PTK SMP

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006).

Sehingga proses pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan ilmu pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikaan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar, serta proses perkembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk menemukan (inkuiri) dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (KTSP, 2006: 484).

Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang


(2)

dapat diidentifikasikan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan memberikan pengalaman langsung kepada siswa dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan perubahan tingkah laku peserta didik kearah yang lebih baik. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan tanpa tekanan dan hendaknya menyenangkan bagi siswa. Kegiatan yang menyenangkan akan memberikan suasana nyaman, interaksi siswa akan kelihatan nyata, ide dan keberanian siswa akan tumbuh berkembang dan proses pembelajaran akan berlangsung secara optimal.

Guru merupakan contoh dari perubahan dalam pembelajaran, menerapkan strategi, model dan penggunaan metode pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Sehingga belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi personal (Benny A. Pribadi, 2009: 6). Kegiatan belajar ini semata-mata mengubah prilaku peserta didik secara terencana dan melalui proses yang berkesinambungan. Pemanfataan model dalam proses pembelajaran sangat diperlukan agar mentransfer pesan lebih mudah untuk diterima siswa.


(3)

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penemuan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas (Agus Suprijono, 2009:45). Proses pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran pada umumnya akan berlangsung secara terarah dan menyenangkan, sebaliknya pembelajaran yang berlangsung tanpa menggunakan model pembelajaran akan terasa membosankan dan kurang bermakna. Rendahnya kualitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran dikarenakan kurang tepatnya strategi pembelajaran yang diterapkan di kelas atau pembelajaran yang terkesan monoton, salah satu diantaranya adalah kurangnya memanfaatkan model pembelajaran yang telah ada. Berdasarkan pendapat diatas, dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar yang merupakan mata pelajaran yang menekankan pada arah efektif, diperlukan penerapan model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif make a match dikemas dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan tingkat kemampuan siswa yang berbeda-beda (berprestasi tinggi, sedang, dan rendah) untuk membangkitkan keingintahuan dan kerjasama diantara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan.

Berkaitan dengan masalah pembelajaran IPA, siswa kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV pada umumnya kurang memiliki motivasi dalam mengikuti pembelajaran, daya serap belum mencapai KKM. Dimana


(4)

35% siswa nilai ulangan hariannya di atas rata-rata KKM, sedangkan 65% siswa nilai ulangan hariannya di bawah KKM.

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan ternyata banyak ditemukan kesenjangan dalam proses belajar mengajar. Proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV masih banyak berorientasi pada guru dengan mengandalkan bahan belajar dari buku IPA yang tersedia tanpa ditunjang dengan media pembelajaran yang sesuai. Selain itu guru menyampaikan materi IPA pada pokok pembahasan sistem rangka kurang menarik perhatian siswa yang menyebabkan siswa menjadi jenuh dan bosan dengan materi yang diajarkan.

Hal ini menyebabkan perolehan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Padahal banyak metode dan model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses belajar mengajar agar siswa tidak merasa bosan dan tetap bisa menerima serta merespon materi yang diajarkan dengan baik. Untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran IPA dikelas IV perlu disusun suatu model pembelajaran yang lebih menarik dan dapat meningkatkan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan model pembelajaran kooperatif make a match guna meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik dalam kelas. Guru menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada peserta didik. Penerapanya dimulai dari peserta didik disuruh mencari


(5)

pasangan kartu yang merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi poin. Dengan model pembelajaran ini siswa dapat memahami suatu konsep atau informasi tertentu dengan mencari pasangan yang sesuai dalam suasana yang aktif dan menyenangkan.

Berdasarkan kajian latar belakang diatas, maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas tentang upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar IPA, dengan judul penelitian: Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Pembelajaran IPA Tentang Sistem Rangka dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperative Tipe Make a Match di SD Negeri Karangampel Kidul IV.

B. Indentifikasi Masalah

Masalah dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Karangampel Kidul IV dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar siswa yang ditandai dengan nilai hasil ulangan formatif IPA yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM).

2. Rendahnya kemampuan guru dalam memahami dan menggunakan model-model pembelajaran yang terpusat pada guru.

3. Guru kesulitan dalam merancang dan melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk melaksanakan proses pembelajaran IPA.


(6)

4. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran terutama media pembelajaran IPA.

5. Lemahnya motivasi siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada pembelajaran IPA pokok pembahasan sistem rangka di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu?

2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa tentang sistem rangka dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kooperative tipe make a match terhadap peningkatan hasil belajar siswa tentang sistem rangka di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu.


(7)

2. Mengetahui hasil belajar siswa mengenai sistem rangka dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe make a match di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

1. Bagi Siswa

a. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam akan meningkat.

b. Semakin banyak peserta didik yang meyukai mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

c. Keaktifan, kreativitas dan semangat peserta didik tercipta pada proses mengajar di kelas.

d. Menciptakan situasi belajar yang menyenangkan sehingga memotivasi anak untuk mengikuti pembelajaran IPA.

2. Bagi guru

a. Sebagai landasan motivasi untuk meningkatkan kreativitas dalam mengelola pembelajaran dikelas dengan memilih model pembelajaran yang bervariasi yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran.

b. Pendidik secara bertahap dapat mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan


(8)

sistem pembelajaran di kelas sehingga permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dapat teratasi.

c. Sebagai sarana untuk membantu guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran yang ada di dalam kelas.

d. Memberikan pengetahuan kepada guru tentang cara mengajar yang baik sehingga dapat memotivasi siswa dalam dapat meningkatkan hasil belajar.

3. Bagi Sekolah

a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan hasil belajar yang lebih optimal.

b. Memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga meningkatkan mutu sekolah.

c. Meningkatkan mutu dan professionalisme guru dalam mengajar. 4. Bagi Peneliti

a. Memperoleh pengalaman dan wawasan tentang penggunaan Pembelajaran Kooperatife Tipe Make a- Match di sekolah.

b. Melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu rancangan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam.


(9)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Teori

1. Hakikat Pembelajaran IPA di SD

a. Pengertian Hakekat Pembelajaran IPA

Pada hakekatnya IPA mempelajari tentang alam sebagaimana adanya dan terbatas pada pengalaman manusia. Aktifitas pelajaran IPA selalu berhubungan dengan aktivitas percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinanan. Secara sederhana IPA juga dapat didefinisikan sebagai apa yang telah dilakukan oleh para ahli IPA. Dengan demikian IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup saja, tetapi menyangkut cara kerja, cara berfikir dan cara memecahkan masalah. Kajian IPA selalu menghubungkan tentang peristiwa alam, yakni selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa suatu gejala alam itu terjadi.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan


(10)

yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.

b. Tujuan Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pemberian pengalaman belajar secara langsung dengan mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Berdasarkan rasional dan pemikiran tersebut, maka tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI dalam Kurikulum 2006 (KTSP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep-konsep yang bermanfaat sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, kesadaran adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, masyarakat.

4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu ciptaan Tuhan.


