Pengaruh iradiasi gamma (60Co) dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi isoflavon dan warna kacang kedelai

(1)

PENGARUH IRADIASI GAMMA (

60

Co) DENGAN

BERBAGAI LAJU DOSIS PADA SENYAWA

ANTIGIZI (ASAM FITAT, ANTITRIPSIN),

ISOFLAVON DAN WARNA

KACANG KEDELAI (Glycine max L.)

RINDY PANCA TANHINDARTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Iradiasi Gamma

(60Co) dengan Berbagai Laju Dosis pada Senyawa Antigizi (Asam Fitat,

Antitripsin), Isoflavon dan Warna Kacang Kedelai (Glycine max L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Mei 2013

Rindy Panca Tanhindarto


(3)

RINGKASAN

RINDY PANCA TANHINDARTO. F 26 1080 131. Pengaruh Iradiasi Gamma

(60Co) dengan Berbagai Laju Dosis pada Senyawa Antigizi (Asam Fitat,

Antitripsin), Isoflavon dan Warna Kacang Kedelai (Glycine max L.). Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI, EKO HARI PURNOMO, dan ZUBAIDAH IRAWATI.

Telah dilakukan penelitian terhadap pengaruh iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi (asam fitat, antitripsin), isoflavon dan warna kedelai (Glycine max L.). Penerapan iradiasi pangan pada produk pangan sering menekankan dan berfokus pada dosis radiasi dan pengaruhnya pada perubahan zat gizi dan antigizi serta mutu produk yang dihasilkan. Pengaruh iradiasi gamma pada dosis yang sama tetapi dengan berbagai laju dosis belum dilakukan, terutama pada senyawa antigizi, isoflavon dan warna pada kedelai. Perubahan senyawa antigizi, isoflavon dan warna pada kedelai akibat iradiasi gamma dipelajari pada berbagai kombinasi laju dosis (kGy/jam) dan waktu iradiasi (jam) yang berbeda.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis (kGy/jam) dan waktu atau lama iradiasi (jam) pada efektivitas iradiasi biji kedelai, terutama pada perubahan senyawa antigizi, isoflavon dan warna. Parameter proses radiasi (kombinasi laju dosis dan waktu) untuk pengendalian, dengan tujuan membuktikan bahwa iradiasi pada dosis tertentu yang sama; akan menghasilkan mutu produk yang berbeda jika dilakukan dengan kombinasi laju dosis dan waktu yang berbeda. Selanjutnya, iradiasi dengan kombinasi laju dosis tinggi dan waktu singkat mampu mendegradasi senyawa antigizi dan memberikan pengaruh yang lebih minimal terhadap kerusakan mutu kecerahan (warna); daripada iradiasi dengan laju dosis lebih rendah dan waktu lebih lama.

Penelitian ini secara garis besar difokuskan pada 3 tahap penelitian, untuk tahap penelitian bagian pertama yaitu mempelajari pengaruh iradiasi gamma (60Co) dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi (asam fitat, antitripsin) dan warna kedelai. Penelitian bagian kedua, mempelajari pengaruh iradiasi gamma dengan kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap isoflavon kedelai. Tahap akhir penelitian bagian ketiga merupakan verifikasi dari 2 kegiatan penelitian pertama dan kedua, yaitu mempelajari pengaruh iradiasi gamma dosis rendah dan tinggi dengan berbagai kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap asam fitat dan warna kedelai.

Pada penelitian pendahuluan telah dilakukan karakterisasi kapasitas sumber radiasi sinar gamma untuk menentukan peta dosis dan laju dosis pada bidang iradiasi. Ada 4 lokasi laju dosis telah diidentifikasi pada bidang iradiasi masing-masing 1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam. Hasil perhitungan nilai perbandingan dosis maksimum dan minimum (Dmaks/Dmin) berkisar 1.14 – 1.21. Selanjutnya keempat titik lokasi laju dosis digunakan untuk penelitian utama.

Pengaruh iradiasi gamma (60Co) dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi (asam fitat, antitripsin) dan warna kacang kedelai. Iradiasi gamma pada kedelai dilakukan dengan laju dosis 1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82


(4)

kGy/jam. Kondisi perlakuan iradiasi untuk setiap sampel dilakukan pada suhu kamar (28 ± 2 °C) dengan waktu bervariasi dari 0.5-55 jam; tergantung pada laju dosisnya. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh laju dosis terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi dan warna (kecerahan) kedelai selama proses radiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah diperoleh nilai k (konstanta laju degradasi) digunakan untuk menjelaskan laju perubahan konsentrasi senyawa antigizi dan warna kedelai selama proses radiasi. Data penelitian mengindikasikan bahwa proses radiasi pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) lebih efektif dalam menghancurkan senyawa antigizi dibandingkan dengan proses radiasi pada laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama). Selanjutnya, proses radiasi pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) juga memiliki efek yang kurang merugikan pada pada warna biji dan tepung kedelai dibandingkan dengan proses radiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama). Fenomena ini menunjukkan bahwa proses radiasi pada dosis yang sama berpotensi dapat dioptimalkan dengan pemilihan kombinasi yang paling sesuai terhadap laju dosis dan waktu iradiasi

Pengaruh iradiasi gamma dengan kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap kadar isoflavon kacang kedelai. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh laju dosis dan waktu iradiasi terhadap perubahan konsentrasi isoflavon kedelai selama proses radiasi. Kondisi iradiasi (kombinasi laju dosis dan waktu) dilakukan sesuai dengan penelitian pertama. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perubahan konsentrasi isoflavon dengan pola yang cukup komplek; selanjutnya terjadi peningkatan isoflavon pada awal perlakuan iradiasi. Peningkatan konsentrasi isoflavon kedelai pada dosis radiasi yang sama juga dipengaruhi oleh penerapan laju dosis. Semakin rendah laju dosis diterapkan, semakin tinggi kadar isoflavon bebas, khususnya daidzein dan genistein bebas. Temuan ini menunjukkan bahwa proses radiasi pada dosis yang sama memiliki potensi untuk dapat dioptimalkan dengan cara pemilihan kombinasi yang paling sesuai terhadap laju dosis dan waktu iradiasi.

Penelitian bagian ketiga merupakan verifikasi dari hasil penelitian pertama dan kedua. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan penelitian tentang

pengaruh iradiasi gamma pada dosis radiasi rendah dan tinggi dengan berbagai kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap asam fitat dan warna kedelai. Iradiasi gamma pada kedelai dilakukan dengan laju dosis 1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam. Total dosis radiasi yang diterima sampel sebesar 4.41 kGy dan 44.1 kGy dengan waktu bervariasi tergantung dari laju dosisnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang dihasilkan dari hasil penelitian terdahulu yaitu laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) akan lebih efektif menurunkan asam fitat, tetapi menyebabkan perubahan warna yang minimal. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa iradiasi pada dosis yang sama; tetapi proses radiasi dilakukan dengan laju dosis yang lebih tinggi (waktu lebih singkat) akan memberikan efektivitas penurunan senyawa antigizi (asam fitat) yang lebih baik. Kondisi iradiasi tersebut juga mampu mempertahankan kecerahan (warna) yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian ini. Kata kunci: iradiasi gamma, laju dosis, kedelai, asam fitat, antitripsin, isoflavon, warna


(5)

SUMMARY

RINDY PANCA TANHINDARTO. The Effects of gamma irradiation at different dose-rate on the anti-nutritional compounds (phytic acid, anti-trypsin),

isoflavones and color of soybean (Glycine max L.). Supervised by

PURWIYATNO HARIYADI, EKO HARI PURNOMO and ZUBAIDAH IRAWATI.

Research on the influence of gamma irradiation at different dose-rate on the anti-nutrient compound (phytic acid, anti-trypsin), isoflavones and color of soybean (Glycine max L.) has been done. The application of irradiation techniques on food products are frequently focused on the influence of radiation dose and the change of nutrient and anti-nutrient compounds as well as the quality of products. Gamma irradiation influence on the same dose, but with a variety of dose rates, especially on anti-nutrient compounds, isoflavone and color on soybean, has not been done. The change of anti-nutrient compound, isoflavone and color on soybean caused by irradiation were studied on a variety of dose-rate combinations (kGy/h) and different irradiation time (h).

The purpose of this research was to study the effects of combination treatment between dose-rate (kGy/h) and irradiation time (h) or duration on the effectiveness of irradiated soybean, especially on the changes of its anti-nutrient compound, isoflavones and color. Radiation process parameter; (dose-rate and time in combination) for a control with the purpose to prove that irradiation on the same certain dose would have resulted different product quality if it had been done with different dose-rates and time. Furthermore, combination treatment between irradiation at higher dose-rate and shorter time could degrade anti-nutrient compound and resulted more minimum influence to the damage of brightness quality (color) than irradiation in lower dose-rate and longer time.

This research was primarily focused on 3 (three) activities. The first step was to study the effect of gamma irradiation (60Co) at different dose-rate on the anti-nutrient compound (phytic acid and antitrypsin) and color on soybean. The second step of the research was to study the effects of gamma irradiation at different combination of dose-rate and time of exposure on the isoflavones contents of soybean. The third step of the research was a verification of the first and the second steps, namely: to study the effect of gamma irradiation on the low and high dose at different combination of dose-rate and time on phytic acid and color of soybean.

In the previous research, the characterization of gamma radiation source capacity to determine dose map and dose-rate on irradiation area has been done. There were 4 (four) dose-rate locations which has been identified in the irradiation area; each of them was 1.30; 3.17; 5.71 and 8.82 kGy/h. The rasio of maximum and minimum dose (Dmax/Dmin) ranging from 1.14 to 1.21. Furthermore, the four location points of dose-rate were used for main research.

The effect of gamma irradiation (60Co) at different dose-rate on the anti-nutrient compound (phytic acid and antitrypsin) and color on soybean. Gamma irradiation on soybean was done with dose rates of 1.30; 3.17; 5.71 and


(6)

8.82 kGy/hour, respectively. Irradiation treatment condition for each samples was done at room temperature (28 ± 2 °C) ranging from 0.5 h to 55 h; depending on its dose rates. The purpose of this study was to investigate the influence of dose rate on the changes of anti-nutrient compound concentration and color (brightness) on soybean during radiation process. The results showed that k-value (degradation rate constant) gained to be used to explain the change rate of anti-nutrient compound concentration and color on soybean during radiation process. The obtained data indicated that radiation process in higher dose-rate (shorter time) was more effective to destroy anti-nutrient compound rather than in lower dose-rate (longer time). Furthermore, radiation process in higher dose-dose-rate (shorter time) has also less detrimental effect on color of the soybean seeds and flour as compared to that of radiation process at lower dose-rate (longer time). This phenomenon showed that radiation process at the same dose was potential to optimize in terms of most appropriate combination treatment between the dose and irradiation time.

Effects of gamma irradiation at different combination of dose-rate and time of exposure on the isoflavones contents of soybean. This research was purposed to study dose-rate and radiation influence on the change of soybean isoflavones concentrations during radiation process. The condition of irradiation (dose-rate and time combination) was done in accordance with the first research. Results showed that the change of isoflavone concentration provided adequately complex change pattern; furthermore, there was an increase of the isoflavone researched in the beginning of irradiation treatment. The increase of soybean isoflavone concentration in the same radiation dose was also influenced by dose-rate application. Lower dose-dose-rate application resulted higher free isoflavone content, especially free daidzein and genistein. This finding showed that radiation process in the same dose has a potential to be able to be optimized by choosing the most appropriate combination on dose-rate and irradiation time.

