aktivitas metabolisme sehingga mengeluarkan senyawa metabolit yang disebut eksudat ke dalam tanah Purwaningsih et al., 2004. Eksudat tersebut
dimanfaatkan bakteri di dalam tanah, sehingga bakteri tersebut dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri. Oleh karena itu populasi bakteri di daerah
perakaran tanaman lebih banyak dibandingkan di daerah tanpa perakaran tanaman. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi beberapa faktor antara lain
keanekaragaman mikrob tanah, faktor iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, faktor nutrisi dan lingkungan, serta populasi mikrob yang merupakan
indikator tingkat kesuburan tanah Allen dan Allen, 1981 .
2.2.1 Azotobacter sp.
Azotobacter berfungsi sebagai penambat N
2
yang melimpah di atmosfer dan menyediakan nitrogen bagi tanaman. Azotobacter dapat juga digolongkan
sebagai bakteri pemacu tumbuh plant growth promoting rhizobacteria atau yield increasing bacteria
yang menghasilkan vitamin dan zat pengatur tumbuh seperti IAA, kinetin dan giberelin Tang et al., 1994; Glick, 1995.
Azotobacter adalah bakteri penambat N
2
aerobik yang mampu menambat N
2
dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ±2 - 15 mg Ngram sumber karbon
yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan Rao, 1994. Azotobacter pada medium yang sesuai mampu menambat 10-20 mg
Ngram gula Allison, 1973. Waksman 1963 menyatakan bahwa kemampuan ini tergantung kepada sumber energinya, keberadaan nitrogen yang terpakai,
mineral, reaksi tanah dan faktor lingkungan yang lain, serta kehadiran bakteri tertentu. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara
lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen.
2.2.2 Azospirillum sp.
Azospirillum merupakan bakteri penambat N
2
dan penghasil zat tumbuh yang hidup berasosiasi dengan perakaran tanaman pada daerah rizosfer, terutama
pada rumput-rumputan dan serealia. Peran menguntungkan Azospirillum antara lain dapat menyebabkan perubahan morfologi akar seperti peningkatan jumlah
rambut akar, perpanjangan akar, dan luas permukaan akar yang disebabkan oleh produksi asam indol asetat IAA yang dihasilkan oleh Azospirillum. Selain
mensintesis IAA dan menambat nitrogen bebas, beberapa golongan dari Azospirillum
dapat melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, dan sebagai agen pengendali hayati Bachhawat dan Gosh, 1989; Seshadri et al., 2000; Bashan dan
Bashan, 2002. Azospirillum juga dapat melarutkan fosfat dengan cara mensekresikan asam glukonat Rodriguez et al., 2004.
2.2.3 Mikrob Pelarut Fosfat
Mikrob pelarut fosfat merupakan bakteri ataupun fungi yang mempunyai kemampuan dalam melepaskan ikatan fosfat dan berperan dalam melarutkan
fosfat dari tidak tersedia menjadi tersedia Alexander, 1977; Rao, 1994. Bakteri pelarut fosfat berfungsi dalam melarutkan fosfat dalam bentuk terikat menjadi
tersedia, meningkatkan fosfat tersedia, memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat Rao, 1994.
Unsur P merupakan unsur hara makro ensensial bagi tanaman dan kekurangan P akan mengakibatkan menurunnya daya serap tanaman terhadap
unsur-unsur yang lain. Menurut Soepardi 1983 peranan unsur P pada tanaman, yaitu:
1. Berperan dalam pembelahanan sel dan pembentukan lemak dan
albumin 2.
Berperan dalam pembentukan bunga, buah dan biji 3.
Berpengaruh terhadap perkembangan akar halus dan rambut akar 4.
Berperan dalam kematangan tanaman, melawan pengaruh nitrogen 5.
Membuat tanaman tidak mudah rebah 6.
Tanaman lebih tahan penyakit Mikrob pelarut fosfat mempunyai kemampuan melarutkan mineral fosfat
melalui sekresi asam organik Kucey, 1987, serta menghasilkan enzim fosfatase yang mampu membebaskan P dari P organik. Enzim fosfatase akan disekresikan
oleh mikrob pelarut fosfat jika terdapat sedikit sekali fosfat di dalam tanah. Enzim fosfatase akan membebaskan P dari bahan organik sehingga menjadi
senyawa P anorganik yang dapat digunakan mikrob tersebut dalam
metabolismenya. Enzim fosfatase sangat berpengaruh dalam mineralisasi P organik. Peningkatan mineralisasi P organik juga dipengaruhi oleh kenaikan pH
tanah Tisdale et al., 1985.
2.2.4 Pseudomonas sp.