(11)

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, dan ketrampilan sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Materi IPA memiliki berbagai konsep yang dapat dipelajari siswa melalui sajian pembelajaran langsung maupun pembelajaran kooperatif. Guru harus mempersiapkan pembelajaran dengan menyesuaikan keadaan siswa, sarana, materi dan kompetensi yang harus dicapai seperti tertera pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA. Secara umum ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan, lingkungan, serta kesehatan Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

2) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

3) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match 1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Setiap proses pembelajaran mengharuskan peserta didik untuk ikut aktif dalam menghidupkan suatu pembelajaran di kelas, oleh karena itu pentingnya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran Ilmu


(12)

Pengetahuan Alam pada materi Sistem Rangka adalah peserta didik aktif berpartisipasi sehingga menjadikan pembelajaran lebih hidup dan lebih bermakna. Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe make a match diperlukan adanya keterampilan dan kemauan untuk bekerja sama. Tanpa hal tersebut maka pembelajaran kooperatif tidak akan berhasil.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Qur'an Surat Al-Maidah ayat 2:

ّّ ّ ّّ ا قّتا ا ْ عْلا مْث ْْا لع ا ن عت َ ْقّتلا ّ بْلا لع ا ن عت ا ي ش قعْل “Bertolong-tolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan

jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah

sangat berat siksanya”. (QS. Al-Maidah: 2).

Begitu juga dalam Hadits dinyatakan sebagai berikut:

ي يْنبْلاآ نمْ ْلل نمْ ْلا ،مّلس هْيلع ّا ّلص ّا ْ س ق : ق سْ م با ْنع هُْعب ُ

ًُْعب Dari Abi Musa, berkata Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang

mukmin bagi mukmin yang lainnya bagaikan satu bangunan yang

saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya”. (HR. An

-Nasa’i).

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented),


(13)

terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

Teori tersebut sependapat dengan (Etin Solihatin, 2005 :4) Cooperatif Learning adalah suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diatara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari anggota kelompok itu sendiri.

Senada dengan itu (Enjah Takari R, 2010:26) mengemukankan bahwa cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang tau lebih.

Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan keompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap kooperatif dengan sesama kelompoknya.


(14)

Sedangkan menurut Siahaan (2005:2, dalam Rusman 2010:205) mengutarakan lima unsur esensial yang ditekanan dalam pembelajaran kooperatif yaitu: a) saling ketergantungan yang positif, b) interaksi berhadapan (face to face interaction), c) tanggung jawab individu (individual responsibility), d) keterampilan sosial (social skill), e) terjadi proses dalam kelompok (group processing).

Beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap siswa dituntut untuk berinteraksi maupun berkomunikasi demi mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Model Pembelajaran Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).

Menurut Rusman (2011:223) mengatakan salah satu keunggulan model pembelajaran ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Penerapan model pembelajaran ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin.


(15)

Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat seperti difirmankan dalam al-qur’an surat yasin ayat 36 yang berbunyi:

قلخ ّلا حْبس : سي لْعي َ ّ م ْم سفْنأ ْنم ضْ ْْا تبْنت ّ م ّلك جا ْ ْْا

36

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yasin/36:36).

Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan sesuatu di dunia ini dengan berpasang-pasangan, baik yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak diketahui oleh manusia. Salah satunya adalah mengenai model pembelajaran make a match, dimana model pembelajaran ini menggunakan permainan kartu, jadi siswa harus mencari pasangan kartu yang dipegang.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah suatu metode yang digunakan oleh pendidik untuk menciptakan suasana yang aktif dimana cara pembelajarannya menggunakan kartu-kartu guna mencari pasangan yang cocok.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam


(16)

kelompok. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut.

Menurut Dr. Rusman (2010:206) Karakteristik pembelajaran koperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tenpat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Didasarkan pada Managemen Kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu: a) Fungsi managemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. b) Fungsi managemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. c) Fungsi managemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu


(17)

ditentukan kriteria kenerhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.

3) Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.

4) Keterampilan Bekerja Sama

Kemauan bekerjasama itu dipraktikkan melaui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditepakan.

Senada dengan itu bahwa karakteristik pendekatan pembelajaran kooperatif, yang dikemukakan oleh Enjah Takari (2010:28) yaitu:

Indivudual Accontability, yaitu bahwa setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.

Social Skills, meliputi seluruh kehidupan sosial, kepekaan sosial dan mendidik siswa untuk menumbuhkan pegangan diri dan pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan ini mengajarkan siswa untuk belajar memberi dan menerima, mengambil


(18)

dan menerima tanggung jawab, menghormati hak orang lain dan membentuk kesadaran sosial.

Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran serta setiap anggota kelompok, karena setiap anggota kelompok dianggap memiliki kontribusi. Jadi siswa berkolaborasi bukan berkompetisi.

Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.

Beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah Membutuhkan Kerjasama tim, Adanya Ketergantungan antar Individu, Keterampilan Berinteraksi Sosial, Saling Mencari Pemecahan Masalah.

c. Prosedur/ Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif 1) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran


(19)

kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan Tahap 2: Menyajikan

informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demokrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3:

Mengorganisaikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan Tahap 4: Membantu

kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5: Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.


(20)

Tahap 6: Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk mengahrgai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Menurut Dr. Rusman (2010:223), langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut: a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/ topik yang cocok untuk sesi review (satu kartu berupa soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).

b) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

c) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/ kartu jawaban).

d) Siswa dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu maka akan diberi poin.

e) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

f) Kesimpulan.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:94), langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut:


(21)

Hal-hal yang diperlukan adalah kartu-kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban. Langkah berikutnya adalah guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kekompok. Kelompok pertama merupakan pembawa kartu-kartu pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok terssebut berbentuk huruf U. Upayakan kelompok pertama dan kedua saling berhadapan.

Jika masing-masing kelompok sudah berada diposisi yang telah ditentukan, maka guru menyembunyikan peluit sebagi tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak, mencari pasangan pertanyaan kelompok yang cocok. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk maka wajib menunjukkan petanyaan dan jawaban kepada kelompok penilai. Kemudian kelompok ini memebaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu cocok. Setelah penilaian dilakukan, maka aturlah secara bergiliran. Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah Guru menyiapkan beberapa kartu berdasarkan materi yang akan di ajarkan, Kartu yang akan dijadikan pembelajaran haruslah memiliki kaitan dengan kartu yang lain (kartu sebagian berisi pertanyaan dan sebagian lagi berisi jawaban), setiap siswa mendapatkan satu kartu (baik kartu berupa pertanyaan ataupun jawaban), siswa ditugaskan untuk mencari pasangan jawaban yang cocok dengan kartunya sesuai


(22)

dengan petunjuk guru maupun petunjuk yang ada dalam kartu, Siswa diberi kesempatan untuk menemukan kartu pasangannya sebelum batas waktu yang telah ditentukan, Apabila ada pasangan siswa yang cocok memasangkan kartunya sebelum batas waktu maka akan diberi poin, Setelah itu guru mengevaluasi hasil pembelajaran yang telah dilakukan.

d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

1) Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match adalah sebagai berikut:

a) Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu.

b) Meningkatkan kreativitas belajar siswa.

c) Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

d) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru.

2) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match adalah sebagai berikut:

a) Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran.


(23)

c) Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja.

d) Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi. 3. Hasil Pembelajaran Siswa

a. Pengertian Hakikat Hasil Belajar

Pada hakikatnya hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan pembelajaran guna mengetahui sejauh mana pengaruh dari pembelajaran yang dilakukan terhadap pengetahuan dan intelektual peserta didik. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, dalam hal ini berarti keberhasilan pencapaian hasil belajar atau tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar peserta didik di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Pada setiap pembelajaran dapat menghasilkan sebuah perubahan pada diri peserta didik dan hal itu bisa diukur dengan mengguanakan nilai sebagai hasil dari sebuah pembelajaran yang telah dilakukan.

Senada dengan itu (Jihad & Haris, 2009: 14) hasil belajar merupakan sebagian dari kemampuan peserta didik yang diperolehnya dari sebuah pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan berproses


(24)

dimana seseorang memiliki keinginan untuk berubah dalam segi pengetahuan dan intelektualnya secara bertahap dan permanen.

