Identifikasi Jenis Kayu Tropis Menggunakan Backpropagation Neural Network
Ahmad, A. & Yusof, R. 2013. Clustering the tropical wood species using kohonen self-organizing map. Proceedings of 2nd International Conference on Advances in Computer Science and Engineering, pp. 16-19.
Atomi, W. H. 2012. The effect of data preprocessing on the performance of artificial neural networks techniques for classification problems. Tesis. University Tun Hussein Onn Malaysia.
Azizi, M.F.Q. 2013. Perbandingan antara metode backpropagation dengan metode learning vector quantization (LVQ) pada pengenalan citra barcode. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Bond, B. & Hamner, P. 2002. Wood Identification for Hardwood and Softwood Species Native to Tennessee. Agricultural Extension Service: Knoxville.
Darmawan, D. 2010. Pengenalan wajah dengan metode backpropagation menggunakan kamera CCTV inframerah. Skripsi. Universitas Indonesia.
Ferguson, J. R. 2007. Using the grey-level-co-occurrence matrix to segment and classify radar imagery. Tesis. University of Nevada.
Gadkari, D. 2004. Image quality analysis using GLCM. Tesis. University of Central Florida.
Gonzalez, R.C. & Woods, R.E. 2008. Digital Image Processing. Prentice Hall: New Jersey.
Gunawan, A.A.G.R., Nurdiati, S. & Arkeman, Y. 2011. Identifikasi jenis kayu menggunakan support vector machine berbasis data citra. Jurnal Ilmu Komputer Agri-Informatika 3(1): 1-8.
(2)
Hasmiati. 2013. Image smoothing dengan menggunakan metode lowpass filter. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Kadir, A., Nugroho, L.E., Susanto, A. & Santosa, P.I. 2011. Neural network application on foliage plant identification. Int. J. of Computer Applications 29(9): 15-22. Kadir, A. & Susanto, A. 2012. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Penerbit Andi:
Yogyakarta.
Listia, R. & Harjoko, A. 2014. Klasifikasi massa pada citra mammogram berdasarkan grey level cooccurence matrix (GLCM). Indonesian Journal of Computing and Cybernetics Systems 8(1): 59-68.
Mandang, Y.L. & Pandit, I.K.N. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Seri Manual. PROSEA: Bogor.
Moeslund, T. B. 2012. Introduction to Video and Image Processing: Building Real Systems and Applications. Springer: London.
Mohan, S., K. Venkatachalaphaty, K. & Sudhakar, P. 2014. An intelligent recognition system for identification of wood species. Journal of Computer Science 10(7): 1231-1237.
Pathak, B. & Barooah, D. 2013. Texture analysis based on the gray level co-occurence matrix considering possible orientations. Int. J. of Advanced Research in Electrical, Electronics and Instrumentation Engineering 2(9): 4206-4212.
Priyani, D. R. E. 2009. Aplikasi diagnosa gangguan lambung melalui citra iris mata dengan syaraf tiruan propagasi balik. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Purnamasari, R. W. 2013. Implementasi jaringan syaraf tiruan backpropagation sebagai sistem deteksi penyakit tuberculosis (TBC). Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Risaldi, M., Purwanto & Himawan, H. 2014. Klasifikasi kualitas kayu kelapa menggunakan algoritma neural network backpropagation. Jurnal Teknologi
(3)
Wicaksono, D. G. 2008. Perangkat lunak identifikasi nilai nominal dan keaslian uang kertas rupiah menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation. Skripsi. Universitas Indonesia.
Zhou, H. & Wu, J. & Zhang, J. 2010. Digital Image Processing: Part I (1st edition). (Online) http://bookboon.com/en/digital-image-processing-part-one-ebook (Juli 2015).
(4)
Bab ini berisi analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi jenis kayu tropis. Tahap analisis membahas langkah – langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis kayu mulai tahap akuisisi citra hingga tahap klasifikasi citra dengan menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation. Tahap perancangan membahas perancangan
database, antarmuka sistem dan data flow diagram sistem yang akan dibuat.
3.1. Arsitektur Umum
Bagian ini akan membahas tahap-tahap yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi identifikasi jenis kayu tropis. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap akuisisi citra dengan menggunakan mikroskop dimana citra hasil akuisisi akan dijadikan sebagai citra latih dan citra uji; tahap pra pengolahan citra yang terdiri atas
scaling dan grayscaling; tahap ekstraksi fitur dari setiap citra dengan mendapatkan nilai 5 fitur Haralick dari GLCM; tahap normalisasi data fitur dengan menggunakan metode
decimal scaling; dan tahap klasifikasi citra menggunakan jaringan saraf tiruan
backpropagation. Setelah tahap – tahap tersebut dilakukan maka aplikasi dapat menghasilkan keluaran berupa hasil identifikasi jenis kayu. Adapun tahap-tahap tersebut dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1.
(5)
Pra Pengolahan
Memperkecil Ukuran Citra (Scaling)
Pembentukan Citra Aras Keabuan (Grayscaling)
Akuisisi Citra
Penampang Melintang Kayu
Hasil Identifikasi Jenis Kayu
(Keruing, Jati Putih, Mahoni, Melur atau Kempas) Citra Latih Citra Uji
Menggunakan
Grey Level Co-Occurrence Matrix Ekstraksi Fitur
Menggunakan Decimal Scaling Normalisasi
Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Klasifikasi
(6)
3.2. Akuisisi Citra
Tahap akuisisi citra merupakan tahap pengambilan data citra. Pada tahap ini akan dilakukan akuisisi citra penampang melintang kayu tropis. Citra kayu diambil dengan menggunakan Microscope with Digital Camera AxioCam ERc 5s dengan perbesaran mikroskop adalah 1.25 kali dan intensitas cahaya adalah sebesar 3200 K.
3.3. Data yang Digunakan
Jenis kayu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kayu keruing minyak (Dipterocarpus eurynchus), kayu jati putih (Gmelina arborea), kayu mahoni (Swietenia mahagoni), kayu melur (Dacrydium elatum) dan kayu kempas (Koompassia malaccensis). Jenis kayu yang digunakan pada penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.2.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 3.2. (a) Kayu keruing minyak (b) kayu jati putih (c) kayu mahoni (d) kayu melur (e) kayu kempas
Semua jenis kayu pada Gambar 3.2 tersebut dibuat dalam bentuk blok kayu masing-masing sebanyak 5 buah. Kayu yang akan ditempatkan di atas mikroskop untuk diambil citranya adalah kayu dalam bentuk blok berukuran sekitar 1x1x1 cm. Pada penelitian ini akan dilakukan pengambilan citra kayu sebanyak 10 buah pada setiap blok kayu sehingga setiap jenis kayu memiliki 50 buah data citra.
(7)
Citra yang telah dikumpulkan akan dibagi ke dalam dua kelompok data yaitu data latih dan data uji. Data latih berjumlah 80% dari data citra keseluruhan sedangkan data uji berjumlah 20% dari data citra keseluruhan sehingga pada penelitian ini data latih untuk setiap jenis kayu berjumlah 40 buah sedangkan data uji untuk setiap jenis kayu berjumlah 10 buah.
3.4. Pra-Pengolahan
Tahap pra-pengolahan citra adalah tahap pengolahan citra untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses ke tahap selanjutnya yaitu tahap ekstraksi fitur. Pada penelitian ini pra-pengolahan citra yang dilakukan adalah memperkecil ukuran citra (scaling) dan pembentukan citra aras keabuan (grayscaling).
3.4.1. Memperkecil ukuran citra (Scaling)
Proses akuisisi citra menghasikan citra dengan ukuran 2560 x 1920 piksel. Citra hasil akuisisi memiliki ukuran yang cukup besar sehingga perlu dilakukan proses memperkecil ukuran citra. Pada penelitian ini seluruh citra hasil akuisisi akan diperkecil ukurannya menjadi 160 x 120 piksel.
3.4.2. Pembentukan citra aras keabuan (Grayscaling)
Kemudian setelah proses scaling, citra akan diproses dari bentuk RGB ke dalam bentuk citra aras keabuan. Tahap ini dilakukan agar citra dapat diproses pada tahap ekstraksi fitur. Contoh proses grayscaling citra dari bentuk RGB ke bentuk grayscale ditunjukkan pada Gambar 3.3.
(a) (b)
Gambar 3.3. (a) Citra kayu RGB (b) Citra kayu grayscale
(8)
Gambar 3.4. Langkah - langkah proses grayscaling
3.5. Ekstraksi Fitur
Setelah citra diubah ke dalam bentuk citra aras keabuan (grayscale), maka langkah selanjutnya adalah tahap ekstraksi fitur. Ekstraksi fitur dilakukan untuk mendapatkan nilai yang dapat merepresentasikan citra. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk ekstraksi fitur citra adalah Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM). GLCM adalah matriks yang menunjukkan probabilitas nilai keabuan piksel referensi dengan nilai keabuanpiksel tetangga berdasarkan jarak dan arah tertentu.
Langkah - langkah yang akan dilakukan pada ekstraksi fitur menggunakan GLCM adalah sebagai berikut.
1. Menentukan nilai gray level pada citra. Nilai gray level yang digunakan adalah 256.
2. Membentuk matriks framework berdasarkan nilai gray level yang telah ditentukan.
3. Menentukan jarak dan arah yang digunakan untuk membentuk matriks kookurensi. Pada penelitian ini, jarak yang digunakan adalah 1 dan arah yang digunakan adalah 0°, 45°, 90° dan° 135°.
4. Membentuk matriks kookurensi berdasarkan jarak dan arah yang dipilih. 5. Membentuk matriks simetris dengan cara menambahkan matriks kookurensi
dengan transpose matriks kookurensi tersebut.
6. Melakukan normalisasi terhadap matriks simetris dengan cara membagi nilai setiap elemen matriks simetris dengan penjumlahan seluruh nilai elemen pada matriks simetris.
Masukkan citra RGB f(h,w) dengan tinggi h, lebar w. For i=0 sampai i=h-1
For j=0 sampai j=w-1
Ambil nilai komponen R, G dan B pada kolom i baris j pada citra f(h,w) Hitung nilai Grayscale pada posisi kolom i baris j pada citra f(h,w) dengan menjumlahkan nilai tiap komponen RGB di posisi tersebut kemudian dibagi dengan 3.
End For End For
(9)
7. Menghitung fitur statistik dari matriks yang telah dinormalisasi. Fitur yang akan digunakan adalah angular second moment, contrast, inverse difference moment, entropy dan correlation.
3.5.1. Pembentukan GLCM
Dalam membentuk matriks kookurensi, penentuan piksel referensi dan piksel tetangga dilakukan berdasarkan arah yang dipilih. Untuk pembentukan GLCM dengan arah 0° dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 0°
Untuk pembentukan GLCM dengan arah 45° dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 45° Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w))
Tentukan jarak (d), arah adalah 0°
Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G
For i=0 sampai i=h – 1
For j=0 sampai j= (w – d) – 1
Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j+d)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2
End For End For
Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w)) Tentukan jarak (d), arah adalah 45°
Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G For i=d sampai i=h – 1
For j=0 sampai j = (w – d) – 1
Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i-d, j+d)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2
End For End For
(10)
Untuk pembentukan GLCM dengan arah 90° dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 90°
Untuk pembentukan GLCM dengan arah 135° dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 135°
Langkah – langkah yang telah diuraikan sebelumnya adalah langkah-langkah untuk membuat matriks kookurensi yang simetris karena sudah ada penambahan elemen transpose. Setelah matriks sudah simetris, kemudian langkah selanjutnya adalah menormalisasi matriks simetris. Gambar 3.9 menunjukkan proses normalisasi matriks simetris dari arah tertentu.
Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w)) Tentukan jarak (d), arah adalah 90°
Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G For i=d sampai i = h – 1
For j=0 sampai j = w – 1
Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i-d, j)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2
End For End For
Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w)) Tentukan jarak (d), arah adalah 135°
Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G For i=d sampai i = h – 1
For j=d sampai j = w – 1
Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i-d, j-d)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2
End For End For
(11)
Gambar 3.9. Normalisasi matriks simetris
Setelah itu, nilai fitur statistik dapat dihitung berdasarkan matriks yang telah dinormalisasi. Pada penelitian ini, ekstraksi fitur GLCM menghasilkan 5 fitur statistik. Masing-masing fitur statistik terdiri dari empat arah (0°, 45°, 90° dan° 135°) sehingga jumlah fitur yang akan diproses pada tahap klasifikasi adalah 5 x 4 = 20 fitur. Contoh hasil ekstraksi fitur dari sebuah citra ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Contoh nilai hasil ekstraksi fitur GLCM
No Fitur Arah Nilai
1. Angular Second Moment 0° 0.022
2. Angular Second Moment 45° 0.021
3. Angular Second Moment 90° 0.024
4. Angular Second Moment 135° 0.02
5. Contrast 0° 69.207
6. Contrast 45° 89.911
7. Contrast 90° 53.127
8. Contrast 135° 95.713
9. Inverse Difference Moment 0° 0.153
10. Inverse Difference Moment 45° 0.136
11. Inverse Difference Moment 90° 0.176
12. Inverse Difference Moment 135° 0.135
13. Entropy 0° 7.947
14. Entropy 45° 8.067
15. Entropy 90° 7.817
16. Entropy 135° 8.089
17. Correlation 0° 0.002
18. Correlation 45° 0.002
19. Correlation 90° 0.002
20. Correlation 135° 0.002
Sediakan matriks simetris yang akan dinormalisasi berukuran G x G beserta nilai penghitung piksel dalam citra (pixelCounter)
For i=0 sampai i = G – 1
For j=0 sampai j = G – 1
Membagi nilai elemen matriks m pada posisi (i, j) dengan pixelCounter End For
(12)
3.5.2. Ekstraksi nilai fitur
Ekstraksi nilai fitur GLCM bertujuan untuk mendapatkan nilai fitur dari matriks yang telah dinormalisasi. Pada bagian ini, akan diuraikan proses perhitungan lima fitur Haralick berdasarkan matriks normalisasi 0° berukuran 4 x 4 yang dapat dilihat pada Gambar 3.10.
0.167 0.083 0.041 0 0.083 0.167 0 0 0.041 0 0.25 0.041
0 0 0.041 0.083
Gambar 3.10. Matriks Normalisasi
Perhitungan fitur Angular Second Moment (ASM) dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.2 adalah sebagai berikut.
ASM=
=
=
(0.167 * 0.167) + (0.083 * 0.083) + (0.041 * 0.041)+ (0 * 0) + (0.083 * 0.083) + (0.167 * 0.167) + (0 * 0) + (0 * 0) +
(0.041 * 0.041) + (0 * 0) + (0.25 * 0.25) + (0.041 * 0.041) + (0 * 0) + (0 * 0) + (0.041 * 0.041) + (0.083 * 0.083)
0.027889 + 0.006889 + 0.001681 + 0 + 0.006889 + 0.027889 + 0 + 0 + 0.001681 + 0 + 0.0625 + 0.001681 + 0 + 0 + 0.001681 + 0.006889 0.145669
Perhitungan fitur Contrast (CON)dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.4 adalah sebagai berikut.
CON=
(0.167 * (0-0)2) + (0.083 * (0-1)2) + (0.041* (0-2)2) + (0*(0-3)2) +
(0.083 * (1-0)2) + (0.167 * (1-1)2) + (0 * (1-2)2) + (0 * (1-3)2) +
(0.041 * (2-0)2 + (0 * (2-1)2) + (0.25 * (2-2)2) + (0.041 * (2-3)2) +
(13)
=
=
0 + 0.083 + 0.164 + 0 + 0.083 + 0 + 0 + 0 + 0.164 + 0 + 0 + 0.041 + 0 + 0 + 0.041 + 0
0.576
Perhitungan fitur Inverse Difference Moment (IDM)dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.5 adalah sebagai berikut.
IDM=
=
=
(0.167/(1+ (0-0)2) + (0.083 / (1+(0-1)2)) + (0.041/((1+(0-2)2)) + (0/(1+(0-3)2)) + (0.083/ (1+ (1-0)2) + (0.167 / (1+(1-1)2)) + (0/((1+(1-2)2)) + (0/(1+(1-3)2)) + (0.041/ (1+ (2-0)2) + (0 / (1+(2-1)2)) + (0.25/((1+(2-2)2)) + (0.041/(1+(2-3)2)) + (0/ (1+ (3-0)2) + (0 / (1+(3-1)2)) + (0.041/((1+(3-2)2)) + (0.083/(1+(3-3)2)) 0.167 + 0.0415 + 0.0082 + 0 + 0.0415 + 0.167 + 0 + 0 + 0.0082 + 0 + 0.25 + 0.0205 +0 + 0 + 0.0205 + 0.083
0.8074
Perhitungan fitur Entropy (ENT)dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.3 adalah sebagai berikut.
ENT=
=
=
(0.167 * (-ln(0.167)) + (0.083 * (-ln(0.083)) + (0.041 * (-ln(0.041))+ (0)+ (0.083 * (-ln(0.083)) + (0.167 * (-ln(0.167)) + (0) + (0) +
(0.041 * (-ln(0.041)) + (0) + (0.25 * (-ln(0.25)) + (0.041 * (-ln(0.041)) (0) + (0) + (0.041 * (-ln(0.041)) + (0.083 * (-ln(0.083))
0.2989 + 0.2066 + 0.131 + 0 + 0.2066 + 0.2989 + 0 + 0 + 0.131 + 0 + 0.346 + 0.131 + 0 + 0 + 0.131 + 0.206
2.087
Untuk menghitung nilai correlation, perhitungan nilai mean (� dan variance
(� ) dilakukan terlebih dahulu. Hasil perhitungan � dan � bernilai sama. Begitu juga dengan � dan � . Oleh karena itu dalam menghitung nilai correlation, nilai mean dan
variance yang akan digunakan adalah perhitungan berdasarkan piksel referensi (i) atau perhitungan berdasarkan piksel tetangga (j).
(14)
Perhitungan nilai mean berdasarkan Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.7 adalah sebagai berikut.
�i =
=
=
(0 * 0.167) + (0 * 0.083) + (0 * 0.041)+ (0 * 0) + (1 * 0.083) + (1 * 0.167) + (1 * 0) + (1 * 0) + (2 * 0.041) + (2 * 0) + (2 * 0.25) + (2 * 0.041) + (3 * 0) + (3 * 0) + (3 * 0.041) + (3 * 0.083)
0 + 0 + 0 + 0 + 0.083 + 0.167 + 0 + 0 + 0.082 + 0 + 0.5 + 0.082 + 0 + 0 + 0.123 + 0.249
1.286
Perhitungan nilai variance berdasarkan Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.9 adalah sebagai berikut.
� =
=
=
(0.167*(0-1.286)2) + (0.083*(0-1.286)2) + (0.041*(0-1.286)2) + (0*(0-1.286)2) +(0.083*(1-1.286)2) + (0.167*(1-1.286)2) + (0*(1-1.286)2) + (0 * (1-1.286)2) + (0.041*(2-1.286)2) + (0*(2-1.286)2) + (0.25*(2-1.286)2) + (0.041*(2-1.286)2) +(0*(3-1.286)2) + (0*(3-1.286)2) + (0.041*(3-1.286)2) + (0.083*(3-1.286)2) 0.276 + 0.137 + 0.068 + 0 + 0.007 + 0.014 + 0 + 0 + 0.021 + 0 + 0.127 + 0.021 + 0 + 0 + 0.12 + 0.244
1.035
Perhitungan nilai fitur Correlation (COR) dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.6 adalah sebagai berikut.
COR=
=
=
((0-1.286)*(0.167*(0-1.286)+0.083*(1-1.286)+ 0.041*(2-1.286) + 0*(3-1.286)) +(1-1.286)*(0.083*(0-1.286)+0.167*(1-1.286)+0*(2-1.286)+ 0*(3-1.286))+ (2-1.286)* (0.041*(0-1.286)+0*(1-1.286)+0.25*(2-1.286)+ 0.041*(3-1.286))+ (3-1.286)*(0*(0-1.286)+0*(1-1.286)+0.041*(2-1.286)+0.083*(3-1.286)))/1.035 0.267+0.029+(-0.148)+0+0.029+0.013+(-0.016)+0+(-0.036)+0+ 0.02+
0.048+0+0+0+0.236 0.442
(15)
3.6. Normalisasi Data
Setelah tahap ekstraksi fitur, maka selanjutnya adalah tahap normalisasi data. Nilai hasil ekstraksi fitur akan dinormalisasi terlebih dahulu sebelum masuk ke tahap klasifikasi dengan backpropagation. Normalisasi data hasil ekstraksi fitur dilakukan untuk mengatur agar data yang akan dimasukkan ke jaringan backpropagation berada pada rentang tertentu. Pada penelitian ini, teknik normalisasi data yang akan digunakan adalah decimal scaling. Teknik decimal scaling akan digunakan untuk menormalisasi data fitur sehingga berada dalam rentang antara 0 sampai 1.
Langkah – langkah normalisasi decimal scaling adalah sebagai berikut: mencari nilai maksimum absolut dari data yang akan dinormalisasi, dimana data tersebut memiliki jumlah atribut dan jumlah record tertentu;menentukan jumlah angka didepan titik desimal dari nilai maksimum absolut pada setiap atribut sehingga nilai pembagi masing – masing atribut dapat diperoleh; dan menormalisasi seluruh data dengan melakukan operasi pembagian nilai – nilai suatu atribut dengan nilai pembaginya.
