairan 2.6.1 Suhu

Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas bagi kehidupan flora dan fauna akuatis tersebut di atas. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme aquatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Perubahan suhu menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi di lingkungan aquatik (Odum, 1994).

Selanjutnya Barus (2004), menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Pengukuran suhu air

merupakan hal yang mutlak dilakukan. Menurut Hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10°C akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali.

Menurut (1995) dalam Syakti et al (2012), suhu perairan dapat memberi efek terhadap bentuk kimia logam berat karena reaksi kimia akan meningkat apabila terjadi perubahan suhu. Suhu juga berpengaruh pada toksitas logam berat terhadap biota. Apabila terjadi peningkatan suhu, proses pemasukan logam berat dalam tubuh akan meningkat.

2.6.2 Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH, dan dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah. Yang perlu diperhatikan adalah cara pengambilan sampelnya yang benar sehingga nilai pH yang diperoleh benar (Suin, 2002, hlm: 54). Nilai pH air yang normal adalah netral, yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahannya sebelum dibuang (Kristanto, 2002).


(37)

Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

Menurut Hart (1982) dalam Syakti et al (2012), pada kondisi pH mendekati normal (7-8), kelarutan logam berat cenderung stabil dan akan berikatan dengan anion, sehingga logam berat akan membentuk kompleks organologam (bentuk logam organik dan anorganik) yang cenderung mengendap di dasar perairan.

2.6.3 Kandungan Nitrit dan Fosfat

Banyaknya unsur hara mengakibatkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992). Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).

Komponen nitrit (NO2) jarang ditemukan pada badan air permukaan

karena langsung dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Di wilayah perairan neritik yang

relatif dekat dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fosfat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrofikasi sehingga terjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin (Wibisono, 2005).


(38)

2.6.4 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting didalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen diudara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volum saja. Pengaruh oksigen terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi yang terjadi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya (Barus, 2004).

2.6.5 Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)

Menurut Hart (1982) dalam Syakti et al (2012), suatu perairan menggambarkan keberadaan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradasi) oleh mikroorganisme melalui pengurangan jumlah oksigen terlarut. Hal ini menyebabkan perairan dengan kandungan bahan organik yang biodegradasi yang tinggi, oksigen terlarutnya rendah, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisiologis organisme yang hidup di dalamnya., serta bentuk ikatan logam di perairan.


(39)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan abiotik dan biotik yang terdapat di dalamnya, dan secara umum sungai mempunyai peranan penting bagi berbagai aktivitas kehidupan, seperti alat transportasi bagi berbagai jenis substrat dari darat ke laut, penampungan curah hujan, habitat flora dan fauna air. Selain itu sungai juga berguna untuk jalur transportasi, pembangkit tenaga listrik, pelayaran, perikanan, irigasi dan industri termasuk tempat pembuangan limbah domestik dan industri. Sehubungan dengan hal tersebut sungai harus dijaga, baik dari segi manfaatnya maupun pengamannya (Barus, 2005).

Sungai Asahan adalah salah satu sungai di Sumatera Utara, Indonesia. Sungai ini mengalir dari Danau Toba, melewati Kabupaten Porsea dan berakhir di Teluk Nibung, selat Malaka. Aktivitas manusia dan industri yang memanfaatkan sungai Asahan sebagai pembuangan limbah mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisika, kimia dan biologi sungai tersebut. Sungai Asahan yang terletak di desa Siruar, Kecamatan Parmaksian, Kabupten Toba Samosir sehari-harinya banyak digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan antara lain sebagai sumber air minum, irigasi dan MCK. Sumber pencemaran sungai Asahan di lokasi ini berasal dari pemukiman penduduk, kegiatan pertanian, dan pembuangan limbah industri. Diantara bahan pencemar yang masuk dari aktivitas tersebut adalah berupa logam berat.

Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa diantaranya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam sekala industri. Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan, terutama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Cromium (Cr) dan Nikel (Ni). Logam-logam tersebut diketahui dapat mengumpul


(40)

di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Kristanto, 2004).

Logam berat Pb dan Cd merupakan logam yang cukup berbahaya karena memiliki toksisitas yang sangat tinggi, serta kedua logam berat tersebut sangat tidak diperlukan tubuh sehingga bersifat racun apabila dikonsumsi baik secara tidak langsung maupun langsung.