Pada kegiatan pembelajaran seorang pendidik akan menetapkan sebuah standar pencapaian atau sering disebut dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Peserta didik yang mampu mencapai hasil belajar di atas KKM yang sudah ditentukan yaitu 64, dalam hal ini bisa digunakan sebagai tolak ukur keberhasian peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Teori tersebut senada dengan (Suprijono, 2011: 6) Penilaian hasil belajar pada setiap pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA harus dilakukan untuk mengukur perkembangan hasil belajar peserta didik yang meliputi pencapaian pemahaman, kecakapan dan kemahiran pada materi sistem rangka, seperti pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan komunikasi dalam pemecahan masalah.

Sedangkan menurut pandangan islam (Umi Makromah: 2011,7), dengan hasil belajar mampu mengangkat derajatnya dimata Allah, berikut adalah Firman Allah pada QS. Al-Mujadalah: 11, yaitu:

ق ا ْم ل ّّ حسْفي ا حسْف ف سل ج ْلا يف ا حّسفت ْم ل ليق ا ا نمآ ني ّلا يأ ي ا زُنا لي

أ ني ّلا ْم نم ا نمآ ني ّلا ّّ عفْ ي ا زُن ف يبخ ل ْعت ب ّّ ت ج د مْلعْلا ا ت

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang


(25)

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah:11).

Sedangkan menurut (Syah, 2010: 82) keberhasilan dalam pembelajaran yaitu ranah psikologi peserta didik yang terpenting adalah ranah kognitif, dimana ranah yang pepusat di otak ini merupakan pandangan psikologis kognitif dan merupakan pengendali yang sangat berpengaruh dalam ranah-ranah kejiwaan yang lain yakni ranah afektif dan ranah psikomotorik.

Pada konteks psikologis kognitif, otak merupakan satu-satunya organ tubuh yang memiliki peranan sebagai pusat fungsi kognitif bukan hanya sebagai penggerak dan pengendali aktivitas akal pikiran, melainkan sebagai menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Sehingga dalam hal ini pendidikan dan pembelajaran sangat perlu diupayakan semaksimal mungkin agar ranah kognitif para peserta didik dapat berfungsi secara maksmal, positif dan bertanggung jawab.

Jadi pada dasarnya hasil belajar merupakan suatu tolak ukur dari keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Dari sinilah setiap peserta didik akan terlihat apakah sudah berhasil dalam mengikuti pembelajaran atau belum.

b. Jenis Hasil Belajar

Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh hasil belajar yang menunjukkan peserta didik telah melakukan kegiatan pembelajaran yang meliputi berbagai aspek seperti pengetahuan,


(26)

keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal oleh peserta didik.

Menurut Bloom dalam (Sanjaya, 2010: 102) bentuk perubahan intelektual pada peseta didik merupakan buah dari hasil belajar yang mereka lakukan selama mengikuti pembelajaran dan hal tersebut harus tercapai sesuai dengan harapan.

Hasil belajar digolongkan kedalam tiga ranah, yaitu ranah Kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian adalah mencakup tiga ranah yaitu :

1) Ranah Kognitif

Yang dimaksud dengan ranah kognitif disini yaitu peserta didik mampu menyebutkan bagian-bagian sistem rangka. Peserta didik juga mampu menjelaskan dari setiap pokok bahasan yang berkaitan erat dengan materi sistem rangka dan memberikan contohnya yang sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru sehingga mereka dapat memperkuat pengetahuan dan pemahamanya tentang materi sistem rangka untuk dapat dengan mudah diingat dan diterapkannya.

2) Ranah Afektif

Merupakan ranah lanjutan dari ranah kognitif, disini peserta didik diharapkan merespon, menilai dan menerima pembelajaran untuk dapat ikut aktif berpartisipasi dan melibatkan diri baik dengan keberanianya memberikan pertanyaan maupun dalam menanggapi pertanyaan yang di berikan peserta didik lain


(27)

maupun pendidik, sehingga pembelajaran berjalan dengan aktif dan komunikatif.

3) Ranah Psikomotor

Psikomotor merupakan ranah terakhir dari hasil pembelajaran, diamana peserta didik mampu mengulang atau menirukan dari tingkah laku yang di contohkan sebelumya oleh pendidik. Peserta didik dituntut untuk mempraktikan dari sebuah materi yang diberikan dengan menampilkan action atau melakukan pengamatan secara langsung yang berkaitan dengan materi sistem rangka, seperti mengamati bentuk-bentuk sistem rangka dan tata letak sistem rangka yang ada dalam tubuh manusia. Disitulah peserta didik akan menirukan dari yang diajarkan oleh pendidik sebelumnya untuk memperoleh pemahan konsep secara nyata dan lebih bermakna.

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar individu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar (Syah, 2005 dalam Ida Bagus Putrayasa, 2012: 29).

Ketiga faktor tersebut sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Berikut dipaparkan mengenai ketiga faktor tersebut.


(28)

1) Faktor internal

Faktor Internal adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor Internal ini meliputi:

a) Faktor Fisiologis

Faktor Fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan atas dua macam. Pertama kondisi fisik atau keadaan tonus jasmani, pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, kedaan fungsi jasmani/ fisiologis. Selama proses belajar berlangsung fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar terutama panca indra.

b) Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memepngaruhi proses belajar yaitu:

(1) Kecerdasan/ Intelegensia Siswa

Kecerdasan merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Sebagai faktor psikologis yang


(29)

penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswa.

Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Binet yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Manusia Tingkat kecerdasan Klasifikasi

140-169 Amat Superior

120-139 Superior

110-119 Rata-rata tinggi

90-109 Rata-rata

80-89 Rata-rata Rendah

70-79 Batas lemah mental

20-69 Lemah mental

Dari tabel di atas, dapat diketahui penggolongan tingkat kecerdasan manusia.

(2) Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasi mendorong siswa untuk melakukan kegiatan


(30)

belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi instrinsik sebagai proses di dalam diri individu yang aktif mendorong, memberi arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. (3) Minat

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari menjadi materi yang sangat menarik dan tidak membosankan. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi yang dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya. (4) Sikap

Pada belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk bereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik positif maupun negatif.


(31)

(5) Bakat

Secara umum Bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

2) Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor internal/ endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor-faktor eksternal dalam belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu lingkungan sosial dan nonsosial. Lingkungan sosial merupakan pengaruh yang datang atau berasal dari manusia. Lingkungan sosial siswa meliputi orang tua, keluarga, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman sepermainan di sekitar rumah siswa. Sifat-sifat lingkungan sosial dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Lingkungan nonsosial meliputi lingkungan alamiah seperti keadaan alam, udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, sore, malam), serta faktor instrumental yang mencakup tempat belajar, gedung, maupun buku-buku pelajaran.

3) Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang keefektifan dan keefesienan proses mempelajari materi tertentu.


(32)

Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai belajar tertentu.

B. Penelitian Yang Relevan

Model pembelajaran kooperatif tipe make a match memang memiliki dua sisi yang berbeda yaitu positif dan negatif, akan tetapi sisi negatif akan dapat tertutupi dengan hasil pembelajaran yang maksimal dan sesuai dengan tujuan.