Langkah – langkah untuk menentukan nilai maksimum absolut dari setiap atribut dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Mencari nilai maksimum absolut dari suatu atribut
Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah angka di depan titik desimal dari nilai maksimum absolut pada setiap atribut sehingga nilai pembagi masing – masing atribut dapat diperoleh. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Tentukan data yang akan dinormalisasi (jumlah atribut (a), jumlah record (r)) Inisialisasi setiap elemen matriks dimensi satu (berukuran a) = 0
For i=1 sampai i=r
For j=1 sampai j=a
If (nilai mutlak pada atribut j dan record i > nilai elemen matriks pada indeks j) Ganti nilai matriks pada indeks j menjadi nilai mutlak
End For End For
(16)
Gambar 3.12. Menentukan jumlah angka di depan titik desimal dari nilai maksimum absolut pada setiap atribut
Setelah nilai pembagi diperoleh, maka data siap untuk dinormalisasi. Normalisasi dilakukan dengan melakukan operasi pembagian pada nilai – nilai suatu atribut dengan nilai pembaginya. Langkah – langkah normalisasi dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13. Melakukan operasi pembagian nilai – nilai atribut dengan pembaginya
Pada bagian ini akan ditunjukkan ilustrasi untuk menormalisasi nilai – nilai suatu data yang dilakukan pada penelitian ini. Tabel 3.2 menunjukkan data fitur sebelum dinormalisasi dimana jumlah atribut yang dimiliki adalah 4 dan jumlah record
adalah 6.
Tabel. 3.2. Data fitur sebelum dinormalisasi
No Data ASM 0° CON 0° IDM 0° ENT 0°
1. Keruing(1).jpeg 0.013 672.333 0.067 8.979
2. Keruing(2).jpeg 0.014 678.2 0.07 8.93
3. JatiPutih(1).jpeg 0.024 168.299 0.121 7.871
4. JatiPutih(2).jpeg 0.023 176.817 0.117 7.907
5. Mahoni(1).jpeg 0.033 91.967 0.144 7.195
6. Mahoni(2).jpeg 0.04 65.856 0.168 6.844
Sediakan matriks (m1) yang berisi nilai maksimum absolut per atribut (ukuran a) Inisialisasi matriks (m2) dimensi satu (ukuran b)
For i=1 sampai i=a
Tentukan jumlah digit didepan titik desimal pada m1 elemen indeks i.
Simpan nilai 10 pangkat jumlah digit ke dalam matriks m2 indeks i. End For
Nilai pembagi setiap atribut diperoleh
Tentukan data yang akan dinormalisasi (jumlah atribut (a), jumlah record (r)) Sediakan matriks yang berisi nilai pembagi per atribut (ukuran b)
For i=1 sampai i=r
For j=1 sampai j=a
Membagi nilai pada atribut j dan record i dengan nilai matriks pada elemen j End For
(17)
Langkah awal yang dilakukan adalah mencari nilai maksimum absolut masing
– masing atribut. Record pertama berisi data 0.013; 672.333; 0.067; 8.979. Lalu periksa
record kedua apakah nilai-nilai absolut pada record kedua lebih besar dari nilai absolut pada record pertama. Jika iya, maka nilai – nilai absolut dimiliki oleh record kedua. Begitu juga seterusnya.
Selanjutnya diperoleh bahwa nilai maksimum absolut pada atribut ASM0°
dimiliki oleh “Mahoni(2).jpeg”, nilai maksimum absolut pada atribut CON0° dimiliki oleh “Keruing(2).jpeg”, nilai maksimum absolut pada atribut IDM0° dimiliki oleh
“Mahoni(2).jpeg” dan nilai maksimum absolut pada atribut ENT0° dimiliki oleh
“Keruing(1).jpeg”. Nilai maksimum absolut pada atribut (ASM0°; CON0°; IDM0°; ENT0°) adalah 0.04; 678.2; 0.168; 8.979.
Kemudian setelah nilai absolut pada masing-masing atribut diperoleh, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah titik desimal di depan koma dari nilai maksimum absolut. Jumlah nilai di depan titik desimal pada nilai absolut atribut (ASM0°; CON0°; IDM0°, ENT0°) adalah 0; 3; 0; 1. Kemudian selanjutnya nilai pembagi pada masing-masing atribut dapat diperoleh. Diasumsikan bahwa nilai di depan titik desimal adalah m, maka nilai pembagi setiap atribut adalah 10m sehingga didapatkan bahwa nilai pembagi pada atribut (ASM0°; CON0°; IDM0°, ENT0°) adalah 100; 103; 100; 101.
Selanjutnya, seluruh data fitur dapat dinormalisasi dengan cara membagi setiap nilai pada atributnya dengan nilai pembagi pada atributnya. Data fitur setelah dinormalisasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel. 3.3. Data fitur setelah dinormalisasi
No Data ASM 0° CON 0° IDM 0° ENT 0°
1. Keruing(1).jpeg 0.013 0.672 0.067 0.898
2. Keruing(2).jpeg 0.014 0.678 0.07 0.893
3. JatiPutih(1).jpeg 0.024 0.168 0.121 0.787
4. JatiPutih(2).jpeg 0.023 0.177 0.117 0.791
5. Mahoni(1).jpeg 0.033 0.092 0.144 0.72
(18)
3.7. Klasifikasi Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Setelah tahap normalisasi data hasil ekstraksi fitur dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah tahap klasifikasi citra. Pada penelitian ini, metode jaringan saraf tiruan
backpropagation digunakan untuk dapat melakukan klasifikasi citra lima jenis kayu. Tahap – tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap perancangan arsitektur jaringan saraf tiruan backpropagation, tahap pelatihan backpropagation; dan tahap pengujian backpropagation.
3.7.1. Tahap perancangan arsitektur jaringan saraf tiruan backpropagation
Sebelum dilakukan proses pelatihan, maka jaringan backpropagation harus dirancang terlebih dahulu. Pada penelitian ini, arsitektur jaringan backpropagation yang akan dirancang terdiri dari 20 neuron pada lapisan input, 40 neuron pada lapisan tersembunyi, dan 5 neuron pada lapisan output. Jumlah 20 neuron pada lapisan input
ditentukan berdasarkan jumlah fitur dari hasil ekstraksi. Sedangkan 5 neuron pada lapisan output ditentukan berdasarkan nilai target keluaran. Target keluaran masing-masing jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Target keluaran jaringan backpropagation
NO. Jenis Kayu Target Keluaran
1 Keruing 10000
2 Jati Putih 01000
3 Mahoni 00100
4 Melur 00010
5 Kempas 00001
Pada penelitian ini, arsitektur jaringan saraf tiruan yang akan dirancang dapat dilihat pada Gambar 3.14.
(19)
x1
x2
x3
x20
z1
z2
z3
z40
y1
y2
y3
y5
b1 b2
wjk vij
voj wok
Gambar 3.14. Arsitektur jaringan saraf tiruan
Adapun penjelasan arsitektur jaringan saraf tiruan pada Gambar 3.14 adalah sebagai berikut.
1. Lapisan input memiliki 20 neuron ditambah 1 neuron bias, lapisan tersembunyi memiliki 40 neuron ditambah 1 neuron bias sedangkan lapisan output memiliki 5
neuron.
2. x1 sampai dengan x20 adalah neuron – neuron pada lapisan input, z1 sampai dengan
z40 adalah neuron-neuron pada lapisan tersembunyi dan y1 sampai dengan y5
adalah neuron – neuron pada lapisan output.
3. b1 merupakan bias yang menuju ke lapisan tersembunyi sedangkan b2 adalah bias yang menuju ke lapisan output.
4. vij adalah nilai bobot koneksi antara neuroni lapisan input dengan neuronj lapisan tersembunyi. Sedangkan wjk adalah nilai bobot koneksi antara neuron j lapisan tersembunyi dengan neuronk pada lapisan output. voj adalah bobot koneksi antara bias dengan neuronj di lapisan tersembunyi sedangkan wok adalah bobot koneksi antara bias dengan neuronk di lapisan output.
(20)
3.7.2. Tahap pelatihan backpropagation
Setelah jaringan dibentuk, maka tahap pelatihan jaringan menggunakan
backpropagation dapat dilakukan. Tujuan dari pelatihan jaringan backpropagation
adalah mengatur nilai error agar menjadi semakin kecil atau dengan kata lain membuat agar nilai output mendekati target. Setelah pelatihan jaringan selesai, bobot akhir proses pelatihan akan disimpan, dimana bobot akhir tersebut akan digunakan pada tahap pengujian. Proses pelatihan jaringan backpropagation dapat dilihat pada Gambar 3.15. Tahap awal adalah input data pelatihan ke dalam jaringan. Pada penelitian ini, terdapat 40 data masukan pada data pelatihan untuk setiap jenis kayu, sehingga total keseluruhan data masukan pada data pelatihan adalah 200 data. Setiap data masukan
backpropagation terdiri dari 20 fitur hasil ekstraksi fitur yang telah dinormalisasi. Kemudian tentukan target kelas dari setiap data masukan. Lalu inisialisasi nilai seluruh bobot dan bias secara acak dalam range -1 sampai 1. Kemudian tentukan nilai parameter
learning rate, maksimum_epoch dan minimum_error yang digunakan. Pelatihan akan terus dilakukan selama nilai epoch lebih kecil dari nilai maksimum epoch yang telah ditentukan.
Setelah inisialisasi dilakukan, untuk setiap data masukan, lakukan fase forward
dengan menghitung nilai keluaran setiap neuron pada lapisan tersembunyi (zj) dan
lapisan output (yk) menggunakan persamaan 2.18 dan persamaan 2.20. Kemudian
lakukan fase backward dengan menghitung faktor kesalahan pada lapisan output (� ) dan lapisan tersembunyi (�) (Persamaan (2.21)(2.24)). Hasil perhitungan faktor kesalahan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menghitung suku perubahan bobot pada lapisan output (Δ ) dan lapisan tersembunyi (� ) (Persamaan (2.22)(2.25)). Kemudian hitung jumlah error setiap data masukan dengan menjumlahkan nilai error setiap neuron pada lapisan output. Kemudian hitung jumlah
error pada setiap epoch dengan menjumlahkan hasil penjumlahan error setiap data masukan.
Jika nilai error suatu epoch lebih kecil dari nilai minimum error yang ditentukan, maka iterasi akan berhenti. Begitu juga sebaliknya. Setelah iterasi berhenti, nilai bobot akhir akan disimpan untuk menjadi input bagi tahap pengujian.
(21)
Gambar 3.15. Proses pelatihan jaringan backpropagation
Proses Pelatihan Backpropagation
Tahap pelatihan backpropagation bertujuan untuk mendapatkan nilai bobot akhir yang akan digunakan pada tahap pengujian. Pelatihan jaringan backpropagation
menggunakan arsitektur jaringan dengan 5 neuron input, 1 neuron hidden dan 1 neuron output akan diuraikan sebagai berikut.
a. Diberikan data dengan input x1 sampai x5 dan target seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Input dan Target
Data X1 X2 X3 X4 X5 Target
Gambar1 0.35 0.86 0.42 0.72 0.25 1
Gambar2 0.36 0.8 0.39 0.76 0.3 1
Tentukan arsitektur jaringan (x input, z hidden, y output) Inisialisasi bobot-bobot secara acak
Tentukan parameter backpropagation (learning rate, maksimum epoch, minimum
error)
Input data pelatihan Tentukan target kelas
For (epoch = 1 sampai epoch <= maksimum epoch)
For (jumlah_data = 1 sampaijumlah_data <= maksimum jumlah_data) Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan tersembunyi
Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan output Hitung faktor kesalahan setiap node pada lapisan output Hitung suku perubahan bobot dan bias ke lapisan output Hitung faktor kesalahan setiap node pada lapisan tersembunyi Hitung suku perubahan bobot dan bias ke lapisan tersembunyi Hitung perubahan bobot dan bias setiap node pada lapisan output Hitung perubahan bobot dan bias setiap node pada lapisan tersembunyi Hitung jumlah error dengan menjumlahkan nilai error setiap node output Akumulasikan jumlah error
End For
If (akumulasi jumlah error <= minimum error) Hentikan iterasi
End If End For
(22)
b. Inisialisasi bobot awal dengan nilai antara0 sampai 1.
