Kebijakan Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi Umum

VII. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL

TERHADAP KINERJA FISKAL DAN PEREKONOMIAN DAERAH TAHUN 1998 - 2003 Evaluasi dampak pada bab ini dilakukan dengan simulasi historis sebelum pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 1998 – tahun 2000 dan setelah desentralisasi fiskal tahun 2001 – tahun 2003 dengan berbagai skenario kebijakan.

7.1. Kebijakan Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi Umum

Dampak kebijakan peningkatan DAU 10 terhadap kinerja fiskal daerah dan perekonomian daerah sebelum dan setelah desentralisasi fiskal disajikan pada Tabel 37 dan Tabel 38. Kebijakan peningkatan DAU yang dilaksanakan sebelum dan setelah desentralisasi fiskal di setiap KabupatenKota memberikan dampak yang berbeda terhadap kinerja fiskal daerah. Tabel 37 menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan DAU 10 setelah desentralisasi fiskal di Kabupaten Bengkulu Selatan, Rejang Lebong dan Kota Bengkulu berdampak negatif terhadap penerimaan pajak daerah, hal ini terjadi karena adanya fenomena kemalasan fiskal. Meningkatnya DAU akan meningkatkan dana perimbangan, semakin besar dana perimbangan yang diterima daerah membuat kemalasan daerah untuk menggali penerimaan asli daerahnya. Temuan ini juga sejalan dengan Panjaitan 2006 di Sumatera Utara, meningkatnya penerimaan dana perimbangan berdampak pada berkurangnya penerimaan asli daerah. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa tambahan DAU yang diterima tidak untuk peningkatan pembiayaan pembangunan tetapi masih digunakan untuk pengeluaran Rutin, hal ini terlihat dari besarnya peningkatan penerimaan Rutin dibanding pengeluaran pembangunan. Adanya kewenangan dalam menggunakan dana yang diterima mendorong pemerintah daerah memprioritaskan pada kebutuhan Rutin daerah dibandingkan pembangunan daerah. Di sisi lain, kebijakan peningkatan DAU setelah desentralisasi fiskal belum berdampak pada berkurangnya kesenjangan fiskal di daerah sebagaimana tujuan otonomi daerah. Tabel 37. Dampak Peningkatan DAU 10 S1 terhadap Kinerja Fiskal Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu Variabel Endogen Kabupaten dan Kota perubahan 1 2 3 4 Sebelum Desentralisasi Fiskal Pajak Daerah TXD Retribusi Daerah RETD Pendapatan Asli Daerah PAD Dana Alokasi Umum DAU Transfer TRNF Total Penerimaan Daerah TPD Kapasitas Fiskal Daerah KPFD Pengeluaran Rutin GRTN Total Pengeluaran Pembangunan GPBG Total Pengeluaran Daerah TGD Kesenjangan Fiskal KSFD Setelah Desentralisasi Fiskal Pajak Daerah TXD Retribusi Daerah RETD Pendapatan Asli Daerah PAD Dana Alokasi Umum DAU Transfer TRNF Total Penerimaan Daerah TPD Kapasitas Fiskal Daerah KPFD Pengeluaran Rutin GRTN Total Pengeluaran Pembangunan GPBG Total Pengeluaran Daerah TGD Kesenjangan Fiskal KSFD 4.66 9.47 6.41 10.00 78.62 69.97 5.40 62.45 8.89 39.77 47.30 -4.19 13.57 4.86 10.00 46.04 40.68 5.61 32.32 10.12 26.81 29.77 -13.50 -0.92 -4.40 10.00 -12.79 -12.04 -1.86 -8.84 -1.99 -6.55 -7.12 -1.13 5.86 2.90 10.00 25.02 22.11 3.36 16.82 5.09 13.82 14.92 0.94 4.93 2.75 10.00 34.52 31.16 2.70 28.64 4.74 19.40 22.35 5.04 8.32 5.62 10.00 45.54 38.25 5.22 26.88 9.86 23.07 25.27 -2.76 0.12 -1.09 10.00 0.98 0.75 -0.19 2.55 0.31 1.65 1.95 -0.05 1.67 0.78 10.00 7.69 6.53 0.89 5.03 2.02 4.41 4.89 Keterangan: 1 Kabupaten Bengkulu Selatan, 2 Kabupaten Rejang Lebong 3 Kabupaten Bengkulu Utara , 4 Kota Bengkulu Hasil penelitian serta evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah APBD tahun 2001 dan 2002 dalam Elmi 2002, menunjukkan hanya beberapa daerah yang tergolong kaya yang mampu membiayai sendiri proyek-proyek pembangunannya seperti Provinsi Riau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Kalimantan