The third research was the verification of the results of the first and the second researches. Hypothesis testing was done by doing a research on the effect of gamma irradiation on the low and high dose at different combination of dose-rate and time on phytic acid and color of soybean. Gamma irradiation on soybean was done with dose-rates of 1.30; 3.17; 5.71 and 8.82 kGy/hour, respectively.The total of radiation doses accepted by the samples were 4.41 kGy and 44.1 kGy at a variety of time depending on their dose-rates. The purpose of this research was to study the hypothesis testing resulted from the previous research, namely: higher dose-rate (shorter time) would be more effective to decrease phytic acid, but it resulted minimum color change. Results showed that irradiation at the same dose; but radiation process was done in the higher dose-rate (shorter time) would provide better effectiveness of anti-nutrient compound (phytic acid). The irradiation condition also could keep better brightness (color). It is appropriate with hypothesis of this research.

Keywords: gamma irradiation, dose-rate, soybean, phytic acid, anti-trypsin, isoflavone, color.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(8)

PENGARUH IRADIASI GAMMA (

60

Co) DENGAN

BERBAGAI LAJU DOSIS PADA SENYAWA

ANTIGIZI (ASAM FITAT, ANTITRIPSIN),

ISOFLAVON DAN WARNA

KACANG KEDELAI (Glycine max L.)

RINDY PANCA TANHINDARTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr Elvira Syamsir, STP MSi 2. Puspo Edi Giriworo, PhD

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr Nada Marnada, MEng


(10)

Judul Disertasi : Pengaruh Iradiasi Gamma (60Co) dengan Berbagai Laju Dosis pada Senyawa Antigizi (Asam Fitat, Antitripsin), Isoflavon dan Warna Kacang Kedelai (Glycine max L.)

Nama : Rindy Panca Tanhindarto

NIM : F 26 1080 131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Ketua

Dr Eko Hari Purnomo, STPMSc Prof (R) Ir Zubaidah Irawati, PhD Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pangan

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi yang dipilih dengan judul Pengaruh Iradiasi Gamma (60Co) dengan Berbagai Laju Dosis pada Senyawa Antigizi (Asam Fitat, Antitripsin), Isoflavon dan Warna Kacang Kedelai (Glycine max L.).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan setingginya kepada:

1.Ketua komisi pembimbing Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc dan anggota komisi pembimbing Dr Eko Hari Purnomo STPM.Sc dan Prof (R) Ir Zubaidah Irawati, PhD yang selalu dengan sabar dan bijaksana memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Dr Elvira Syamsir, STPMSi dan Puspo Edi Giriworo, PhD, selaku penguji luar komisi ujian tertutup, serta Dr Nada Marnada, MEng dan Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi, selaku penguji luar komisi ujian terbuka, yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan disertasi ini.

2.Rektor Institut Pertanian Bogor dan stafnya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk sekolah di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB.

3.Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), atas kesempatan dan

dukungannya dalam memberi beasiswa yang diberikan kepada penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3 di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB.

4.Pimpinan berserta staf Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN Jakarta, atas kesempatan dan dukungannya dalam memberi ijin dan dana bantuan penelitian yang diberikan kepada penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3 di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB dan menyelesaikan penelitian disertasi ini.

5.Pimpinan berserta staf Pusat Pendidikan dan Latihan BATAN Jakarta, atas kesempatan dan dukungannya dalam pengelolaan dana beasiswa yang diberikan kepada penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3 di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB.

6.Pimpinan berserta staf Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB yang telah membantu menggunakan fasilitas peralatan analisis sampai selesainya disertasi ini.

7.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua Bapak D. Muryono (alm) dan Ibu S. Tatti Haryati, istri Nining Murtiningsih, ke-2 anak yaitu Rafi Eko Hindarto dan Riany Dwi Delphia atas segala doa, kasih sayang serta dorongan baik moril maupun materiil sampai selesainya disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013 Rindy Panca Tanhindarto


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xix

DAFTAR GAMBAR xx

DAFTAR SINGKATAN DAN NOTASI ATAU ISTILAH xxi

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Hipotesis 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kacang Kedelai (Glycine max L.) varietas Mitani 7

2.1.1 Senyawa Antigizi Kacang Kedelai 7

2.1.1.1 Asam fitat 7

2.1.1.2 Antitripsin 8

2. 1.2 Isoflavon 9

2.2 Proses Radiasi pada Bahan Pangan 11

2.3 Pengaruh Iradiasi terhadap Bahan Pangan 13

2.4 Kinetika Reaksi Kimia di dalam Sistem Pangan 15

3 PENENTUAN LAJU DOSIS PADA SUMBER RADIASI SINAR

GAMMA (60Co) DI FASILITAS IRADIASI IRKA

3.1 Pendahuluan 17

3.2 Bahan dan Metoda 17

3.3 Hasil dan Pembahasan 18

3.4 Simpulan 22

4 PENGARUH IRADIASI GAMMA (60Co) DENGAN BERBAGAI

LAJU DOSIS PADA SENYAWA ANTIGIZI (ASAM FITAT,

ANTITRIPSIN) DAN WARNA KACANG KEDELAI (Glycine max L.)

4.1 Pendahuluan 24

4.2 Bahan dan Metoda 26

4.3 Hasil dan Pembahasan 28

4.4 Simpulan 32


(13)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Halaman 5. EFFECTS OF GAMMA IRRADIATION AT DIFFERENT

COMBINATION OF DOSE-RATE AND TIME OF EXPOSURE ON THE ISOFLAVONES CONTENTS OF SOYBEAN

(Glycine max L)

5.1 Introduction 37

5.2 Materials and Methods 37

5.3 Results 38

5.4 Discussion 39

5.5 References 42

6. PENGARUH IRADIASI GAMMA DOSIS RENDAH DAN TINGGI DENGAN BERBAGAI KOMBINASI LAJU DOSIS DAN WAKTU IRADIASI TERHADAP ASAM FITAT DAN WARNA KACANG KEDELAI (Glycine max L.)

6.1 Pendahuluan 44

6.2 Bahan dan Metoda Penelitian 45

6.3 Hasil dan Pembahasan 46

6.4 Simpulan 48

7. PEMBAHASAN UMUM

7.1 Pembahasan Umum 51

8. SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan 57

8.2 Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1 Pengaruh iradiasi terhadap senyawa antigizi (asam fitat dan

antitripsin) dan isoflavon

2 3.1. Dosis radiasi dan laju dosis (LD) titik lokasi iradiasi A, B, C, dan D

pada bidang iradiasi di fasilitas iradiasi IRKA

21 3.2 Keseragaman dosis radiasi (Dmaks/Dmin) ke-4 titik lokasi pada

bidang radiasi

22 4.1 Nilai k dan r2 dari perubahan senyawa antigizi selama proses radiasi

pada berbagai laju dosis

29 4.2 Perubahan warna biji dan tepung kedelai selama proses radiasi

dengan berbagai laju dosis

30 4.3 Nilai k dan r2 dari perubahan kecerahan (warna) selama proses radiasi

pada berbagai laju dosis

31 7.1 Ketergantungan nilai k untuk perubahan kandungan senyawa antigizi

(asam fitat, antitripsin), serta kecerahan (warna) biji dan tepung kedelai sebagai fungsi dari laju dosis.


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Bagan alir ruang lingkup penelitian 6

2.1 Kedelai varietas Mitani 7

2.2 Struktur kimia asam fitat (myo-inositol-1,2,3,4,5,6-hexakisphospate atau InsP6) (“P”= H2PO4)

8 2.3 Mekanisme penghambatan enzim proteolitik oleh senyawa antitripsin 9 2.4 Struktur kimia dari jenis-jenis isoflavon dalam bentuk aglikon dan

glukosida yang ditemukan pada kedelai

10 2.5 Struktur kimia dan interkonversi reaksi isoflavon genistein 11

2.6 Spektrum elektromagnetik 12

3.1 Peta lokasi iradiasi pada bidang iradiasi 20

4.1 Perubahan konsentrasi (a) asam fitat dan (b) aktivitas antitripsin kedelai selama proses radiasi dengan berbagai laju dosis

28 4.2 Perubahan konsentrasi (a) asam fitat dan (b) aktivitas antitripsin

kedelai sebagai fungsi dari dosis radiasi

29 4.3 Perubahan kecerahan (warna) (a) biji dan (b) tepung kedelai selama

proses radiasi dengan berbagai laju dosis

31 4.4 Perubahan kecerahan (warna) (a) biji dan (b) tepung kedelai

sebagai fungsi dari dosis radiasi

32 5.1 Changes in isoflavones of soybean after radiation processing at

different dose-rates (a) free daidzein; (b) free genistein; (c) total daidzein and (d) total genistein.

40

5.2 Changes of isoflavone concentrations of soybean as affected by irradiation dose absorbed at different dose-rates (a) free daidzein; (b) free genistein; (c) total daidzein and (d) total genistein.

41

6.1 Iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis terhadap perubahan konsentrasi asam fitat kedelai pada dosis radiasi yang sama (a) 4.41 kGy dan (b) 44.1 kGy.

47

6.2 Iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis terhadap persen penurunan (%) asam fitat kedelai pada dosis radiasi yang sama (a) 4.41 kGy dan (b) 44.1 kGy.

47

6.3 Iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis terhadap perubahan warna (kecerahan) biji dan tepung asam fitat kedelai pada dosis radiasi yang sama (a) 4.41 kGy dan (b) 44.1 kGy.

49

6.4 Iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis terhadap persen penurunan (%) warna (kecerahan) biji dan tepung asam fitat

kedelai pada dosis radiasi yang sama (a) 4.41 kGy dan (b) 44.1 kGy

50

7.1 Hubungan nilai k perubahan (a) senyawa antigizi dan (b) kecerahan (warna) kedelai selama proses radiasi sebagai fungsi laju dosis yang digunakan.

52


(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN NOTASI ATAU ISTILAH

AAT : Aktivitas antitripsin

a (warna) : Nilai hijau-merah

b (warna) : Nilai biru-kuning

Bq : Becquerel

Ci : Curie

Dosimeter : Alat untuk mengukur dosis radiasi

Dosis serap : Jumlah energi radiasi yang diserap oleh tiap satuan massa bahan dan unit dosis terserap: Gray (Gy) = Joule/kg = 100 rad

DUR : (Dose Uniformity Rasio) Rasio antara dosis terserap

maksimum dengan minimum dalam produk yang diiradiasi

eV : Elektron Volt (satuan energi)

Gy : Gray (satuan unit dosis radiasi menurut SI)

kGy : Kilo Gray

Nilai k : Konstanta laju reaksi. Nilai tersebut menyatakan laju

kerusakan senyawa antigizi dan warna kedelai oleh iradiasi sinar gamma.