Pembuangan limbah pada badan perairan dapat meningkatkan pertumbuhan tumbuhan air yang disebut dengan eutrofikasi. Namun demikian tanaman air dapat membantu pembersihan air dari logam-logam. Salah satu jenis tumbuahan air yang dapat bekerja sebagai agen fitoremediasi adalah eceng gondok (Eichhornia crassipes). Menurut Fuadi (1997) dalam Yuliati (2010), bahwa eceng gondok mempunyai kemampuan mengabsorbsi logam berat di perairan. Hal ini disebabkan eceng gondok mempunyai akar yang bercabang-cabang halus yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap senyawa logam, sehingga toksitas logam yang terlarut semakin berkurang.

Sejauh ini belum diketahui logam berat Pb dan Cd yang terakumuklasi pada eceng gondok (Eichornia crassipes) di Sungai Asahan, sehingga penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang terakumulasi pada Eceng Gondok (E. crassipes) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir.

1.2 Permasalahan

Sungai Asahan yang terletak di Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu sungai yang dimanfaatkan dalam berbagai aktifitas, diantaranya pertanian dan pembuangan limbah oleh industri. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat mencemari lingkunngan oleh logam. Sejauh ini belum diketahui banyaknya logam berat (Pb dan Cd) yang terakumulasi pada eceng gondok (E. crassipes) yang terdapat di lokasi penelitian.


(41)

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kandungan logam berat (Pb dan Cd) yang terdapat pada akar, batang dan daun eceng gondok (Eichhornia crassipes).

2. Untuk mengetahui kemampuan eceng gondok (Eichhornia crassipes) dalam mengakumulasi logam berat (Pb dan Cd) pada stasiun pengamatan, sehingga dapat dijadikan akumulator pencemaran logam di kawasan perairan.

1.4 Manfaat

1. Untuk memberikan gambaran mengenai akumulasi logam berat (Pb dan Cd) secara kuantitatif pada akar, batang dan daun eceng gondok (Eichhornia crassipes) di Sungai Asahan, Desa Siruar Kecamatan ParmaksianKabupaten Toba Samosir.

2. Untuk memberikan informasi mengenai besarnya kemampuan eceng gondok (Eichhornia crassipes) mengurangi pencemaran logam.


(42)

ANALISIS LOGAM BERAT (Pb dan Cd) YANG TERAKUMULASI PADA ECENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.) DI SUNGAI ASAHAN,

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

ABSTRAK

Penelitian dengan judul Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosirtelah dilakukan pada bulan Juni 2013. Titik pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan. Sampel yang diambil meliputi akar, batang, daun eceng gondok, sedimen dan air yang kemudian dianalisis dengan AAS.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pencemaran sungai Asahan oleh logam berat(Pb dan Cd) masih berada di bawah baku mutu kualitas air (PP No. 82 Tahun 2001), Pb lebih kecil dari 0.03 mg/l dan untuk Cd lebih kecil dari 0,01 mg/l . Konsentrasi Pb dan Cd di sedimenperairan pada waktu penelitian juga masih tergolong aman untuk kehidupan. Hasil analisis pada akar, batang dan daun eceng gondok untuk Pb tertinggi di dapatkan pada akar dan terendah terdapat pada daun, sedangkan untuk Cd tertinggi terdapat pada batang dan terendah pada daun. Nilai biokonsentrasi faktor eceng gondok dapat mengakumulasi logam berat Pb dan Cd dengan kategori sedang karena nilai BCFnya diantara 250-1000.


(43)

The Analysis ofHavy Metals (Pb and Cd) Accumulated in the Water Hyacinth (Eichornia crassipesSolms.) in the Asahan River, SubdistrictToba

Samosir

ABSTRACT

The research on analysis ofhavy metals (Pb and Cd) accumulated in the water Hyacinth (Eichornia crassipesSolms.) in the Asahan river, Subdistrict Toba Samosir has done in June 2013. Sampling was done by purposive random sampling to determine the three observation stations. Samples taken included roots, stems, leaves of hyacinth, sediment and water were then analyzed by AAS. The results showed that the levelcontamination in the river of Asahan river by heavy metal (Pb and Cd) was still below the water quality standards (PP No. 82, 2001), Pb concentrations is less than 0.03 mg/l and Cd is less than 0.01 mg/l. Plumbum and Cadmium concentrations in aquatic sediments is still relatively safe for life. The results analysis on the roots, stems and leaves of water hyacinth showed that the highest Pb concentration was observed found was in the roots while the lowest one was in the leaves, whereas for Cd was highest on the stems and the lowest on the leaves. Bioconcentration factor value of water hyacinth is abel to accumulate heavy metals (Pb and Cd) in the medium category because of it’s BCF range 250-1000.