Inisialisasi bobot koneksi antara setiap neuron lapisan input dan lapisan tersembunyi (Vji) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Bobot Awal Vji
Bobot Awal (Vji) V10(bias) V11 V12 V13 V14 V15
Nilai 0.245 0.153 0.672 0.353 0.791 0.534
Inisialisasi bobot koneksi antara setiap neuron lapisan tersembunyi dan lapisan
output (Wkj) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Bobot Awal Wkj Bobot Awal (Wkj) W10 W11
Nilai 0.362 0.785
c. Tentukan nilai parameter learning rate, maksimum epoch, dan minimum error. learning rate = 0.5
maksimum epoch= 2 minimum error = 0.01
d. Iterasi dilakukan selama nilai epoch < maksimal epoch dan nilai error > minimum
error.
e. Lakukan langkah – langkah pada fase arah maju (forward).
Hitung nilai _� � pada node di lapisan tersembunyi dengan menggunakan persamaan 2.17.
_� � = = =
1*(0.245) + 0.35*(0.153) + 0.86*(0.672) + 0.42*(0.353) + 0.72*(0.791) + 0.25*(0.534)
0.245 + 0.05355 + 0.57792 + 0.14826 + 0.56952 + 0.1335 1.72775
Kemudian hitung nilai keluaran zj pada node di lapisan tersembunyi menggunakan persamaan 2.18 (menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner).
= _� � = 1
(23)
Hitung nilai _� � pada node di lapisan output menggunakan persamaan 2.19.
_� � = = =
1*(0.362) + 0.84912*(0.785) 0.362 + 0.66656
1.02856
Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output menggunakan persamaan 2.20 (menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner).
= _� � = 1
1 + − . = 0.73664
f. Lakukan langkah – langkah pada fase arah mundur (backward).
Hitung faktor � di unit keluaran dengan menggunakan persamaan 2.21. � = (1 - 0.73664) * 0.73664 * (1 – 0.73664)
= 0.26336 * 0.73664 * 0.26336 = 0.05109
Hitung suku perubahan bobot dengan menggunakan persamaan 2.22. Δ = 0.5 * 0.05109 * 1 = 0.025545 = 0.02555
Δ = 0.5 * 0.05109 * 0.84912 = 0.02169
Hitung penjumlahan �_� �j pada unit tersembunyi dengan menggunakan persamaan 2.23.
�_� �1 = 0.05109 * 0.785 = 0.04010565 = 0.04011
Hitung faktor � pada unit tersembunyi menggunakan persamaan 2.24. �1 = 0.04011 * (0.84912) * (1 - 0.84912) = 0.005138702 = 0.00514 Hitung suku perubahan bobot dengan menggunakan persamaan 2.25.
Δ = 0.5 * 0.00514 * 1 = 0.00257 Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.35 = 0.0009 Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.86 = 0.00221
(24)
Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.42 = 0.00108 Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.72 = 0.00185 Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.25 = 0.00064 g. Hitung perubahan bobot jaringan backpropagation.
Hitung bobot baru setiap node lapisan output menggunakan persamaan 2.26. = 0.362 + 0.02555 = 0.38755
= 0.785 + 0.02169 = 0.80669
Hitung bobot baru setiap node lapisan tersembunyi dengan persamaan 2.27. = 0.245 + 0.00257 = 0.24757
= 0.153 + 0.0009 = 0.1539 = 0.672 + 0.00221 = 0.67421 = 0.353 + 0.00108 = 0.35408 = 0.791 + 0.00185 = 0.79285 = 0.534 + 0.00064 = 0.53464
h. Hitung nilai error jaringan dengan menambahkan jumlah nilai error setiap node
pada lapisan output. Karena neuron output hanya satu maka,
Error = 0.05109
3.7.3. Tahap pengujian backpropagation
Proses pengujian jaringan backpropagation dilakukan dengan hanya melaksanakan fase arah maju (feed forward). Pada tahap ini, data yang akan diuji merupakan data hasil ekstraksi fitur yang telah dinormalisasi, dimana data tersebut bukan termasuk data pelatihan. Kemudian bobot yang digunakan pada fase feed forward adalah bobot hasil pelatihan. Lalu dilakukan perhitungan nilai keluaran dari setiap node pada lapisan tersembunyi dan lapisan output.
Kemudian dilakukan pengujian terhadap hasil keluaran setiap node pada lapisan
(25)
tersebut akan diubah menjadi 1. Sebaliknya nilai keluaran pada node akan diubah menjadi 0 jika nilai keluaran pada node tersebut lebih kecil dari 0,5. Proses pengujian jaringan backpropagation terhadap hasil identifikasi jenis kayu dapat dilihat pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16. Proses pengujian jaringan backpropagation
Proses Pengujian Backpropagation
Pada proses pengujian backpropagation, data uji akan menjadi masukkan bagi jaringan
backpropagation dan bobot yang digunakan adalah bobot hasil pelatihan. Contoh langkah - langkah pengujian backpropagation dengan menggunakan nilai bobot hasil pelatihan adalah sebagai berikut.
Masukkan data uji ke dalam jaringan. Data uji ditunjukkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Data uji
Data X1 X2 X3 X4 X5
Gambar2 0.45 0.64 0.38 0.31 0.60
Gunakan bobot hasil pelatihan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10.
Tabel 3.9. Bobot Vkj baru
Bobot V10 V11 V12 V13 V14 V15
Nilai 0.24757 0.1539 0.67421 0.35408 0.79285 0.53464 Tentukan arsitektur jaringan (x input, z hidden, y output)
Input data pengujian dan bobot akhir hasil pelatihan
Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan tersembunyi Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan output
For i=1 sampai i=y
If nilai keluaran node i pada lapisan output >= 0.5 Output = 1
Else
Output = 0
End If End For
Pencocokan nilai output dengan target keluaran Tampilkan hasil pengujian
(26)
Tabel 3.10. Bobot Wkj baru Bobot W10 W11 Nilai 0.38755 0.80669
Hitung nilai _� � pada node di lapisan tersembunyi dengan menggunakan persamaan 2.17.
_� � = =
=
1*(0.24757) + 0.45*(0.1539) + 0.64*(0.67421) + 0.38*(0.35408) + 0.31*(0.79285) + 0.6*(0.53464)
0.24757 + 0.069255 + 0.4314944 + 0.1345504 + 0.2457835 + 0.320784
1.4494373 = 1.44944
Kemudian hitung nilai keluaran zj pada node di lapisan tersembunyi menggunakan persamaan 2.18 (menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner).
= _� � = 1
1 + − . = 0.80991
Hitung nilai _� � pada node di lapisan output dengan menggunakan persamaan 2.19.
_� � = = =
1*(0.3875) + 0.80991*(0.80669) 0.3875 + 0.653346298
1.040846298 = 1.04085
Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output menggunakan persamaan 2.20 (menggunakan fungsi sigmoid biner).
= _� � = 1
1 + − . = 0.73901
Nilai keluaran adalah 0.73901, dimana 0.73901 > 0.5. Maka nilai memenuhi target 1.
(27)
3.8. Perancangan Sistem 3.8.1. Perancangan database
Perancangan database pada sistem ini dilakukan untuk menyimpan hasil pemrosesan data. Adapun tabel yang digunakan pada sistem ini adalah sebagai berikut:
1. Tabel jenis_kayu, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nama jenis kayu yang digunakan pada penelitian.
2. Tabel data_latih, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan hal yang terkait dengan citra seperti jenis kayu dan nama file citra.
3. Tabel fitur, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nilai hasil ekstraksi fitur.
4. Tabel normalisasi, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nilai pembagi
setiap atribut tabel fitur.
5. Tabel parameter_backpropagation, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nilai parameter yang akan digunakan pada proses pelatihan dan pengujian citra.
Adapun rancangan database relationship yang akan digunakan pada identifikasi jenis kayu tropis ditunjukkan pada Gambar 3.17.
(28)
3.8.2. Data Flow Diagram (DFD) dan Context Diagram (CD)
Data Flow Diagram (DFD)adalah diagram yang menunjukkan proses aliran data pada suatu sistem. DFD memberi gambaran tentang masukan-proses-keluaran dari sistem. Sedangkan Context Diagram (CD)merupakan DFD dengan level tertinggi pada proses suatu sistem.
Context Diagram
Context diagram menunjukkan keadaan sistem secara umum. Context diagram yang akan digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.18. Gambar 3.18 menunjukkan masukan dan keluaran pada sistem. Masukan sistem berupa citra RGB, maks_epoch, min_error, jumlah hidden node, learning rate dan momentum, sedangkan keluaran sistem berupa hasil ekstraksi fitur, hasil pelatihan dan hasil pengujian.
Gambar 3.18. Context Diagram
DFD Level 0
DFD level 0 menunjukkan proses-proses umum yang terjadi pada sistem. Pada sistem ini, DFD level 0 yang akan digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.19. Gambar 3.19
menunjukkan bahwa terdapat tiga proses pada DFD level 0 yaitu “Tambah Data Citra”, “Pelatihan Citra” dan “Pengujian Citra”.
(29)
Gambar 3.19. DFD level 0
“Tambah Data Citra” adalah proses menambah data citra dengan mengambil
file citra RGB kemudian memproses citra RGB sehingga didapatkan hasil ekstraksi fitur yang akan disimpan di database “tabel fitur”, dimana data hasil ekstraksi fitur tersebut
akan digunakan pada proses “Pelatihan Citra”. “Pelatihan Citra” adalah proses untuk
melatih setiap hasil ekstraksi fitur citra yang telah dinormalisasi menggunakan
backpropagation dengan memasukkan parameter maks_epoch, min_error, jumlah
hidden node dan learning rate sehingga akan dihasilkan bobot akhir yang akan disimpan di file “bobot”. “Pengujian Citra” adalah proses pengujian citra uji dengan menggunakan bobot akhir hasil pelatihan yang disimpan di database “tabel bobot”.
DFD Level 1
DFD level 1 menunjukkan proses pada DFD level 0 dengan lebih rinci. Tiga proses yang ada pada DFD Level 0 akan ditunjukkan secara lebih terperinci pada DFD level 1.
(30)
Pada sistem ini, DFD Level 1 Proses 1 dapat dilihat pada Gambar 3.20, DFD Level 1 Proses 2 dapat dilihat pada Gambar 3.21 dan DFD Level 1 Proses 3 dapat dilihat pada Gambar 3.22.
