Surplus Konsumen Barang Kebudayaan

24

C. Surplus Konsumen

Perbedaan harga, tingkat pendapatan konsumen dan selera dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa mengakibatkan perbedaaan penilaian termasuk juga jumlah maksimal yang konsumen bersedia untuk membayar barang dan jasa. Konsumen membayar harga unit terakhir untuk seluruh unit yang dikonsumsi sehingga mereka menikmati suatu surplus utilitas atas harga. Surplus konsumen mengukur nilai ekstra yang diterima konsumen terhadap apa yang mereka bayar untuk suatu barang atau jasa Puswanhari, 2003:34. Hukum utilitas marginal yang semakin menurun menyatakan bahwa, ketika jumlah suatu barang yang dikonsumsi meningkat, utilitas marginal dari barang tersebut cenderung berkurang. Utilitas marginal atau yang berarti tambahan atau ekstra menunjukan utilitas tambahan yang diperoleh dari suatu unit tambahan konsumsi dari suatu komoditas Samuelson dan Nordhaus, 2001: 98. Surplus konsumen terjadi karena konsumen bersedia membayar nilai barang dan jasa di atas harga barang dan jasa itu, hal ini terjadi adanya kepuasan yang berbeda antara konsumen dengan membeli barang dan jasa. Surplus konsumen merupakan perbedaan antara total utility atau kepuasan total yang diperoleh konsumen dengan mengkonsumsi barang tertentu dengan pengorbanan totalnya untuk memperoleh atau mengkonsumsikan jumlah barang tersebut Pyndick dan Rubinfield, 1999: 105. 25 P D P X B 0 A Q Gambar 2.5 Surplus Konsumen Sumber: Boediono, 1996:29 Daerah 0ABD adalah total utility yang diperoleh konsumen dari berkonsumsi barang X sebanyak 0A. Pengorbanan totalnya adalah jumlah uang yang dibayarkan konsumen untuk memperoleh jumlah 0A tersebut, yaitu area 0ABP X . Surplus konsumen adalah selisih dari kedua area tersebut, yaitu area P X BD Boediono, 1996: 28-30. 26

D. Barang Kebudayaan

Barang kebudayaan cultural goods, termasuk juga benda cagar budaya BCB, seperti Museum Sangiran memiliki ciri yang sama dengan barang lingkungan lainnya yang diproduksi oleh alam natural goods, seperti udara dan air bersih, panorama alam dan sebagainya. Keduanya memiliki sifat sebagai barang publik, yaitu bersifat tidak bersaing non rival artinya manfaat yang dinikmati seseorang tidak akan menimbulkan biaya terhadap individu lain yang kemudian menikmatinya. Selain itu, tidak secara eksklusif non- excludable dimiliki oleh perseorangan Mourato dan Mazzanti, 2002:53. Barang kebudayaan adalah modal penghasil nilai kebudayaan karena memasukkan unsur nilai yang dimiliki masyarakat, seperti sosial, sejarah dan dimensi kebudayaan lainnya Throsby, 1999 dalam Soeroso, 2008:2. Dalam kajian ilmu ekonomi, benda atau disebut juga sebagai modal atau sumberdaya kebudayaan merupakan sebuah produk. Aset, harta atau sumberdaya tersebut dianggap sebagai modal karena dapat memberi kontribusi dan berkombinasi dengan berbagai input dari produksi barang dan layanan jasa lainnya. Secara logika, maka benda kebudayaan memiliki nilai yang dapat dikaji dari banyak aspek seperti antropologi, sosiologi, ekonomi dan lain-lain EUR, 2003 dalam Soeroso, 2008:2. Namun demikian, pengertian nilai dapat berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu sehingga akan menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu modal kebudayaan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu 27 kesamaan persepsi untuk menilainya. Salah satu caranya adalah menggunakan tipologi sementara dari nilai barang kebudayaan. Tipologi ini membagi nilai barang kebudayaan menjadi dua kategori, yaitu nilai sosiokultural dan nilai ekonomi Mason, 2002:10-13. Nilai sosiokultural merupakan inti dari konservasi secara tradisional. Nilai sosiokultural terdiri dari dua hal yang bersifat langsung yaitu nilai estetika dan harmoni berhubungan dengan kualitas visual barang kebudayaan, sejarah hubungan dengan masa lalu, spiritual terdiri dari wawasan, pendidikan, pencerahan dan pengetahuan dan keaslian integritas dan keunikan, serta yang bersifat tidak langsung yaitu sosial perasaan memiliki identitas dan integritas dan simbolis pembawa atau penyimpan pesan dan makna. Nilai ekonomi merupakan penilaian terhadap barang kebudayaan menggunakan analisis ekonomi. Menurut teori ekonomi neoklasik, nilai ekonomi merupakan nilai menurut pandangan konsumen individu, pilihan perusahaan dan seringkali dinyatakan dengan harga pasar market prices. Nilai ekonomi terdiri dari use value nilai pasar dan nonuse value nilai non-pasar. Use value merupakan jumlah maksimum kesediaan konsumen membayar willingness to pay untuk memperoleh akses terhadap barang kebudayaan. Use value dihitung menggunakan revealed preference methods yang berdasarkan pada teori neoklasik. Nonuse value merupakan kesediaan membayar masyarakat untuk melindungi barang kebudayaan meskipun tidak memiliki use value. Dalam nonuse value terkandung existence value yaitu manfaat yang diperoleh dari keberadaan barang kebudayaan yang 28 dilindungi; option value yaitu pilihan seseorang terhadap keberadaan barang kebudayaan, apakah akan dilindungi, dipreservasi, dikonservasi atau dibiarkan rusak; dan bequest value yaitu keinginan untuk mewariskan barang kebudayaan kepada generasi mendatang. Nonuse value dihitung dengan stated preference methods dan merupakan sebuah cara alternatif dalam menjelaskan nilai sosiokultural karena berada pada cakupan masalah yang sama EFTEC, 2005:2-3. Skema lengkap tipologi sementara dari nilai barang kebudayaan disajikan pada Gambar 2.5 sebagai berikut: Gambar 2.6 Tipologi Sementara Nilai Barang Kebudayaan Sumber: Mason, 2002:12-13; Turner, et al., 1994:112 dan Soeroso, 2008:3, diolah kembali Barang Kebudayaan Nilai Sosiokultural Nilai Ekonomi Langsung Tidak Langsung Use Value Nonuse Value Estetika dan Harmoni Sejarah Spiritual Keaslian Sosial Simbolis Existence Value Option Value Bequest Value 51

E. Penelitian Terdahulu