Senyawa antigizi dan warna yang berbeda memiliki kepekaan terhadap laju dosis dan waktu iradiasi yang berbeda pula

Keseragaman dosis : Rasio antara terserap maksimum dengan minimum dalam produk yang di iradiasi

L (warna) : Nilai kecerahan

Laju dosis : Dosis radiasi per satuan waktu

Rad : Satuan dosis radiasi

Radioaktif : Mampu memancarkan secara spontan dan terus menerus

radiasi partikel atau elektromagnetik

Radioisotop : Isotop tidak stabil yang meluruh secara spontan dengan memancarkan radiasi

Radiasi pengion : Radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu menghasilkan ion, langsung atau tidak langsung, dalam lintasannya menembus materi, misal sinar-X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, proton, elektron, positron, dan partikel berat bermuatan

Sinar gamma : Radiasi elektromagnetik berenergi tinggi yang dipancar- kan oleh radionuklida yang mengalami peluruhan Shielding (perisai) : Bahan atau lapisan yang diletakkan di antara sumber

radiasi dan bahan atau orang, untuk menyerap radiasi dan dengan demikian mengurangi paparan

UV : Ultra violet

UV-Vis : Ultra violet – visible

Unit sumber radiasi : Ci = Curie atau Bq = Becquerel (satuan unit sumber radiasi menurut SI). Ci = 3,7 x 1010 Bq


(17)

(18)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iradiasi pangan sebagai aplikasi teknik nuklir telah berkembang dan

diman-faatkan secara luas untuk kesejahteraan masyarakat (Diehl 2002; Kume et al.

2009; Tanhindarto dan Irawati 2005; 2011). Proses radiasi menggunakan sinar gamma telah dimanfaatkan untuk menghambat pertunasan, mengurangi mikroba atau membunuh mikroba patogen dan memperpanjang masa simpan, baik bahan pangan segar, kering maupun olahan. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 701/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Pangan Iradiasi, mengatur penggunaan teknologi iradiasi pangan untuk memastikan keamanan pangan yang diiradiasi (Permenkes 2009).

Aplikasi iradiasi pada kekacangan dan bebijian sudah dimanfaatkan untuk mengurangi senyawa toksik dan antigizi (Arvanitoyannis & Stratakos 2010;

Alothman et al. 2009; Sommers et al. 2006; Byun et al. 2006; Ahn et al. 2004;

Siddhuraju et al. 2002) serta sanitasi (Arvanitoyannis 2010; Wilkinson & Gould

1996) dan karantina (Hallman 2011; IAEA 2004). Iradiasi pada kedelai dapat dimanfaatkan untuk mereduksi senyawa asam fitat dan aktivitas antitripsin

(Arvanitoyannis 2010; Siddhuraju et al. 2002; Wilkinson & Gould 1996). Secara

umum, kerusakan asam fitat dan penurunan aktivitas antitripsin pada kedelai

iradiasi bersifat proporsional terhadap dosis yang diterima (Siddhuraju et al.

2002). Publikasi tentang pengaruh iradiasi terhadap senyawa antigizi dan isoflavon pada kedelai serta komoditas kekacangan dan bebijian lainnya disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Pengaruh iradiasi terhadap senyawa antigizi (asam fitat dan antitripsin) dan isoflavon.

Komoditas Dosis radiasi Hasil Peneliti

Kedelai 5, 15, 30 dan

60 kGy

Aktivitas Antitripsin (AAT) berturut-turut menurun masing-masing sebesar 41.8%, 56.3%, 62.7% dan 72.5%

Siddhuraju et al. (2002)

Kedelai bebas lemak

5 kGy AAT turun sebesar 51-63%

tergantung varietas

Dixit et al. (2011)

Kedelai 2-8 kGy dan

kombinasi pemasakan 121° C, 10 menit

Kerusakan AAT akan me-ningkat dengan naiknya do-sis radiasi dan pemasakan

Toledo et al. (2007)


(19)

Pendahuluan 2

Tabel 1.1 Pengaruh iradiasi terhadap senyawa antigizi ( asam fitat dan antitripsin) dan isoflavon (lanjutan).

Komoditas Dosis radiasi Hasil Peneliti

Kedelai 10 kGy Tidak ada pengaruh pada

AAT

Kovacs et al. (1991)

Kedelai 5-60 kGy AAT turun secara linear

20.91-9.89%

Farag (1988) Kedelai

Brazil

10 kGy dan kombinasi pemasakan

Tidak mempengaruhi asam fitat

Villavicencio

et al. (2000)

Kedelai 1 kGy &

kom-binasi pema-nasan 50° C

Efektif menurunkan kadar asam fitat

Sattar et al. (1990)

Kedelai 0, 0.5, 1, 2

dan 5 kGy

Konjugat glikosida cende-rung turun dan terjadi

peningkatan terhadap aglikon dengan

mening-katnya dosis radiasi

Variyar et al. (2004)

Kedelai 1, 3, 5 dan

10 kGy

Total isoflavon setelah iradiasi gamma 10 kGy cenderung lebih tinggi dari kontrol tetapi secara statistik tidak berbeda nyata

Yun et al. (2012)

Kacang buncis

2.5-10 kGy AAT turun sebesar

4.5-9.2% dan asam fitat turun sebesar 10.2-18.2%

Al-Kaisey et

al. (2003) Kekacangan

(pea, cowpea, lentil, kidney bean, dan chickpea)

5-10 kGy Asam fitat turun sebesar

6.5-32.7 % dan diprediksi keseluruhan asam fitat akan rusak pada dosis 34.9-59.7 kGy

El-Niely (2007)

Biji kanola 30-45 kGy Menghilangkan keseluruhan

asam fitat

Ebrahimi et al.

(2009)

Biji Mucuna

pruiens

15-30 kGy Menghilangkan keseluruhan

asam fitat

Bhat et al. (2007) Biji & tepung

2 varietas jewawut

2 kGy dan perendaman

Asam fitat tidak mengalami kerusakan setelah penyim-panan 30 dan 60 hari

Mohamed et


(20)

Pendahuluan 3

Tabel 1.1 Pengaruh iradiasi terhadap senyawa antigizi ( asam fitat dan antitripsin) dan isoflavon (lanjutan).

Komoditas Dosis radiasi Hasil Peneliti

Legume red gram

30 kGy Tidak mempengaruhi AAT Urbain (1986)

Bubur sorgum 10 kGy dan kombinasi pemasakan

Menurunkan asam fitat turun sebesar 40%

Duodu et al. (1999)

Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber utama protein nabati dan

mempunyai pola asam amino esensial yang lebih baik bila dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya (Duranti & Gius 1997). Pemerintah RI telah menarget-kan, sasaran produksi dan pertumbuhan lima komoditas pangan utama tahun 2010-2014. Komoditas kedelai menduduki urutan ketiga, setelah padi dan jagung. Target swasembada kedelai pada tahun 2014 adalah 2.7 juta ton dengan pertum-buhan per tahun sebesar 20.05% (Kementan 2010). Kedelai yang tersebar di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan karantina dan sanitasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah RI (Barantan 2005, 2009). Salah satu tindakan sanitasi dan karantina dapat dilakukan dengan teknologi non termal yaitu iradiasi.

Secara alami kedelai mengandung senyawa antigizi yaitu senyawa yang

dapat menurunkan nilai gizi bahan pangan tersebut. Beberapa senyawa antigizi terpenting yang terdapat pada kedelai adalah asam fitat dan antitripsin. Asam fitat dapat mengikat mineral, seperti kalsium, seng, besi dan magnesium. Konsumsi pangan dengan kandungan asam fitat yang tinggi dapat menyebabkan defisiensi mineral. Sedangkan antitripsin mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim tripsin pada saluran pencernaan. Karena itu, tingginya kandungan antitripsin pada menu pangan yang dikonsumsi dapat menyebabkan terjadinya penghambatan proses pertumbuhan dan menyebabkan gangguan fungsi pankreas. Disamping itu, kedelai dikenal sebagai sumber isoflavon yang mempunyai potensi manfaat bagi kesehatan. Senyawa ini memiliki kemampuan fisiologis sebagai fitoestrogen, antioksidan dan antimutagen (Duranti & Gius 1997; Liu 1997; Astawan 2009; Dhaubhadel 2011).

Sampai saat ini, publikasi penelitian tentang proses iradiasi pada produk pangan sering berfokus pada pengaruh dosis radiasi dan perubahan zat antigizi serta mutu produk yang dihasilkan sebagaimana diseneraikan pada Tabel 1.1. Dosis radiasi dinyatakan sebagai jumlah energi radiasi yang diserap bahan (Cleland 2006; Diehl 1995). Dosis radiasi adalah faktor kritis pada proses iradiasi pangan yang menentukan kecukupan proses sesuai tujuannya. Setiap jenis bahan pangan yang diiradiasi memerlukan dosis tertentu sesuai tujuan iradiasinya. Dengan demikian, dosis radiasi merupakan hasil perkalian dari laju dosis (kGy/jam) dan lama terpaan (jam) atau waktu iradiasi. Dari literatur, penelitian mengenai pengaruh laju dosis radiasi dan kombinasinya terhadap efektivitas proses radiasi, belum dilakukan.

Seperti halnya, pengawetan secara fisika lainnya, iradiasi merupakan suatu teknik yang dapat digunakan dengan aman untuk meningkatkan keamanan pangan


(21)

Pendahuluan 4

dan untuk tujuan teknologi (ICGFI 2002). Pengaruh iradiasi gamma pada produk pangan akan mengakibatkan perubahan mutu pangan.

Penelitian ini lebih ditujukan untuk mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis dan waktu pada efektivitas iradiasi. Hasil penelitian yang dilaporkan dalam bentuk disertasi ini merupakan informasi dasar yang bermanfaat untuk keperluan pengendalian dan optimasi proses radiasi; dengan pemilihan kombinasi perlakuan laju dosis dan waktu iradiasi untuk mendapatkan dosis radiasi tertentu terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi, isoflavon dan perubahan warna kedelai selama proses radiasi.

Disertasi ini tersusun dari delapan bab yang saling berkaitan, dengan

susunan sebagai berikut: Bab kesatu, merupakan pendahuluan yang berisi latar

belakang, tujuan, hipotesis, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. Bab

kedua, berisi tinjauan pustaka secara umum dan berisi teori dasar yang

mendukung penelitian ini. Bab ketiga, merupakan penelitian pendahuluan; yang

merupakan prasyarat untuk bisa melakukan penelitian iradiasi sebagaimana

direncanakan, meliputi peta dosis dan penentuan laju dosis. Bab keempat,

melaporkan hasil penelitian dan pembahasannya tentang pengaruh laju dosis terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi dan warna kedelai selama proses

radiasi. Bab kelima, melaporkan hasil penelitian dan pembahasannya tentang

pengaruh iradiasi dengan berbagai laju dosis dan waktu iradiasi terhadap isoflavon

kedelai. Bab keenam, melaporkan hasil penelitian dan pembahasannya tentang

pengaruh dosis iradiasi (dosis rendah dan dosis tinggi) pada berbagai laju dosis dan waktu iradiasi terhadap konsentrasi asam fitat dan warna pada kedelai. Bab ini secara khusus bertujuan untuk menguji hipotesis dan/atau kesimpulan yang dihasilkan dari Bab keempat dan kelima tentang efek iradiasi terhadap laju dosis

dan waktu pada dosis radiasi yang sama. Bab ketujuh, menyajikan bahasan yang

menyeluruh tentang fakta yang berkaitan dengan laju dosis dan waktu iradiasi dan diharapkan informasi ini dapat menjadi salah satu dalam mempertimbangkan

penggunaan iradiasi untuk pangan. Akhirnya, Bab kedelapan, berisi kesimpulan

dan saran dari penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian dan penerapan teknologi iradiasi pada produk pangan sering menekankan dan berfokus pada dosis radiasi dan pengaruhnya pada perubahan zat gizi dan antigizi serta mutu produk yang dihasilkan. Pengaruh iradiasi gamma pada dosis yang sama tetapi dengan berbagai laju dosis masih belum dilakukan, terutama pada senyawa antigizi, isoflavon dan warna pada kedelai. Pola perubahan senyawa antigizi, isoflavon dan warna pada kedelai akibat iradiasi gamma akan dipelajari pada berbagai tingkat laju dosis (kGy/jam) dan waktu iradiasi (jam) yang berbeda, diharapkan dapat dijadikan dasar dalam pengendalian dan optimasi proses radiasi.