Banyak penelitian yang menggunakan model ini karena memiliki pengaruh yang baik bagi peningkatan hasil belajar, salah satunya pakar pendidikan adalah Slavin yang melakukan hasil penelitiannya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif (dalam Rusman, 2010: 205) mengatakan 1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain 2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

Sehingga pembelajaran kooperatif tipe make a match ini akan berdampak dalam pencapaian hasil belajar peserta didik di SDN Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu yang semakin meningkat dan lebih baik, dengan indikasi nilai sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe make a match sebesar 35%


(33)

yang mencapai KKM, sehingga setelah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif tipe make a match indikasi keberhasilan menjadi 100% yang mencapai KKM. Pembelajaran kooperatif tipe make a match juga dapat meningkatkan kesungguhan pendidik dalam menyajikan materi dalam suatu pembelajaran.

Senada dengan itu menurut Sugiyanto (2009 : 35) pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Sulisti (2013) tentang peningkatan hasil belajar peseta didik dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada kelas II MI Ma’arif Sambeng Borobudur Magelang dengan hasilnya pencapaian 100% peserta didik yang mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 56,25% yang mencapai KKM. Sependapat dengan penelitian itu juga disampaikan oleh Febriyanti Sugandi (2013) yang melakukan penelitian pada kelas V SD Negeri Babakan Bandung Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi. Menyampaikan pendapatnya dalam penelitianya bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sekolah dengan KKM 65 dan menunjukan hasil belajar yang lebih meningkat. Senada dengan penelitian di atas disampaikan oleh Hidayatul Azizah (2014) yang melakukan penelitian pada kelas III MI Miftahul Ulum Rejosari Kalidawir


(34)

Tulungagung dengan mencapai hasilnya yaitu 83,33 % peserta didik yang mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 41,66%

Jadi pada intinya pembelajaran dengan mengguanakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan maksimal. Selain itu juga pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa penelitian yang mengguanakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match, dimana setiap penelitian menunjukkan hasil yang lebih baik dan lebih baik lagi sehingga diharapkan model ini dapat menjadi salah satu model pembelajaran unggulan yang selalu diterapkan oleh para pendidik dalam melakukan pembelajaran di kelas.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di temukan seperti kemampuan peserta didik dalam memahami konsep materi sistem rangka cukup rendah artinya dalam proses belajar yang dilakukan peserta didik belum mencapai hasil yang diharapkan yaitu belum sepenuhnya dapat memahami konsep materi apa yang telah disampaikan oleh pendidik dalam proses belajar. Pembelajaran hanya berpusat pada pendidik dan kurang melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga peserta didik cenderung menjadi pendengar tanpa ikut serta berperan dalam proses pembelajaran. Dengan indikasi tersebut akan berdampak pada hasil belajar yang dicapai yaitu berdampak pada hasil belajar peserta


(35)

didik rendah yang belum mencapai hasil maksimal dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan peserta didik dan pendidik. Masalah tersebut akibat dari penggunaan model pembelajaran yang kurang sesuai dan cenderung menuntut peserta didik untuk menerima dan mendengarkan saja tanpa menuntut partisipasi peserta didik secara aktif sehingga pembelajaran berjalan monoton dan membosankan.

Suatu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pendidik selalu dikaitkan dengan istilah model, pendekatan, dan metode sebagai strategi pembelajaran. Dalam konteks ini seorang pendidik harus jeli dan pandai dalam memilih suatu model pembelajaran tertentu sehingga akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran peserta didik yaitu model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada mata pelajaran IPA materi sistem rangka dengan cara mengaitkan materi sistem rangka dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitar yang digunakan sebagia contoh untuk mempermudah peserta didik dalam memahami konsep materi sistem rangka. Peserta didik diberikan kesempatan untuk aktif dalam menyampaikan gagasan untuk berbagi pengalaman dengan teman sekelas sesuai dengan materi sistem rangka dengan memberikan contoh nyata yang ada di lingkungan mereka.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran IPA materi sistem rangka juga memiliki berbagai keunggulan, seperti pembelajaran lebih membuat peserta didik senang dan


(36)

tidak cepat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe make a match menjadi lebih berakna karena pembelajaran menuntut peserta didik lebih aktif dalam kelompok.

Secara mendasar model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep secara sederhana dan mudah diingat, hal ini dikarenakan pembelajaran kooperatif tipe make a match menerapkan pembelajaran kelompok dimana peserta didik dituntut untuk mampu bekerjasama dengan baik dalam pembelajaran sehingga pembelajaran lebih melekat dan bermakna dalam ingatan anak. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match diharapkan meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan semangat belajar peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Peserta didik juga lebih aktif berpartisipasi dalam kegitan pembelajaran karena hal tersebut akan berdampak pada kemampuan anak dalam menangkap materi yang disampaikan dan berdampak pada hasil belajar yang lebih baik dan meningkat sesuai dengan harapan.

Keberhasilan belajar peserta didik dapat terlihat dengan hasil belajar yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu berupa peningkatan nilai nyata yang didapat dari hasil evaluasi pembelajaran setelah dilakukanya pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Keberhasilan dalam pembelajaran juga tidak terlepas dari kemampuan pendidik dalam menyampaikan materi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match secara baik dan maksimal, jika semakin efektif model pembelajaran yang


(37)

digunakan dalam mengajar semakin baik pula hasil belajar yang akan dicapai. Berdasarkan pemaparan kerangka berpikir di atas dapat dilihat secara umum pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Solusi

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Keunggulan 1. Pembelajaran tidak cepat bosan. 2. Lebih aktif dalam pembelajaran.

3. Kreativitas akan tumbuh dalam memahami konsep Sistem Rangka.

Harapan

1. Hasil belajar peserta didik lebih meningkat

2. Semangat dalam mengikuti pembelajaran meningkat. Identifikasi Masalah

1. Pemahaman konsep pada materi sistem rangka cukup rendah.

2. Pembelajaran yang masih berpusat pada pendidik. 3. Hasil belajar rendah.


(38)

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam suatu penelitian. Dalam hipotesis penelitian ini jika model pembelajaran kooperatif tipe make a match ini diterapkan pada pembelajaran IPA tentang Sistem Rangka di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Tahun Ajaran 2015/2016, maka hasil belajar siswa akan meningkat.


(39)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Subyek dan Waktu Penelitian 1. Subyek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu. Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 23 siswa. Terdiri dari 15 laki-laki dan 8 perempuan. Fokus pada penelitian ini adalah mata pelajaran IPA pada pokok pembahasan yaitu mengelompokkan rangka manusia berdasarkan anggotanya dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ada beberapa masalah yang ditemukan dalam proes belajar mengajar, diantaranya yaitu: pada proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV masih banyak berorientasi pada guru dengan mengandalkan bahan belajar dari buku IPA yang tersedia tanpa ditunjang dengan media pembelajaran yang sesuai. Hal ini menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang berminat terhadap pembelajaran IPA yang pada akhirnya perolehan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari hasil belajar yang dicapai siswa, khususnya pada pokok bahasan sistem rangka.


(40)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu dilaksanakan pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 yang dimulai dari April sampai bulan Agustus 2015.

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No Kegiatan

Tahun 2015

April Mei Juni Juli Agustus September

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Observasi Awal

2

Penyusunan Proposal 3 Sidang Proposal

4

Penelitian dan Bimbingan

Skripsi 5 Sidang Skripsi

6

Perbaikan dan Penyelesaian

Skripsi 7

Pelaporan ke Akademik


(41)

B. Desain dan Metode Penelitian 1. Desain Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti harus memilih desain yang tepat agar penilitian yang dilakukan dapat terarah dengan baik. Desain atau rancangan prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan Mc Taggart.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (clasroom action research) yang terdiri dari empat komponen yaitu Perencanaan Tindakan (planning), Pelaksanaan Tindakan (acting), Pengamatan Tindakatn (observing) dan Refleksi Terhadap Tindakan (reflecting).

