Tanggapan Negara Amerika Serikat Terhadap Pengembangan Nuklir Korea Utara

1. Tanggapan Negara Amerika Serikat Terhadap Pengembangan Nuklir Korea Utara

Amerika Serikat menghendaki Korea Utara menghentikan program pengembangan senjata nuklir untuk ditukarkan dengan bantuan ekonomi, tetapi pemerintah Korea Utara mengumumkan bahwa Korea Utara telah keluar dari keanggotaan Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT), yaitu suatu kesepakatan untuk tidak mengembangkan nuklir yang disetujui oleh seluruh Negara di dunia pada tahun 1993. Korea Utara menyatakan keluar dari NPT karena ada tekanan dari Amerika Serikat untuk menghentikan program pengembangan nuklir di Korea Utara (Park. K.Y., 2009: 99).

Selain itu, pemerintah Amerika Serikat memilih kebijakan intervensi dalam urusan internasional dan menunjukkan tindakan nyata terhadap Korea Utara. Pemerintah Amerika Serikat dibawah Presiden Bill Clinton meminta Korea Utara supaya menerima pengawasan senjata nuklir dan masuk kembali ke dalam NPT. Amerika meminta Korea Utara untuk menerima tim pemeriksa International Atom Energy Assosiation (IAEA), yakni Badan Energi Atom Internasional. Di lain pihak, Amerika Serikat bersama Korea Selatan mengadakan latihan perang, untuk menggertak Korea Utara. Pengawasan tersebut ditolak, kemudian Pyongyang diberi waktu untuk memenuhi tuntutan IAEA, jika tetap menolak inspeksi IAEA maka Dewan Keamanan PBB akan memberlakukan embargo ekonomi (Tempo,12 Februari 1994).

Korea Utara terus meningkatkan percobaan mesin baru bagi peluru kendali (rudal) jarak jauh. Untuk mencari dukungan dari negara lain, Korea Utara mengirimkan beberapa teknologi rudal kepada suatu negara yang tidak memiliki pengaruh Amerika Serikat. Sebaliknya, Amerika Serikat terus mempermasalahkan pengembangan teknologi senjata nuklir Korea Utara. Amerika Serikat sesungguhnya khawatir karena rudal Korea Utara diperkirakan dapat menjangkau Alaska (Mohammad Shoelhi, 2003).

Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush, Amerika Serikat menunjukkan sikap ketidaksukaan kepada Korea Utara. Sementara itu, Korea Utara menuduh Washington telah melancarkan sikap permusuhan yang dapat menimbulkan konflik baru. Pernyataan dari kantor berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA) bahwa, sikap permusuhan Presiden George W. Bush terhadap Korea Utara terkait dengan kepemilikan senjata nuklir merupakan alasan agar Amerika Serikat bisa melanjutkan kebijakannya terhadap Korea Utara dan mempertahankan penempatan pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan. Di lain pihak, Amerika Serikat menganggap pemerintahan Korea Utara tidak bersedia mengadakan perundingan. Menurut Amerika Serikat, Korea Utara harus terlebih dahulu melepaskan program nuklir sebelum meningkatkan langkah di bidang politik, ekonomi dan militer. Sedangkan Korea Utara tetap berpendirian bahwa Amerika Serikat harus lebih dulu melepaskan politik memusuhi Korea Utara dengan menandatangani perjanjian nonagresi dan memberi ganti rugi ekonomi kepada Korea Utara (Kompas, 12 Mei 2003).

Pada tahun 2002 dalam pidato kenegaraan, Presiden Amerika, George W. Bush menyebut Korea Utara sebagai poros kejahatan karena membangun senjata perusak massal dan mendukung terorisme. Dengan pernyataan tersebut, maka Kementrian Luar Negeri Korea Utara, memastikan tidak akan menerima ajakan Presiden Amerika, George W. Bush untuk memulai kembali perundingan mengenai senjata nuklir.

Pemerintah Korea Utara mengatakan bahwa produksi nuklir dibuat untuk tujuan keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata nuklir di Korea Pemerintah Korea Utara mengatakan bahwa produksi nuklir dibuat untuk tujuan keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata nuklir di Korea

Pemerintah Korea Utara berupaya membuka komunikasi langsung dengan Amerika Serikat daripada melanjutkan perundingan dengan lima pihak lainnya (Cina, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Amerika Serikat). Akan tetapi, Amerika Serikat menolak untuk berunding langsung dengan Korea Utara. Di samping itu, ada kabar berita bahwa Korea Utara akan mempercepat persiapan ujicoba senjata nuklir jika Amerika Serikat melancarkan serangan militer ke Korea Utara (Kompas, 2006).

Beberapa persepsi Amerika Serikat pada masa pemerintahan Bush terhadap pemerintahan Korea Utara yaitu, Pertama, ketidaksukaan Amerika Serikat terhadap rezim Korea Utara membuat Bush benar-benar tidak percaya terhadap Korea Utara dan pemimpinnya. Kedua, aliansi Amerika Serikat dengan Korea Selatan haruslah dipelihara sebagai alat untuk menangkal Korea Utara dan menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea. Ketiga adalah pemerintahan Amerika Serikat telah bersikap naif dalam mengadakan kesepakatan 1994, yang dianggap sebagai aksi suap terhadap Korea Utara. Persepsi tersebut menghasilkan beberapa elemen utama kebijakan pemerintahan Bush, yaitu:

a) Pejabat resmi pemerintahan menyatakan akan mengakhiri Agreed Framework. Hal ini dikarenakan pembangunan KEDO (Korean Peninsula Energy Development Organization) justru membenarkan Korea Utara untuk menghidupkan kembali fasilitas nuklir Yongbyon. Pada tahun 2003, pemerintahan Bush menekan para anggota KEDO untuk menghentikan konstruksi reaktor nuklir air ringan yang dijanjikan kepada Korea Utara.