(22)

Pendahuluan 5

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis (kGy/jam) dan waktu atau lama iradiasi (jam) pada efektivitas iradiasi biji kedelai, terutama pada perubahan senyawa antigizi, isoflavon dan warna.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi, khususnya asam fitat dan aktivitas antitripsin (AAT).

2. Mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap perubahan warna biji kedelai dan tepung kedelai yang dihasilkan. 3. Mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap perubahan konsentrasi isoflavon (terutama daidzein dan genistein) pada kedelai yang dihasilkan.

1.4 Hipotesis

Hipotesis utama pada penelitian ini adalah bahwa iradiasi pada dosis tertentu yang sama; akan menghasilkan mutu produk yang berbeda jika dilakukan dengan kombinasi laju dosis dan waktu yang berbeda. Iradiasi dengan kombinasi laju dosis tinggi dan waktu singkat diduga akan memberikan pengaruh yang lebih minimal terhadap kerusakan mutu; daripada iradiasi dengan laju dosis lebih rendah dan waktu lebih lama.

Secara khusus; hipotesis ini disusun lebih detail sebagai berikut: 1. Iradiasi pada dosis tertentu dengan laju dosis lebih tinggi dan waktu lebih singkat akan lebih efektif dalam menurunkan konsentrasi senyawa antigizi kedelai.

2. Iradiasi pada dosis tertentu dengan laju dosis lebih tinggi dan waktu lebih singkat akan lebih lambat dalam menurunkan kualitas warna biji kedelai dan tepung kedelai.

3. Iradiasi dengan kombinasi laju dosis dan waktu yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsentrasi isoflavon pada kedelai selama proses radiasi.

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

Seluruh informasi yang diperoleh dari penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Memahami bagaimana laju dosis pada proses radiasi sinar gamma berpengaruh pada senyawa antigizi (asam fitat dan aktivitas antitripsin), isoflavon dan warna kedelai.

2. Menentukan parameter proses radiasi (kombinasi laju dosis dan waktu) untuk pengendalian dan optimasi dalam mencapai tujuan teknologi tertentu.


(23)

Pendahuluan 6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap penelitian yaitu penelitian pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melakukan karakterisasi iradiator sumber radiasi sinar gamma, sehingga bisa menentukan laju dosis dan dosis radiasi pada bidang iradiasi pada fasilitas iradiasi gamma. Penelitian utama terdiri dari 3 tahap penelitian. Tahap penelitian bagian pertama yaitu mempelajari pengaruh laju dosis terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi dan warna kedelai selama proses radiasi. Tahap penelitian bagian kedua yaitu mempelajari pengaruh iradiasi dengan berbagai laju dosis dan waktu iradiasi terhadap isoflavon pada kedelai. Tahap penelitian bagian ketiga yaitu merupakan verifikasi dari 2 kegiatan penelitian bagian pertama dan kedua, yaitu mempelajari pengaruh iradiasi gamma dosis rendah dan tinggi masing-masing dengan berbagai kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi terhadap asam fitat dan warna kedelai.

Rincian ruang lingkup penelitian disajikan pada bagan alir (Gambar 1.1). Tahap Penelitian dan Luarannya

Informasi teknis penguasaan teknologi aplikasi iradiasi gamma terhadap senyawa antigizi, isoflavon dan warna pada kacang kedelai sebagai dasar dalam

pengendalian dan optimasi proses radiasi


(24)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kedelai (Glycine max L.) varietas Mitani

Kedelai (Glycine max L.) dikenal sebagai tanaman polong-polongan. Secara

taksonomi kedelai termasuk kingdom Plantae, phylum Magnoliophyta, klas

Magnoliopsida, ordo Fabales, famili Fabaceae, subfamili Faboideae, genus Glycine, dan spesies G. max. (Liu 1997).

Penampakan fisik kedelai memiliki keragaman cukup luas, seperti warna, ukuran, bentuk biji, sifat fisik dan kimia kedelai sangat bervariasi. Keragaman ini juga dipengaruhi oleh faktor varietas, musim panen dan keadaan lingkungan tanamannya (Dhaubhadel 2011).

Kedelai varietas Mitani merupakan kedelai lokal hasil mutan iradiasi gamma dari induk varietas Guntur. Benih induk diiradiasi dengan dosis 150 Gy, lalu generasi F1 hasil persilangan diiradiasi lagi dengan dosis 200 Gy, demikian selanjutnya melalui beberapa tahapan seleksi dan pemurnian sehingga akhirnya diperoleh galur mutan. Kedelai varietas Mitani mempunyai keunggulan sebagai varietas tahan hama kutu hijau dan agak tahan penyakit karat daun. Disamping itu, varietas ini disukai oleh para pengrajin tempe yang menggunakan kedelai produksi lokal. Kedelai varietas Mitani memiliki kandungan protein lebih tinggi dari tetuanya varietas Guntur dan Wilis secara berurutan 42.56%; 31.30%; dan

37.00% (Mulyana et al. 2007). Bentuk fisik kedelai varietas Mitani dapat dilihat

pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kedelai varietas Mitani.

2.1.1 Senyawa Antigizi Kedelai

2.1.1.1 Asam Ftat

Asam fitat biasanya disebut dengan asam myoinositol-1,2,3,4,5,6-

hexakis-phospate atau InsP6 (Raboy 2003). Keberadaan asam fitat dapat mengganggu


(25)

Tinjauan Pustaka

8

kompleks dan banyak ditemukan pada bebijian yang mengandung fosfor dan

hampir 70% fosfor terikat dalam biji (Belitz et al. 2009). Kadar fitat di dalam

kacang-kacangan bervariasi, sedangkan kadar fitat kedelai berkisar antara (1-1.47 %) (Liu 1997).

Struktur utama dari asam fitat yaitu inositol dengan 6 kelompok hidroksil yang mengikat 6 atom karbon dari sikloheksan, atau disebut sikloheksaheksol. Struktur kimia asam fitat tersaji pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur kimia asam fitat (myo-inositol-1,2,3,4,5,6-hexakisphospate

atau InsP6) (“P”= H2PO4) (Raboy 2009).

Asam fitat dapat mengikat mineral, seperti: Ca+2, Zn+2, Mg+2 dan Fe+2

2.1.1.2 Antitripsin

dan menyebabkan tidak tersedia secara biologis. Ikatan asam fitat dengan mineral

bersifat komplek (Liu 1997). Kandungan asam fitat yang tinggi (1% atau lebih)

akan mengurangi ketersediaan mineral bagi tubuh. Asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk ikatan garam kompleks yang sukar larut. Komplek protein-fitat berkemampuan mengikat mineral yang lebih besar dibandingkan

asam fitat bebas (Liu 1997; Astawan 2009).

Antitripsin adalah senyawa protein bersifat sebagai antigizi; merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan uintuk menghambat aktivitas proteolitik enzim protease. Senyawa ini banyak ditemukan pada bahan pangan nabati, terutama kacang-kacangan (Liu 1997: Muchtadi 2010).

Inhibitor protease (antitripsin) pada kedelai dapat mengurangi daya cerna protein dan ketersediaan asam amino, serta akan menstimulir produksi berlebih

enzim pankreas dan menyebabkan hipertrofi (pembesaran) (Ng TB et al. 2011).

Mekanisme penghambatan aktivitas enzim proteolitik (tripsin dan kimotripsin) oleh inhibitor protease terjadi karena terbentuknya ikatan kompleks (Liu 1997). Langkah pertama dalam interaksi tersebut terjadi pemutusan ikatan disulfida dari arginin-isoleusin oleh enzim tripsin membentuk inhibitor termodifikasi. Kemudian terbentuk ikatan antara alkohol dari serin yang terdapat pada sisi aktif enzim tripsin dengan gugus karbonil dari arginin pada inhibitor termodifikasi. Senyawa komplek tripsin inhibitor yang terbentuk menyebabkan enzim proteolitik


(26)

Tinjauan Pustaka

9

kehilangan aktivitas sehingga tidak mampu memecah protein akibatnya daya

cerna protein akan menurun (Gambar 2.3) (Palupi et al. 2007; Muchtadi 2010,

2012).

Beberapa cara perlakuan pengolahan, seperti perebusan, pengukusan, pengeringan, radiasi gelombang mikro, dan pemanasan dalam otoklaf, dapat menekan aktivitas antitripsin pada kedelai (Liu 1997). Muchtadi (2010) menyatakan bahwa perlakuan perebusan lebih efektif untuk menghancurkan faktor antitripsin dibandingkan dengan perlakuan pengukusan. Pemasakan ekstrusi menggunakan ekstruder, juga telah diketahui dapat menurunkan aktivitas antitripsin dalam kedelai.

Gambar 2.3 Mekanisme penghambatan enzim proteolitik oleh senyawa antitripsin (Muchtadi 2010).

2.1.2 Isoflavon

Isoflavon adalah senyawa polifenol yang dapat berperan seperti estrogen, sehingga seringkali disebut sebagai fitoestrogen yaitu senyawa yang mempunyai

aktivitas estrogenik yang berasal dari tanaman. (Rostagno et al. 2005; Oomah &

Hosseinian 2008; Muchtadi 2010).

Kedelai mengandung 12 macam isoflavon, yang terdapat dalam bentuk glukosida (terikat pada molekul gula) dan bentuk aglikon (tidak terikat pada molekul gula). Struktur kimia utama isoflavon yang ditemukan pada kedelai adalah aglikon dan glukosida tersubstitusi acetil dan malonil disajikan pada

Gambar 2.4 (Rostagno et al. 2005; Shao et al. 2009). Isoflavon dalam bentuk

aglikon yang utama adalah genistein dan daidzein, serta dalam jumlah minor yaitu

glisitein. Pada biji kedelai, isoflavon terutama terdapat dalam bentuk β-glukosida

dan bagian glukosida tersubstitusi oleh group malonil, terutama di dalam hipokotil (Liu 1997; Muchtadi 2010). Metoda analisa 12 macam isoflavon kedelai dalam


(27)

Tinjauan Pustaka

10

bentuk biji dan olahan kedelai telah dikembangkan dan dilakukan secara cepat

dengan metoda HPLC baik isoflavon bebas maupun isoflavon total (Ming et al.

2011; Shao et al. 2009; Nakajima et al. 2005; Fiechter et al. 2011).