(44)

ANALISIS LOGAM BERAT (Pb dan Cd) YANG

TERAKUMULASI PADA ECENG GONDOK (Eichornia

crassipes Solms.) DI SUNGAI ASAHAN, KABUPATEN

TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

UBASORI SIGALINGGING 090805024

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(45)

ANALISIS LOGAM BERAT (Pb dan Cd) YANG

TERAKUMULASI PADA ECENG GONDOK (Eichornia

crassipes Solms.) DI SUNGAI ASAHAN, KABUPATEN

TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(46)

PERSETUJUAN

Judul : Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

Kategori : Skripsi

Nama : Ubasori Sigalingging

Nomor Induk Mahasiswa : 090805024

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetuhui di Medan, Januari 2014

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Tini Sembiring, Ms Prof. Dr. Ing Ternala A. Barus. M.Sc NIP. 1948 0513 19710 001 NIP. 1958 1016 1987 0310 03

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu. M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(47)

PERNYATAAN

ANALISIS LOGAM BERAT (Pb dan Cd) YANG TERAKUMULASI PADA ECENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.) DI SUNGAI ASAHAN,

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2014

Ubasori Sigalingging 090805024


(48)

PENGHARGAAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena berkat dan kasih karuniasehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi Pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Ibu Tini Sembiring, Ms selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan, masukan dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku dosen penguji I dan Ibu Dra. Nunuk Pryani M.Sc selaku dosen penguji II yang telah memberikan banyak saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni M.Sc selaku dosen penasehat akademik, kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu. M.Sc. selaku Ketua Departemen Biologi dan Ibu Dr. Saleha Hanum M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi. Terimakasih juga kepada Ibu Roslina Ginting dan Abang Erwin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Tercinta: C. Sigalingging dan Ibunda Tersayang: L br Lbn Tobing yang dengan sabar mendukung pendidikan saya, memberikan doa dan kasih sayang yang luar biasa sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga buat AbangRonal Sigalingging dan adek-adekku tersayang: Fransiskanes Sigalingging dan Lidia V.R Sigalingging serta Betti Damaris Panjaitan.

Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman terbaikku: Jesica, Agustina, Febrin, Julie, Frisshy, Laura, Boy, Sahat, Raymon, Kancas, Hotmen, Anderson, Imam, telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga kepada stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, adik-adik stambuk 2010, 2011, dan 2012, dan seluruh anggota PKBKB yang telah memberikan motivasi penyusunan skripsi ini. Amin.


(49)

ANALISIS LOGAM BERAT (Pb dan Cd) YANG TERAKUMULASI PADA ECENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.) DI SUNGAI ASAHAN,

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

ABSTRAK

Penelitian dengan judul Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosirtelah dilakukan pada bulan Juni 2013. Titik pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan. Sampel yang diambil meliputi akar, batang, daun eceng gondok, sedimen dan air yang kemudian dianalisis dengan AAS.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pencemaran sungai Asahan oleh logam berat(Pb dan Cd) masih berada di bawah baku mutu kualitas air (PP No. 82 Tahun 2001), Pb lebih kecil dari 0.03 mg/l dan untuk Cd lebih kecil dari 0,01 mg/l . Konsentrasi Pb dan Cd di sedimenperairan pada waktu penelitian juga masih tergolong aman untuk kehidupan. Hasil analisis pada akar, batang dan daun eceng gondok untuk Pb tertinggi di dapatkan pada akar dan terendah terdapat pada daun, sedangkan untuk Cd tertinggi terdapat pada batang dan terendah pada daun. Nilai biokonsentrasi faktor eceng gondok dapat mengakumulasi logam berat Pb dan Cd dengan kategori sedang karena nilai BCFnya diantara 250-1000.


(50)

The Analysis ofHavy Metals (Pb and Cd) Accumulated in the Water Hyacinth (Eichornia crassipesSolms.) in the Asahan River, SubdistrictToba

Samosir

ABSTRACT

The research on analysis ofhavy metals (Pb and Cd) accumulated in the water Hyacinth (Eichornia crassipesSolms.) in the Asahan river, Subdistrict Toba Samosir has done in June 2013. Sampling was done by purposive random sampling to determine the three observation stations. Samples taken included roots, stems, leaves of hyacinth, sediment and water were then analyzed by AAS. The results showed that the levelcontamination in the river of Asahan river by heavy metal (Pb and Cd) was still below the water quality standards (PP No. 82, 2001), Pb concentrations is less than 0.03 mg/l and Cd is less than 0.01 mg/l. Plumbum and Cadmium concentrations in aquatic sediments is still relatively safe for life. The results analysis on the roots, stems and leaves of water hyacinth showed that the highest Pb concentration was observed found was in the roots while the lowest one was in the leaves, whereas for Cd was highest on the stems and the lowest on the leaves. Bioconcentration factor value of water hyacinth is abel to accumulate heavy metals (Pb and Cd) in the medium category because of it’s BCF range 250-1000.