Gambar 3.20. DFD level 1 Proses 1
DFD Level 1 Proses 1 yang dapat dilihat pada Gambar 3.20 menunjukkan setiap
tahapan yang dilakukan pada proses “Tambah Data Citra” dimulai dari scaling, grayscaling, dan ekstraksi fitur. Hasil ekstraksi fitur akan ditampilkan ke user dan disimpan ke dalam database pada “tabel fitur”. Data hasil ekstraksi fitur akan digunakan pada proses pelatihan.
(31)
DFD Level 1 Proses 2 yang dapat dilihat pada Gambar 3.21 menunjukkan setiap
tahapan yang dilakukan pada proses “Pelatihan Citra”. Tahap awal adalah proses input parameter backpropagation ke dalam database “tabel parameter_backpropagation”.
Parameter yang disimpan akan diperlukan pada proses pengujian.
Kemudian proses selanjutnya adalah “Normalisasi Fitur”. Tahap awal adalah mengambil seluruh data fitur pada “tabel fitur”. Tabel fitur memiliki 20 atribut yang dapat dilihat pada Gambar 3.17. Kemudian normalisasi fitur dilakukan dimana setiap nilai fitur pada setiap atribut akan dibagi dengan nilai pembaginya, sehingga nilai pada atribut yang baru akan berada pada rentang 0 sampai 1. “Nilai pembagi fitur” pada masing-masing atribut akan ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.13 dimana nilai tersebut selanjutnya akan disimpan ke dalam database “tabel normalisasi”.
Penyimpanan “nilai pembagi fitur” dilakukan karena “nilai pembagi fitur” tersebut akan
diperlukan bagi proses pengujian.
Proses selanjutnya adalah proses pelatihan backpropagation terhadap data fitur yang telah dinormalisasi dengan menggunakan parameter yang tersimpan di dalam
database “tabel parameter_backpropagation”. Kemudian hasil pelatihan berupa bobot akhir akan disimpan ke file “Bobot”. Lalu hasil pelatihan dapat dilihat oleh user.
(32)
DFD Level 1 Proses 3 yang dapat dilihat pada Gambar 3.22 menunjukkan setiap
tahapan yang dilakukan pada proses “Pengujian Citra”. Tahap awal adalah memasukkan citra uji, kemudian dilakukan proses scaling, grayscaling dan ekstraksi fitur. Kemudian hasil ekstraksi dari citra yang diuji akan dinormalisasi dengan mengambil nilai pembagi fitur pada “tabel normalisasi”. Kemudian fitur yang telah dinormalisasi akan diuji menggunakan jaringan saraf tiruan, dimana bobot akhir yang disimpan pada file
“bobot” akan digunakan pada proses ini. Sedangkan hidden node yang digunakan diambil dari database “tabel parameter_backpropagation”. Hasil pengujian adalah hasil identifikasi jenis kayu.
3.8.3. Perancangan tampilan antarmuka sistem
Perancangan tampilan antarmuka pada sistem bertujuan untuk memberikan gambaran tampilan sistem yang akan dibangun.
Rancangan halaman awal sistem
Rancangan halaman awal sistem menampilkan nama sistem pada bagian atas, logo pada bagian tengah, serta dua tombol pada bagian bawah yaitu tombol “Pelatihan Citra”dan
tombol “Pengujian Citra”. Rancangan tampilan awal sistem akan ditunjukkan pada Gambar 3.23.
Pelatihan Citra Pengujian Citra Logo
Identifikasi Jenis Kayu Tropis
(33)
Rancangan halaman pelatihan data citra
Rancangan halaman pelatihan data citra menampilkan dua bagian utama yaitu “Menu”
pada sisi sebelah kiri dan “Konten” pada sisi sebelah kanan. Pada “Menu” terdapat tiga
sub menu yaitu “Tambah Data Citra”, “Lainnya” dan “Pelatihan Backpropagation”.
Pada “Konten” terdapat empat panel yaitu “File Citra”, “Tampil Citra”, “Hasil Ekstraksi Fitur”dan “Pelatihan Backpropagation”. Rancangan tampilan halaman pelatihan data citra akan ditunjukkan pada Gambar 3.24.
Pilih Citra
Lokasi File:
Pilih Jenis Kayu
File Citra
Hasil Ekstraksi Fitur
Tabel hasil ekstrasi fitur
Tampil Citra
Citra Asli Citra Grayscale
Citra asli Citra grayscale
a b
Tambah Data Citra
Grayscaling Ekstraksi Fitur
Simpan Reset
Lainnya
Data Hasil Ekstraksi Fitur Data Normalisasi Hasil Fitur
Parameter Backpropagation Mulai Latih Jaringan Simpan Bobot Akhir
Pelatihan Backpropagation
Data Kayu
Pelatihan Backpropagation
Jumlah Hidden Neuron : Learning Rate : Momentum : Maksimum Epoch : Minimum Error :
Menampilkan nilai error per
epoch c d e f g h i j k l
Gambar 3.24. Rancangan halaman pelatihan data citra
Keterangan:
a. Tombol “Pilih Citra” memungkinkan pengguna dapat memilih citra kayu sebagai penambahan data latih untuk disimpan ke dalam database. Citra kayu yang dipilih
(34)
akan ditampilkan pada panel “Tampil Citra” bagian “Citra Asli” dan lokasi file citra akan ditampilkan pada panel “File Citra”.
b. Menu dropdown “Pilih Jenis Kayu” memungkinkan pengguna untuk memilih nama jenis kayu berdasarkan citra kayu yang telah dipilih.
c. Tombol “Grayscaling” memungkinkan citra kayu yang telah dipilih oleh pengguna
akan diubah ke dalam bentuk citra grayscale yang kemudian akan ditampilkan pada
panel “Tampil Citra” bagian “Citra Grayscale”.
d. Tombol “Ekstraksi fitur” memungkinkan citra grayscale akan diekstraksi kemudian nilai fitur akan ditampilkan pada panel “Hasil Ekstraksi Fitur” dalam bentuk tabel.
e. Tombol “Simpan” memungkinkan sistem menyimpan hasil ekstraksi fitur citra, jenis kayu citra dan file citra yang dipilih ke dalam database. Jenis kayu merepresentasikan target keluaran pada tahap pelatihan.
f. Tombol “Reset” memungkinkan sistem untuk mengkosongkan nilai pada kotak, tabel maupun panel citra.
g. Tombol “Data Hasil Ekstraksi Fitur” memungkinkan pengguna untuk dapat melihat data hasil ekstraksi fitur citra yang sudah disimpan di database.
h. Tombol “Data Normalisasi Hasil Fitur” memungkinkan pengguna untuk dapat melihat seluruh data fitur yang telah dinormalisasi.
i. Tombol “Data Kayu” memungkinkan pengguna untuk melihat jenis kayu yang digunakan beserta nilai targetnya.
j. Tombol “Parameter Backpropagation” memungkinkan sistem akan mengaktifkan fungsi-fungsi parameter pada panel “Pelatihan Backpropagation”
k. Tombol “Mulai Latih Jaringan” memungkinkan sistem akan melakukan proses pelatihan backpropagation dengan menggunakan nilai parameter yang telah ditentukan pada panel “PelatihanBackpropagation”. Selama proses pelatihan, nilai
error per epochakan ditampilkan pada kotak “error per epoch”.
l. Tombol “Simpan Bobot Akhir” memungkinkan sistem untuk menyimpan bobot akhir hasil pelatihan.
(35)
Rancangan halaman pengujian data citra
Rancangan tampilan pada halaman pengujian data citra terdiri dari tiga panel yaitu
“Tampil Citra”, “Hasil Ekstraksi Fitur” dan “Hasil Identifikasi Jenis Kayu”. Rancangan
tampilan halaman pengujian data citra ditunjukkan pada Gambar 3.25.
Pilih Citra
Hasil Ekstraksi Fitur
Tabel hasil ekstrasi fitur Tampil Citra
Citra Asli Citra Grayscale
Citra asli
Pengujian Citra
Hasil Identifikasi Jenis Kayu Identifikasi Reset
Citra grayscale
a b c
Lokasi File:
Gambar 3.25. Rancangan halaman pengujian data citra
Keterangan:
a. Tombol “Pilih Citra” memungkinkan pengguna dapat memilih citra kayu untuk dapat dikenali jenisnya. Setelah tombol “Pilih Citra” dipilih, sistem akan menampilkan citra yang dipilih beserta citra yang sudah diubah menjadi citra
grayscale pada panel “Tampil Citra”, kemudian sistem akan menampilkan hasil ekstraksi fitur pada tabel panel “Hasil Ekstraksi Fitur”.
b. Tombol “Identifikasi” memungkinkan sistem untuk dapat mengidentifikasi citra kayu yang telah dipilih. Setelah tombol “Identifikasi” dipilih, hasil identifikasi jenis kayu akan ditampilkan pada panel “Hasil Identifikasi Jenis Kayu”.
c. Tombol “Reset” memungkinkan sistem untuk mengkosongkan nilai pada kotak, tabel maupun panel citra.
(36)
Bab ini berisi implementasi aplikasi identifikasi jenis kayu tropis ke dalam bentuk pemrograman sesuai dengan rancangan sistem yang yang telah tertera pada Bab 3 serta membahas pengujian terhadap metode jaringan saraf tiruan backpropagation dalam melakukan klasifikasi lima jenis kayu.
4.1.Implementasi Sistem
Pada tahap implementasi sistem, proses identifikasi jenis kayu tropis yang dimulai dari tahap pra pengolahan, tahap ekstraksi fitur hingga tahap klasifikasi akan diimplementasikan ke dalam bahasa pemrograman berbasis Java.
4.1.1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membuat program identifikasi jenis kayu tropis adalah sebagai berikut.
1. Processor Intel® Core(TM)2 Duo CPU T8100 @2.10GHz 2. Memory (RAM) 2.00 GB
3. Sistem Operasi Windows 7 Home Premium 32-bit 4. Kapasitas Hardisk 200 GB.
5. Netbeans IDE 7.1.2 6. XAMPP versi 1.7.2
4.1.2. Implementasi perancangan antarmuka sistem
(37)
Halaman Utama
Halaman utama adalah halaman yang pertama kali muncul ketika aplikasi dijalankan. Halaman utama dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Halaman utama
Halaman Pelatihan Citra
Halaman “Pelatihan Citra” memiliki tiga bagian menu yaitu “Tambah Data Citra”,
“Lainnya” dan “Pelatihan Backpropagation”. Halaman “Pelatihan Citra” dapat dilihat pada Gambar 4.2.