Bentuk konjugat Bentuk aglikon

Keterangan:

Isoflavon Simbol R1 R2 R3

Genistein Ge H H OH

Daidzein De H H H

Glycitein Gle H OCH3 H

Genistin Gi C6H5O11 H OH

Daidzin Di C6H5O11 H H

Glycitin Gly C6H5O11 OCH3 H

Acetyl-Genistin AGi C6H5O11 + COCH3 H OH

Acetyl-daidzin ADi C6H5O11 + COCH3 H H

Acetyl-glycitin AGly C6H5O11 + COCH3 OCH3 H

Malonyl-Genistin MGi C6H5O11 + COCH2COOH H OH

Malonyl-daidzin MDi C6H5O11 + COCH2COOH H H

Malonyl-glycitin MGly C6H5O11 + COCH2COOH OCH3 H

Gambar 2.4. Struktur kimia dari jenis-jenis isoflavon dalam bentuk aglikon dan glukosida yang ditemukan pada kedelai (Rostagno et al. 2005).

Kandungan isoflavon produk olahan kedelai bervariasi dan dipengaruhi bukan saja oleh jenis (kultivar) kedelai yang digunakan (Carrao-Pinizzi &

Kitamura 1995), tetapi juga oleh proses pengolahannya (Kao et al. 2004; Chien et

al. 2005; Lee & Lee 2009). Tepung kedelai yang dipanaskan suhu 121° C selama

30 menit akan mengalami kenaikan kadar glukosida isoflavon melalui reaksi

dekarboksilasi dari bentuk konjugat malonil (Aguiar et al. 2012). Niamnuy et al.

(2012) telah mempelajari degradasi isoflavon kedelai akibat proses pengeringan

inframerah dan kemungkinan reaksi perubahan malonil-β-glukosida dapat

Asetil Glukosida


(28)

Tinjauan Pustaka

11

membentuk asetil-β-glukosida melalui reaksi dekarboksilasi. Malonil dan asetil-β

-glukosida dapat tranformasi membentuk β-glukosida melalui reaksi deesterifikasi. Semua bentuk glukosida akan terhidrolisa menuju aglikon sebagai contoh genistein (Gambar 2.5). Senyawa isoflavon banyak dilaporkan memiliki aktivitas biologis sebagai antikarsinogenik, antioksidan, mengurangi resiko penyakit jantung, osteoporosis dan meringankan gejala menopose (Fukushima 2001; Oomah & Hosseinian 2008; Muchtadi 2010 & 2012).

Gambar 2.5 Struktur kimia dan interkonversi reaksi isoflavon genistein (Niamnuy et al. 2012).

2.2 Proses Radiasi pada Bahan Pangan

Iradiasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara terukur dan terarah. Jenis iradiasi yang dapat digunakan untuk memproses

bahan pangan yaitu radiasi elektromagnetik. Radiasielektromagnetik ialah radiasi

yang menghasilkan foton yang berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya (Arvanitoyannis 2010).

Iradiator adalah alat yang digunakan untuk mengiradiasi suatu bahan dengan sumber radiasi. Ada 2 jenis sumber radiasi bahan buatan dari isotop radioaktif yang dapat memenuhi persyaratan untuk penggunaan iradiasi pangan ialah isotop

radioaktif (60Co, 137Cs). Sumber radiasi dari isotop radioaktif 60Co dengan energi

sinar gamma mempunyai energi sebesar 1.17 MeV dan 1.33 MeV. Radioaktif

60

Adapun gelombang elektromagnetik yang dipancarkan sebagai partikel atau

gelombang (radiation) tergantung dari tingkat energinya. Energi microwave,

Co akan meluruh dengan waktu paruh (t½) 5.2 tahun dan berlanjut menjadi nonradioaktif yaitu nikel. (Diehl 1995; Riganakos 2010).


(29)

Tinjauan Pustaka

12

radio, infrared, dan UV mempunyai energi yang lebih rendah yang ditunjukkan

dengan nilai panjang gelombang (λ) yang panjang (Wilkinson 1996; Diehl 1995),

tersaji pada Gambar 2.6.

Dosis radiasi, yaitu energi radiasi yang diserap oleh suatu bahan, dan satuan

yang digunakan untuk mengukur paparan radiasi dengan satuan gray (Gy). Ketika

sejumlah energi yang dipaparkan kepada suatu medium oleh partikel pengion per

satuan massa dari bahan yang diiradiasi dinyatakan sebagai dosis serap (absorbed

dose) dan 1 Gray setara dengan 1 Joule energi yang diserap per kilogram (kg)

ba-han yang menerima paparan radiasi pengion. Satuan unit lainnya dapat digunakan

yaitu rad yang didefinisikan sebagai 100 erg/g (Diehl 1995; Cleland 2006).

Unit : Gray (Gy) 1 kGy = 1000 Gy

Definisi : 1 Gy = 1 J/kg Konversi : 100 rad = 1 Gy

1 krad = 10 Gy 1 Mrad = 10 kGy

Gambar 2.6 Spektrum elektromagnetik (Diehl 1995).

Dosimetri merupakan metode pengukuran dosis serap (absorbsi) radiasi terhadap produk dengan teknik pengukuran yang didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh paparan radiasi menggunakan dosimeter. Oleh karena itu, setiap bahan pangan dapat menerima dosis iradiasi secara tepat, melalui pengukuran dosis suatu sistem dosimetri (McLaughlin 1989; IAEA 2002; Mehta & O’Hara 2006).

Pengukuran dosimetri harus dilaksanakan, sesuai dengan standar umum

codex untuk pangan yang diiradiasi, seperti untuk setiap pangan baru dan bila dilakukan pengubahan konfigurasi pada kekuatan sumber radiasi, geometri sumber radiasi, serta produk yang akan diiradiasi (WHO 1991; Mehta & O’Hara 2006; ISO 14470 2011).


(30)

Tinjauan Pustaka

13

2.3 Pengaruh Iradiasi terhadap Bahan Pangan

Pengaruh iradiasi terhadap bahan pangan dapat dibedakan atas pengaruh langsung (direct effect reaction) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect reaction). Pada pengaruh langsung, iradiasi dapat merusak sel dan jaringan. Jika suatu partikel bermuatan bergerak melesat menumbuk bahan biologi yang kompleks, fungsi biologis kompleks tersebut dirusak dan/atau dihancurkan. Sedangkan pengaruh tidak langsung, iradiasi pada bahan yang mengandung air akan menyebabkan ionisasi dari bagian molekul-molekul air dengan pembentukan hidrogen dan radikal hidroksil. Selain itu, adanya oksigen yang terlarut, atom hidrogen dapat bergabung dengan molekul oksigen membentuk radikal peroksida (Desrosier 1988; Donnelly & Robinson 1995)

Radiolisis air

Air merupakan komponen utama pada bahan pangan, dan molekulnya bersifat yang paling reaktif kemudian akan melepaskan elektron dan terjadi ionisasi (pembentukan ion-ion).

H2O + energi ionisasi  •H2O+ + e

-Radikal bebas adalah bentuk atom atau molekul yang tidak berpasangan dengan jumlah yang tidak seimbang elektron valensinya. Radikal bebas ini akan terbentuk

karena molekul mengalami pecah (split) ketika menerima sinar atau energi

ionisasi (CAST 1989). Sedangkan produk radiolitik air secara umum (Diehl (1995) yaitu :

.

OH radikal hidroksil

e-aq elektron aqueous terlarut (solvated atau hydrated)

..

H2 hidrogen

H2O.2 hidrogen peroksida .

H3O+ proteon solvated (hydrated)

Radikal bebas ini akan berperan aktif terhadap pemecahan dan perubahan molekul kedalam fragmen. Pengaruh radiasi pengion terhadap bahan pangan akan tergantung pula pada total dosis serap, laju absorpsi dan kondisi lingkungan (suhu, atmosfir) selama iradiasi (Mehta & O’Hara 2006; Riganakos 2010).

Radiolisis karbohidrat

Radikal •

OH dari hasil radiolisis air sangat berperan dalam memecah rantai ikatan hidrogen dari ikatan C – H, seperti digambarkan sebagai berikut:

OH + H – C – OH  •C – OH + H2O pemecahan hidrogen

hasil dari reaksi selanjutnya akan terbentuk beberapa mekanisme: • C – OH + •

C – OH  C = O + HCOH disproporsionasi


(31)

Tinjauan Pustaka

14

• C – OH C = O

 + H2

H - C – OH • C – H

O dehidrasi

terjadinya disproporsionasi atau dehidrasi akan tergantung pada molekul ikatan C

= O hasil dari produknya akan asam, keton atau aldehid. Radikal • OH dapat

memecah pada molekul gula pada semua atom C-6 akan membentuk bermacam-macam kemungkinan. Von Sonntag’s telah mereview ada 34 produk radiolitik dari glukosa. Sedang elektron tersolvatasi dan atom hidrogen dari radiolisis air kurang berperan pada pemecahan terhadap karbohidrat (Diehl 1995; IAEA 2002).

Radiolisis Protein

Protein merupakan susunan dari rantai asam amino dengan dihubungkan ikatan peptida, jika dikenai iradiasi akan terbentuk radikal sebagai berikut:

PH2  •PH2+ + e-

PH + H+

dimana, P berarti protein dan H+ adalah ion hidrogen.

Ion positif akan terbentuk menjadi dua atau lebih unit yang lebih kecil

HP – P’H’  •PH + P’H+

dengan adanya radikal .OH yang berasal dari air yang terdapat dalam komponen

bahan pangan. Selanjutnya akan bereaksi dengan protein sehingga radikal OH akan terbentuk radikal protein sekunder dan kemungkinan lain akan menambah bagian aromatik asam amino memberikan perbedaan dengan radikal bebas yang ada, reaksi sebagai berikut

•OH + PH2  •PH + H2O

•OH + PH2  •HO – PH

LH

2

radikal protein primer yang terbentuk akan sangat tergantung pada molekul protein itu sendiri pada saat konfigurasi yang lemah yaitu pada ikatan C – C atau

C – H tergantung komponen saat split off pada energi ionisasi diberikan. Sedang

radikal protein sekunder akan terbentuk tergantung reaktifitas komponen organik bahan pangan bereaksi dengan kandungan airnya (CAST 1989).

Radiolisis Lemak

Berbeda dengan karbohidrat dan protein dimana pengaruh tidak langsung air sangat memegang peranan yang penting terbentuknya radikal bebas. Lain halnya dengan lemak, secara kualitatif diduga dinding membran lemak pada sel zat cair, jika lemak diiradiasi hasil radikal primer akan terjadi ionisasi dan eksistasi (Diehl

1995; IAEA 2002).Pengaruh komponen lainnya seperti lemak yang diiradiasi

secara umum akan terbentuk radikal lemak sebagai berikut

2  •LH2+ + e

-

LH + H+


(32)

Tinjauan Pustaka

15

Terbentuknya radikal secara umum dimulai dengan deprotonasi, selanjutnya akan mengalami disosiasi dan dekarbonilasi atau dimerisasi. Sedang reaksi lainya pada molekul trigliserida tereksitasi. Radiolisis dari trigliserida asam lemak tidak jenuh prosesnya akan sama tetapi ada ikatan rangkap, terutama sekali jika konjugasi dalam produknya akan terjadi perbedaan spektrumnya (Diehl 1995; IAEA 2002).

