Teori Konstrusi Sosial TINJAUAN TEORITIS

21 sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial. 7 Ketika melakukan proses konstruksi realitas, wartawan masih dipengaruhi oleh dua faktor konteks eksternal dan faktor konteks internal yang terdiri dari internal instuisi dan internal individu. Ini tentu dapat dipahami karena pada dasarnya sebuah institusi media massa seperti surat kabar tidaklah hidup atau berada dalam sebuah ruangan hampa. Institusi ini berada di antara intitusi-institusi lain yang satu dengan institusi yang lain, seperti dijelaskan Birowo2004. 8 Tahap pembentukan kontruksi 9 1. Tahap pembentukan konstruksi realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai suatu realitas kebenaran. Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembacapemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya 7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2006, h. 194. 8 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 177 9 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 165. 22 dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadi konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, di mana seorang habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. 2. Tahap pembentukan konstruksi citra Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi citra pada sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan. Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan oleh orang-orang yang bertugas didalam redaksi media massa, mulai dari wartawan, editor, dan pimpinan redaksi. Sedangkan kosntruksi citra pada sebuah iklan biasanya disiapkan oleh para pembuat iklan, misalnya copywriter. Di mana banguna konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dua model, yakni model good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek pemberitaan. Dengan demikian, dapat pula dikatakan secara sederhana, bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk merekonstruksikan realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa, seperti wartawan, 23 editor, redaktur, redaktur pelaksana dan juga pimpinan redaksi adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh isi surat kabar atau majalah merupakan realitas yang telah dikonstuksikan. 10 Pendekatan Burger dan Luckmaan mengatakan terjadi dialetika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialetika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. 11 Dialetika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan; 1 eksternalisasi penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. 2 objektivitasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi, sedangkan yang ke 3 Internalisasi, yaitu proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. 12 Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terjadi realitas objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke 10 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 168. 11 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 195. 12 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 197. 24 dalam individu melalui proses internalisasi. 13 Proses konstruksinya, jika dilihat dari prespektif teori Berger dan Luckmann berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni subjective reality, symbolic reality dan objective reality. 1. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. 2. Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks produk industri media, seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di film. 3. Subjective realiity, merupakan konstruksi definisi realitas yang di miliki indivdu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang di miliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan objectivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objective reality yang baru. 14 Jika konstruksi sosial adalah konsep, kesadaran umum dan wacana publik, maka menurut Gramsci, Negara melalui alat militer ataupun melalui supermasi terhadap masyarakat dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektualitas secara konstektual. Substansi konstruksi sosial media massa, adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan sebarannya merata. 13 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 196. 14 AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita Dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005, Cet. I 25 Realitas terkonstruksi membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis. 15 Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa, tugas itu didistribusikan pada deks editor yang ada di setiap berita.