Menurut Margareta M.N dan Kania I.D, 2008: 22, Siklus PTK dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengamatan Siklus 1

Perencanaan

Pelaksanaan


(42)

Gambar 3.1 Siklus PTK 2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas dengan Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart.

Penelitian ini dilakukan dengan jadwal pembelajaran yang ada di SD Negeri karangampel Kidul IV dan akan dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap langkah terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/ observasi dan refleksi. Keempat tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan Tindakan

Pada tahap perencanaan ini peneliti menyusun rencana tindakan dan rencana yang hendak diselenggarakan dalam proses pembelajaran IPA. Kegiatan tersebut diantaranya: 1) berdiskusi dengan guru mitra penelitian dalam menyiapkan RPP, 2) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan

Pengamatan Perencanaan

Pelaksanaan

Siklus 2


(43)

model pembelajaran kooperatif tipe make a match, 3) membuat lembar observasi (lembar observasi guru dan siswa), 4) mempersiapkan media pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tahap pelaksanaan tindakan adalah tahap praktik pembelajaran yang sebenarnya telah tersusun berdasarkan rencana tindakan dengan dibantu oleh guru ahli. Dalam kegiatan ini peneliti juga mengobservasi siswa dengan dibantu oleh guru ahli guna memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa. Pelaksanaan tindakan pembelajaran ini dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru mitra penelitian. Selanjutnya peneliti meminta guru untuk mengamati peneliti yang sekaligus menjadi praktisi dalam pelaksanaan tindakan. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam beberapa siklus. Pelaksanaan siklus pertama mengacu pada rancangan pra siklus untuk menjawab permasalahan yang diperoleh dari data hasil observasi awal. Pelaksanaan siklus kedua berdasarkan pada rencana pembelajaran yang mengacu pada hasil refleksi siklus pertama. Untuk siklus selanjutnya dalam rencana dan pelaksanaan pembelajaran mengacu pada kejadian siklus sebelum-sebelumnya. c . Tahap Pengamatan Tindakan

Pada tahapan ini, peneliti dibantu dengan guru mitra penelitian melakukan pengamatan dan mencatat semua kejadian-kejadin yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan


(44)

berlangsung. Observer mengamati seluruh aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa berdasarkan pedoman observasi yang telah dibuat, sehingga dapat diketahui apakah aktivitas guru dan siswa telah sesuai atau tidak dengan lembar observasi. Hasil observasi ini dijadikan dasar refleksi dari tindakan yang telah dilakukan untuk merencanakan tindakan yang selanjutnya.

d. Tahap Refleksi Tindakan

Tahap refleksi merupakan tahapan untuk memproses data yang telah didapat pada saat melakukan pengamatan. Data tersebut kemudian ditafsirkan dan dicari kejelasannya, dianalisis, lalu disintesiskan kembali untuk dijadikan penyusunan rencana tindakan selanjutnya dan sebagai perbaikan terhadap pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Refleksi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu melakukan perbaikan yang ditemukan dalam kegiatan observasi untuk dicarikan solusinya sehingga pembelajaran lebih efektif dan sesuai dengan harapan, seperti : melakukan pemeriksaan terhadap hasil evaluasi belajar peserta didik dan mengganti soal-soal yang dianggap sulit oleh peserta didik, mengganti media pembelajaran agar pembelajaran berjalan lebih baik serta tidak monoton dan meningkatkan hasil belajar peserta didik.


(45)

C. Definisi Operasional

1. Metode Cooperative Tipe Make a Match

Model pembelajran kooperatif tipe make a match merupakan model pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mempelajari isi materi dan hubungan sosial dengan mencari pasangan. Setiap peserta didik mendapat sebuah kartu (baik berupa soal atau jawaban) dari guru, kemudian peserta didik secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang sebelum batas waktu yang ditentukan. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match mungkin akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.

Karakteristik/ Ciri pembelajaran kooperatif menurut Enjah Takari (2010: 28) mencangkup empat unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan (individual accountability), menumbuhkan kepekaan sosial (sosial skill), saling ketergantungan yang positif (positif interdependence), dan proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan secara bersama (group processing).

2. Pembelajaran IPA di SD

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat erat kaitannya dengan cara mencari tahu tentang alam dan segala isinya, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. (KTSP 2006 : 484).


(46)

Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek yang lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya agar menjelajahi dan memehami alam sekitar secara ilmiah.

3. Hasil Belajar

Segala sesuatu yang telah dicapai oleh seseorang melalui proses pembelajaran dan memenuhi standar kompetensi. Dan merupakan alat ukur tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran, apakah siswa dinyatakan mengusai materi pembelajaran atau tidak. Jika kurang dalam penguasaan materi pembelajaran, maka guru bisa memberikan tindakan lanjutan pembelajaran kepada siswa. Baik berbentuk Remedial atau memberikan pelajaran tambahan berupa Pekerjaan Rumah (Usman, 2003 : 135).

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh kebenaran yang objektif dalam pengumpulan data diperlukan adanya instrumen yang tepat sehingga masalah yang diteliti akan berjalan dengan baik. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik survei

Dalam penelitian ini teknik survei yang dilakukan meliputi pencarian informasi dari sekolah dan pendidik yang ada di SD khususnya


(47)

wali kelas IV yang akan menjadi objek penelitian sehingga peneliti terlebih dahulu harus mengerti tentang permasalahan apa yang ada didalam sekolah dan sejauh mana hasil belajar yang telah diperoleh peserta didik sebelumnya serta meninjau lokasi dan subjek yang digunakan dalam penelitian.

2. Tes

Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam pembelajaran (Endang Poerwanti, 2015:5).

Teknik pengumpulan data dengan tes bermaksud untuk menilai hasil belajar siswa pada kelas IV mata pelajaran sistem rangka dengan melakukan latihan soal peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan untuk memperkuat data penelitian yaitu berupa nilai sebagai hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian. 3. Observasi

Observasi adalah dimana metode pengumpulan peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksiannya dapat berupa melihat, mendengar, merasakan yang kemudian dicatat secara obyektif (Joko Sulisyono, 2010:14).

Pada penelitian ini observasi dilakukan terhadap aktivitas siswa dan peneliti ketika pembelajaran berlangsung.


(48)

4. Dokumentasi

Dalam melaksanakan dokumentasi pada penelitian ini data-data yang perlu dikumpulkan adalah data-data yang berkaitan dengan penelitian, seperti foto-foto kegiatan selama kegiatan berlangsung.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Melakukan observasi secara langsung mengenai segala situasi yang terjadi di kelas secara khusus pada pembelajaran IPA.

b. Melakukan dokumentasi berupa pengumpulan data-data yang berkaitan dengan penelitian serta foto-foto kegiatan selama penelitian

berlangsung.

c. Memberikan tes berupa soal-soal untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa.

d. Mencatatat kejadian-kejadian yang berlangsung selama penelitian. 2. Analisis Data

Analisis data merupakan langkah dalam penelitian ini untuk mengorganisasikan dan melakukan analisis data untuk mencapai tujuan peneliti yang telah ditetapkan (Asmani, 2011:116).

a. Teknik analisis data

Penggunaan teknik analisis data pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu model pembelajaran yang


(49)

digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam teknik analisis data yaitu berupa tes tertulis dilakukan setiap siklus, untuk mengetahui rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Tes tertulis tiap siklus dilaksanakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata hasil belajar siswa adalah:

�̅ = ∑ �∑ � Rumus rata-rata kelas Ket �̅ : nilai rata-rata

∑ � : jumlah semua nilai peserta didik ∑ � : jumlah peserta didik

Analisis data merupakan proses untuk mengambil sebuah keputusan sesudah pembelajaran berlangsung. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan yang berasal dari berbagai sumber.

b. Penilaian untuk ketuntasan belajar

Ketuntasan belajar siswa ditentukan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan. Adapun kategori ketuntasan belajar, yaitu secara perorangan dan secara kolektif. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar, peneliti menganggap bahwa penerapan pembelajaran materi sistem rangka mata pelajaran IPA dengan pertanyaan dikatakan berhasil dalam meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didik jika peserta didik


(50)

mampu mengerjakan soal dalam kegiatan evaluasi belajar dan dapat memenuhi KKM 64 yaitu 100% dari jumlah keseluruhan peserta didik.