Pengaruh oksigen akibat radiasi ionisasi

Ada tidaknya oksigen selama iradiasi dapat memberikan pengaruh terbentuknya radiolisis. Udara dalam setimbang terhadap oksigen dengan kandungan udara yang rendah konsentrasinya (kira – kira 0,27 mM suhu ruang). Atom hidrogen dapat mengurangi oksigen dengan sedikit mengoksidasi menjadi hidrokperoksil radikal,

•H + O2  •HO2

dalam keadaan setimbang akan terbentuk radikal anion superoksida

•HO2 ⇔ H+ + • O2

-sedang pembentukan radikal superoksida lainnya dapat melalui reaksi elektron

solvated dengan oksigen e-aq + O2  • O2-

dengan menghilangkan e-aq dan •H, •OH maka reaksi oksidasi menjadi lebih

besar dalam larutan oksigen. Kedua radikal hidroperoksil dan superoksi dapat

memacu terbentuknya hidrogen peroksida (CAST 1989; Diehl 1995; IAEA 2002).

2 • HO2  H2O2 + O2

•O2- + •HO2 + H+  H2O2 + O

Perubahan kimia dapat terjadi dalam bentuk sederhana sampai kompleks yaitu terdiri atas beberapa tahap dan umumnya mencakup satu atau lebih senyawa antara. Reaksi kimia yang hanya berlangsung satu tahap disebut reaksi elementer yaitu reaksi yang produknya langsung dibentuk dari reaktan. Reaksi elementer

2

2.4 Kinetika Reaksi Kimia di dalam Sistem Pangan

Penggunaan kinetika dalam bidang pangan pada dasarnya merupakan penerapan prinsip kinetika yang digunakan dalam reaksi kimia berkaitan dengan mutu pangan. Kinetika kimia adalah suatu penelaahan laju reaksi kimia dan

perubahan sifat kimia dalam suatu waktu (perubahan konsentrasi C terhadap

waktu t, secara matematis dinyatakan sebagai dC/dt) pada berbagai kondisi,

seperti konsentrasi reaktan, suhu, katalis dan kondisi lingkungan yang berbeda (Boekel 2009).

Ada 2 teori yang mendasari laju reaksi yaitu teori tumbukan (collision

theory) dan teori aktivasi (activation theory). Dalam teori tumbukan dinyatakan bahwa reaksi yang terjadi adalah hasil dari tumbukan antar molekul-molekul yang mempunyai tingkat energi yang tinggi, yang menyebabkan terganggunya gaya tarik menarik alami diantara molekul-molekul tersebut. Sedangkan teori aktivasi adalah secara struktural, molekul mempunyai suatu bagian (gugus) yang bersifat labil. Jika tingkat energi pada gugus yang labil bertambah (dengan cara meningkatkan suhu), maka akan terjadi reaksi pelepasan energi sehingga bisa diperoleh tingkat energi baru yang lebih rendah dan lebih stabil (Toledo1991; Hariyadi 2004).


(33)

Tinjauan Pustaka

16

dapat dinyatakan dalam molekuleritasnya, yang dinyatakan dengan reaksi unimolekuler, bimolekuler dan seterusnya (Toledo 1991).

Secara umum bentuk reaksi perubahan (Holdsworth 2009; Villota & Hawkes 1992; Singh 2009) yang terjadi adalah sebagai berikut:

k

Reaktan Produk (1)

Jika t menyatakan waktu dan n adalah ordo reaksi, maka laju perubahan

reaktan menjadi produk dinyatakan sebagai berikut:

t [reaktan]

δ δ

= - k [reaktan]n

o

Ln

[reaktan]

[reaktan]

t

(2) Dalam hal ini reaktan bisa berupa konsentrasi atau faktor mutu yang diukur

dan k adalah konstanta laju reaksi perubahan (Pers 2). Untuk n = 1, maka

persamaan (2) diintegrasikan, menghasilkan persamaan (3)

= - k t (3)

Ln [reaktan]t = Ln[reaktan]o – kt (4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa plot antara nilai ln[reaktan]t terhadap

waktu (t) akan menunjukkan hubungan garis lurus dengan kemiringan sebesar k.

Pada bahan pangan, perubahan atau reaksi yang sering terjadi bisa dijelaskan dengan menggunakan model kinetika reaksi ordo nol atau ordo 1 (Hariyadi 2004).


(34)

3. PENENTUAN LAJU DOSIS PADA SUMBER RADIASI SINAR GAMMA (60Co) DI FASILITAS IRADIASI IRKA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap penentuan laju dosis pada sumber

radiasi sinar gamma 60Co di fasilitas iradiasi IRKA (Iradiator Karet Alam). Laju

dosis ditentukan dengan metode dosimetri untuk mengetahui keluaran energi sumber per satuan waktu serta jarak antara sumber energi dan target. Penelitian ini bertujuan menentukan titik lokasi iradiasi pada bidang iradiasi dengan laju dosis tertentu. Pengamatan yang dilakukan yaitu menentukan titik-titik lokasi laju dosis pada bidang iradiasi dengan dosimeter amber 3042. Dosimeter bekerja berdasarkan perubahan warna yang diukur nilai optical density (OD) dibagi tebal dosimeter. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada 4 lokasi pada bidang iradiasi dengan laju dosis masing-masing (1.30 ± 0.16); (3.17 ± 0.34); (5.71 ± 0.52) dan (8.82 ± 1.18) kGy/jam. Dari 4 lokasi tersebut diperoleh perbandingan dosis maksimum dan minimum berkisar 1.14-1.21. Laju dosis ini yang akan dijadikan dasar proses radiasi pada penelitian selanjutnya.

Kata kunci: sinar gamma, dosimeter amber, laju dosis.

Pendahuluan

Karakterisasi sumber radiasi bertujuan untuk mendapatkan informasi kinerja iradiator dari kekuatan energi sumber sinar gamma. Beberapa parameter dari ketentuan iradiasi adalah dosis dan laju dosis (Urbain 1986), karena itu sebelum dilakukan iradiasi pangan, dosis radiasi harus diukur agar proses radiasi memenuhi persyaratan peraturan. Dalam penerapan proses radiasi, dosis radiasi yaitu jumlah energi radiasi yang diserap bahan (Cleland 2006; Diehl 1995), adalah faktor kritis pada iradiasi pangan.

Setiap jenis bahan pangan yang diiradiasi memerlukan dosis tertentu sesuai tujuan iradiasi. Jika jumlah iradiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, maka efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya, jika dosis berlebih, bahan pangan yang diiradiasi akan rusak sehingga tidak akan tercapai tujuan iradiasi.

Dalam lampiran kode pelaksanaan yang disarankan secara internasional untuk penyelenggaraan sarana iradiasi yang digunakan untuk pengolahan pangan (WHO 1988) menyatakan bahwa dosis rata-rata keseluruhan yang diserap untuk produk homogen atau curah dapat ditentukan secara langsung dengan meletakan dosimeter. Sedangkan untuk produk dengan sebaran dosis yang sudah diketahui maka dapat ditentukan posisi dosis minimum dan maksimum. Namun demikian, pengukuran sebaran dosis pada dua posisi ini dapat digunakan untuk

memperkirakan dosis rata-rata keseluruhan yaitu ½ (Dmaks + Dmin). Aplikasi

terhadap aspek dosimetri ini, telah dilakukan pada makanan olahan yang diterapkan pada fasilitas iradiator Irpasena (Tanhindarto & Sudrajat 2004). Distribusi keseragaman dosis serap yang diterima bahan pada proses radiasi dapat


(35)

Penentuan laju dosis 18

ditentukan dengan perbandingan antara dosis maksimum dan minimum atau dose

uniformity ratio (DUR). IAEA (2002) menyatakan bahwa DUR yang diijinkan

untuk bahan pangan ≤ 1.5.

Kunci keberhasilan pengawetan pangan dengan cara iradiasi menggunakan

radionuklida 60Co terletak pada aspek dosimetrinya. Mehta & O’Hara (2006)

menyatakan bahwa dosimetri merupakan bagian integral dari aspek jaminan mutu proses iradiasi. Oleh karena itu, fasilitas iradiator bertanggung jawab atas ketepatan dosis radiasi yang harus diterima oleh bahan yang diiradiasi.

Pada penelitian ini digunakan dosimeter amber 3042 dan perspek merah (Harwell Red 4034) merupakan dosimeter rutin yang sudah diaplikasikan pada industri iradiasi pangan, serta telah diakui oleh standar internasional termasuk ISO/ASTM 51276:2002(E) ASTM (2002); IAEA (2002); Farrar (2000);

McLaughlin et al. (1989) dan telah terkalibrasi (HD 2009). Dosimeter amber

memiliki kisaran dosis 1-30 kGy dan perspek merah dengan kisaran dosis 5-50 kGy. Dasar dari pengukurannya adalah perubahan warna yang diukur dengan

menggunakan spektrophotometer. Namun demikian, Tanhindarto et al. (1997)

melaporkan bahwa perspek merah juga dapat diukur menggunakan alat Chromameter.

Karakteristik dari sumber radiasi IRKA menunjukkan bahwa keluaran

energi dari sumber radiasi radionuklida (60Co) tidak dapat diubah dan jarak antara

sumber radiasi dan lokasi sampel sudah ditentukan, jadi satu-satunya faktor yang dapat diatur ialah waktu iradiasi. Dalam hal ini waktu diatur sesuai dengan kebutuhan, selanjutnya dosis yang diserap akan meningkat bila waktu lebih lama dan sebaliknya. Secara khusus; penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan titik lokasi pada bidang iradiasi dan laju dosis yang diterimanya.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Fasilitas Iradiasi dan Laboratorium Bahan Pangan Bidang Proses Radiasi. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Jakarta. Penelitian berlangsung selama 3 bulan dari bulan Februari – April 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah dosimeter harwell amber 3042 dan harwell red 4034 (Harwell Dosimeters Co. Ltd., Oxfordshire, UK) yang diperoleh dari Inggris.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Iradiator Karet Alam

(IRKA) sebagai sumber radiasi sinar gamma dari 60Co dengan aktivitas sumber

radiasi 128436.9079 Ci (128.4 kCi). Sumber radiasi ini digunakan untuk mengiradiasi dosimeter. Alat ukur Spectrophotometer merk Spectronic digunakan untuk mengukur perubahan warna didasarkan pada nilai optical density (OD). sedangkan tebal dari dosimeter digunakan mikrometer.


(36)

Penentuan laju dosis 19

Metode Penelitian

Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kinerja dan karakter

iradiator meliputi peta dosis (dose mapping), dosimetri dan laju dosis. Adapun

tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

Peta laju dosis. Sebelum melakukan iradiasi sampel, terlebih dahulu menetapkan lokasi dan jarak dari sumber radiasi terhadap posisi sampel. Lebih lanjut; dibuat peta titik koordinat lokasi iradiasi sampel pada bidang radiasi dengan kode A, B, C dan D, yang dimaksud dengan A ini merupakan jarak lokasi bidang sejajar dan tegak lurus dengan sumber radiasi yaitu 20 cm. Kode B, C dan D diasumsikan titik lokasi iradiasi sampel pada bidang iradiasi dari sumber radiasi mempunyai jarak A< B< C <D.

Dosimetri. Pengamatan dosimetri terhadap proses radiasi sinar gamma digunakan dengan dosimeter harwell amber 3042 dan harwell red 4034 (ASTM 2002). Dosimeter diletakkan pada bidang iradiasi sesuai jarak yang telah ditentukan. Dosimeter harwell amber 3042 mempunyai kisaran dosis 1-30 kGy

dan analisis didasarkan perubahan warna pada panjang gelombang (λ) = 603 nm

untuk dosis 1-10 kGy dan dosis 10-30 kGy pada (λ) = 651 nm (HD 2009),

berikutnya dosimeter harwell red 4034 diukur pada panjang gelombang (λ) = 640

nm, digunakan untuk dosis radiasi diatas 30 kGy.

