Gambaran Umum Kota Surakarta

A. Gambaran Umum Kota Surakarta

1. Aspek Geografis

Surakarta merupakan kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 501.650 jiwa (2011) dan kepadatan penduduk 13.636/km 2 . Surakarta juga dikenal dengan sebutan Solo atau Sala. Surakarta memiliki luas lahan 44 km 2 atau sekitar 0,14 % luas Jawa Tengah. Sebagian lahan dipakai sebagai tempat pemukiman sebesar 61,68%, dan 20% lahan digunakan untuk kegiatan perekonomian.

a. Kondisi Geografis

Kota Surakarta terletak di antara 110 45` 15" - 110 45` 35" Bujur Timur dan 70` 36" - 70` 56" Lintang Selatan serta berada di dataran rendah dengan ketinggian 105 m dpl dan 95 m dpl di pusat kota. Batas Wilayah Surakarta antara lain sebagai berikut:

Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo

Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar

Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan yang masing-masing dipimpin oleh seorang Camat dan 51 kelurahan yang masing-masing

dipimpin oleh seorang Lurah , 595 Rukun Warga (RW) dan 2.669 Rukun Tetangga (RT). Jumlah Kepala Keluarga (KK) tercatat sebesar 134.811 KK, maka rata-rata jumlah KK tiap RT sebesar 50 KK/RT. Kelima kecamatan di Surakarta antara lain Kecamatan Pasar Kliwon (9 kelurahan), Kecamatan Jebres (11 kelurahan), Kecamatan Banjarsari (13 kelurahan), Kecamatan Laweyan (11 kelurahan), Kecamatan Serengan (7 kelurahan). Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan terluas di kota Surakarta dengan luas 14,81 Ha. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terletak di kecamatan Serengan yang mencapai angka 19.903 penduduk. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah terletak di Kecamatan Jebres sebanyak 11.582 penduduk (BPS Surakarta,2011).

Gambar 4.1 Peta Kota Surakarta

Sumber: surakarta.go.id

b. Keadaan Iklim dan Topografi

Musim hujan di Surakarta dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Surakarta adalah 2.200 mm, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari.

Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius dan suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celsius, sedangkan terendah adalah 21,0 derajat Celsius. Rata- rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat

2. Aspek Demografis

Salah satu modal dasar pembangunan nasional adalah penduduk dengan sumber daya manusia yang potensial dan produktif untuk mewujudkan pembangunan nasional. Penduduk yang besar di suatu wilayah merupakan unsur penting pembangunan. Penduduk jika dibina dan dikembangkan dengan baik dan terpadu akan menjadi potensi dan sumber daya manusia yang tangguh dalam mendukung pembangunan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Surakarta Menurut Jenis

Kelamin Di Kota Surakarta Tahun 2011

Rasio Jenis Kelamin

Sumber: BPS, Surakarta Dalam Angka 2011

Pada tabel di atas diketahui bahwa pada tahun 2011 penduduk kota Surakarta mengalami pertumbuhan penduduk dari 501.650 jiwa dibandingkan tahun 2010 sebesar 499.337 jiwa. Komposisi penduduk laki- laki tahun 2011 sebanyak 245.283 penduduk dan perempuan sebanyak

256.367 penduduk . Penyebab dari pertumbuhan penduduk salah satunya adalah tingkat kepadatan penduduk yang semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi, dan urbanisasi.

Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat

Kepadatan Tiap Kecamatan Di Kota Surakarta Tahun 2011

Ke camatan

Luas Wilayah

Jumlah Penduduk

Rasio

Jenis Kelamin

Tingkat Ke padatan

Laki-laki Perempuan

96,86 19.903 Pasar Kliwon

Sumber: BPS, Surakarta Dalam Angka 2011

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Umur Kota Surakarta Tahun

2011 Kelompok

Usia

Jenis Kelamin Laki- Jumlah

laki

Perempuan

3. Kondisi Perekonomian Kota Surakarta

a. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan adalah jumlah penduduk berdasar tingkat pendidikan yang telah ditempuh yang meliputi pendidikan formal. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta, komposisi penduduk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tinggi Kota Surakarta Tahun 2011

Pendidikan Tinggi

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah Total

Tidak Punya Ijasah SD

SD/MI/Paket A

SMP Umu m/Kejuruan/Paket B

SMU/MA/ Kejuruan/Paket C

D III / Sarmud

Sumber: BPS, Surakarta Dalam Angka 2011

Berdasar tabel di atas jumlah penduduk yang mencapai tingkat pendidikan terbanyak dicapai pada tingkat pendidikan SMU/MA/

Kejuruan/Paket C sebesar 147.587 penduduk. Tingkat pendidikan terbanyak yang ditempuh penduduk selanjutnya berada pada tingkatan penduduk yang tidak memiliki ijasah SD sebesar 101.583 penduduk, sedangkan untuk strata pendidikan tertinggi yaitu tingkat S2/S3 Kejuruan/Paket C sebesar 147.587 penduduk. Tingkat pendidikan terbanyak yang ditempuh penduduk selanjutnya berada pada tingkatan penduduk yang tidak memiliki ijasah SD sebesar 101.583 penduduk, sedangkan untuk strata pendidikan tertinggi yaitu tingkat S2/S3

b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pancaharian Komposisi penduduk menurut mata pancaharian merupakan jumlah penduduk yang bekerja menurut pekerjaan yang dijalaninya. Berdasar data Biro Pusat Statistik (BPS) Surakarta tahun 2011, lapangan pekerjaan yang ditekuni penduduk Surakarta didominasi oleh sektor perdagangan. Pada tabel di bawah ini memeperlihatkan persentase penduduk menurut mata pancahariannya.

Tabel 4.5 Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di Kota Surakarta Tahun 2011 (Jiwa)

Lapangan Usaha

Jenis Kelamin

Pertambangan dan Penggalian

Listrik, Gas dan Air

Angkutan dan Komunikasi

Keuangan dan Jasa Perusahaan

Sumber: BPS, Surakarta Dalam Angka 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2011

246.768 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki yang bekerja sebanyak 139.231 jiwa, sedangkan penduduk perempuan yang bekerja

sebanyak 107.537 jiwa. Pada tahun 2011, penduduk Kota Surakarta paing banyak bekerja di sektor perdagangan. Hal ini sangat beralasan karena letak Kota Surakarta yang diapit oleh daerah-daerah produsen berbagai Sumber Daya Alam (SDA), seperti Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo. Daerah-daerah tersebut banyak memasok produk yang dihasilkannya untuk kemudian diperdagangkan di Kota Surakarta. Sektor yang paling kecil menyerap tenaga kerja adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air.

c. Produk Domestik Regional Bruto (P DRB) Menurut Lapangan Usaha Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh

besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Keadaan perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), karena hingga saat ini PDRB masih digunakan sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi atau tingkat perkembangan ekonomi suatu daerah. Dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diketahui besarnya kontribusi masing-masing sektor yang ada. Kontribusi suatu sektor adalah suatu peranan yang diberikan oleh masing-masing sektor besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Keadaan perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), karena hingga saat ini PDRB masih digunakan sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi atau tingkat perkembangan ekonomi suatu daerah. Dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diketahui besarnya kontribusi masing-masing sektor yang ada. Kontribusi suatu sektor adalah suatu peranan yang diberikan oleh masing-masing sektor

Berdasar harga berlaku dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Berlaku Di Kota Surakarta Tahun 2007– 2011 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha

5.532 5.927 Pertambangan dan Galian

2.942 3.010 Industri Pengolahan

1.681.790 1.838.499 1.592.356 2.081.494 2.233.248 Listrik, Gas dan Air Bersih

1.711.786 1.984.698 2.223.561 2.556.483 2.885.293 Pengangkutan dan Komunikasi

986.323 1.106.229 1.206.106 Keuangan dan Jasa Perusahaan

Sumber: BPS, Surakarta Dala m Angka 2011

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 PDRB Kota Surakarta didominasi oleh sektor perdagangan yang kemudian dilanjutkan dengan sektor industri pengolahan yang menempati posisi kedua, serta sektor pertambangan dan galian memberikan kontribusi terkecil dalam PDRB Kota Surakarta.