B. Konseptualisasi Berita

1. Pengertian Berita Berita dalam bahasa Inggris yakni “News”. Menurut Mitchel V. Charnley dan James M. Neal berita atau news adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru harus secepatnya disampaikan kepada khalayak. 16 Istilah “Berita” berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Vrit yang kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi Write, yang memiliki arti “ada” atau “terjadi”. Sebagian ada yang menyebutkan Vritta masuk dalam Bahasa Indonesia menjadi “berita” atau “warta”. 17 Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia arti berita adalah laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Ada beberapa definisi tentang berita, diantaranya: a. Dean M. Lyle Spencer mendefinisikan berita sebagai suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca. 15 M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 207. 16 AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita Dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005, h. 64, Cet. I. 17 Totol Djuroto, Management Penerbitan Pers Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, h. 46. 26 b. Dr. Williard C. Bleyer mengaggap berita adalah sesuatu yang termassa baru yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu ia dapat menarik atau mempunyai makna dan dapat menarik minat bagi pembaca surat tersebut. c. William S. Maulsby menyebut berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. d. Eric C. Hepwood mengatakan berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian umum. e. Djafar H. Assegaff mengartikan berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termassa dan dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang kemudian dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa; karena penting atau akibatnya; karena mencangkup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan. f. J. B. Wahyudi mendefinisikan menulis berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan media massa secara periodik. 27 g. Amak Syarifuddin mengartikan berita adalah suatu kejadian yang ditimbulkan sebagai bahan yang menarik perhatian publik mass media. 18 Merujuk dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang bener, menarik, dan atau penting bagi sebagian khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi atau media online internet. Berita adalah hasil akhir dari proseskompleks dengan menyortir memilah-milih dan menentukan peristiwa dan tema dalam satu kategori tertentu. Ada faktor-faktor yang menetukan bagaimana berita tersebut diproduksi. Faktor-faktor tersebut adalah: 19 a. Rutinitas Organisasi Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keteraturan kerja yang dijalankan setiap hari. b. Nilai Berita Nilai berita bukan hanya menentukan peristiwa apa yang akan diberitakan, tetapi juga bagaimanaberita dikemas. Peristiwa tidak lantas dapat disebut sebagai berita tetapi harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut memenuhi kriteria nilai berita. 18 Totol Djuroto, Management Penerbitan Pers Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000 19 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta; LkiS, 2002, h. 103 28 c. Kategori Berita Kategori dipakai untuk membedakan jenis ini berita dan subjek peristiwa tersebut memenuhi kriteria nilai berita. d. Ideologi Profesional Berita Sikap yang digunakan wartawan dalam menyajikan sebuah berita. e. Objektivitas Dalam produksi berita digambarkan sebagai tidak mencampuradukan antara fakta dan opini. Objektivitas merupakan standar profesional yang berhubungan dengan jaminan bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran. Menurut Michael Bugeja Objectivity is seeing the world as it is not how you wish if were. objectivitas adalah meliha dunia seperti apa adanya,bukan bagaimana yang anda harapkan semestinya 2. Nilai Berita Setiap hari ada jutaan peristiwa yang terjadi, dan jutaan peristiwa itu semuaya petensial dibentuk menjadi berita. Kenapa hanya peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran atau nilai-nilai tertentu saja yang layak dan bisa disebut Berita. Berita bersal dari peristiwa yang dianggap memiliki nilai-nilai berita adalah produk dari konstruksi media. Untuk melihat pembagian kontruksi berita oleh media lihat pada tabel berikut ini.

Dokumen yang terkait

Politisasi media televisi di Indonesia: studi pemberitaan tvOne terhadap Pilpres 2014)

4 19 113

Analisis framing pemberitaan konflik internal partai persatuan pembangunan dalam menentukan koalisi pada pemilu 2014 oleh harian online republika.com

1 4 132

Analisis Framing Pemberitaan Konflik Tolikara Pada Harian Kompas Dan Republika

4 29 207

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN FILM INNOCENCE OF MUSLIMS PADA SURAT KABAR HARIAN REPUBLIKA DAN KOMPAS

0 3 234

ISU KOALISI PARTAI DI MEDIA INDONESIA ISU KOALISI PARTAI DI MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Pemberitaan tentang Koalisi Partai Menjelang PILPRES pada PEMILU 2009 dalam surat kabar Harian Media Indonesia Edisi 9 April 2009- 16 Mei 2009).

0 3 12

PENDAHULUAN ISU KOALISI PARTAI DI MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Pemberitaan tentang Koalisi Partai Menjelang PILPRES pada PEMILU 2009 dalam surat kabar Harian Media Indonesia Edisi 9 April 2009- 16 Mei 2009).

0 3 28

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ISU KOALISI PARTAI DI MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Pemberitaan tentang Koalisi Partai Menjelang PILPRES pada PEMILU 2009 dalam surat kabar Harian Media Indonesia Edisi 9 April 2009- 16 Mei 2009).

0 2 11

KESIMPULAN DAN SARAN ISU KOALISI PARTAI DI MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Pemberitaan tentang Koalisi Partai Menjelang PILPRES pada PEMILU 2009 dalam surat kabar Harian Media Indonesia Edisi 9 April 2009- 16 Mei 2009).

0 5 129

Analisis Framing Pemberitaan Konflik Israel - Palestina dalam Harian Kompas dan Radar Sulteng

0 0 15

Framing Pemberitaan Citra Politik Capres 2014 Di Harian Solopos

0 0 9