Laju dosis. Laju dosis dinyatakan sebagai perubahan dosis serap per satuan waktu. Untuk menentukan laju dosis diperoleh dengan cara dosimeter harwell

amber 3042 diiradiasi dengan variasi waktu. Selanjutnya, A adalah nilai absorban

yang terukur maka As (absorban spesifik) adalah A dibagi tebal (d) dosimeter.

Kemudian dosis serap dihitung menggunakan sistem dosimetri kalibrasi (IAEA 2002; HD 2009).

Analisis Data

Perubahan nilai optical density (OD) dari hasil pengukuran dosimeter setiap perlakuan diperoleh data dosis maksimum dan minimum. Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung dosis serap dan laju dosis. Kemudian data ditabulasikan dan dinyatakan sebagai rata-rata ± standar deviasi.

Hasil dan Pembahasan Penentuan lokasi iradiasi sampel

Penentuan laju dosis dan jarak sumber radiasi terhadap sampel harus dilakukan karena waktu iradiasi akan menentukan berapa dosis serap yang akan diterima sampel, karena itu dosis radiasi dapat terukur secara tepat. Proses radiasi akan menyebabkan perubahan dosimeter amber dari merah menuju merah-coklat gelap, sebanding dengan meningkatnya waktu iradiasi atau dosis serap yang diterima.

Peta bidang iradiasi telah ditentukan 4 titik lokasi yang dinyatakan A, B, C dan D dengan perkiraan terdapat perbedaan nilai laju dosis. Gambar 3.1 memperlihat hasil sebaran koordinat peta lokasi pada bidang iradiasi. Hasil pemetaan titik lokasi iradiasi sampel A, B, C dan D yang digunakan untuk penelitian ini, masing-masing (0, 106), (-22.4, 146), (-26.9, 166) dan (-66.9, 166).


(37)

Penentuan laju dosis 20

Keterangan: - Lokasi A, B, C dan D merupakan titik lokasi yang memberikan perbedaan nilai laju dosis pada bidang iradiasi.

- Jarak sumber radiasi (60

BIDANG IRADIASI

Co) ke bidang iradiasi adalah 20 cm. - Tanda negatif menunjukkan arah absis pada sumbu x.

Gambar 3.1 Peta lokasi iradiasi pada bidang iradiasi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan lokasi iradiasi pada bidang iradiasi terjadi karena perbedaan jarak, jadi pengukuran jarak sumber radiasi terhadap titik lokasi A, B, C dan D, berturut-turut 20; 60.02; 68.73 dan 92.06 cm. Dari Tabel 3.1 merupakan hasil pengukuran dosis radiasi dan perhitungan laju dosis pada masing-masing di titik lokasi iradiasi sampel pada bidang iradiasi. Data laju dosis pada lokasi A, B, C dan D, masing-masing 8.82; 5.71; 3.17 dan 1.30 kGy/jam.


(38)

Penentuan laju dosis 21

Tabel 3.1. Dosis radiasi dan laju dosis (LD) titik lokasi iradiasi A, B, C, dan D pada bidang iradiasi di fasilitas iradiasi IRKA.

Lokasi titik

iradiasi Ulangan

Dosis radiasi (kGy)

Waktu Iradiasi

(jam)

Laju Dosis (kGy/jam)

Rata-rata Laju dosis

± Stdev

Dmaks Dmin LDmaks LD

A (0, 106)

min

1 9.71 7.97 1 9.71 7.97

8.82 ± 1.18

2 9.61 7.83 1 9.61 7.83

3 19.32 16.33 2 9.66 8.17

B (-22.4, 146)

1 12.44 10.78 2 6.22 5.39

5.71 ± 0.52

2 28.90 26.70 5 5.78 5.34

3 31.10 26.50 5 6.22 5.30

C (-26.9, 166)

1 7.13 5.98 2 3.57 2.99

3.17 ± 0.34

2 17.60 14.88 5 3.52 2.98

3 15.75 14.16 5 3.15 2.83

D (-66.9, 166)

1 2.58 2.12 2 1.29 1.06

1.30 ± 0.16

2 7.55 6.02 5 1.51 1.21

3 7.23 6.46 5 1.45 1.29

Distribusi keseragaman dosis serap

Hasil perhitungan keseragaman dosis radiasi diperoleh dari perbandingan antara dosis maksimum dan dosis minimum, selanjutnya ditabulasikan pada Tabel 3.2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keseragaman dosis radiasi dengan perbedaan laju dosis pada berbagai lokasi iradiasi (A, B, C dan D), masing-masing adalah (1.21 ± 0.02), (1.14 ± 0.05), (1.16 ± 0.04) dan (1.20 ± 0.07). Nilai distribusi keseragaman dosis serap ini sesuai dengan angka yang telah direkomendasikan oleh IAEA (2002), yang menyatakan bahwa distribusi keseragaman dosis serap untuk iradiator iradiasi pangan yang diijinkan tidak melebihi nilai ≤ 1.5.

Penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa perbandingan keseragaman

dosis (Dmaks/Dmin) yang rendah menunjukkan adanya keseragaman yang tinggi

atau homogenitas dosis yang baik. Disamping itu, titik lokasi ini dapat digunakan untuk penelitian utama dan mempelajari pengaruh kombinasi laju dosis dan waktu iradiasi pada parameter mutu produk pangan yang diiradiasi.


(1)

Byun MW, Jo C, Lee JW. 2006. Potential Applications of Ionizing Radiation. Di dalam: Sommers CH, Fan X, editor. Food Irradiation Research and Technology. Blackwell Publishing and the Institut of Food Technologist: 249-262.

Carrao-Pinizzi M, Kitamura K. 1995. Isoflavone content in Braziliam soybean cultivars. Breeding Sci. 45:295-300.

[CAST] Council For Agricultural Science And Technology.1989. Ionizing Energy in Food Processing and Pest Control : II Applications. June.

Chien JT, Hsieh HC, Kao TH, Chen BH. 2005. Kinetic model for studying the conversion and degradation of isoflavones during heating. Food Chem 91:425-434.

Cleland MR. 2006. Advances in Gamma Ray, Electron Beam, and X-ray Technologies for Food Irradiation. Di dalam: Sommers CH, Fan X, editor. Food Irradiation Research and Technology. Blackwell Publishing and the Institut of Food Technologist: 11-35.

DeMan JM. 1989. Kimia makanan. ITB Pr.

Desrosier NW. 1988. Pengawetan pangan dengan radiasi mengion. Di dalam: Teknologi Pengawetan Pangan. UI Pr.:413-477.

Dhaubhadel S. 2011. Regulation of isoflavonoid biosynthesis in soybean seeds, Di dalam: Bung Ng T, editor. Soybean – Biochemistry, chemistry and physiology. InTechweb.org. India

Diehl JF. 2002. Food irradiation – past, present and future. Rad Phys & Chem 63:2011-2015.

Diehl JF. 1995. Safety of Irradiated Foods. Revised and Expanded. ke-2. New York-Basel-Hong Kong: Marcel Dekker, Inc.

Dixit AK, Kumar V, Rani A, Manjaya JG, Bhatnagar D. 2011. Effect of gamma irradiation on lipoxygenases, trypsin inhibitor, raffinose family oligosaccharides and nutritional factors of different seed coat colored soybean (Glycine max L.). Rad Phys & Chem. 10:107-114.

Donnelly JK, Robinson DS. 1995. Invented review free radicals in foods. Free Rad Res Vol 22 (2):147-176

Duranti M, Gius C. 1997. Legume seeds: protein content and nutritional value. Field Crops Res. 53:31-45.

Duodu KG, Minnaar A, Taylor JRN. 1999. Effect of cooking and irradiation on the labile vitamins and antinutrient content of a traditional African sorghum porridge and spinach relish. Food Chem. 66:21-27.

Ebrahimi SR, Nikkhah A, Sadeghi AA, Raisali G. 2009. Chemical composition, secondary compounds, ruminal degradation and in vitro crude protein digestibility of gamma irradiated canola seed. Animal Feed Sci & Tech. 151:184-193.

El-Niely HFG. 2007. Effect of radiation processing on antinutrients, in-vitro protein digestibility and protein effiency ratio bioassy of legume seeds. Rad Phys & Chem. 76:1050-1057.

Farag MDEH. 1998. The nutritive value for chicks of full-fat soybeans irradiated at up to 60 kGy. Anim Food Sci & Tech 73:319-328.

Farrar IV H. 2000. Twenty new ISO standards on dosimetry for radiation processing. J Rad Phys & Chem 57:717-720.


(2)

[FDA] Food and Drug Administration. 2000. Kinetics of Microbial Inactivation for Alternative Food Processing Technologies. Overarching Principles: Kinetics and Pathogens of Concern for All Technologies. U.S. FDA Center for Food Safety and Applied Nutrition, June 2.

Flechter G, Opacak I, Raba B. Mayer HK. 2011. A new ultra-high presure liquid chromatography method for the determination of total isoflavone aglycones after enzymatic hydrolysis: Apllication to analyze isoflavone levels in soybean cultivars. Food Research Int. (siap terbit)

Fukushima D. 2001. Recent progess in research and technology on soybeans. Food Sci. Technol. Res. 7(1):8-16.

[HD] Harwell Dosimeters. 2009. Harwell Amber 3042 Dosimeters. Harwell Dosimeters Limited. 540 Bacquerel Ave. Oxfordshire DX11 DTA. United Kingdom.

Hallman GJ. 2011. Phytosanitary Applications of Irradiation, Comprehensive. Reviews in Food Scince and Food Safety. 10:143-151.

Hariyadi P. 2004. Prinsip-prinsip Pendugaan Masa Kadaluarsa dengan Metode “Accelerated Shelf life Test”. Dasar : Kinetika Reaksi dalam Pengolahan dan Penyimpanan Pangan. Pendugaan Waktu Kadaluarsa (Shelf Life) Bahan dan Produk Pangan. Di dalam: PT FITS Mandiri Dep. TPG PAU IPB – PPEI Departemen Perdagangan RI. Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Self life) bahan dan produk pangan. Bogor 1-2 Desember (2004): IIIA 1-11 Hariyadi P. 2008. Optimization in Thermal Processing. Seminar sehari “Quality

and Safety of Thermal Food Processing”. Jakarta, 4 Desember.

Holdsworth SD. 2009. Principles of Thermal Processing: Sterilization. Di dalam: Simpson R, editor. Engineering Aspects of Thermal Food Processing. CRC Press Taylor & Francis Group. Boca Raton London New York.

[ICGFI] International Consultative Group on Food Irradiation. 2002. Food irradiation: A global food ssafety tool. IFIC Foundation Washington, DC 20036 USA.

[IAEA] International Atomic Energy Agency. 2002. Dosimetry for Food Irradiation. Technical Reports Series No 409.

[IAEA] International Atomic Energy Agency. 2004. Irradiation as a phytosanitary treatment of food and agricultural commodities. Proceedings of a final research coordination meeting organized by the Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture 2002. IAEA-TECDOC-1427, Nov 2004.

[ISO 14470] The International Organization for Standardization 14470. 2011. Food irradiation – Requirements for the development, validation and routin control of the process of irradiation using ionizing radiation for the treatment of food. Switzerland.

