Analisis Data Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Kredit

lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum. b. Wawancara, dilakukan secara terarah dan mendalam tentang permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 56 Dalam melakukan teknik studi lapangan field research digunakanlah wawancara. Dalam hal ini, dilakukan dengan pegawai Kantor Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan yang berkompeten memberikan informasi tentang penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan perbankan syariah. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya, yang nantinya akan dilampirkan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif 57 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti sehingga dengan logika deduktif-induktif, 58 56 Indepth Interview atau wawancara mendalam adalah merupakan proses menggali informasi secara mendalam, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian. Sumber : Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 186. yaitu berpikir dari hal yang khusus menuju hal yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum. 57 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 10. 58 Ibid. Universitas Sumatera Utara

BAB II KONTRAK STANDAR DALAM AKAD PEMBIAYAAN

DI BANK SYARIAH MANDIRI

A. Pengertian Perjanjian Kredit Menggunakan Kontrak Standar dan Dasar

Hukumnya

1. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Kredit

Pasal 1233 KUHPerdata menerangkan bahwa perikatan lahir karena suatu perjanjian atau karena undang-undang. Kata perjanjian berasal dari bahasa Belanda yakni overeenkomst. Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 59 Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 60 Sedangkan menurut R. Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian. 61 Pengertian tentang perjanjian dapat ditemui dalam Buku III Bab II Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Jika diperhatikan, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata 59 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta, 1979, hal. 49. 60 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1963, hal. 1. 61 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cet. Ketujuh, Bandung : Sumur, 1987, hal. 7. 37 Universitas Sumatera Utara tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Dengan demikian, rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak merupakan pihak yang wajib berprestasi debitur dan pihak lainnya merupakan pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditur. Bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari suatu atau lebih badan hukum. 62 Ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut menurut Abdulkadir Muhammad dianggap kurang memuaskan dan mengandung beberapa kelemahan, yaitu 63 a. “Hanya Menyangkut Sepihak Saja. Hal ini diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Kata “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan adalah “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak. : b. Kata Perbuatan Menyangkut Tanpa Konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa zaakwaarneming, tindakan melawan hukum onrechtmatigedaad yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya dipakai kata “persetujuan”. c. Pengertian Perjanjian Terlalu Luas. Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki dalam buku III 62 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan Aanvullend Recht Dalam Hukum Perdata, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 249. 63 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 78. Universitas Sumatera Utara KUHPerdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal. d. Tanpa Menyebut Tujuan. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak menyebutkan tujuan menyebutkan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa”. Berdasarkan alasan tersebut, Abdulkadir Muhammad merumuskan pengertian perjanjian menjadi : “Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan”. 64 a. Ada pihak-pihak sedikitnya dua orang; Dari perumusan pengertian perjanjian tersebut maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari perjanjian itu sendiri, yaitu : b. Ada persetujuan antara pihak-pihak; c. Ada tujuan yang akan dicapai; d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan; e. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi dari suatu perjanjian; f. Ada bentuk tertentu, lisan atau tertulis. Dari beberapa defenisi perjanjian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum antara satu orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya untuk melakukan suatu hal tertentu dalam lapangan harta kekayaan yang memiliki akibat hukum. 64 Ibid., hal. 78. Universitas Sumatera Utara Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atau suatu peristiwa. 65 Perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Buku III KUHPerdata perihal hukum perikatan secara sistematika terbagi atas dua bagian, yaitu bagian umum dan bagian khusus. Antara bagian umum dan bagian khusus ini terdapat hubungan satu sama lain, yaitu suatu hubungan dimana asas-asas bagian umum dari perikatan berlaku juga bagi perjanjian tertentu sebagaimana yang tercantum dan diisyaratkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam hukum perjanjian yang didasarkan pada KUHPerdata berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme yang artinya bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat apabila kedua belah pihak sudah sepakat mengenai hal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas. Asas konsensualisme yang terdapat dalam buku perjanjian lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, menyebutkan bahwa : 65 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta : Alfabet, 2004, hal. 74. Universitas Sumatera Utara

