31 di halaman 136.
Untuk menghitung simpangan baku SB digunakan rumus Sudjana, 2005: SB =
Keterangan : X = Kadar kandungan zat dalam sampel = Kadar kandungan zat rata-rata dalam sampel
n = jumlah pengulangan Untuk menentukan kadar kandungan asam sitrat sebenarnya dalam sampel dengan
interval kepercayaan 99, α = 1, dk = n-1, dapat digunakan rumus Sudjana, 2005:
Kadar kandungan zat : µ =
α2, dk
x SB Keterangan : µ
: Kadar kandungan zat sebenarnya : Kadar kandungan zat rata-rata dalam sampel
SB : Simpangan baku
dk : derajat kebebasan dk = n-1
t : harga t tabel sesuai dengan dk = n-1
α : tingkat kepercayaan
n : jumlah pengulangan
3.6.9 Uji Validasi
Uji validasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali menggunakan metode penambahan baku
standard addition method dan uji presisi dengan parameter simpangan baku relatif Relative Standard Deviation, RSD.
3.6.9.1 Uji Akurasi
32 Sebanyak 25 mg serbuk kafein dilarutkan dengan HCL 0,1 N dalam labu
ukur 25 mL konsentrasi 1000 μgmL. Sebanyak 250 mg serbuk asam sitrat
dilarutkan dengan HCL 0,1 N dalam labu ukur 25 mL konsentrasi 100 00 μgmL.
Dipipet sebanyak 0,3 mL masing-masing sampel, ditambahkan dengan 1,25 mL larutan baku asam sitrat yang setara dengan konsentrasi 500
μgmL ke dalam labu ukur 25 mL.
Untuk uji akurasi, ditambahkan larutan baku kafein dan asam sitrat masing-masing sebanyak 1 mL dan 0,5 mL ke dalam sampel. Selanjutnya volume
dicukupkan dengan HCL 0,1 N sampai garis tanda. Serapan diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV. Hasil spektrum ditransformasikan menjadi
derivat kedua dengan Δλ = 4 nm, kemudian dihitung persen perolehan kembali berdasarkan nilai absorbansi kafein dan asam sitrat pada masing-masing panjang
gelombang analisis. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus Harmita, 2004.
perolehan kembali = 100
Keterangan: C
F
= Kadar zat dalam sampel setelah penambahan larutan baku C
A
= Kadar zat dalam sampel sebelum penambahan larutan baku C
A
= Kadar larutan baku zat yang ditambahkan
3.6.9.2 Uji Presisi
Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Presisi yang diukur menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual
ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya
keseksamaan metode yang dilakukan Harmita, 2004.
33 Berdasarkan hasil perolehan kembali kafein dan asam sitrat ditentukan simpangan
baku kafein dan asam sitrat. Untuk menghitung simpangan baku SB digunakan rumus Sudjana, 2005:
SB = Keterangan : X = Kadar kandungan zat dalam sampel
= Kadar kandungan zat rata-rata dalam sampel n = jumlah pengulangan
Berdasarkan nilai simpangan baku yang didapat, dihitung simpangan baku relatif Relative Standard Deviation, RSD kafein dan asam sitrat. Simpangan
baku relatif dapat dihitung dengan rumus di bawah ini : RSD =
x 100 Keterangan
: = Kadar kandungan rata-rata zat dalam sampel
SB = Simpangan baku RSD = Relative Standard Deviation, Simpangan Baku Relatif
34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penentuan Kurva Serapan Maksimum
Penentuan kurva serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang 200–400 nm. Pengukuran kafein dan asam sitrat dilakukan pada konsentrasi 10
μgmL dan konsentrasi 500 μgmL secara berturut-turut. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh serapan maksimum kafein baku pada panjang gelombang
272,60 nm. Panjang gelombang tersebut mendekati panjang gelombang kafein pada serapan maksimum menurut Moffat, dkk., 2005, yaitu 273 nm. Sedangkan
serapan maksimum asam sitrat didapat pada gelombang 208,20 nm tidak berbeda jika dibandingkan dengan panjang gelombang asam sitrat pada serapan
