Universitas Sumatera Utara BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Epilepsi adalah kelainan neurologis kronik yang dapat mengenai seluruh usia. Di dunia, 50 juta orang menderita epilepsi dan sebanyak 85 berada di
negara berkembang. Prevalensi epilepsi aktif dalam sejumlah besar studi membuktikan keseragaman pada angka 4-10 per 1000 penduduk. Insidensi
epilepsi di dunia berkisar antara 23-190 tiap 100.000 penduduk tiap tahun dan bahkan dapat lebih tinggi pada anak-anak, yaitu antara 25-840 tiap 100.000
penduduk tiap tahunnya. Insidensi ini lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara maju WHO, 2012.
Epilepsi merupakan suatu kondisi medis, namun seseorang yang menderita epilepsi juga harus mengatasi berbagai konsekuensi sosial yang timbul Hills,
2007. Penderita epilepsi merasakan berbagai pelanggaran dan pembatasan dari hak sipil dan hak asasi manusia mereka, seperti dalam mendapatkan akses
terhadap jaminan kesehatan, surat izin mengemudi, pekerjaan, perjanjian hukum, dan bahkan pernikahan. Diskriminasi terhadap penderita epilepsi di tempat kerja
dan dalam hal untuk memperoleh pendidikan merupakan hal umum yang sering dialami para penderita epilepsi WHO, 2012. Sebuah penelitian di Bengal
menunjukkan hanya 35,9 orang tua yang memperbolehkan anak epilepsi untuk memperoleh pendidikan di sekolah yang sama seperti anak-anak lainnya
Bhattacharya, 2007. Sebagian besar anak dengan epilepsi bersikap baik di sekolah dan mampu
secara kognitif, tetapi mereka lebih sering mengalami masalah dalam pembelajaran, pencapaian prestasi, dan penurunan daya kognitif, sehingga mereka
membutuhkan perhatian khusus. Oleh karena itu, perilaku guru terhadap epilepsi penting dalam meningkatkan prestasi sekolah dan perkembangan kemampuan
sosial siswa. Guru yang salah persepsi atau mempunyai sedikit pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
tentang epilepsi dapat meningkatkan risiko masalah akademik dan sosial siswa Institute of Medicine, 2012. Sebuah penelitian komunitas tentang pengetahuan,
sikap, dan persepsi guru mengenai epilepsi di Nigeria menunjukkan adanya kekurangan yang berarti dalam pengetahuan umum tentang epilepsi. Sebanyak
29,2 responden menganggap epilepsi adalah penyakit menular dan 40 beranggapan bahwa anak dengan epilepsi tidak seharusnya berada di kelas biasa
Mustapha, Odu, dan Akande, 2012. Di Indonesia, yang merupakan negara berkembang, terdapat paling sedikit
700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan 40-50 terjadi pada anak-anak Suwarba, 2011.
Penelitian tentang insidensi epilepsi di RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2004-2008 menunjukkan kasus terbesar sebanyak 30,02 terjadi pada usia 5-14 tahun atau
usia sekolah Putri, 2009. Jumlah pasien epilepsi di Medan, Sumatera Utara, sampai sekarang belum
diketahui. Belum ada data pasti tentang prevalensi maupun insidensi epilepsi di Medan, Sumatera Utara. Sebuah penelitian tentang perilaku guru terhadap epilepsi
di Medan menunjukkan adanya sikap yang buruk dan kesalahpahaman terhadap penyakit epilepsi yang berarti Rambe dan Sjahrir, 2002.
Guru dianggap sebagai tokoh masyarakat. Oleh karena itu, guru juga mempunyai peranan penting dalam perawatan kesehatan anak dengan epilepsi.
Terlebih lagi onset terjadinya epilepsi terbanyak adalah pada usia anak-anak. Hal inilah sebagai dasar bagi peneliti ingin mengetahui pengetahuan dan sikap guru
sekolah dasar terhadap epilepsi.
1.2. Rumusan Masalah