a. Adanya Kesepakatan

Sepakat berarti adanya persesuaian kehendak antara para pihak atau para pihak setuju mengenai hal-hal pokok yang diperjanjikan. Berarti apa yang dikehendaki oleh pihak satu juga dikehendaki oleh pihak lain. Para pihak menghendaki sesuatu secara timbal balik. Syarat kesepakatan sangat penting karena syarat ini bagi sebagian besar perjanjian menetukan saat lahirnya perjanjian atau menentukan ada atau tidak adanya perjanjian. Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu kontrak dimulai dari adanya unsur penawaran offer oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan acceptance dari pihak lainnya, sehingga akhirnya terjadilah suatu kontrak. 66 Hal yang terpenting dari ijaboffer 67 ini adalah bahwa bila orang yang ditawarkan offeree menerima penawaran itu maka cukup ia melakukan persetujuan sesuai dengan penawaran itu tanpa perlu melakukan negosiasi lagi. Dalam hal suatu pernyataan masih memerlukan persetujuan lebih lanjut dari orang yang menawarkan offeror maka pernyataan itu bukanlah ijaboffer melainkan merupakan negosiasi pendahuluan preliminary negotiation atau disebut juga sebagai invitation to treat atau offer to negotiate. 68 66 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 36. Ijab menimbulkan penerimaan atau penolakan. Pernyataan kabulpenerimaan acceptance atas suatu ijab yang tidak menyatakan tentang cara atau metode tertentu untuk kabulnya, dapat dilakukan dengan cara atau metode apa 67 Restatement, Second, Contracts menyatakan bahwa ijaboffer adalah manifestasi dari kehendak untuk mengadakan transaksi yang dilakukan agar orang lain tahu bahwa persetujuan pada transaksi itu diharapkan dan hal itu akan menutup transaksi itu. Sumber : Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal. 54. 68 Ibid. Universitas Sumatera Utara saja yang masuk akal sesuai dengan keadaan pada waktu itu. 69 Cara mengutarakan kehendak ini bisa bermacam-macam, dapat dilakukan secara tegas atau secara diam- diam, dengan tertulis melalui akta otentik atau dibawah tangan atau dengan tanda. 70 Unsur kesepakatan adalah penting untuk menjadikan suatu perjanjian sah secara hukum. Suatu perjanjian tanpa adanya kesepakatan adalah perjanjian yang tidak sah secara hukum. Misalkan A ingin dilukis oleh seorang pelukis terkenal B, tetapi tanpa sepengetahuannya, B adalah bukan pelukis yang terkenal yang dimaksud oleh A walaupun namanya mirip. Dalam hal ini transaksi antara A dan B adalah sah secara hukum, hanya kesepakatan dari pihak A adalah kesepakatan yang semu, yaitu kesepakatan yang tidak murni. 71 Pasal 1321 KUHPerdata yang intinya menyatakan bahwa : “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Pasal tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa sepakat harus memenuhi syarat-syarat dimana tidak boleh terdapat cacat kehendak dalam perjanjian tersebut, yang meliputi : 1 Paksaan Dwang Paksaan dalam bahasa Belanda disebut dwang , yang menurut KUHPerdata adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbul ketakutan baik 69 Ibid. hal. 59. 70 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Bandung : Nuansa Aulia, 2007, hal. 92. 71 Hardijan Rusli, Op.cit., hal. 66. Universitas Sumatera Utara terhadap dirinya maupun terhadap kekayaannya dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. 72 Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa dan yang diancamkan itu adalah tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang. 73 “Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”. Menurut Pasal 1324 KUHPerdata yang intinya mengatakan bahwa : Contohnya, pengusaha gandum yang biasa menjual gandum kepada suatu pabrik terigu hendak menaikkan harga gandum kepada pabrik terigu tersebut dengan meminta biaya tambahan untuk gandum yang telah dikirimnya dengan ancaman tidak akan memberikan gandum lagi bila tidak dibayar harga kenaikan itu. 2 Kekhilafan Dwaling Suatu kesepakatan kehendak juga dianggap tidak tercapai jika terjadi apa yang disebut dengan kekhilafan. Seseorang dikatakan telah membuat kesepakatan secara khilaf manakala ketika membuat kesepakatan tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang tidak benar. 74 Menurut R. Subekti kekhilafan atau kekeliruan terjadi jika salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok apa yang diperjanjikan atau tentang dengan orang-orang 72 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Op.cit., hal. 36. 73 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 23. 74 Munir Fuady, Loc.cit., hal. 42. Universitas Sumatera Utara siapa perjanjian itu diadakan. 75 Kekeliruan dapat terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu 76 a Kekeliruan terhadap orang atau subjek hukum; : b Kekeliruan terhadap barang atau objek hukum. Kekeliruan terhadap orang, misalnya perjanjian pertunjukan penyanyi terkenal yang disangka Madonna ternyata kemudian bukanlah Madonna. Sedangkan kekeliruan terhadap barang, misalnya jual beli suatu lukisan yang disangka lukisan ciptaan Affandi ternyata lukisan tersebut bukan lukisan Affandi. 3 Penipuan Bedrog Pasal 1328 KUHPerdata menyatakan : “Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut.” Menurut R. Subekti penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. 77 Penipuan dapat dibagi dalam dua macam Adanya suatu penipuan harus dibuktikan, tidak dapat dipersangkakan. 78 a Penipuan yang material; : 75 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 23. 76 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Cet. IV, Jakarta : Pradnya Paramita, 2004, hal. 224-225. 77 R. Subekti, Loc.cit., hal. 24. 78 Hardijan Rusli, Op.cit., hal. 72. Universitas Sumatera Utara b Penipuan yang fraudulent. Suatu penipuan yang material terjadi apabila suatu pernyataan yang tidak benar itu menyebabkan orang berpikiran waras atau orang-orang tertentu memberikan kesepakatannya untuk suatu transaksi. Sedangkan suatu penipuan yang fraudulent terjadi bila pernyataan yang tidak benar itu disertai maksudkeinginan dari pembuat pernyataan untuk mempengaruhi pihak lawannya agar percaya. 79 Contohnya dalam kasus klasik Edgington vs. Fitzmau Rice 1885 29 Chd 459 tentang dituntutnya direksi suatu perusahaan yang menerbitkan obligasi dengan pernyataan dalam prospektusnya bahwa uang dari obligasi ini akan digunakan untuk maksud tertentu, tetapi dalam pelaksanaannya uang itu dipakai untuk maksud yang lain.