(38)
Halaman Pengujian Citra
Halaman “Pengujian Citra” memiliki tiga tombol yaitu tombol “Pilih Citra”, tombol
“Identifikasi” dan tombol “Reset” serta memiliki tiga panel yaitu panel “Tampil Citra”, “Ekstraksi Fitur” dan “Hasil Identifikasi Jenis Kayu”. Halaman pengujian citra dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Halaman “Pengujian Citra”
4.1.3. Implementasi data
Data citra yang digunakan pada sistem adalah data citra dengan jenis kayu keruing, kayu jati putih, kayu mahoni, kayu melur dan kayu meranti kuning. Data citra diperoleh dari hasil akuisisi citra kayu menggunakan Microscope with Digital Camera AxioCam ERc5s dengan intensitas cahaya 3200K. Rangkuman data citra kayu beserta hasil ekstraksi fitur dalam bentuk vektor (ASM0; ASM45; ASM90; ASM135; CON0; CON45; CON90; CON135; IDM0; IDM45; IDM90; IDM135; ENT0; ENT45; ENT90;
(39)
Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu
No. File Citra Jenis Vektor Hasil Ekstraksi Fitur
1.
keruing-blok1(1).jpeg
Keruing 0.013; 0.012; 0.014; 0.012;
672.333; 815.88; 417.249; 900.05; 0.067; 0.057; 0.09; 0.057; 8.979; 9.065; 8.801; 9.074; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001
2.
keruing-blok1(2).jpeg
Keruing 0.014; 0.013; 0.016; 0.013; 678.2; 845.803; 406.03; 904.484; 0.07; 0.058; 0.095; 0.06; 8.93; 9.008; 8.729; 9.019; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001
3.
keruing-blok1(3).jpeg
Keruing 0.014; 0.013; 0.016; 0.013;
657.346; 816.506; 387.02; 875.885; 0.069; 0.055; 0.097; 0.058; 8.934; 9.021; 8.734; 9.035; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001
4.
keruing-blok1(4).jpeg
Keruing 0.013; 0.013; 0.015; 0.013; 670.276; 869.686; 421.967; 855.639; 0.071; 0.057; 0.092; 0.059; 8.961; 9.05; 8.77; 9.04; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001
… … … …
51.
Jati-Putih (1).jpeg
Jati Putih 0.024; 0.023; 0.028; 0.023;
168.299; 222.969; 113.497; 241.335; 0.121; 0.104; 0.173; 0.106; 7.871; 7.962; 7.571; 7.971; 0.002; 0.002; 0.002; 0.002;
52.
Jati-Putih (2).jpeg
Jati Putih 0.023; 0.022; 0.027; 0.022;
176.817; 228.149; 118.799; 237.199; 0.117; 0.102; 0.164; 0.102; 7.907; 7.985; 7.633; 7.99; 0.002; 0.002; 0.002; 0.002;
53.
Jati-Putih (3).jpeg
Jati Putih 0.023; 0.021; 0.026; 0.021;
184.457; 238.173; 129.815; 254.891; 0.114; 0.1; 0.154; 0.096; 7.942; 8.013; 7.68; 8.026; 0.002; 0.002; 0.002; 0.002;
(40)
Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu (lanjutan)
No. File Citra Jenis Vektor Hasil Ekstraksi Fitur
54.
Jati-Putih (4).jpeg
Jati Putih 0.023; 0.022; 0.026; 0.022;
195.676; 248.381; 130.879; 262.319; 0.11; 0.094; 0.147; 0.093; 7.933; 8.003; 7.674; 8.014; 0.002; 0.002; 0.002; 0.002;
… … … …
101.
mahoni-blok1 (1).jpeg
Mahoni 0.033; 0.032; 0.038; 0.031; 91.967; 97.668; 55.128; 112.611; 0.144; 0.136; 0.191; 0.13; 7.195; 7.21; 6.938; 7.257; 0.005; 0.005; 0.007; 0.004;
102.
mahoni-blok1 (2).jpeg
Mahoni 0.04; 0.04; 0.045; 0.039; 65.856; 69.203; 44.354; 82.704; 0.168; 0.167; 0.205; 0.151; 6.844; 6.846; 6.651; 6.909; 0.007; 0.007; 0.009; 0.006;
103.
mahoni-blok1 (3).jpeg
Mahoni 0.039; 0.038; 0.044; 0.038; 71.254; 76.348; 43.997; 85.27; 0.163; 0.16; 0.209; 0.15; 6.9; 6.912; 6.671; 6.947; 0.007; 0.006; 0.009; 0.006;
104.
mahoni-blok1 (4).jpeg
Mahoni 0.037; 0.037; 0.043; 0.036; 76.01; 82.86; 48.37; 91.434; 0.153; 0.154; 0.206; 0.143; 6.966; 6.977; 6.731; 7.016; 0.006; 0.006; 0.008; 0.005;
… … … …
151.
Melur (1).jpeg
Melur 0.02; 0.02; 0.021; 0.02; 313.186; 327.257; 277.162; 316.609; 0.071; 0.066; 0.079; 0.069; 8.102; 8.115; 8.072; 8.11; 0.001; 0.001; 0.002; 0.001;
152.
Melur (2).jpeg
Melur 0.021; 0.021; 0.022; 0.021; 283.666; 312.337; 261.132; 290.406; 0.075; 0.072; 0.08; 0.072; 8.032; 8.056; 8.006; 8.04; 0.002; 0.001; 0.002; 0.002;
(41)
Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu (lanjutan)
No. File Citra Jenis Vektor Hasil Ekstraksi Fitur
153.
Melur (3).jpeg
Melur 0.021; 0.021; 0.023; 0.021; 246.92; 262.892; 183.821; 249.856; 0.082; 0.075; 0.096; 0.078; 7.98; 7.998; 7.883; 7.984; 0.002; 0.002; 0.003; 0.002;
154.
Melur (4).jpeg
Melur 0.021; 0.021; 0.023; 0.021; 252.185; 257.312; 173.529; 246.931; 0.079; 0.08; 0.1; 0.081; 8.041; 8.048; 7.908; 8.04; 0.002; 0.002; 0.003; 0.002;
… … … …
201.
Kempas (1).jpeg
Kempas 0.017; 0.016; 0.02; 0.016; 319.09; 405.967; 159.255; 388.806; 0.101; 0.085; 0.13; 0.087; 8.542; 8.642; 8.254; 8.622; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001;
202
Kempas (2).jpeg
Kempas 0.018; 0.017; 0.022; 0.017; 348.434; 442.358 153.471; 412.714; 0.09; 0.083; 0.142; 0.085; 8.485; 8.572; 8.14; 8.551; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001;
203
Kempas (3).jpeg
Kempas 0.017; 0.016; 0.02; 0.017; 308.069; 391.428 146.988; 371.519; 0.102; 0.088; 0.138; 0.09; 8.496; 8.586; 8.189; 8.571; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001;
204.
Kempas (4).jpeg
Kempas 0.018; 0.018; 0.021; 0.018; 278; 357.421; 155.438; 347.036; 0.097; 0.091; 0.135; 0.086; 8.379; 8.463; 8.131; 8.452; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001;
Total 250
4.2. Prosedur Operasional
Halaman awal ketika aplikasi pertama dijalankan memiliki dua tombol yaitu pelatihan citra dan pengujian citra. Pengguna dapat mengklik tombol “Pelatihan Citra” untuk
(42)
4.2.1. Prosedur operasional pada halaman pelatihan citra
Hal pertama yang dilakukan pengguna sebelum menjalankan proses pelatihan citra adalah menambah data citra. Untuk menambah citra, pengguna harus memilih file citra
dengan mengklik tombol “Pilih Citra”. Kemudian akan muncul kotak dialog untuk
memilih file citra seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. File citra yang dipilih akan
ditampilkan pada panel "Tampil Citra” pada bagian “Citra Asli” dan direktori file akan
ditampilkan pada panel “File Citra”. Untuk melihat citra dengan ukuran lebih besar, pengguna dapat mengklik panel citra sebanyak dua kali. Citra dengan ukuran lebih besar dapat dilihat pada Gambar 4.5.
(43)
Kemudian pilih jenis kayu lalu klik menu “Grayscalling” untuk mengubah citra
menjadi aras keabuan. Lalu klik menu “Ekstraksi Fitur” untuk menampilkan hasil ekstraksi fitur pada panel “Ekstraksi Fitur”. Tampilan setelah mengklik tombol pilih
citra, tombol “Grayscalling”, tombol “Ekstraksi Fitur” dapat dilihat pada Gambar 4.6. Kemudian klik tombol “Simpan” untuk menyimpan hasil ekstraksi fitur ke database.
Gambar 4.6. Tampilan halaman pelatihan setelah memilih menu “Pilih Citra”,
“Grayscalling” dan “Ekstraksi Fitur”
Pengguna dapat mengklik tombol “Data Kayu” untuk menuju ke halaman “Data
Kayu”. Pada halaman tersebut pengguna dapat melihat atau mengubah jenis kayu yang digunakan serta melihat nilai target keluaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.
(44)
Pengguna dapat mengklik tombol “Data Hasil Ekstraksi Fitur” untuk menuju ke
halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur”. Halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur” dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada halaman tersebut, pengguna dapat melihat data hasil ekstraksi fitur yang telah disimpan di database berdasarkan data terbaru, data terlama dan target. Pengguna juga dapat menghapus data tertentu.
Gambar 4.8. Halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur”
Sebelum masuk ke tahap pelatihan, data hasil ekstraksi fitur akan dinormalisasi terlebih dahulu. Data hasil ekstraksi fitur akan dinormalisasi sehingga nilai akan berada pada rentang 0 sampai 1. Pengguna dapat mengklik tombol “Data Normalisasi Hasil
Fitur” untuk menuju ke halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur”. Pada
halaman tersebut, pengguna dapat melihat nilai fitur hasil normalisasi berdasarkan data terbaru, data terlama dan target. Halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur” dapat dilihat pada Gambar 4.9.
(45)
Gambar 4.9. Halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur”
Setelah itu pengguna dapat menjalankan pelatihan jaringan saraf tiruan
backpropagation. Pengguna dapat mengklik tombol “Parameter Backpropagation” terlebih dahulu untuk mengaktifkan kotak isian parameter backpropagation pada panel
“Pelatihan Backpropagation”. Setelah kotak isian aktif, pengguna dapat menentukan nilai parameter backpropagation yang akan digunakan untuk menjalankan proses pelatihan. Kemudian pengguna dapat mengklik tombol “Mulai Latih Jaringan” untuk menjalankan proses pelatihan data normalisasi hasil ektraksi fitur. Selama proses pelatihan, nilai error per epoch akan ditampilkan pada panel “Pelatihan Backpropagation”. Kemudian apabila proses pelatihan sudah selesai, pengguna dapat mengklik tombol “Simpan Bobot Akhir” agar nilai bobot akhir hasil pelatihan dapat disimpan ke dalam database. Panel “Pelatihan Backpropagation” dapat dilihat pada Gambar 4.10.
(46)
4.2.2. Prosedur operasional pada halaman pengujian citra
Pengguna dapat mengklik tombol “Pilih Citra” untuk memilih citra yang akan diuji. Setelah tombol “Pilih Citra” diklik, sistem akan menampilkan citra yang dipilih pada panel “Tampil Citra” bagian “Citra Asli”. Kemudian tombol “Identifikasi” dan tombol
“Reset” menjadi aktif.
Tombol “Identifikasi” memiliki fungsi untuk memproses citra kayu yang dipilih
dimulai dari proses grayscalling, ekstraksi fitur, hingga identifikasi menggunakan
backpropagation. Hasil dari proses grayscalling akan ditampilkan pada panel “Tampil
Citra” bagian “Citra Grayscale”. Kemudian hasil ekstraksi fitur akan ditampilkan pada tabel pada Panel “Ekstraksi Fitur”. Hasil pengujian citra ditampilkan pada panel “Hasil
Identifikasi Jenis Kayu”. Tampilan halaman pengujian citra setelah tombol “Pilih Citra”
dan tombol “Identifikasi” diklik dapat dilihat pada Gambar 4.11.