maksimum yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu 208,0 nm Sari, 2014. Kurva serapan maksimum kafein konsentrasi 10
μgmL dan asam sitrat konsentrasi 500
μgmL dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
1.55882
1.00000
0.50000
0.00000 -0.13602
35
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.56764
0.40000
0.20000
0.00000
36 tindih serapan kafein, serapan derivat pertama kafein dan serapan derivat kedua
kafein dalam berbagai konsentrasi, masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.3, Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
2.50163 2.00000
1.50000 1.00000
0.50000 0.00000
37
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
. 0.01665
0.00000
-0.02000
-0.04038
38 dengan konsentrasi 200
μgmL; 300 μgmL; 400 μgmL; 500 μgmL dan 600 μgmL dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 87 - 89. Kurva tumpang tindih
serapan asam sitrat, serapan derivat pertama asam sitrat dan serapan derivat kedua asam sitrat dalam berbagai konsentrasi, masing-masing dapat dilihat pada
Gambar 4.6, Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.68083 0.60000
0.40000
0.20000
0.00000 -0.06695
39
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.00209
0.00000
-0.00200
-0.00316
40
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.09317 0.05000
0.00000 -0.05000
-0.10000 -0.13195
41
Gambar 4.11 dan Gambar 4.12.
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
. 0.01665
0.00000
-0.02000
-0.04038
42 Berdasarkan gambar 4.9 sampai Gambar 4.12 diatas, didapatkan panjang
gelombang zero crossing dari masing- masing kafein dan asam sitrat pada derivat pertama dan kedua yang selanjutnya ditumpangtindihkan untuk menentukan
panjang gelombang analisis.
4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Analisis Kafein dan Asam Sitrat
Penentuan panjang gelombang analisis dilakukan berdasarkan pengamatan pada kurva serapan masing-masing derivat, kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran absorbansi pada masing-masing zero crossing. Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara menumpangtindihkan spektrum
serapan dari kafein, asam sitrat dan campuran kafein dan asam sitrat. Selanjutnya ditentukan panjang gelombang dimana pita serapan salah satu zat berada pada
serapan nol, sedangkan pita serapan zat lain memiliki nilai positif dan tumpang tindih dengan pita serapan campuran dari kedua zat.
Kurva serapan, kurva serapan derivat pertama, kurva serapan derivat kedua dari campuran kafein konsentrasi 10
μgmL dan asam sitrat konsentrasi 500 μgmL dapat dilihat pada Gambar 4.13, Gambar 4.15, dan Gambar 4.19. Kurva
tumpang tindih serapan, serapan derivat pertama, serapan derivat kedua dari kafein konsentrasi 10
μgmL dan asam sitrat konsentrasi 500 μgmL dapat dilihat pada Gambar 4.14, Gambar 4.17, dan Gambar 4.20. Kurva tumpang tindih
serapan, serapan derivat pertama, serapan derivat kedua dari kafein konsentrasi 10 μgmL, asam sitrat konsentrasi 500 μgmL dan campuran kafein konsentrasi 10
μgmL dan asam sitrat konsentrasi 500 μgmL dapat dilihat pada Gambar 4.15, Gambar 4.18, dan Gambar 4.21.
43
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
Abs .
1.55882
1.00000 0.50000
0.00000 -0.13602
44
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
Abs .
0.05054
0.00000
-0.05000
-0.09654
45
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.00978
0.00000
-0.01000
-0.02043
46
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.01126
0.00000
-0.01000
-0.02077
47
nm. 200.00
250.00 300.00
350.00 400.00
A bs
.