Berikut ini adalah tabel tingkat kriteria keberhasilan belajar peserta didik dalam % sesuai dengan tabel 3.2.

Tabel 3.2 Tingkat kriteria keberhasilan belajar peserta didik dalam % Tingkat Keberhasilan (%) Keterangan

>80% 60-79% 40-59% 20-39% <20%

sangat tinggi tinggi

sedang rendah

sangat rendah Sumber: (Aqib dkk, 2009: 41)


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Awal Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas IV SD Karangampel Kidul IV Kabupaten Indramayu. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV Kabupaten Indramayu, berjumlah 23 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.

Sebelum melakukan tindakan siklus I, II dan III terlebih dahulu dilakukan pengamatan (observasi) pada tanggal 3 April 2015 untuk mendapatkan data awal penelitian yang digunakan sebagai rujukan dalam melakukan penelitian dan tindakan yang harus dilakukan. Setelah dilakukan observasi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hasil belajar peserta didik rendah pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Sistem Rangka di kelas IV SD Karangampel Kidul IV yaitu Rendahnya hasil belajar siswa yang ditandai dengan nilai hasil ulangan formatif IPA yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM), Rendahnya kemampuan guru dalam memahami dan menggunakan model-model pembelajaran yang terpusat pada guru, Guru kesulitan dalam merancang dan melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk melaksanakan proses pembelajaran IPA, Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran terutama media pembelajaran IPA dan Lemahnya motivasi siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.


(52)

Kurangnya hasil belajar peserta didik kelas IV SD Karangampel Kidul IV pada materi Sistem Rangka dibuktikan dengan banyaknya peserta didik yang masih memperoleh nilai di bawah KKM 64 yaitu sebanyak 15 peserta didik sedangkan yang di atas KKM yaitu sebanyak 8 peserta didik, dari indikasi ini dapat disimpulkan pembelajaran yang belum berhasil dengan persentase keberhasilan 65%.

Berikut ini adalah gambaran data awal penelitian pra siklus secara umum dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Nilai Siswa

No Nama Siswa Prasiklus

1 SW 001 60

2 SW 002 50

3 SW 003 70

4 SW 004 50

5 SW 005 80

6 SW 006 60

7 SW 007 70

8 SW 008 30

9 SW 009 40

10 SW 010 70

11 SW 011 70

12 SW 012 50


(53)

14 SW 014 90

15 SW 015 40

16 SW 016 70

17 SW 017 60

18 SW 018 60

19 SW 019 50

20 SW 020 50

21 SW 021 30

22 SW 022 30

23 SW 023 70

JUMLAH

1310 RATA-RATA

56.9

Berdasarkan hasil tabel data nilai siswa didapatkan rekapitulasi nilai secara umum dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil belajar pra siklus

No Indikator Keterangan

1 Jumlah peserta didik 23

2 Kriteria ketuntasan minimal (KKM) 64 3 Target pencapaian keberhasilan 100% 4 Jumlah peserta didik tuntas pra siklus 8 5 Jumlah peserta didik tidak tuntas pra siklus 15


(54)

7 Rata-rata nilai pra silklus 56,9 8 Persentase ketuntasan pra siklus 35% 9 Presentase ketidaktuntasan pra siklus 65% Sumber : Hasil Pre Test

(Rekapitulasi hasil pre test dapat dilihat pada lampiran)

Gambar 4.1 Histogram Pra Siklus Peserta Didik Kelas IV

Berdasarkan pada data tabel dan gambar diagram di atas terlihat jelas perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah peserta didik yang berhasil mencapai KKM dan peserta didik yang belum mencapai KKM yaitu dengan presentase 35% berbanding 65%.

B. Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dilaksanakan di kelas IV semester I SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu pada mata pelajaran IPA materi Sistem Rangka. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 siklus.

0% 20% 40% 60% 80%

Tuntas

Belum Tuntas 35%


(55)

1. Siklus I

a. Perencanaan Pembelajaran

Pada tahap perencanaan yang dilakukan adalah mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match serta lembar kerja siswa yang dipergunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe make a match dan dikerjakan secara individu. Soal yang diberikan berupa PG (Pilihan Ganda) dan Essay yang harus dijawab oleh siswa.

Penyusunan instrumen pengumpulan data baik data observasi maupun catatan lapangan yang dibuat untuk mengetahui keaktifan pelaksanaan dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

Penggunaan sumber media belajar dan alat-alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe make a match dibuat agar siswa lebih aktif dan lebih memahami materi pembelajaran. Media ini berupa kartu yang dibuat berpasangan-pasangan yakni soal dan jawaban.

b. Kegiatan Pembelajaran

Setelah menyiapkan tahap perencanaan maka peneliti siap melaksanakan penelitian dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Pelaksanaan siklus 1 dilaksanakan dua kali setiap pertemuan dengan alokasi waktu 2 x


(56)

35 menit. Pelaksanaan pertama dilaksanakan pada hari Senin 08 Juni 2015.

1) Kegiatan Awal

Pada kegiatan awal guru memulai membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, menyiapkan kondisi peserta didik untuk siap belajar, guru dan siswa berdoa bersama-sama, guru mengecek kehadiran siswa, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, kemudian diakhiri dengan memberikan apersepsi yakni mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan tidak lupa guru memotivasi siswa agar lebih semangat belajar. 2) Kegiatan Inti

Peneliti memberikan penjelasan materi tentang sistem rangka dilanjutkan siswa menggali materi lebih dalam dari buku paket yang ada. Tidak lupa peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab, mengenai pembelajaran sistem rangka.

Kemudian peneliti membagi siswa menjadi 2 kelompok besar untuk meelakukan pembelajaran kooperatif make a match. Siswa bersama-sama mendengarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif make a match. Setiap siswa akan diberi 1 kartu, kelompok yang pertama memegang soal dan kelompok yang lain memegang jawaban. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk mencari pasangan katunya sebelum


(57)

batas waktu yang telah ditentukan. Bagi siswa yang sudah menemukan jawaban kartunya diminta maju ke depan kelas untuk menceritakan bagian sistem rangka yang ada pada soal. Siswa yang tepat mencari jawaban dari pasangan kartu, maka akan mendapat poin. Setelah itu guru mengevaluasi hasil kerja kelompok serta memberian penghargaan pada kelompok yang hasilnya baik.

Setelah babak pertama selesai dilanjutkan babak kedua, peneliti mengkocok kembali kartu agar tercampur secara acak, setelah tercampur kartu di bagikan lagi secara acak agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari babak pertama.

Setelah babak ke dua selesai, peneliti memberi penguatan terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami.

Selanjutnya masing-masing individu diberi soal tes tertulis yang terdiri dari 10 soal yang dikerjakan siswa selama 20 menit. Peneliti memantau pekerjaan siswa dengan berkeliling dan mendampinginya apabila ada siswa yang kesulitan dalam memahami soal. Peneliti meminta siswa untuk meneliti kembali hasil pekerjaan sebelum dikumpulkan kepada peneliti.