(47)
4.3. Pengujian Sistem
Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem yang dibangun dalam melakukan identifikasi lima jenis kayu. Kemampuan sistem dalam mengidentifikasi jenis kayu bergantung kepada proses pelatihan backpropagation karena proses pelatihan menghasilkan bobot akhir yang akan digunakan pada tahap pengujian. Parameter backpropagation yang digunakan pada tahap pelatihan backpropagation
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Parameter backpropagation
No. Parameter Backpropagation Keterangan
1. Jumlah Hidden Neuron 40
2. Fungsi Aktivasi Sigmoid biner
3. Maksimum Epoch 2000
4. Minimum Error 0.1
5. Learning Rate 0.8
Hasil pengujian identifikasi jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 4.3 dimana hasil pengujian tersebut adalah berdasarkan hasil bobot akhir pelatihan dengan menggunakan parameter pada Tabel 4.2. Citra uji setiap jenis kayu berjumlah 10 sehingga total keseluruhan citra uji adalah 50 citra.
Tabel 4.3. Hasil pengujian identifikasi jenis kayu
No. File Citra Desired Output Actual Output
1. keruing-test (1).jpeg Keruing Keruing
2. keruing-test (2).jpeg Keruing Keruing
3. keruing-test (3).jpeg Keruing Keruing
4. keruing-test (4).jpeg Keruing Keruing
5. keruing-test (5).jpeg Keruing Keruing
6. keruing-test (6).jpeg Keruing Keruing
7. keruing-test (7).jpeg Keruing Keruing
8. keruing-test (8).jpeg Keruing Keruing
9. keruing-test (9).jpeg Keruing Keruing
10. keruing-test (10).jpeg Keruing Keruing 11. Jati-Putih-test (1).jpeg Jati Putih Kempas 12. Jati-Putih-test (2).jpeg Jati Putih Jati Putih 13. Jati-Putih-test (3).jpeg Jati Putih Jati Putih 14. Jati-Putih-test (4).jpeg Jati Putih Jati Putih 15. Jati-Putih-test (5).jpeg Jati Putih Jati Putih 16. Jati-Putih-test (6).jpeg Jati Putih Jati Putih
(48)
Tabel 4.3. Hasil pengujian identifikasi jenis kayu (lanjutan)
No. File Citra Desired Output Actual Output
18. Jati-Putih-test (8).jpeg Jati Putih Jati Putih 19. Jati-Putih-test (9).jpeg Jati Putih Jati Putih 20. Jati-Putih-test (10).jpeg Jati Putih Jati Putih
21. mahoni-test (1).jpeg Mahoni Mahoni
22. mahoni-test (2).jpeg Mahoni Mahoni
23. mahoni-test (3).jpeg Mahoni Mahoni
24. mahoni-test (4).jpeg Mahoni Mahoni
25. mahoni-test (5).jpeg Mahoni Mahoni
26. mahoni-test (6).jpeg Mahoni Mahoni
27. mahoni-test (7).jpeg Mahoni Mahoni
28. mahoni-test (8).jpeg Mahoni Mahoni
29. mahoni-test (9).jpeg Mahoni Mahoni
30. mahoni-test (10).jpeg Mahoni Mahoni
31. Melur-test (1).jpeg Melur Melur
32. Melur-test (2).jpeg Melur Melur
33. Melur-test (3).jpeg Melur Melur
34. Melur-test (4).jpeg Melur Melur
35. Melur-test (5).jpeg Melur Melur
36. Melur-test (6).jpeg Melur Melur
37. Melur-test (7).jpeg Melur Melur
38 Melur-test (8).jpeg Melur Melur
39. Melur-test (9).jpeg Melur Melur
40. Melur-test (10).jpeg Melur Melur
41. Kempas-test (1).jpeg Kempas Jati Putih
42. Kempas-test (2).jpeg Kempas Kempas
43. Kempas-test (3).jpeg Kempas Kempas
44. Kempas-test (4).jpeg Kempas Kempas
45. Kempas-test (5).jpeg Kempas Kempas
46. Kempas-test (6).jpeg Kempas Kempas
47. Kempas-test (7).jpeg Kempas Kempas
48. Kempas-test (8).jpeg Kempas Kempas
49. Kempas-test (9).jpeg Kempas Kempas
50. Kempas-test (10).jpeg Kempas Jati Putih
Untuk menghitung akurasi pengujian, persamaan yang digunakan adalah persamaan 4.1.
Akurasi = Jumlah data uji yang benar Jumlah data uji keseluruhan
(49)
Akurasi hasil pengujian pada Tabel 4.3 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 menunjukkan jumlah actual output yang sesuai dengan desired output pada setiap jenis kayu beserta nilai akurasinya dengan menggunakan persamaan 4.1.
Tabel 4.4. Akurasi pengujian
No. Jenis Kayu Jumlah Actual Output yang
sesuai dengan Desired Output
Akurasi
1. Keruing 10 100%
2. Jati Putih 9 90%
3. Mahoni 10 100%
4. Melur 10 100%
5. Kempas 8 80%
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.4, maka akurasi keseluruhan dapat dihitung. Akurasi keseluruhan diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.1 yaitu dengan menambahkan jumlah actual output yang sesuai dengan desired output dari masing-masing jenis kayu dibagi dengan jumlah seluruh data jenis kayu seperti berikut.
Akurasi = + + + +
5
x 100 = 94%
Untuk pengujian selanjutnya yaitu pengujian terhadap pemilihan parameter maksimum epoch dalam proses pelatihan. Pemilihan parameter maksimum epoch
dilakukan dengan melakukan 10 kali percobaan menggunakan parameter pada Tabel 4.2 dengan parameter maksimum epoch yang berbeda-beda. Percobaan yang dilakukan menggunakan bobot awal yang sama. Hasil pengujian terhadap pemilihan parameter maksimum epoch dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan grafik pada Gambar 4.12, dimana jumlah citra uji pada setiap jenis kayu adalah 10 citra.
Tabel 4.5. Pengujian nilai maksimum epoch
No. Maksimum
Epoch
Jumlah Actual Output yang sesuai dengan
Desired Output Akurasi
Keseluruhan
Keruing Jati
Putih
Mahoni Melur Kempas
1. 100 8 0 10 0 10 56%
2. 200 10 0 10 0 10 60%
(50)
Tabel 4.5. Pengujian nilai maksimum epoch (lanjutan)
No. Maksimum
Epoch
Jumlah Actual Output yang sesuai dengan
Desired Output Akurasi
Keseluruhan
Keruing Jati
Putih
Mahoni Melur Kempas
5. 500 10 0 10 9 8 74%
6. 600 10 0 10 9 8 74%
7. 700 10 2 10 9 8 78%
8. 800 10 2 10 9 8 74%
9. 900 10 7 10 10 8 90%
10. 1000 10 7 10 10 8 90%
11. 1100 10 9 10 10 7 92%
12. 1200 10 9 10 10 7 92%
13. 1300 10 9 10 10 8 94%
14. 1400 10 9 10 10 8 94%
15. 1500 10 9 10 10 8 94%
Gambar 4.12. Pengujian nilai maksimum epoch
Tabel 4.5 menunjukkan maksimum epoch, jumlah actual output yang sesuai dengan desired output per jenis kayu serta akurasinya. Hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pada maksimum epoch ke 1300, akurasi sudah mencapai 94%. Semakin bertambahnya epoch, akurasi semakin meningkat. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
100 200 300 400 500 600 700 800 1200 1300 1400 1500
Pe rse n tase A ku rasi
Pengujian Nilai Maksimum
Epoch
(51)
Bab ini berisi kesimpulan mengenai metode yang diterapkan pada identifikasi jenis kayu serta saran untuk pengembangan sistem pada penelitian yang selanjutnya.
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil terhadap hasil pengujian identifikasi jenis kayu
menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi jenis kayu dapat dilakukan dengan mengunakan jaringan saraf tiruan
backpropagation sebagai metode klasifikasi jenis kayu sesuai dengan target yang telah ditentukan dengan nilai akurasi mencapai 94%.
2. Pemilihan nilai parameter backpropagation memiliki pengaruh pada hasil
akurasi. Pada pengujian parameter backpropagation, pengujian memberikan
akurasi 94% pada nilai maksimum epoch melebihi 1300. Semakin besar nilai
epoch, maka akurasi semakin meningkat.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan penelitian ini untuk pengembangan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan identifikasi jenis kayu
dengan menggunakan kombinasi metode lain untuk dapat meningkatkan akurasi.
2. Proses untuk mendapatkan hasil ekstraksi fitur setiap citra dilakukan dengan
memilih citra yang akan diproses secara satu per satu. Diharapkan pada pengembangan selanjutnya dapat melakukan pemrosesan citra secara sekaligus.
(52)
2.1. Identifikasi Jenis Kayu
Dalam bidang perhutanan, kayu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Di dalam taksonomi tumbuhan, kayu daun lebar berada pada sub divisi angiospermae pada kelas dicotyledoneae sedangkan kayu daun jarum berada pada sub divisi gymnospermae (Mandang & Pandit, 1997).
Penampakan permukaan kayu dapat dilihat dari dari tiga bidang yaitu cross section, radial section dan tangential section (Bond & Hamner, 2002) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
(53)
Setiap jenis kayu mempunyai susunan sel-sel yang berbeda. Kayu meranti merah mempunyai susunan sel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Anatomi kayu meranti merah (Mandang & Pandit, 1997)
Dalam mengidentifikasi jenis kayu, sifat anatomi kayu dapat diamati dengan melihat bagian cross-section kayu. Sifat anatomi kayu yang dapat diamati (Mandang & Pandit, 1997) adalah sebagai berikut.
1. Pembuluh
Pembuluh adalah sel dengan bentuk tabung dan terlihat seperti pori – pori atau lubang-lubang yang beraturan maupun tidak jika dilihat pada bidang lintang kayu. Setiap kayu dapat memiliki ciri pembuluh yang berbeda. Ciri pada pembuluh yang dimaksud adalah sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi dan isi. Sel pembuluh dimiliki oleh kelompok kayu daun lebar. Kelompok kayu daun jarum tidak memiliki pembuluh. Beberapa contoh perbedaan ciri pembuluh ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 (a) dan (b) menunjukkan perbedaan sebaran pembuluh pada kayu jati dan kayu pasang. Kayu jati (Tectona grandis) memiliki pembuluh tatalingkar sedangkan kayu pasang (Quercus sp.) memiliki pembuluh berkelompok radial. Gambar 2.3 (c) dan (d) menunjukkan perbedaan diameter dan frekuensi pembuluh pada kayu lasi (Pertusadina fagifolia) dan kayu palapi (Heritiera/Tarrietia sp.). Kayu lasi memiliki pembuluh berdiameter sangat kecil dan banyak sedangkan kayu palapi memiliki pembuluh agak besar dan sangat jarang.