4. Pasar Antik Windujenar Surakarta

Obyek dalam penulisan ini adalah Pasar Windujenar dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor modal, pengalaman berdagang, umur, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pendidikan mempengaruhi besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang. Pasar

Windujenar didirikan pada tahun 1939. Pada mulanya, Pasar Windujenar bernama Pasar Ya’ik, kemudian pada waktu ulang tahun jumenengan

Mangkunegara VII yang ke 24 tahun, maka Pasar Ya’ik berubah nama menjadi Pasar Triwindu ( Tri = Tiga, Windu = delapan, jadi Triwindu berarti 24 tahun) dan selanjutnya berubah nama kembali menjadi Windujenar sampai sekarang.

Pasar Windujenar terletak di Jalan Diponegoro dan berlokasi di depan Pura Mangkunegaran Surakarta. Tanah lokasi pasar tesebut milik Mangkunegaran yang dulunya berfungsi sebagai kandang kuda. Setelah difungsikan sebagai pasar tradisional, berdasarkan undang-undang maka kepemilikan tanah beralih dari Mangkunegaran yang kemudian dikelola oleh Pemerintah Kota, sehingga para pedagang pasar sejak berdiri sampai dengan saat ini memiliki kewajiban membayar retribusi, Surat Hak Penempatan (SHP), dan balik nama kepada Pemerintah Kota Surakarta.

Jenis barang dagangan di Pasar W indujenar pada awal berdiri sampai dengan tahun 1966 masih bercampur antara onderdil kendaraan, alat-alat pertukangan, alat-alat rumah tangga, barang antik, serta makanan. Pada tahun 1970 barang dagangan di Pasar Windujenar mulai didominasi oleh barang-barang lama/kuno yang berkualitas baik serta barang reproduksi antara lain mebel dari Serenan dan Jepara, patung Perunggu dari Trowulan, keramik dari Jawa Barat, dan lain sebagainya. Walaupun dinamakan Pasar Antik Windujenar, tidak semua barang yang Jenis barang dagangan di Pasar W indujenar pada awal berdiri sampai dengan tahun 1966 masih bercampur antara onderdil kendaraan, alat-alat pertukangan, alat-alat rumah tangga, barang antik, serta makanan. Pada tahun 1970 barang dagangan di Pasar Windujenar mulai didominasi oleh barang-barang lama/kuno yang berkualitas baik serta barang reproduksi antara lain mebel dari Serenan dan Jepara, patung Perunggu dari Trowulan, keramik dari Jawa Barat, dan lain sebagainya. Walaupun dinamakan Pasar Antik Windujenar, tidak semua barang yang

Pengunjung Pasar Windujenar terdiri dari bermacam-macam kelompok masyarakat baik itu sebagai produsen, pemborong, maupun konsumen. Selain wisatawan lokal terdapat pula wisatawan asing yang mendominasi transaksi jual beli antara lain berasal dari Jepang, Belanda, Amerika, dan lainnya.