0.01126
0.00000
-0.01000
-0.02077
48 Berdasarkan gambar diatas, diperoleh panjang gelombang yang dapat
dipakai untuk penentuan kandungan campuran kafein dan asam sitrat adalah pada serapan derivat kedua. Hal tersebut diketahui berdasarkan pemilihan panjang
gelombang analisis pada setiap derivat. Panjang gelombang analisis didapatkan dengan menentukan zero crossing untuk kafein dan asam sitrat.
Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara menumpangtindihkan spektrum derivat dari kafein dan asam sitrat. Selanjutnya ditentukan panjang
gelombang dimana absorbansi salah satu zat berada pada nilai nol, sedangkan zat lain memiliki nilai positif. Pada serapan derivat pertama, zero crossing untuk
kafein ditemukan pada panjang gelombang 205,0 nm; 245,20 nm; 272,20 nm dan 302,40 nm dan asam sitrat pada panjang gelombang 209,40 nm; 258,80 nm dan
302,16 nm. Pada serapan derivat pertama, panjang gelombang analisis untuk kafein dapat ditemukan. Namun panjang gelombang analisis untuk asam sitrat
tidak ditemukan, sehingga penentuan kandungan zat dalam sampel tidak bisa dilakukan pada derivat pertama. Oleh karena itu dibuat spektrum serapan derivat
kedua, kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang analisis dengan cara yang sama seperti pada derivat pertama.
Berdasarkan hasil spektrum serapan derivat kedua, diketahui bahwa zero crossing untuk kafein berada pada panjang gelombang 214,0 nm; 229,0 nm; 236,0
nm; 260,0 nm; 286,0 nm dan 308,0 nm dan asam sitrat pada panjang gelombang 222,60 nm; 259,0 nm; 287,70 nm; 293,60 nm; 336,0 nm; 337,70 nm; 341,50 nm
dan 344,20 nm. Setelah spektrum serapan derivat kedua dari kedua zat dan campuran ditumpangtindihkan, didapatkan panjang gelombang analisis untuk
kafein pada 293,60 nm dan asam sitrat pada 236,0 nm. Panjang gelombang
49 analisis dan absorbansi pada derivat kedua dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tab el 4.1 Panjang Gelombang Analisis dan Absorbansi pada Derivat Kedua
Larutan Analit
Absorbansi pada Panjang Gelombang 214,2 nm 222,6 nm
236 nm 274 nm
293,6 nm 342 nm
Kafein 10
μgmL 0,00004
0,00725 0,00000
- 0,00324
0,00293 0,00000
As.sitrat 500
μgmL -0,00184
0,00000 0,00130
- 0,00005
0,00000 0,00018
Campuran Kafein dan
As. sitrat -0,00231
0,00673 0,00130
- 0,00310
0,00293 0,00019
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh panjang gelombang analisis kafein adalah 222,6 nm; 274 nm; 293,6 nm dan Panjang gelombang analisis asam sitrat adalah
214,2 nm; 236,0 nm; 342,0 nm. Menurut Nurhidayati 2007, Bila campuran analit memiliki panjang
gelombang zero crossing lebih dari satu, maka yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah panjang gelombang zero crossing yang
serapan pasangannya dan campurannya persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan senyawa pasangannya
dan memiliki serapan yang paling besar. Pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis dapat diperkecil. Oleh karena
itu panjang gelombang analisis yang digunakan untuk kafein dan asam sitrat masing-masing adalah 293,60 nm dan 236,0 nm. Penentuan panjang gelombang
analisis tersebut didasarkan pada nilai absorbansi dari ketiga larutan pada panjang gelombang tersebut. Pada panjang gelombang 236,0 nm, nilai absorbansi kafein
50 adalah nol, sedangkan nilai absorbansi untuk asam sitrat dan larutan campuran
keduanya memiliki nilai serapan sama yaitu 0,00130, sehingga untuk asam sitrat panjang gelombang analisisnya adalah pada 236,0 nm. Panjang gelombang
analisis kafein yang dipakai adalah 293,60 nm karena pada panjang gelombang tersebut, nilai serapan kafein dan campuran kafein dengan asam sitrat memiliki
kedekatan yang lebih tinggi dibandingakan dengan nilai serapan pada panjang gelombang zero crossing kafein yang lain yaitu 222,6 nm dan 274 nm. Pada
panjang gelombang analisis kafein 293,60 nm, nilai absorbansi dari asam sitrat adalah nol, sedangkan nilai absorbansi untuk kafein dan larutan campuran kafein
dan asam sitrat memiliki nilai serapan sama yaitu 0,00293. Spektrum dan absorbansi kafein dan asam sitrat dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 91 - 92.