(54)
(a) (b) (c) (d) Gambar 2.3. (a) Kayu jati (b) kayu pasang (c) kayu lasi (d) kayu palapi
(Mandang & Pandit, 1997)
2. Trakeid
Trakeid adalah serat pada kayu daun jarum yang berfungsi sama seperti pembuluh pada kayu daun lebar yaitu sebagai saluran air dan zat hara pada kayu.
3. Parenkim
Parenkim adalah sel sebagai tempat penyimpanan makanan yang berukuran kecil dan berdinding tipis dengan arah longitudinal. Parenkim dimiliki oleh daun kayu lebar maupun daun kayu jarum. Berdasarkan hubungannya dengan pembuluh, parenkim dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a) Parenkim apotrakea: merupakan parenkim yang tidak berhubungan dengan pembuluh dan b) Parenkim paratrakea: merupakan parenkim yang berhubungan dengan pembuluh.
4. Jari-jari
Jari – jari adalah bagian kayu yang berfungsi untuk menghantarkan makanan dan air. Jari-jari terlihat sebagai garis-garis yang membentang dari bagian kulit terluar menuju ke pusat pohon. Sifat jari-jari yang dapat dijadikan sebagai keperluan identifikasi meliputi: lebar, frekuensi (jumlah per mm arah tangensial), dan tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 menunjukkan perbedaan lebar dan frekuensi jari-jari kayu eboni (Diospyros pilosanthera) dan kayu kenanga (Cananga odorata). Kayu eboni (Gambar 2.4(a)) memiliki jari-jari yang sangat sempit dan banyak sedangkan kayu kenanga (Gambar 2.4(b)) memiliki jari-jari yang agak lebar dan jarang.
(55)
(a) (b)
Gambar 2.4. (a) kayu eboni (b) kayu kenanga (Mandang & Pandit, 1997)
5. Kulit tersisip
Kulit tersisip adalah kulit yang terkurung di antar jaringan kayu. Pada bidang melintang, kulit tersisip tampak seperti pulau-pulau antara jaringan kayu. Hal tersebut berguna untuk identifikasi karena sifat tersebut hanya dijumpai pada jenis kayu tertentu.
6. Saluran interselular
Saluran interselular adalah rongga-rongga antar-sel yang berupa saluran-saluran yang sempit yang dikelilingi oleh parenkima serta selaput yang terdiri atas sel epitel.
7. Saluran getah
Saluran getah adalah saluran yang mengeluarkan getah. Pada bidang tangensial, saluran getah tampak berbentuk seperti lensa cembung atau celah dengan tinggi 1 cm.
2.2. Pengenalan Dasar Citra
Sebuah citra direpresentasikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu fungsi dua dimensi, dimana x dan y adalah koordinat posisi, dan nilai f pada setiap kordinat (x,y) disebut sebagai nilai intensitas citra. Sebuah citra dinyatakan sebagai citra digital jika nilai x, y dan nilai intensitas dari f bersifat terbatas dan dalam bentuk diskrit. Sebuah citra digital dibentuk oleh sejumlah elemen yang disebut sebagai piksel dimana setiap piksel tersebut memiliki posisi dan nilai tertentu (Gonzalez, 2008).
(56)
pada sudut kiri paling atas pada citra. Koordinat (N-1, M-1) menunjukkan posisi piksel pada sudut kanan paling bawah pada citra. Representasi citra digital dengan sistem koordinat posisi ditunjukkan pada Gambar 2.5.
0 N-1
M-1 0
x
y
Posisi sebuah piksel
Gambar 2.5.Sistem koordinat citra berukuran M x N (M baris dan N kolom) (Kadir & Susanto, 2012).
Jenis citra dapat dikelompokkan menjadi citra biner, citra skala keabuan dan citra berwarna.
2.2.1. Citra biner (binary image)
Citra biner adalah citra yang hanya memiliki kemungkinan dua warna pada setiap pikselnya yaitu warna hitam dan warna putih. Warna hitam memiliki nilai intensitas 0 sedangkan warna putih memiliki nilai intensitas 1. Nilai setiap piksel pada citra biner direpresentasikan dalam 1 bit. Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.6.
(1)
2.4.1. Energy 17
2.4.2. Entropy 18
2.4.3. Contrast 18
2.4.4. Inverse Difference Moment 18
2.4.5. Correlation 18
2.5. Normalisasi Data 19
2.5.1. Normalisasi Min-Max 19
2.5.2. Normalisasi Z-Score 20
2.5.3. Normalisasi Decimal Scaling 20
2.6. Jaringan Saraf Tiruan 20
2.6.1. Fungsi aktivasi 22
2.6.2. Backpropagation 23
2.7. Penelitian Terdahulu 26
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 29
3.1. Arsitektur Umum 29
3.2. Akuisisi Citra 31
3.3. Data yang Digunakan 31
3.4. Pra-Pengolahan 32
3.4.1. Memperkecil ukuran citra (Scaling) 32 3.4.2. Pembentukan citra aras keabuan (Grayscaling) 32
3.5. Ekstraksi Fitur 33
3.5.1. Pembentukan GLCM 34
3.5.2. Ekstraksi nilai fitur 37
3.6. Normalisasi Data 40
3.7. Klasifikasi Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation 43 3.7.1. Tahap perancangan arsitektur jaringan saraf tiruan
backpropagation 43
3.7.2. Tahap pelatihan backpropagation 45
3.7.3. Tahap pengujian backpropagation 49
3.8. Perancangan Sistem 52
3.8.1. Perancangan database 52
(2)
3.8.3. Perancangan tampilan antarmuka sistem 57
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 61
4.1. Implementasi Sistem 61
4.1.1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak 61 4.1.2. Implementasi perancangan antarmuka sistem 61
4.1.3. Implementasi data 63
4.2. Prosedur Operasional 66
4.2.1. Prosedur operasional pada halaman pelatihan citra 67 4.2.2. Prosedur operasional pada halaman pengujian citra 71
4.3. Pengujian Sistem 72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 76
5.1. Kesimpulan 76
5.2. Saran 76
(3)
DAFTAR TABEL
Hlm.
Tabel 2.1. Penelitian terdahulu 26
Tabel 3.1. Contoh nilai hasil ekstraksi fitur GLCM 36
Tabel 3.2. Data fitur sebelum dinormalisasi 41
Tabel 3.3. Data fitur sesudah dinormalisasi 42
Tabel 3.4. Target keluaran jaringan backpropagation 43
Tabel 3.5. Input dan Target 46
Tabel 3.6. Bobot Awal Vji 47
Tabel 3.7. Bobot Awal Wkj 47
Tabel 3.8. Data uji 50
Tabel 3.9. Bobot Vkj baru 50
Tabel 3.10. Bobot Wkj baru 51
Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu 64
Tabel 4.2. Parameter backpropagation 72
Tabel 4.3. Hasil pengujian identifikasi jenis kayu 73
Tabel 4.4. Akurasi pengujian 74
(4)
DAFTAR GAMBAR
Hlm. Gambar 2.1. Orientasi tiga dimensi permukaan kayu (Bond & Hamner, 2002) 6 Gambar 2.2. Anatomi kayu meranti merah (Mandang & Pandit, 1997) 7 Gambar 2.3. Kayu jati, kayu pasang, kayu lasi, kayu palapi (Mandang & 8
Pandit, 1997)
Gambar 2.4. Kayu eboni dan kayu kenanga (Mandang & Pandit, 1997) 9 Gambar 2.5. Sistem koordinat citra berukuran M x N (M baris dan N kolom) 10
(Kadir & Susanto, 2012).
Gambar 2.6. Citra biner 11
Gambar 2.7. Citra skala keabuan 11
Gambar 2.8. Citra berwarna 12
Gambar 2.9. Perubahan ukuran citra (Kadir & Susanto, 2012) 13
Gambar 2.10. Delapan arah ketetangaan piksel 14
Gambar 2.11. Jarak pada arah 0° (Ferguson, 2007) 15
Gambar 2.12. Matriks framework (Ferguson, 2007) 15
Gambar 2.13. Citra grayscale dan representasi citra grayscale ke dalam 16 matriks kookurensi dengan jarak 1 dan arah 0º
Gambar 2.14. Penambahan matriks kookurensi dengan transposenya 17
Gambar 2.15. Normalisasi matriks 17
Gambar 2.16. Jaringan layer tunggal dan jaringan layer jamak 21 Gambar 2.17. Model tiruan neuron pada jaringan saraf tiruan (Hajek, 2005) 22 Gambar 2.18. Fungsi step, fungsi sign dan fungsi sigmoid biner 23 Gambar 2.19. Arsitektur backpropagation (Purnamasari, 2013) 24
Gambar 3.1. Arsitektur umum 30
Gambar 3.2. Kayu keruing, kayu jati putih, kayu mahoni, kayu melur, 31 dan kayu kempas
Gambar 3.3. Citra kayu RGB dan citra kayu grayscale 32 Gambar 3.4. Langkah – langkah proses grayscalling 33 Gambar 3.5. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 0° 34 Gambar 3.6. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 45° 34
(5)
Gambar 3.7. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 90° 35 Gambar 3.8. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 135° 35
Gambar 3.9. Normalisasi matriks simetris 36
Gambar 3.10. Matriks normalisasi 37
Gambar 3.11. Mencari nilai maksimum absolut dari suatu atribut 40 Gambar 3.12. Menentukan jumlah angka di depan titik desimal dari nilai 41
maksimum absolut pada setiap atribut
Gambar 3.13. Melakukan operasi pembagian nilai – nilai atribut dengan 41 pembaginya
Gambar 3.14. Arsitektur jaringan saraf tiruan 44
Gambar 3.15. Proses pelatihan jaringan backpropagation 46 Gambar 3.16. Proses pengujian jaringan backpropagation 50
Gambar 3.17. Database Relationship 52
Gambar 3.18. Context Diagram 53
Gambar 3.19. DFD level 0 54
Gambar 3.20. DFD level 1 Proses 1 55
Gambar 3.21. DFD level 1 Proses 2 55
Gambar 3.22. DFD level 1 Proses 3 56
Gambar 3.23. Rancangan halaman awal sistem 57
Gambar 3.24. Rancangan halaman pelatihan data citra 58 Gambar 3.25. Rancangan halaman pengujian data citra 60
Gambar 4.1. Halaman utama 62
Gambar 4.2. Halaman “Pelatihan Citra” 62
Gambar 4.3. Halaman “Pengujian Citra” 63
Gambar 4.4. Kotak dialog yang muncul setelah tombol “Pilih Citra” diklik 67 Gambar 4.5. Tampilan citra dengan ukuran lebih besar 67 Gambar 4.6. Tampilan halaman pelatihan setelah memilih menu “PilihCitra”, 68
“Grayscalling”dan “Ekstraksi Fitur”
Gambar 4.7. Halaman “Data Kayu” 68
Gambar 4.8. Halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur” 69 Gambar 4.9. Halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur” 70
Gambar 4.10. Panel “Pelatihan Backpropagation” pada halaman “Pelatihan 70
(6)
Gambar 4.11. Tampilan halaman “Pengujian Citra” setelah tombol “Pilih 71
Citra” dan tombol “Identifikasi” diklik