b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan Cakap Hukum

Syarat kedua sahnya perjanjian ialah adanya kecakapan atau cakap hukum. Seseorang dikatakan cakap hukum apabila seseorang, laki-laki atau wanita telah berumur minimal 21 tahun, atau bagi seorang laki-laki apabila belum berumur 21 tahun telah melangsungkan pernikahan. Sebagai lawan dari cakap hukum syarat Kecakapan ialah tidak cakap hukum dan hal ini di atur dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Bunyi Pasal 1330 KUHPerdata tersebut adalah sebagai berikut : “Tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah: a Orang-orang yang belum dewasa; b Mereka yang di taruh di bawah pengampuan curatele; 79 Ibid. Universitas Sumatera Utara c Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh Undang- Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang- undang telah melarang membuat persetujuan tertentu”. Dari Pasal 1330 KUHPerdata itu terdapat pengertian tidak cakap hukum dalam 3 hal, yaitu : 1. Orang dibawah umur adalah orang yang belum kawin dan belum berumur 21 tahun. 2. Orang yang di bawah pengampuan curatele yaitu orang yang sudah dewasa atau telah berumur di atas 21 tahun tetapi tidak mampu karena : pemabuk, gila, dan pemboros. 3. Wanita yang sedang mempunyai suami hilang kecakapannya, karena dia harus mendampingi suami ketentuan ini telah dihapus oleh Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 80 Ketiga hal ini, bila melakukan perjanjian tanpa izin dari yang mengawasinya maka dikatakan perjanjian itu cacat. Oleh karena itu, perjanjian itu dapat dibatalkan oleh hakim, baik secara langsung maupun melalui orang yang mengawasinya. Pengertian orang-orang yang belum dewasa menurut Pasal 1330 KUHPerdata dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata. Menurut Pasal 330 KUHPerdata belum dewasa apabila belum berumur 21 tahun dan sebelumnya belum melangsungkan pernikahan. Bunyi Pasal 330 KUHPerdata : belum dewasa adalah mereka yang 80 Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, menyatakan bahwa : “1 Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; 2 Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum; 3 Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri Ibu Rumah Tangga”. Universitas Sumatera Utara belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Walaupun KUHPerdata sebagai hukum yang bersumber dari hukum barat, suami adalah pemegang kekuasaan atas istri dan istri harus tunduk dan patuh pada suami, tetapi mungkin di dalam praktek adalah sebaliknya. Hal ini disebabkan sifat hukum keluarga bersifat mengatur dan hukum yang bersifat memaksa tidaklah merupakan hal yang sebenarnya essensial, walaupun dalam Pasal 106 KUHPerdata dan pasal- pasal lainnya menegaskan bahwa istri harus tunduk dan patuh pada suaminya. Kedudukan istri menurut KUHPerdata yang berasal dari Hukum Barat adalah berlainan dengan Hukum Adat, Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Menurut Hukum Adat secara umum dan Hukum Agama Islam, istri berkedudukan sama dengan suami dan begitu pula dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan menegaskan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan adanya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan maka kehidupan suami dan istri adalah sama dan berarti seorang istri adalah cakap hukum.