Hasil pengukuran serapan derivat kedua kafein, asam sitrat dan campuran kafein dan asam sitrat pada panjang gelombang 200-300 nm dapat dilihat pada Lampiran
11 halaman 93 – 97.
4.6 Hasil Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi 4.6.1Kurva Kalibrasi
Linearitas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi. Persamaan regresi kafein, Y = 298,9X – 6,1 x
10
-6
dengan korelasi r = 0,9997 dan asam sitrat, Y = 3 x 10
-6
X dengan korelasi r = 0,9999. Nilai r 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier antara X dan Y
Watson, 2005. Kurva kalibrasi kafein dan asam sitrat pada masing-masing panjang gelombang 239,60 nm dan 236,0 nm dapat dilihat pada Gambar 4.26 dan
Gambar 4.27.
51
Standard Curve
Conc. mgl 0.00000
5.00000 10.00000
15.00000 Ab
s .
0.00400 0.00300
0.00200 0.00100
0.00000
52 konsentrasi 10
μgmL dan asam sitrat dengan konsentrasi 500 μgmL dapat terdeteksi dan terukur menggunakan metode spektrofotometri derivatif.
Batas deteksi merupakan parameter uji batas yang dilakukan untuk mendeteksi jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memberikan respon signifikan
dengan blanko sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004.
4.7 Hasil Penentuan Kandungan Kafein dan Asam Sitrat dalam Sampel Minuman Berenergi
Seperti yang tertera pada komposisi label kemasan minuman berenergi merek
Kratingdaeng
®
dan Kratingdaeng-S
®
mengandung kafein dengan kadar 50 mg per sajiannya sedangkan kadar kandungan asam sitrat tidak dicantumkan pada label
kemasan tersebut. Sampel yang telah disiapkan kemudian diukur pada panjang gelombang 200 – 400
nm. Selanjutnya spektrum hasil serapan ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat kedua dengan Δλ = 4 nm. Berdasarkan spektrum tersebut dapat
ditentukan absorbansi kafein dan asam sitrat pada panjang gelombang analisis yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu 293,60 nm dan 236,0 nm. Absorbansi
kafein dan asam sitrat dalam sampel pada masing-masing panjang gelombang analisis dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Absorbansi kafein dan asam sitrat dalam sampel pada masing-masing
panjang gelombang analisis
Sampel Absorbansi Kafein
pada λ
293,60nm
Absorbansi Asam sitrat pada λ
236,0 nm
Kratingdaeng
®
0,00118 -0,00079
Kratingdaeng-S
®
0,00119 -0,00078
Absorbansi asam sitrat dalam sampel yang dianalisis didapat nilai negatif, serapan
53 ini disebut sebagai serapan background. Absorbansi asam sitrat pada sampel
berbeda dengan absorbansi asam sitrat baku, dimana absorbansi asam sitrat baku yang diukur memiliki nilai positif. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena:
i Tidak terdapat kandungan asam sitrat dalam sampel minuman yang diuji. ii Terdapatnya gangguan matriks dengan konsentrasi lebih besar sehingga
menutupi spektrum absorbansi asam sitrat dalam sampel. iii Gangguan dari matriks ini mungkin juga bereaksi dengan sebagian asam
sitrat dalam proses kesetimbangan membentuk senyawa lain sehingga terbentuk molekul yang lebih besar. Molekul yang lebih besar mengarahkan
kepada efek batokromik yaitu pada peningkatan panjang gelombang senyawa ke arah yang lebih besar. Perubahan panjang gelombang tersebut akan
merubah panjang gelombang analisis sehingga pengukuran jumlah zat pada panjang gelombang awal tidak bisa dilakukan.