5. Revitalisasi Pasar Antik Windujenar Surakarta

Pada pemerintahan Walikota Joko Widodo, Pasar Windujenar merupakan salah satu pasar tradisional yang diikutsertakan dalam program revitalisasi dengan tujuan supaya bangunan dan elemen di dalamnya tertata dengan rapi, dapat menambah minat daya beli wisatawan, serta menjadikan pasar bukan hanya sebagai tempat untuk transaksi jual-beli akan tetapi juga dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan pariwisata di Surakarta sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi pasar sebelum revitalisasi secara fisik sangat memprihatinkan karena kumuh, tidak beraturan, barang yang diperjualbelikan bercampur menjadi satu bagian. Maka dari itu maksud dan tujuan program revitalisasi pasar diantaranya menggiatkan transaksi jual beli, mensejahterakan masyarakat pada umumnya dan pedagang pada khususnya, merealisasikan konsep dan tujuan ekonomi kerakyatan dengan memperindah tata kota, menjadikan pasar tradisional sebagai salah satu tujuan wisata, menciptakan pasar yang Pada pemerintahan Walikota Joko Widodo, Pasar Windujenar merupakan salah satu pasar tradisional yang diikutsertakan dalam program revitalisasi dengan tujuan supaya bangunan dan elemen di dalamnya tertata dengan rapi, dapat menambah minat daya beli wisatawan, serta menjadikan pasar bukan hanya sebagai tempat untuk transaksi jual-beli akan tetapi juga dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan pariwisata di Surakarta sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi pasar sebelum revitalisasi secara fisik sangat memprihatinkan karena kumuh, tidak beraturan, barang yang diperjualbelikan bercampur menjadi satu bagian. Maka dari itu maksud dan tujuan program revitalisasi pasar diantaranya menggiatkan transaksi jual beli, mensejahterakan masyarakat pada umumnya dan pedagang pada khususnya, merealisasikan konsep dan tujuan ekonomi kerakyatan dengan memperindah tata kota, menjadikan pasar tradisional sebagai salah satu tujuan wisata, menciptakan pasar yang

dengan fasilitas sarana prasarana yang memadai.

Proses revitalisasi dilaksanakan secara bertahap. Sebelum tahap secara konstruksional, Pemkot Surakarta mengadakan beberapa kali sosialisasi dengan total 54 pertemuan antara Pemkot Surakarta dengan anggota Paguyuban Pasar Windujenar. Pada mulanya para pedagang menolak untuk diadakan revitalisasi karena takut akan kehilangan pelanggan. Untuk menyiasati keadaan tersebut maka Pemkot mengajukan beberapa tindakan preventif antara lain dengan sosialisasi pemindahan pedagang melalui media cetak dan televisi lokal, memasang spanduk- spanduk di titik penting pusat kota Surakarta, bekerjasama dengan Dinas Perhubungan dengan menambah trayek angkutan umum yang akan melintas di lokasi pasar. Paguyuban Pedagang Pasar Windujenar menyetujui pelaksanaan revitalisasi tapi dengan syarat kios yang nantinya ditempat pedagang diberikan secara gratis karena sebelum adanya revitalisasi tiap pedagang yang memiliki kios di Pasar Windujenar sudah memiliki SHP (Surat Hak Penempatan) sebagai wujud dari kepemilikan kios. Pada perkembangannya, kios yang ditempati pedagang digratiskan akan tetapi pedagang memiliki kewajiban untuk membayar retribusi kepada Pemkot Surakarta sebagai bentuk pengembalian modal pembangunan dan proses revitalisasi.

Pembangunan Pasar Windujenar dilaksanakan 2 (dua) tahap : Tahap I dilaksanakan pada tahun 2008 yaitu pembangunan pasar blok

selatan dan blok utara, terdiri dari 2 (dua) lantai, dengan luas bangunan lantai 1 (satu) seluas 1.826m 2 dan Lantai 2 (dua) seluas 1.454 m 2 dan tahap II dilaksanakan pada tahun 2009 yaitu pembangunan pasar pada blok timur terdiri dari 2 (dua) lantai dengan luas bangunan dan lantai 1

(satu) seluas 272 m 2 lantai 2 (dua) seluas 272 m 2 (surakarta.go.id). Tahun 2009 Pasar Triwindu direlokasi di depan sayap kanan Pura Mangkunegaran dengan luas tanah 2.384 m 2 dan diresmikan oleh Walikota Surakarta pada tanggal 25 September 2009 dengan upacara prosesi boyongan pedagang Pasar Windujenar.