(51)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstrac v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1 Pencemaran Air 4

2.2 Logam Berat 5

2.3 Timbal (Pb) 6

2.4 Kadmium (Cd) 6

2.5 Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms.) 8 2.6 ParameterFisik dan Kimia Perairan 9

3.6.1 Suhu 9

3.6.2 Derajat Keasaman (pH) 9

3.6.3 Kandungan Nitrat dan Fospat 10

3.6.4 Oksigen Terlarut (DO) 11

3.6.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (BOD) 11

Bab 3. Metodologi Penelitian 12

3.1 Waktu dan Tempat 12

3.2 Metode Penelitian 12

3.3 Deskripsi Area 12

3.4 Pengambilan Sampel 14

3.5 Preparasi Sampel Akar, Batang dan Daun 15

3.6 Preparasi Sampel Sedimen 15

3.7 Preparasi Sampel Air 15

3.8 Analisis Data 16

3.9 Konsentrasi Sebenarnya 16

3.10 Biokonsentrasi Faktor (BCF) 16 3.11 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 16


(52)

3.11.2 pH (Derajat Keasaman) 17

3.11.3 DO (Desolved Oxygen) 17

3.11.4 BOD5 (Biochemical Oxgen Demand) 17

3.11.5 Kadar Nitrat dan Fosfat 17

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 18

4.1 Kandungan Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd (Kadmium) pada Air dan Sedimen

18 4.2 Kandungan Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd

(Kadmium) pada Akar, Batang, dan Daun E. crasisipes

21

4.3 Biokonsentrasi fakator (BCF) 23 4.4 Faktor Fisik- Kimia Perairan 24

4.4.1 Suhu 24

4.4.2 pH (Derajat Keasaman) 25

4.4.3 DO (Dissolved Oxygen) 26

4.4.4 BOD (Biologycal Oxygen Demand) 26

4.4.5 Kadar Nitrat 27

4.4.5 Kadar Fosfat 27

4.5 Analisi Varians 28

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesmpulan

5.2 Saran

29 29 29


(53)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Digunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisik-Kimia Perairan

17 Tabel 4.1. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada air dan sedimen

pada masing-masing penelitian

18 Tabel 4.2. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada pada Akar, Batang

dan Daun E.crassipes pada masing-masing penelitian

21 Tabel4.3. Nilai Biokonsentrasi Faktor (BCF) Pb dan Cd 23 Tabel 4.4. Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada Masing-masing

Stasiun Penelitian

24 Tabel 4.5. Nilai Analisis Varians Logam Pb dan Cd pada Akar, Batang,

Daun, Sedimen dan Air


(54)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Lokasi Penelitian Pada Stasiun 1 13 Gambar 2. Lokasi Penelitian Pada Stasiun 2 13 Gambar 3. Lokasi Penelitian Pada Stasiun 3 14


(55)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Peta Lokasi 34

Lampiran B Bagan Kerja DO 35

Lampiran C Bagan Kerja BOD5 36

Lampiran D Bagan Kerja Kandungan Nitrat 37 Lampiran E Bagan Kerja Analisis Fospat 38

Lampiran F Contoh perhitungan 39


(1)

The Analysis ofHavy Metals (Pb and Cd) Accumulated in the Water Hyacinth (Eichornia crassipesSolms.) in the Asahan River, SubdistrictToba

Samosir

ABSTRACT

The research on analysis ofhavy metals (Pb and Cd) accumulated in the water Hyacinth (Eichornia crassipesSolms.) in the Asahan river, Subdistrict Toba Samosir has done in June 2013. Sampling was done by purposive random sampling to determine the three observation stations. Samples taken included roots, stems, leaves of hyacinth, sediment and water were then analyzed by AAS. The results showed that the levelcontamination in the river of Asahan river by heavy metal (Pb and Cd) was still below the water quality standards (PP No. 82, 2001), Pb concentrations is less than 0.03 mg/l and Cd is less than 0.01 mg/l. Plumbum and Cadmium concentrations in aquatic sediments is still relatively safe for life. The results analysis on the roots, stems and leaves of water hyacinth showed that the highest Pb concentration was observed found was in the roots while the lowest one was in the leaves, whereas for Cd was highest on the stems and the lowest on the leaves. Bioconcentration factor value of water hyacinth is abel to accumulate heavy metals (Pb and Cd) in the medium category because of it’s BCF range 250-1000.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstrac v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1 Pencemaran Air 4