c. Suatu Hal Tertentu

Suatu perjanjian harus mempunyai pokok objek suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan Universitas Sumatera Utara pada waktu dibuat perjanjian asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya Pasal 1333 KUHPerdata. Sedangkan menurut Pasal 1320 KUHPerdata agar suatu perjanjian itu antara lain harus memuat suatu hal tertentu atau dengan kata lain isinya harus tertentu. Bila dilihat dari bahasa Belanda maka terjemahan barang dalam Pasal 1333 KUHPerdata berasal dari kata Zaak yang menurut Kamus Umum Belanda- Indonesia oleh S. Wojowaswito, dapat diartikan sebagai 81 1. benda barang; : 2. usaha perusahaan; 3. sengketaperkara; 4. pokok persoalan; 5. sesuatu yang diharuskan keharusan; Jika dihubungkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan salah satu syarat sahnya perjanjian adalah “hal” yang tertentu dan kata “hal” ini berasal dari bahasa Belanda onderwerp yang dapat juga diartikan pokok uraian atau pokok pembicaraan atau pokok persoalan, maka Zaak lebih tepat bila diterjemahkan sebagai pokok persoalan. 82 Zaak dalam Pasal 1333 KUHPerdata juga dalam Pasal 1332 dan 1334 lebih tepat diterjemahkan sebagai pokok persoalan karena pokok atau objek dari perjanjian dapat berupa bukan barangbenda tetapi justru jasa, misalnya dalam perjanjian kerja. 83 81 Ibid. Suatu perjanjian memang seharusnya berisi pokokobjek yang tertentu agar 82 Ibid. 83 Ibid. Universitas Sumatera Utara dapat dilaksanakan. Hakim kiranya akan berusaha sebisanya untuk mencari tahu apa pokok perjanjian dari suatu perjanjian agar perjanjian itu dapat dilaksanakan, tetapi bila sampai tidak dapat sama sekali ditentukan pokokobjek perjanjian itu maka perjanjian itu menjadi bataltidak sah. 84 The Restatement Second section 33 juga menyatakan bahwa pokok terms dari perjanjian harus jelastertentu. even though a manifestation of intention to be understood as an offer it cannot be accepted so as to form a contract unless the terms of the contract are reasonably certain, walaupun suatu pernyataan dimaksudkan untuk dianggap sebagai ijaboffer, hal ini belum dapat diterima langsung menjadi perikatan bila pokok perjanjian itu tidak tentu. 85 Pengertian terms menurut Black’s Law Dictionary adalah syarat-syarat, kewajiban-kewajiban, hak, harga, dan lain-lain yang ditetapkan dalam perjanjian atau dokumen. 86