Kao TH, Lu YF, Hsieh HC, Chen BH. 2004. Stability of isoflavone glucosides during processing of soymilk and tofu. Food Research International 37(9):891-900.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014.

Kovacs E, Lim ND, Beczner I, Kiss I. 1991. Effect of irradiation and dielectric heating on soya bean ultrastructure, trysin inhibitor and lipoxygenase activities. Food Structure 10(3):217-227.


(3)

Kume T, Furata M, Todoriki S, Uenoyama N, Kobayashi Y. 2009. Status of food irradiation in the world. Rad Phys & Chem. 78:222-226.

Lee S, Lee JH. 2009. Effects of oven-drying, roasting, and explosive puffing process on isoflavone distributions in soybeans. Food Chem. 112:316-320. Liu K. 1997. Soybeans, chemistry, technology, and utilization. Chapman & Hall,

ITP International Thompson Publishing, New York.

McLaughlin WL. Boyd AW. Chadwick KH. McDonald JC. Miller A. 1989. Dosimetry for Radiation Processing. Taylor & Francis Inc. 242 Cherry St. Philadelphia. PA 19106-1906.

Mehta K & O’Hara K. 2006. Dosimetry for food processing and research applications. Sommers CH. Fan X. editor. Food Irradiation: Research and Technology. Blackwell Publishing and The Institute of Food Technologist; 2006.

Ming SJ, Li SB, Xia HF, Shu-rong Y, Hua Y, Kikuchi A. 2011. Rapid HPLC method for determination of 12 isoflavone components in soybean seeds. Agric Sci in China 10(1): 70-77.

Minolta. 1994. Precise color communication; color control from feeling to instrumentation. Radiometric Instruments Operations Minolta Corporation, 2-330, Toyotsu-Cho, Suita-sgi, Osaka 564, Japan.

Mohamed EA, Ali NA, Ahmed SH, Ahmed IAM, Babiker EE. 2010. Effect of radiation process on antinutrients and HCl extractability of calcium, phosphorus and iron during processing and storage. Rad Phys & Chem. 79:791-796.

Muchtadi D. 2012. Kedelai komponen untuk kesehatan. Jakarta. Alfabeta, CV. Muchtadi D. 2010. Teknik evaluasi nilai gizi protein. Alfabeta Bandung.

Mulyana HI, Masrizal, Dewi K, Arwin, Siswoyo, Rahma II, Yuliasti. 2007. Galur Mutan M 220 produksi tinggi tahan hama kutu hijau dan agak tahan penyakit karat daun. Proposal Pelepasan Varietas Kedelai, PATIR BATAN. Nakajima N, Nozaki N, Ishihara K, Ishikawa A, Tsuji H. 2005. Analysis of

isoflavone in Tempeh, a fermented soybean, and preparation of new isoflavone-enriched Tempeh. J of Biosci. & Bioengineering 100(6):685-687. Ng TB, Cheung Randy CF, Ye XJ, Wong JH, Ye XY. 2011. Protease inhibitors, lectins, antifungal protein and saponins in soybean. Di dalam; Ng TB, editor. Soybean – Biochemistry, chemistry and physiology. InTechweb.org, India. Niamnuy C, Nachaisin M, Poomsaad N, Devahastin S. 2012. Kinetic modelling of

drying and conversion/degradation of isoflavones during infrared drying of soybean. Food Chem 133:946-952.

Oomah BD, Hosseinian FS. 2008. Phytoestrogens, Di dalam: Hurst WJ, editor, Methods of analysis for fungsional foods and nutraceuticals, CRC Pr. Taylor & Francis Group.

Park JH, Choi TB, Kim SW, Hur MG, Yang SD, Yu KH. 2009. A study on effective extraction of isoflavones from soy germ using the electron beam. Rad Phys & Chem 78:623-625.

Pednekar M, Das AK, Rajalakshmi V, Sharma A. 2010. Radiation processing and fungsional properties of soybean (Glycine max). Rad Phys & Chem 79:490-494.


(4)

[Permenkes RI] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 701/MENKES /PER/VIII/2009 tentang Pangan Iradiasi.

Raboy V. 2009. Approaches and challenges to engineering seed phytate and total phosphorus. Review. Plant Sci 77:281-296.

Raboy V. 2003. Molecules of interest myo-inositol-1,2,3,4,5,6-hexakisphospate. Phytochem 64:1033-1043.

Riganakos KA. 2010. Food Irradiation Techniques. Di dalam: Arvanitoyannis IS.(ed). Irradiation of Food Commodities: Techniques, Applications, Detection, Legislation, Safety and Consumer Opinion. Academic Press Elsevier Inc. London NW1 7BY, UK:23-42.

Rostagno MA, Palma M, Barroso CG. 2005. Short-term stability of soy isoflavones extracts: Sample conservation aspects. Food Chem 93:557-564. Sanyal B, Sharma A. 2009. A new electron paramagnetic resonance method to

identify irradiated soybean. J of Food Sci. 74 (8):N57-N64.

Sattar A, Neelofar, Akhtar MA. 1990. Effect of radiation and soaking on phytate content of soybean. Acra Alimentaria 19(4):331-336.

Shao S, Duncan AM, Yang R, Marcone MF, Rajcan I, Tsao R. 2009. Tracking isoflavones: from soybean to soy flour, soy protein isolates to functional soy bread. J of Fungctional Foods 1:119-127.

Shawrang P, Sadeghi AA, Behgar M, Zareshahi H, Shahhoseini G. 2011. Study of chemical compositions, anti-nutritional contents and digestibility of electron beam irradiated sorghum grains. Food Chem. 125:376-379.

Siddhuraju P, Makkar HPS, Becker K. 2002. The effect of ionizing radiation on antinutritional factors and the nutritional value of plant materials with reference to human and animal food, review. Food Chem. 78:187-205. Singh RP, Heldman DR. 2009. Introduction to Food Engineering. 4th ed.

Acade-mic Pr. New York and London.

Sommers CH, Delincee H, Smith JS, Marchioni E. 2006. Toxicolical safety of irradiated foods. Di dalam: Sommers CH, Fan X, editor. Food Irradiation Research and Technology. Blackwell Publishing and the Institut of Food Technologist: 43-62.

Tanhindarto RP. Kicky LTK. Armanu. 1997. Pengukuran dosimeter perspeks merah dengan alat ukur chromameter. Di dalam: Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan V; Jakarta. 26-27 Agustus 1997. PSPKR BATAN. hlm 32-41.

Tanhindarto RP. Sudrajat A. 2004. Aspek dosimetri makanan olahan tradisional pada fasilitas irpasena. Di dalam: Risalah Seminar Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi; Jakarta. 17-18 Februari 2004. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN. hlm 265-272.

Tanhindarto RP, Dwi K, Prih S, Mugiono. 2004. Pengaruh iradiasi gamma (60Co) terhadap mutu beras Atomita IV, Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta, 19-20 Februari 2003. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN: 279-286.

Tanhindarto RP, Irawati Z. 2005. Status litbang pengawetan makanan menggunakan radiasi pengion, Seminar Pendayagunaan Prosiding Seminar Nasional XIV Kimia Dalam Industri dan Lingkungan, Yogyakarta: 13-14 Sep:132-138.


(5)

Tanhindarto RP, Irawati Z. 2011. Status litbang pangan olahan siap saji iradiasi: Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi, Tekonologi isotop dan radiasi membantu meningkatkan mutu produk pertanian untuk mendukung program ketahanan pangan nasional. Jakarta: 27-28 Oktober 2010:111-122.

Tanhindarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2013a. Pengaruh iradiasi gamma (60Co) dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi (asam fitat dan antitripsin) dan warna kedelai (Glycine max L.). J Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 9 (1) bulan Juni 2013. (siap cetak)

Tanhindarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2013b. Effects of gamma irradiation at different combination of dose-rate and time of exposure on the isoflavones contens of soybean (glycine max L). (Naskah submitted di J of Food Quality).

Toledo TCF, Brazaca SGC, Arthur V, Piedade SMS. 2007. Effects of gamma radiation on total phenolics, trypsin and tanin inhibitors in soybean grains. Rad Phys & Chem. 76:1653-1656.

Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Processing Engineering, Second edition. Van Nostrand Reinhold, New York.

Urbain WM. 1986. Food Irradiation. Academic Pr, Inc. Orlando Florida.

Variyar PS, Limaye A, Sharma A. 2005. Radiation-induced enhancement of antioxidant contents of soybean (Glycine max Merrill). J Agric Food Chem 52:3385-3388.

Villota R, Hawkes JG. 1992. Reaction Kinetics in Food Systems. Heldman DR & Lund DB, editors. Handbook of Food Engineering. Marcel Dekker, Inc. New York, Basel, Hong Kong.

Villavicencio ALCH, Mancini-Filho J, Delincee H, Greiner R. 2000. Effect of irradiation on anti-nutrients (total phenolics, tannins and phytate) in Brazilian beans. Rad Phys & Chem. 57:289-293.

Wang G, Kuan SS, Francis OJ, Ware GM, Carman AS. 1990. A simplified HPLC method for the determination of phytoestrogens in soybean and its processed products. J. Agric. Food Chem. 38(1), 190-194.

[WHO] World Health Organization. 1991. Iradiasi pangan: Cara mengawetkan dan meningkatkan keamanan pangan. Hermana, penerjemah; Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Food irradiation: A technique for preserving and improving the safety of food.

[WHO] World Health Organization. 1988. Food Irradiation. A technique for preserving and improving the safety of food. World Health Organization. Geneva.

Wilkinson VM, Gould GW. 1996. Food Irradiation: A Reference guide. Butter-worth Heinemann Linacre House, JordN Hill, Oxford OX2 8DP.

Yun J, Li X, Fan X, Tang X, Xian Y, Wan S. 2012. Effect of gamma irradiation on microbial load, physicochemical and sensory characteristics of soybeans (Glycine max L. Merril). J of Rad Phys & Chem. 81:1198-1202.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 6 Juli 1964 dari ayah D Muryono (alm) dan S. Tatty Haryati. Penulis adalah putra kelima dari 5 bersaudara. Penulis telah menikah dengan Nining Murtiningsih dan dikaruniani 1 orang putra Rafi Eko Hindarto dan 1 orang putri Riany Dwi Delphia.

Sekolah dasar (SD Negeri Diponegoro) hingga menengah (SMP Negeri 1) Penulis selesaikan di Bojonegoro, Jawa Timur. Tahun 1983/84 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Surabaya dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (Program Perintis II) dan diterima di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 2003 semester genap Tahun Akademik 2002/2003 Penulis melanjutkan studi atas biaya sendiri dan diterima di Program Studi Ilmu Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkan pada tahun 2007. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

Sejak tahun 1990 hingga sekarang penulis merupakan peneliti di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Bidang Proses Radiasi - Kelompok Bahan Pangan. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab Penulis ialah iradiasi pangan.

Selama mengikuti program S-3, naskah berjudul Pengaruh Iradiasi Gamma (60Co) dengan Berbagai Laju Dosis Pada Senyawa Antigizi (Asam Fitat, Antitripsin) dan Warna Kedelai (Glycine max L.), telah diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Volume 9 Nomor 1 bulan Juni 2013. Naskah lain berjudul Effects of Gamma Irradiation at Different Combination of Dose-Rate and Time of Exposure on The Isoflavones Contents of Soybean (Glycine Max L) telah submitted pada publikasi Journal of Food Quality. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.