2.2 Logam Berat 5

2.3 Timbal (Pb) 6

2.4 Kadmium (Cd) 6

2.5 Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms.) 8 2.6 ParameterFisik dan Kimia Perairan 9

3.6.1 Suhu 9

3.6.2 Derajat Keasaman (pH) 9

3.6.3 Kandungan Nitrat dan Fospat 10

3.6.4 Oksigen Terlarut (DO) 11

3.6.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (BOD) 11

Bab 3. Metodologi Penelitian 12

3.1 Waktu dan Tempat 12

3.2 Metode Penelitian 12

3.3 Deskripsi Area 12

3.4 Pengambilan Sampel 14

3.5 Preparasi Sampel Akar, Batang dan Daun 15 3.6 Preparasi Sampel Sedimen 15

3.7 Preparasi Sampel Air 15

3.8 Analisis Data 16

3.9 Konsentrasi Sebenarnya 16

3.10 Biokonsentrasi Faktor (BCF) 16 3.11 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 16

3.11.1 Suhu 16


(3)

3.11.2 pH (Derajat Keasaman) 17

3.11.3 DO (Desolved Oxygen) 17

3.11.4 BOD5 (Biochemical Oxgen Demand) 17

3.11.5 Kadar Nitrat dan Fosfat 17

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 18

4.1 Kandungan Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd (Kadmium) pada Air dan Sedimen

18 4.2 Kandungan Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd

(Kadmium) pada Akar, Batang, dan Daun E.

crasisipes

21

4.3 Biokonsentrasi fakator (BCF) 23 4.4 Faktor Fisik- Kimia Perairan 24

4.4.1 Suhu 24

4.4.2 pH (Derajat Keasaman) 25

4.4.3 DO (Dissolved Oxygen) 26

4.4.4 BOD (Biologycal Oxygen Demand) 26

4.4.5 Kadar Nitrat 27

4.4.5 Kadar Fosfat 27

4.5 Analisi Varians 28

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesmpulan

5.2 Saran

29 29 29


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Digunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisik-Kimia Perairan

17 Tabel 4.1. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada air dan sedimen

pada masing-masing penelitian

18 Tabel 4.2. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada pada Akar, Batang

dan Daun E.crassipes pada masing-masing penelitian

21 Tabel4.3. Nilai Biokonsentrasi Faktor (BCF) Pb dan Cd 23 Tabel 4.4. Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada Masing-masing

Stasiun Penelitian

24 Tabel 4.5. Nilai Analisis Varians Logam Pb dan Cd pada Akar, Batang,

Daun, Sedimen dan Air

28


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Lokasi Penelitian Pada Stasiun 1 13 Gambar 2. Lokasi Penelitian Pada Stasiun 2 13 Gambar 3. Lokasi Penelitian Pada Stasiun 3 14


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Peta Lokasi 34

Lampiran B Bagan Kerja DO 35

Lampiran C Bagan Kerja BOD5 36

Lampiran D Bagan Kerja Kandungan Nitrat 37 Lampiran E Bagan Kerja Analisis Fospat 38

Lampiran F Contoh perhitungan 39

Lampiran G Hasil analisis varians ver 13.00 40


Dokumen yang terkait

Analisis Logam Berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium (Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni), Zinkum (Zn) Pada Sedimen Muara Sungai Asahan Di Tanjung Balai Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

5 89 98

Uji aktivitas sitotoksik tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart.) Solms) terhadap sel HeLa.

0 2 61

Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

1 3 12

Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

0 0 2

Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

0 1 3

Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

0 2 8

Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

0 2 4

Analisis Logam Berat (Pb dan Cd) yang Terakumulasi pada Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Solms.) di Sungai Asahan, Kabupaten Toba Samosir

1 1 8

LAJU PENURUNAN LOGAM BERAT PLUMBUM (PB) DAN CADMIUM (CD) OLEH EICHORNIA CRASSIPES DAN CYPERUS PAPYRUS (The Diminution Rate Of Heavy Metals, Plumbum And Cadmium By Eichornia Crassipes And Cyperus) | Tosepu | Jurnal Manusia dan Lingkungan 18450 37063 1 PB

0 0 9

PENAMBAHAN JENIS STARTER DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KOMPOS DARI ECENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms)”

0 0 5