d. Suatu Sebab yang Halal Causa yang Halal

Syarat keempat ini bukan merupakan untuk adanya perjanjian, tetapi suatu perjanjian tanpa sebab yang halal akan mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam pengertian ini, pada benda objek hukum yang menjadi pokok perajanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat. 87 84 Ibid. 85 Ibid. 86 Ibid. 87 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Op.cit, hal. 227. Universitas Sumatera Utara Dalam Pasal 1335 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian tidak mempunyai kekutan jika dibuat tanpa sebab atau dibuat berdasarkan sebab yang palsu atau sebab yang terlarang. Perjanjian yang dibuat tanpa sebab, misalnya jika dibuat suatu perjanjian Novasi atau suatu perjanjian yang tidak ada sebelumnya. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu untuk menutupi sebab yang sebenarnya, misalnya jual beli narkotika untuk sebab pengobatan ternyata untuk pemakaian secara bebas, sedang sebab yang terlarang adalah sebab yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Syarat pertama dan kedua di dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif karena menyangkut orang atau subjek yang membut perjanjian, bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian atas permohonan yang bersangkutan dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim yang berlaku sejak putusan hakim memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sedang syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian dan bila salah satu dari syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, dimana perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sejak semula dan pembatalan ini juga harus dimintakan kepada hakim dimana syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPerdata berlaku juga di dalam perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian yang diatur dalam bagian khusus harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Lembaga perbankan merupakan lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pemerataan, pertumbuhan Universitas Sumatera Utara ekonomi,dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perbankan bahwa : “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”. Kredit merupakan istilah yang lazim digunakan sehari-hari yang diartikan sebagai pinjaman sejumlah uang. Selain itu kredit juga diartikan sebagai pembayaran secara cicilan dalam perjanjian jual beli. Kata “kredit” berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang berarti “kepercayaan”. Kata “kredit” dalam dunia bisnis pada umumnya diartikan sebagai kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa dengan perjanjian akan membayarnya kelak. 88 Pasal 1 angka 11 Undang-undang Perbankan menyebutkan defenisi dari kredit yaitu : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjamuntuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Berdasarkan defenisi tersebut, setidaknya terdapat 4 empat unsur pokok kredit, yaitu 89 88 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 6. : 89 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005, hal . 124-125. Universitas Sumatera Utara a. Kepercayaan, setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. b. Waktu, pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh debitur dipisahkan dengan tenggang waktu. c. Resiko, pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung resiko didalamnya, yaitu resiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. d. Prestasi, setiap terjadi kesepakatan antara bank dan debitur mengenai suatu pemberian kredit pada saat itu pula terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi. Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan voorovereenkomst dari penyerahan uang. 90 Bila dilihat dari sudut pandang hukum perikatan, maka syarat dan ketentuan dari perjanjian kredit ini termasuk ke dalam perjanjian sepihak. Dikatakan perjanjian sepihak karena tidak terdapat tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen. Inilah yang kemudian disebut sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku. Perjanjian baku biasanya berupa sebuah formulir yang berisi kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. 91 90 Mariam Barus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank : Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek di Medan, Cet. Ke-IV, Bandung : Alumni, 1980, hal. 28. Dalam formulir tersebut pihak bank sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing- 91 Mariam Barus Badrulzaman, “Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku Standard”, Op.cit. Universitas Sumatera Utara masing pihak yang pelu dilengkapi hanya hal-hal yang bersifat subjektif misalnya identitas pihak yang bersangkutan dan waktu. Peranan bank selaku pemberi kredit baru berfungsi apabila telah dicapai kesepakatan dalam perjanjian kredit antara pihak bankkreditur dengan nasabahdebitur yang selanjutnya diikuti dengan penyerahan uang kepada nasabahdebitur oleh bank selaku kreditur. Penyerahan uang sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang dilakukan barulah berlaku ketentuan yang berlaku dalam model perjanjian kredit kedua belah pihak. Dalam praktek perbankan menunjukkan bahwa seseorang yang bermaksud untuk mendapatkan kredit bank memulai langkahnya dengan mengajukan permohonan kredit. Untuk itu biasanya bank telah menyediakan formulir tertentu yang harus diisi oleh pemohon kredit. Dalam formulir perjanjian kredit tersebut berisi tentang apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang atau badan hukum untuk mengajukan kredit serta berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila permohonan kredit tersebut diberikan. Secara umum terdapat dua jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya, yaitu kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaan dan kredit dari segi jangka waktunya. Menurut segi penggunannya, kredit dibagi menjadi : a. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. b. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan orang perseorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Universitas Sumatera Utara Sedangkan kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa : a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan tidak lebih dari satu tahun. b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari satu tahun tetapi tidak lebih dari tiga tahun. c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun. Perjanjian kredit dalam prakteknya mempunyai 2 dua bentuk : a. Perjanjian dalam bentuk akta di bawah tangan diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Agar akta di bawah tangan tidak mudah di bantah maka diperlukan legalisasi oleh notaris yang berakibat akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan hukum pembuktian seperti akta otentik. b. Perjanjian dalam bentuk akta otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Akta otentik mempunyai kekuatan hukum pembuktian yang sempurna yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atu menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Dalam prakteknya, permufakatan yang telah dicapai itu tidaklah diiringi dengan penyerahan uangnya, sebab pencairan kredit tersebut harus ada persetujuan berupa penegasan dari bankkreditur bahwa pemohon nasabahdebitur sudah boleh menerima atau mengambil dan mempergunakan kredit itu. Universitas Sumatera Utara Setelah syarat-syarat yang berkenaan dengan permohonan kredit tersebut terpenuhi, maka bank dalam hal ini melakukan analisa kredit dengan melakukan penilaian apakah permohonan kredit tersebut dapat diteruskandiajukan kepada direksi atau tidak. Apabila menurut penilaian permohonan dapat diteruskan kepada direksi, maka permohonan kredit ini kemudian dimintakan persetujuan dari direksi dan dalam hal tertentu juga dapat memintakan persetujuan komisaris. Dalam hal permohonan kredit tersebut disetujui, maka dilakukanlah penandatanganan persetujuan pemberian kredittersebut dalam bentuk “perjanjian kredit”. 92 Dalam ketentuan Pasal 9 dan Pasal 4 huruf b Undang-Undang Perbankan secara tegas disebutkan bahwa yang memberikan kredit adalah bank, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat sedangkan yang menerima kredit secara tegas tidak disebutkan. Bank dalam mengucurkan kredit harus berpedoman pada prinsip-prinsip perkreditan, yaitu 93 a. Prinsip kepercayaan : Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka dalam pemberian kredit sebenarnya hendaklah selalu dibarengi oleh kepercayaan, yakni kepercayaan kreditur akan bermanfaat kredit bagi debitur sekaligus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya. Tentunya untuk dapat memenuhi unsur kepercayaan ini oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur diberikan bebagai kriteria yang 92 H.M. Hazniel Harun, Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit Perbankan, Jakarta : Ind-Hill-Co, 1994, hal. 5-6. 93 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Op.cit., hal. 21-26. Universitas Sumatera Utara biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit. Oleh karena ini, timbullah prinsip lain yang disebut prinsip-prinsip kehati-hatian. b. Prinsip kehati-hatian Prinsip kehati-hatian prudent ini adalah salah satu konkritisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Prinsip ini tidak diterangkan secara lebih lanjut dalam Penjelasan Undang-Undang Perbankan namun dapat dikemukakan bahwa dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan dan wewenangnya masing- masing secara cermat, teliti dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. 94 94 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Kencana Prenada Media, Group, 2008, hal. 19. Bank pada dasarnya dalam menjalankan kegiatan usaha bergantung pada kepercayaan masyarakat maka untuk menjaga kepercayaan tersebut, bank dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya harus konsisten mematuhi seluruh peraturan perundang- undangan dengan didasari itikad baik. Bank harus berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan. Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini maka berbagai fungsi usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu sendiri, Bank Indonesia, maupun oleh pihak luar. Dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya Universitas Sumatera Utara kepada nasabah debitur adalah Pasal 8 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Perbankan. Lebih dari itu, karena pemberian kredit pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan. 95 “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.” Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan menyebutkan : Sedangkan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Perbankan, yang menyebutkan : “Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”. Kewajiban bank memiliki dan menerapkan perkreditan sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 8 ayat 2 lebih lanjut diatur dengan SK Direksi BI No.27162.KEPDIR mengenai Kebijaksanaan Perkreditan Bank KPB. SK direksi BI tersebut mengatur dan menetapkan kewajiban Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan Perkreditan Bank KPB dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan kreditnya secara konsekuen dan konsisten. 96 95 Ibid., hal. 63. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit salah satunya 96 M. Bahsan, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 85. Universitas Sumatera Utara c. Prinsip 5 C Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit salah satunya dilakukan dengan berpedoman kepada Prinsip 5C. Prinsip 5 C adalah merupakan singkatan dari unsur-unsur Character, Capacity, capital, Condition, dan Collateral. 97 1. Character KarakterWatak Salah satu unsut yang harus diperhatikan oleh bank sebelum memberikan kreditnya adalah penilaian atas karakter keribadianwatak dari calon debiturnya. Kepribadian, moral dan kejujuran dari calon nasabah perlu diperhatikan sehubungan untuk mengetahui apakah ia dapat memenuhi kewajibannya dengan baik yang timbul dari perjanjian yang akan diadakan. 