Berdasarkan pada alasan diatas, untuk membuktikan adanya kandungan asam sitrat dalam sampel seperti yang tertera dalam komposisi label kemasan sampel
minuman berenergi, dilakukan uji kualitatif asam sitrat pada sampel minuman berenergi. Uji kualitatif dilakukan dengan pereaksi Deninges yang menunjukkan
adanya asam sitrat yang terkandung dalam sampel tetapi hasil uji tersebut positif untuk asam sitrat bebas, bentuk sitrat terikat dan bentuk garam sitrat. Uji kualitatif
asam sitrat dengan pereaksi deninges dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 69. Menurut Nurhidayati 2013, kontribusi gangguan serapan background,
yang dapat digambarkan sebagai polynomial derivatif kedua dan ketiga hilang pada derivatif keempat. Pada prakteknya, matriks pengganggu tidak selalu bisa
dihilangkan dengan menaikkan orde. Pada kondisi tertentu metode standar adisi
54 perlu digunakan untuk mengkompensasikan pengaruh matriks, oleh karena itu
estimasi kandungan asam sitrat dalam sampel dilanjutkan dengan teknik adisi yaitu penambahan sejumlah baku ke dalam sampel dan diukur secara
spektrofotometri derivatif ultraviolet pada panjang gelombang analisisnya. Prinsip adisivitas menurut hukum Lambert-Beer adalah absorbansi sebanding
dengan jumlah molekul yang menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu. Prinsip ini berlaku jika ada lebih dari satu senyawa yang dapat menyerap radiasi.
Semua metode kuantitatif multikomponen didasarkan pada prinsip bahwa absorbansi pada setiap panjang gelombang campuran adalah sama dengan jumlah
absorbansi dari masing-masing komponen dalam campuran pada panjang gelombangnya Owen, 2000.
Berdasarkan prinsip adisivitas tersebut, jumlah asam sitrat yang menyerap radiasi pada panjang gelombang analisis dapat dihitung seperti berikut:
A = Perubahan A setelah diadisi – A baku pengadisi A = A setelah diadisi – A sebelum diadisi – A baku pengadisi
A asam sitrat = 0,00076 – -0,00078 – 0,00150 A asam sitrat = 0,0004.
Absorbansi kafein dan asam sitrat setelah penamabahan baku asam sitrat dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
55
Tabel 4.3 Absorbansi kefein dan asam sitrat setelah penambahan baku asam
sitrat 500 μgmL pada derivat kedua
Sampel Absorbansi Kafein
pada λ 293,60 nm Absorbansi Asam sitrat
setelah penambahan baku asam sitrat 500
μgmL pada λ 236,0 nm
Kratingdaeng
®
0,00119 0,00004
Kratingdaeng-S
®
0,00118 0,00007
Tabel 4.4 Absorbansi kefein dan asam sitrat setelah penambahan baku asam
sitrat 600 μgmL pada derivat kedua
Sampel Absorbansi Kafein
pada λ 293,60 nm Absorbansi Asam sitrat
setelah penambahan baku asam sitrat 600
μgmL pada λ 236,0 nm
Kratingdaeng
®
0,00119 0,00005
Kratingdaeng-S
®
0,00118 0,00007
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, penambahan baku asam sitrat dalam sampel ternyata dapat mengembalikan serapan asam sitrat pada panjang
gelombang 236,0 nm ke daerah absorbansi positif dan hasil pengukuran ini tidak mempengaruhi absorbansi kafein. Hasil pengukuran kafein dan asam sitrat dengan
metode penambahan baku tersebut setelah dihitung kadarnya selanjutnya diuji validasi untuk menunjukkan kebenaran dan keabsahannya valid. Hasil analisis
kandungan jumlah kafein dan asam sitrat dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 113 dan 114. Kurva tumpang tindih kafein konsentrasi 10
μgml dan asam sitrat 500 μgml dengan sampel dapat dilihat pada Gambar 4.28 dan Gambar 4.29. Kurva tumpang tindih kafein konsentrasi 10
μgml dan asam sitrat 500
μgml dengan sampel setelah penambahan baku asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.30 dan Gambar 4.31.