(58)

3) Kegiatan Akhir

Peneliti bersama siswa membuat kesimpulan dan memberi motivasi. Selanjutnya peneliti bersama siswa menutup pembelajaran dengan membaca hamdalah dan salam. c. Observasi

Untuk mengetahui hasil observasi, maka peneliti menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti.

Berikut ini adalah hasil observasi yang dilakukan observer pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan seperti pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Observasi Pembelajaran Siklus I

No Penampilan Mengajar Skor

1 2 3 4 1 Kemampuan Membuka Pelajaran

a.Menarik perhatian peserta didik. b.Memotivasi peserta didik.

c.Mengaitkan antara materi yang sudah diajarkan dengan materi yang akan diajarkan.

d.Memberi acuan materi yang akan diajarkan.

2 Sikap praktikan dalam proses pembelajaran

a.Memiliki kejelasan suara dalam komunikasi.

b.Tidak melakukan gerakan atau unggkapan yang dapat mengganggu


(59)

perhatian peserta didik.

c.Antusiasme mimik dalam penampilan.

d.Mobilitas posisi tempat dalam kelas. 3 Penguasaan materi dalam pembelajaran

a.Kejelasan memposisikan materi ajar yang disampaikan dengan materi lainnya yang terkait.

b.Kejelasan menerangkan berdasarkan tuntutan aspek kompetensi (kognitif, afektif dan psikomotor).

c.Kejelasan dalam memberikan contoh sesuai dengan tuntutan aspek kompetensi.

d.Mencerminkan penguasaan materi ajar secara profesional.

4 Implementasi langkah-langkah pembelajaran

a. Penyajian materi sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada RPP.

b. Proses pembelajaran berjalan komunikatif dengan berpusat pada peserta didik.

c. Antusias dalam menanggapi dan menggunakan respon dari peserta didik.

d. Cermat dalam memanfaatkan waktu sesuai dengan alokasi yang ditentukan.

5 Penggunaan media pembelajaran a. Perhatikan prinsip penggunaan


(60)

jenis media pembelajaran.

b. Sesuai dengan materi yang diajarkan.

c. Terampil dalam mengoperasikan. d. Membantu kelancaran proses

pembelajaran.

6 Evaluasi Pembelajaran

a. Melakukan evaluasi berdasarkan tntutan aspek kompetensi.

b. Melakukan evaluasi sesuai dengan butir soal yang direncanakan dalam RPP.

c. Melakukan evaluasi sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan. d. Melakukan evaluasi sesuai dengan

bentuk dan jenis yang dirancang.

7 Kemampuan menutup pelajaran

a. Meninjau kembali dan menyimpulkan materi kompetensi yang diajarkan.

b. Memberikan kesempatan bertanya. c. Memberikan tugas untuk melatih

pemahaman.

d. Menginformasikan materi ajar berikutnya.

Skor Maksimal 28

Jumlah Aspek 23


(61)

Keterangan :

4 = jika semua deskiptor muncul 3 = jika 3 deskiptor yang muncul 2 = jika 2 deskiptor yang muncul 1 = jika 1 deskiptor yang muncul Nilai = Ju a ya

Ju a a a x 100%

Taraf Keberhasilan Tindakan: 86 % -100% = Sangat Baik 76 % - 85% = Baik

60 % - 75% = Cukup 55 % - 59 % = Kurang

0 % - 54 % = Sangat Kurang

Berdasarkan dari data tabel diatas dapat diketahui bahwa penyampaian pembelajaran yang dilakukan peneliti sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, meskipun ada beberapa hal yang belum dilakukan. Sehingga data di atas nilai yang diperoleh peneliti selama kegiatan pembelajaran adalah 23 dari 28 deskriptor yang ditetapkan. Sehingga diperoleh taraf keberhasilan tindakan mencapai 82, 1 % dengan kategori baik. Sedangkan hasil observasi siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(62)

Tabel 4.4 Hasil Observasi Siswa Siklus I

No Penampilan Mengajar Skor

1 2 3 4 1 Melakukan aktifitas rutin sehari-hari

a. Menjawab salam guru b. Menjawab absen guru c. Menjawab pertanyaan guru d. Mendengarkan penjelasan guru

2 Memperhatikan penjelasan materi a. Memperhatikan penjelasan guru b. Mencatat materi

c. Mengajukan pendapat terhadap penjelasan guru yang berkaitan dengan materi

d. Menjawab pertanyaan guru yang berkaitan dengan materi

3 Keterlibatan dalam pembangkitan pengetahuan siswa mengenai materi

a. Menjawab pertanyaan guru berdasarkan pengetahuan/ pengalaman siswa

b. Menanggapi penjelasan guru yang berkaitan dengan materi yang disampaikan

c. Mengikuti bimbingan guru untuk memasuki materi yang akan diajarkan

d. Mencerminkan penguasaan materi ajar secara profesional.

4 Memahami lembar kerja (individu) a. Memahami perintah dan soal pada


(63)

lembar kerja

b. Membaca soal pada lembar kerja c. Memahami maksud soal pada lembar

kerja dan mengerjakannya secara mandiri

d. Bertanya pada guru jika ada yang tidak dimengerti

5 Memanfaatkan sarana yang tersedia a. Memanfaatkan sarana dengan tepat b. Mengisi/ menjawab lembar kerja

sesuai dengan petunjuk c. Memanfaatkan sarana secara

bersama-sama

d. Memanfaatkan sarana sesuai dengan kebutuhan

6 Mengerjakan tugas secara mandiri/ kelompok

a. Siswa mengerjakan tugas secara mandiri/ bekerjasama dengan kelompok

b. Aktif mengerjakan tugas mandiri/ kelompok

c. Aktif menyampaikan ide/ pendapat d. Menghargai pendapat temannya

7 Menanggapi evaluasi

a. Siswa bersama-sama guru membuat kesimpulan materi yang telah

dipelajari

b. Melengkapi jawaban teman c. Menghargai jawaban teman d. Berani bertanya


(64)

a. Mengatur kelas dalam posisi semula b. Menerima tugas pekerjaan rumah

yang diberikan guru

c. Memperhatikan penjelasan guru mengenai materi untuk pertemuan yang akan datang

d. Menjawab salam

Jumlah skor yang diperoleh 21

Skor maksimal 32

Nilai penampilan 65,6 %

Keterangan :

4 = jika semua deskiptor muncul 3 = jika 3 deskiptor yang muncul 2 = jika 2 deskiptor yang muncul 1 = jika 1 deskiptor yang muncul Nilai = S ya

S a a x 100% Taraf Keberhasilan Tindakan: 86% - 100% = Sangat baik 76% - 85% = Baik 60% - 75% = Cukup 55% - 59 % = Kurang 0% - 54% = Sangat kurang


(65)

Berdasarkan data tabel observasi siswa di atas, pengamatan secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan pembelajaran sudah cukup sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun masih ada deskriptor yang belum muncul dalam aktivitas kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung. Nilai yang diperoleh dari aktivitas siswa yakni 21 dari 32 deskriptor yang diharapkan. Sehingga taraf keberhasilan tindakan mencapai 65,6 % dengan kategori cukup.

Berikut ini data nilai siswa siklus I yang diperoleh menggunakan model pembelajaran kooperatif make a match.