98 2. Capacity Kemampuan Karena itu sebelum dikucurkan harus terlebih dahulu ditinjau apakah misalnya calon debitur yang bersangkutan berkelakuan baik dan tidak terlibat tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya. Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk melunasi hutangnya. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala besar. Dalam hal ini Bank melakukan pengukuran kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif di masa depan sehingga usahanya dapat berjalan dan memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. 97 Ibid., hal. 64-65. 98 Edi Putra The’Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta : Liberty, 1989, hal. 12. Universitas Sumatera Utara 3. Capital Modal Capital adalah modal usaha dari calon nasabah debitur yang telah tersediatelah ada sebelum mendapatkan fasilitas kredit. 99 4. Condition kondisi Permodalan dari suatu debitur juga merupakan hal-hal yang harus diketahui oleh calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan keuangan dari seorang debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar kredit. Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting pula untuk dianalisa sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur. 5. Collateral Collateral berarti jaminan untuk persetujuan kredit yang merupakan saran pengaman back up atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya. Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan tiga ciri pokok perjanjian bank, antara lain 100 a. Bersifat Konsensual : Sifat konsensual suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian pinjam-meminjan yang bersifat riil. Hak nasabah 99 Ibid., hal. 13. 100 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 78. Universitas Sumatera Utara debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan dalam perjanjian kredit. b. Penggunaan kredit tidak dapat dipergunakan secara leluasa Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa seperti yang dilakukan oleh peminjam uang biasa. Kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya. Artinya, perjanjian kredit tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam-meminjam. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku ketentuan-ketentuan Bab XIII Buku Ketiga KUHPerdata. c. Syarat Penggunaannya Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah pemindahbukuan, kredit tidak pernah diserahkan oleh bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa biasanya perjanjian kredit oleh bank adalah merupakan perjanjian baku atau standar dimana klausul-klausulnya telah ditetapkan oleh pihak pemberi kredit dalam hal ini adalah bank. Menurut Ch. Gatot Universitas Sumatera Utara Wardoyo beberapa klausul-klausul yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu 101 a. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali predisbursement clause : Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit, penyerahan barang jaminan dan dokumennya, pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut serta pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit. b. Klausul mengenai maksimum kredit amount clause Klausul ini merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru. c. Klausula mengenai jangka waktu kredit d. Klausula mengenai bunga pinjaman e. Klausula mengenai barang agunan f. Kalusula asuransi g. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank h. Trigger clause atau oppeisbaar clause. Kalusul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. i. Klausula mengenai denda penalty clause j. Expence Clause. Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit yang biasanya dibebankan 101 HR. Daeng Naja, Op.cit., hal. 193-196. Universitas Sumatera Utara kepada debitur antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta dan penagihan kredit. k. Debet Authorization Clause. Klausul ini berisi pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan seizin debitur. l. Representation and Warranties. Klausul ini berisi janji dan jaminan debitur bahwa semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar. m. Klausul ketaatan pada ketentuan bank n. Miscellanious pasal-pasal tambahan o. Disputes Settlement Alternative Disputes Resolution. Klausul yang mengatur mengenai penyelesaian jika antara kreditur dan debitur terjadi perselisihan. p. Pasal penutup, memuat eksemplar perjanjian kredit yang memuat pengaturan mengenai jumlah alat bukti, tanggal berlakunya serta penandatanganan perjanjian kredit.

2. Pengertian Kontrak Standar

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar Dikaitkan Dengan Undang-Undang Kepabeanan

3 44 75

Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Studi Pada PT.Bank Muamalat CAB.Medan

6 69 88

Perlindungan Hukum Nasabah Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Sumut Syariah

4 78 109

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 53 70

Kontrak Baku Pada Asuransi Syariah Dalam Persfektif Hukum Perlindungan Konsumen

2 16 93

Perlindungan Hukum Hak-Hak Nasabah atas Penerapan Klausula Baku dalam perjanjian Kredit dengan Bank Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada PT.Bank Sumut Medan )

1 20 88

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI LEMBAGA PENJAMIN PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKA.

0 1 2

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 7

KONTRAK STANDAR PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BMT DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 8

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN Ketentuan dan Perlindungan Terhadap Merek Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek - Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar Dikaitkan Dengan Undang-Unda

0 0 15