b) Tidak ada negosiasi dengan Korea Utara sampai negara tersebut menghentikan program nuklirnya. Hingga bulan Januari 2003, pemerintah Amerika Serikat menolak untuk melakukan negosiasi untuk menghasilkan perjanjian baru dengan Korea Utara mengenai program nuklir rahasianya.

menghentikan program nuklirnya. Jepang dan Korea Selatan telah menyatakan kesediannya untuk menjatuhkan tekanan ekonomi jika Korea Utara melakukan provokasi nuklir yang lebih jauh.

d) Merencanakan sanksi ekonomi dan larangan militer bagi Korea Utara. Pemerintah Bush melaporkan telah membuat rancangan sanksi ekonomi, termasuk memotong aliran bantuan keuangan dari Jepang dan sumber lainnya. Selain itu pemerintah Bush juga melarang pengiriman senjata dari Korea Utara menuju Timur Tengah dan Asia Selatan. Taiwan menahan sebuah kapal Korea Utara pada bulan Agustus 2003 dan memindahkan bahan-bahan kimia yang dapat digunakan untuk senjata pemusnah masal.

e) Memperingati Korea Utara agar tidak mengolah plutonium untuk senjata nuklir jika tidak mau diserang oleh Amerika Serikat. Sejumlah faktor eksternal dan domestik telah mempengaruhi pemerintahan Bush dalam merespon krisis nuklir kedua sejak bulan Oktober 2002. Pertama, meskipun persepsi dasar telah dituangkan, terdapat perpecahan antara pejabat pemerintahan dan perumus politik luar negeri tentang kebijakan- kebijakan yang kemudian dijalankan. Para pejabat pemerintahan yang berhubungan dekat dengan Menteri Pertahanan Donald Rumsfels dan Wakil Presiden Dick Cheney, telah membuat garis keras terhadap Korea Utara. Mereka beranggapan bahwa Korea Utara harus dijatuhi hukuman dilpomatik dan sanksi ekonomi, bahkan penggunaan kekuatan militer untuk merubah rezim pun bisa dilakukan. Kedua, perang melawan terorisme dan situasi di Irak tak diragukan lagi telah menimbulkan dampak bagi perkembangan aksi Amerika Serikat dalam krisis nuklir ini. Amerika Serikat percaya bahwa kesuksesan militernya di Irak sepanjang Maret dan April 2002 telah meningkatkan perhatian Korea Utara dan menjadi salah satu kunci pendorong Korea Utara untuk mau melakukan negosiasi. Ketiga , kebijakan pemerintahan Amerika Sserikat telah dipengaruhi oleh keinginan untuk membentuk koalisi guna menekan Korea Utara, dimana e) Memperingati Korea Utara agar tidak mengolah plutonium untuk senjata nuklir jika tidak mau diserang oleh Amerika Serikat. Sejumlah faktor eksternal dan domestik telah mempengaruhi pemerintahan Bush dalam merespon krisis nuklir kedua sejak bulan Oktober 2002. Pertama, meskipun persepsi dasar telah dituangkan, terdapat perpecahan antara pejabat pemerintahan dan perumus politik luar negeri tentang kebijakan- kebijakan yang kemudian dijalankan. Para pejabat pemerintahan yang berhubungan dekat dengan Menteri Pertahanan Donald Rumsfels dan Wakil Presiden Dick Cheney, telah membuat garis keras terhadap Korea Utara. Mereka beranggapan bahwa Korea Utara harus dijatuhi hukuman dilpomatik dan sanksi ekonomi, bahkan penggunaan kekuatan militer untuk merubah rezim pun bisa dilakukan. Kedua, perang melawan terorisme dan situasi di Irak tak diragukan lagi telah menimbulkan dampak bagi perkembangan aksi Amerika Serikat dalam krisis nuklir ini. Amerika Serikat percaya bahwa kesuksesan militernya di Irak sepanjang Maret dan April 2002 telah meningkatkan perhatian Korea Utara dan menjadi salah satu kunci pendorong Korea Utara untuk mau melakukan negosiasi. Ketiga , kebijakan pemerintahan Amerika Sserikat telah dipengaruhi oleh keinginan untuk membentuk koalisi guna menekan Korea Utara, dimana

dibandingkan Pemerintahan Clinton. Meskipun kebijakan pemerintahan Bush diikuti dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Powell bahwa Amerika Serikat siap untuk kembali bernegosiasi dengan Korea Utara kapan pun waktunya, Korea Utara mungkin merasa bingung dengan sikap Amerika Serikat yang sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan Amerika Serikat pernah menyatakan akan bernegosiasi namun pada sisi lainnya Amerika Serikat menyebut Korea Utara sebagai poros setan atau mendukung terorisme.

Untuk memperbaiki hubungan antara Korea Utara dengan Amerika Serikat maka pemerintahan George W. Bush mengirimkan seorang utusan ke Korea Utara untuk melakukan perundingan. Namun, Korea Utara bersedia melakukan perundingan apabila Amerika Serikat menarik pasukannya dari semenanjung Korea. Pemerintah Korea Utara sangat konsisten dalam menghadapi permusuhan dengan Amerika Serikat sehingga setiap perundingan terjadi kegagalan karena ketidakmampuan Amerika Serikat dalam berdiplomasi. Beberapa waktu kemudian, perundingan tersebut dapat terlaksana dengan bantuan dari pemerintah Korea Selatan, Cina, Jepang dan Rusia.