Tabel 4.5 Data Nilai Siswa Siklus I

No Nama Siswa Nilai Siklus II

1 SW 001 25

2 SW 002 72.5

3 SW 003 95

4 SW 004 64

5 SW 005 87.5

6 SW 006 64.5

7 SW 007 81.5

8 SW 008 30

9 SW 009 25

10 SW 010 37.5


(66)

12 SW 012 55

13 SW 013 50

14 SW 014 75

15 SW 015 52.5

16 SW 016 40

17 SW 017 64.5

18 SW 018 67.5

19 SW 019 46.5

20 SW 020 75

21 SW 021 40

22 SW 022 72.5

23 SW 023 75

JUMLAH 1353.5

RATA-RATA 58.8

Berdasarkan dari hasil tes siklus I didapatkan rekapitulasi nilai secara umum dapat dilahat pada tabel 4.5.

Tabel 4.6 Rekapitulasi hasil belajar siklus I

No Indikator Keterangan

1 Jumlah peserta didik 23

2 Kriteria ketuntasan minimal (KKM) 64 3 Target pencapaian keberhasilan 100% 4 Jumlah peserta didik tuntas siklus I 12


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkaan temuan dan pembahasan pada setiap tindakan dalam penelitian tindakan kelas di SD Negeri Karangampel Kidul IV di kelas IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu, hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penerapan pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi sistem rangka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di SDN Karangampel Kidul IV. Hal ini dapat diketahui dari indikator keberhasilan yang berupa hasil siswa dan proses pembelajaran, yakni nilai ketuntasan belajar siswa sebesar 35 % pada pra siklus menjadi 52 % pada siklus I, 87 % pada siklus II dan 100 % pada siklus III. Nilai hasil belajar yang diperoleh oleh siswa pada kriteria yang sangat baik. Hal ini menunjukkan siswa telah mampu mengusai materi sistem rangka dengan baik. Aktivitas peneliti pada siklus I adalah 82,1 %, pada siklus II 92,9 %, dan pada siklus III meningkat menjadi 96,4 %. Sedangkan pada aktivitas siswa siklus I sebesar 65,6 % dan pada siklus II menjadi 87,5 % dan pada siklus III meningkat menjadi 96,9 %. Sehingga dapat diketahui bahwa penerapan pembelajaran kooperatif make a match pada siswa


(2)

kelas IV tentang sistem rangka sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

2. Hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif make a match dalam pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu, berdasarkan hasil penilaian selama dua siklus menunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Pada pra siklus nilai rata-rata mencapai 56,9; pada siklus kesatu rata-rata nilai siswa yaitu: 59,4 ini berarti adanya peningkatan nilai rata-rata dari pra siklus ke siklus kesatu yaitu sebesar 2,5. Dan pada siklus kedua 72,1, ini berarti ada peningkatan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 12,7, kemudian pada siklus III lebih meningkat sekitar 78.7 dengan peningkatan rata-rata sekitar 6,6. Ditinjau dari ketuntasan belajar pada pra siklus baru mencapai 35%, kemudian siklus kesatu mencapai 52%, pada siklus kedua menjadi 87% dan pada siklus ketiga meningkat menjadi 100%. Pada siklus ketiga pembelajaran sudah dianggap berhasil karena telah mencapai ketuntasan belajar dari batas minimal yaitu 100%.

B. Saran

Kesimpulan yang telah diuraikan di atas sebagai hasil penelitian diharapkan menimbulkan implikasi bagi komponen pengajaran khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Dalam hal ini peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi komponen-komponen pendidikan dan pengajaran. Karena itu ada beberapa saran dari peneliti sebagai implikasi penelitian ini. Saran


(3)

yang peneliti kemukakan diantaranya sebagai berikut:

1. Bagi guru seyogyanya dapat memilah-milah kepentingan penggunaan model pembelajaran, antara kebutuhan peserta didik untuk dapat belajar aktif, dan menyenangkan. Suatu tuntutan yang sulit namun menjadi tantangan bagi guru untuk sukses dalam menjalankan tugas, fungsi dan perannya sebagai guru yang professional.

2. Bagi pihak sekolah, untuk dapat memberdayakan semua fasilitas sarana prasarana untuk kebutuhan proses pembelajaran peserta didik, guna mempermudah pemahaman makna isi materi standar kompetensi yang dirasakan sulit dipahami oleh peserta didik, dan dapat digunakan untuk kelancaran penggunaan model pembelajaran lainnya yang akan digunakan oleh guru IPA.

3. Bagi peneliti lanjut, untuk lebih meningkatkan atau melanjutkan penelitian ini lebih dalam lagi, agar diperoleh hasil yang maksimal guna menambah wacana pengetahuan bagi dunia pendidikan.

4. Apabila akan menggunakan model pembelajaran make a match hendaknya memperhatikan dahulu kelebihan dan kelemahannya, dengan tujuan agar dapat memanfaatkan kelebihannya dan dapat mengatasi kelemahannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Yrama Widya. Arpin. 2014. Penerapan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Pada

Pembelajaran Ipa-Biologi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIID Smpn 17 Kota Bengkulu. Tersedia : http://repository.unib.ac.id/8397/. [02 Juli 2015].

Asmani, J M. 2011. Tips Pintar Penelitian Tindakan Kelas. yogjakarta: Laksana. Azizah, Hidayatul. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Al-Quran Hadits Pada Siswa Kelas III MI Miftahul Ulum Rejosari Kalidawir Tulungagung. Tersedia : http://repo.iain-tulungagung.ac.id/121/1/Azizah.pdf. [02 Juli 2015].

Bagus P, Ida, dkk. 2012. Landasan Pembelajaran. Bali: Undiksha Press. BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Depdikbud. Depdiknas. (2006). Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi Untuk Satuan Pendidikan dasar Dan Menengah.

Jihad, A & Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo.

Kartadinata, Sunaryo. 2011. Bahan Ajar Ilmu Pengetahuan Alam SD/ MI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

Makromah, Umi. 2011. Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif “ Make A Match” Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar menyebutkan Tugas Malaikat Siswa Kelas IV SDN 2

Karangmalang kangkung Kendal. Tersedia :

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAAahUKEwip2NOogNHHAhXMG5Q KHUt7B9U&url=http%3A%2F%2Flibrary.walisongo.ac.id%2Fdigilib%2 Fdownload.php%3Fid%3D20681&ei=MRHjVen7C8y30ATL9p2oDQ&us g=AFQjCNGSJUyC0csrOjvoCkL91VFSQbn4dQ&sig2=iwazljqd5oQWl7 880euxzA. [02 Juli 2015].

Matondang, Zulkifli. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Medan: Unimed. Mega N, Margaretha. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: CV Regina

Poerwati, Endang. (2015). Konsep Dasar Asesmen Pembelajaran. Tersedia :

http://www.scribd.com/doc/129983959/1-Konsep-Dasar-Asesmen-Pembelajaran-pdf#scribd. [02 Juli 2015].

Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, W. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Solihatin, Etin. 2005. Pengaruh Kooperatif learning terhadap Belajar IPS ditinjau dari Gaya Belajar. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

Sugandi, Febriyanti. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA tentang Pokok Pembahasan Pesawat Sederhana melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match. Tersedia : http://repository.upi.edu/1731/. [05 Juli 2015].

Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: UNS Press. Sulisti, Wiwik. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Make a Match Untuk

Meningkatkan Hasil belajar IPA pada Kelas II MI Maarif Sambeng

Borobudur Magelang. Tersedia :

http://digilib.uin-suka.ac.id/14010/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf. [02 Juli 2015].

Sulisyono, Joko. 2010. 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta : Cakrawala.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Pakem. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Suprijono, A. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Takari, Enjah. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Ganesindo.

Usman, M.U, Setiawawati L. (1993). Upaya Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.