Tinjauan Umum Penggunaan Groundcooling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Penggunaan Groundcooling

Pengkondisian udara dengan memanfaatkan efek dingin tanah atau lebih dikenal dengan istilah groundcooling, pada saaat ini sudah banyak diteliti dan diterapkan di beberapa negara. Namun cikal bakal dari prinsip kerja siklus pendinginan dengan memanfaatkan efek dingin tanah ini sudah ada sejak zaman prasejarah, yang tanpa disadari sudah diterapkan oleh manusia-manusia gua yang hidup pada zaman itu. Telah banyak riset yang dilakukan untuk mengembangkan ide ini di berbagai belahan dunia. Temperatur tanah yang cenderung konstan sepanjang tahun memiliki potensi yang besar untuk menjadi media pengkondisian udara, baik sebagai pendingin pada musim panas maupun penghangat pada musim dingin. Metode yang digunakan pun semakin bervariasi guna memperoleh efisiensi dan COP terbaik, seperti earth-air heat exchanger EAHE, ground air collector, dan metode lainnya. Mengutip dari beberapa jurnal internasional, antara lain seperti yang dilakukan oleh M. K. Ghosal, dkk [2004] yang menguji efektifitas dari ground cooling EAHE yang diterapkan pada sebuah greenhouse, New Delhi, India. Diperoleh bahwa dengan sistem ini dapat menaikkan temperatur udara 6-7 C lebih tinggi dari temperatur udara luar selama musim dingin dan menurunkan udara greenhouse 3-4 C lebih rendah dari temperatur udara luar selama musim panas. F. Al Ajmi, dkk [2005] mengetahui bahwa groundcooling dapat menurunkan temperatur udara ruangan sebesar 2,8 C selama pertengahan juli musim panas. Penelitian yang dilakukan berlokasi di Kuwait selama 5 bulan dan mengklaim dapat menghemat daya pemakaian beban pendingin sebuah rumah moderat sebesar 30 atau sekitar 1700 W. Mustafa Inalli, dkk [2004] melakukan pengujian di Turki selama Juni hingga September pada tahun 2003 dan memperoleh COP sebesar 2,01 untuk sistem EAHE yang ditanam di tanah dengan kedalaman 2 m. Pengujian ini dilakukan dengan sebuah ruangan uji berkapasitas beban pendingin 3,1 kW. Universitas Sumatera Utara Senada dengan M. K. Ghosal, dkk [2004], G. N. Tiwari, dkk [2006] New Delhi, India mengklaim bahwa groud cooling EAHE dapat menyimpan potensi energi penghangatan di kota New Delhi rata-rata 11,55 MJ dan energi pendinginan rata-rata 18,87 MJ pada Januari hingga Juni. Selain itu, di negara tetangga kita Malaysia, G. Reinmann, dkk [2007] telah melakukan riset dan mendapatkan kesimpulan bahwa groundcooling teknologi cooltek pada rumah, hampir secara kontinu dapat mengalirkan udara bertemperatur 27,2 C ke dalam rumah. Temperatur yang diperoleh ini cukup nyaman bagi orang-orang yang hidup di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang panas. Temperatur yang nyaman bagi manusia itu sendiri cukup relatif, seperti riset yang diadakan oleh Tri Harso Karyono [2000] di Indonesia diketahui bahwa suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki perbedaan pada tingkat temperatur yang dirasa nyaman untuk seseorang. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Temperatur Netral Untuk Berbagai Etnis di Indonesia Tri Harso Karyono, 2000 Neutral Temperatur Ethnic Group Ta C To C Teq C 1 Aceh n=6 24,3 24,3 23,4 2 Tapanuli n=23 25,9 26,2 24,6 3 Minang n= 27 26,9 27,4 25,7 4 Other Sumatera n=16 26,6 27,0 25,7 5 Betawi n=23 27,0 27,3 25,9 6 Sundanse n=86 26,4 26,6 25,0 7 Javanese n=232 26,4 26,7 25,2 8 Other Indonesian n=62 26,9 27,4 26,2 Walaupun angkanya cukup bervariasi namun dapat dilihat bahwa temperatur operasi yang nyaman bagi orang Indonesia berkisar dari 24-28 C. Apabila kita dapat memanfaatkan efek groundcooling ini sebagai salah satu media pengkondisian udara, khususnya pendingin ruangan, tentu akan sangat Universitas Sumatera Utara menguntungkan. Karena, selain teknologi ini ramah lingkungan sehingga ikut mengatasi efek pemanasan global yang menjadi momok saat ini, juga dapat menghemat energi dan bersifat ekonomis dari segi keuangan. Namun pada skripsi ini, teknologi groundcooling tersebut tidak akan langsung diteruskan pada proses fabrikasi. Hal ini disebabkan karakteristik tanah yang ada di daerah Medan memiliki perbedaan dengan karakteristik tanah yang menjadi objek pada jurnal- jurnal tersebut. 2.2 Pengkondisian UdaraRefrijerasi 2.2.1 Sejarah Pengkondisian Udara dan Perkembangannya