Selatan. Secara umum daerah-daerah lainnya antara lain Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Bengkulu masih sangat tergantung pada kucuran dana alokasi umum dari pemerintah pusat. Pada sisi lain, APBD daerah-daerah itu sebagian besar 60 - 80 habis untuk membayar gaji pegawai daerah. Implikasi dari kebijakan ini adalah peningkatan DAU sebaiknya tidak hanya untuk pengeluaran rutin saja tetapi harus dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan. Dampak kebijakan peningkatan DAU terhadap kinerja perekonomian daerah setelah desentralisasi fiskal pada Tabel 38 menunjukkan dampak yang positif. Hal yang menarik dari hasil simulasi ini adalah di Kabupaten Rejang Lebong kebijakan peningkatan DAU sebelum desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap perekonomian daerah, kondisi ini menunjukkan bahwa anggaran Subsidi Daerah Otonom SDO yang diberikan tidak untuk mendukung pengeluaran pembangunan tetapi untuk keperluan administrasi pemerintahan. Tabel 38 juga menunjukkan adanya peningkatan PDRBS semua sektor sehingga jumlah pengangguran berkurang cukup signifikan, pertumbuhan ekonomi meningkat, dan distribusi pendapatan setelah desentralisasi fiskal semakin merata. Temuan ini sejalan dengan temuan Usman 2006 di kawasan Timur Indonesia dan Barat Indonesia, Sumedi 2005 di Jawa Barat, dan Panjaitan 2006 di Sumatera Utara. Berbeda dengan penelitian Gitahary dan Brojonegoro 2003 di DKI Jakarta yang memiliki kemampuan fiskal tinggi diskenariokan penurunan DAU 20. Tabel 38. Dampak Peningkatan DAU 10 S1 terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu Variabel Endogen Kabupaten dan Kota perubahan 1 2 3 4 Sebelum Desentralisasi Fiskal Produksi Tan Pangan TQTP Produksi Perkebunan TQPB Produksi Peternakan TQPT Produksi Perikanan TQPI Produksi Pertanian TQSP Produksi Industri TQIND Produksi Pertambangan TQTBG Produksi Pariwisata TQWS Produksi Jasa TQJS PDRBS Kredit Investasi INVSW Investasi Industri INVIND Pertumbuhan Ekonomi GRWT Penggangguran UND Pendapatan Disposibel YD PDRB per kapita PDRBK CV PDRBK Setelah Desentralisasi Fiskal Produksi Tan Pangan TQTP Produksi Perkebunan TQPB Produksi Peternakan TQPT Produksi Perikanan TQPI Produksi Pertanian TQSP Produksi Industri TQIND Produksi Pertambangan TQTBG Produksi Pariwisata TQWS Produksi Jasa TQJS PDRBS Kredit Investasi INVSW Investasi Industri INVIND Pertumbuhan Ekonomi GRWT Penggangguran UND Pendapatan Disposibel YD PDRB per kapita PDRBK Distribusi Pendapatan CV PDRBK 21.18 0.90 1.62 1.41 15.16 7.30 1.63 5.92 9.56 9.27 33.16 57.79 6.20 -9.86 9.27 9.21 -91.13 17.24 1.34 2.81 2.27 14.48 9.45 2.51 9.51 12.27 11.29 14.47 16.74 7.17 -36.11 11.31 11.26 -21.56 -5.39 -0.14 0.01 -0.23 -4.18 -0.03 -0.88 -0.26 -1.50 -2.57 -2.05 -1.01 -5.10 0.44 -2.56 -2.47 276.19 9.36 0.63 1.21 1.54 7.99 1.66 2.92 3.31 6.41 6.55 9.70 6.88 5.84 -7.48 6.56 6.55 9.69 9.43 0.49 0.47 0.36 6.76 1.16 0.15 3.79 4.35 4.30 5.83 6.33 0.12 -0.94 4.31 4.24 34.90 16.01 0.97 0.91 0.91 12.82 4.29 0.42 7.64 8.70 8.84 11.49 11.06 4.06 -4.96 8.85 8.89 -38.94 3.59 23.65 0.77 -4.07 29.35 0.19 0.10 0.10 -0.03 -0.49 -0.15 0.15 1.43 0.00 -0.49 -0.65 182.40 9.34 31.73 1.03 1.10 8.32 0.71 0.57 1.33 2.41 2.37 3.10 2.80 1.39 -1.02 2.37 2.38 -37.31 Keterangan: 1 Kabupaten Bengkulu Selatan, 2 Kabupaten Rejang Lebong 3 Kabupaten Bengkulu Utara , 4 Kota Bengkulu Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan DAU 20 berdampak menurunkan pertumbuhan sektor Industri, penyerapan tenaga kerja, Investasi pemerintah, penerimaan dan pengeluaran pemerintah namun tidak berdampak pada pertumbuhan sektor non Industri, penyerapan tenaga kerja non Industri, penerimaan pajak, konsumsi swasta, dan investasi swasta.

7.2. Kebijakan Peningkatan Penerimaan Pajak, Retribusi