56
nm. 202.49
250.00 300.00
3
A bs
.
0 0090
0.00500
0.00000
-0.00500
-0.00944
57
nm. 202.91
250.00 300.00
3
A bs
.
0.00889
0.00500
0.00000
-0.00500 -0.00851
58 gelombang analisis asam sitrat terdapat di daerah negatif. Pada Gambar 4.30 dan
4.31 setelah penambahan baku asam sitrat dalam sampel didapat pita serapan sampel pada panjang gelombang analisis asam sitrat 236,0 nm kembali ke daerah
positif. Penambahan baku asam sitrat kedalam sampel tidak mempengaruhi pita serapan sampel pada panjang gelombang analisis kafein pada 293,6 nm.
Kandungan kafein dan asam sitrat pada sampel setelah diadisi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tab el 4.5 Kandungan kafein dan asam sitrat dalam sampel setelah penambahan
baku asam sitrat 500 μgml
Sampel Kandungan Kafein
Kandungan Asam Sitrat Kratingdaeng
®
49,4713 ± 0,5109 mg 1050,7729 ± 79,9639 mgkg
Kratingdaeng-S
®
50,9210 ± 0,3524 mg 1746,9913± 352,1797 mgkg
Berdasarkan tabel di atas, kandungan kafein dan asam sitrat pada minuman berenergi merek Kratingdaeng
®
adalah 49,4713± 0,5109 mg dan 1050,7729 ± 79,9639 mgkg secara berturut turut sedangkan kandungan kafein dan asam sitrat
pada merek Kratingdaeng-S
®
adalah 50,9210 ± 0,3524 mg dan 1746,9913 ± 352,1797 mgkg secara berturut-turut. Kandungan kafein dan asam sitrat dalam
minuman berenergi merek Kratingdaeng
®
memenuhi persyaratan SNI 01-6684- 2002, sedangkan kandungan kafein pada merek Kratingdaeng-S
®
tidak memenuhi persyaratan tersebut. Kandungan asam sitrat dalam minuman berenergi merek
Kratingdaeng
®
dan Kratingdaeng-S
®
sampai saat ini belum dibatasi kadar penggunaannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Peraturan Kepala
BPOM R.I. No. 8 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pengatur keasaman yaitu penggunaan asam sitrat dalam
59 minuman secukupnya. Pada label kemasan sampel Kratingdaeng
®
dan Kratingdaeng-S
®
tidak dicantumkan dengan jelas jumlah komposisi bahan tambahan pangan yang terkandung di dalamnya sehingga hasil pengukuran asam
sitrat yang diperoleh tidak dapat dibandingkan dengan kadar asam sitrat yang sebenarnya digunakan dalam formulasi pembuatan sampel minuman tersebut.
4.8 Hasil Uji Validasi
Parameter validasi yang diuji adalah akurasi kecermatan, presisi keseksamaan, batas deteksi dan batas kuantitasi. Akurasi dinyatakan dalam
persen perolehan kembali recovery yang ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku standard addition method. Uji presisi dilakukan
dengan menggunakan parameter Relative Standard Deviation RSD Harmita, 2004.
4.8.1 Hasil Uji Akurasi