36
2. Karya Seni
Bentukan patung pada Taman Sektor Barat masih dirasa kurang kuat, diantaranya peletakan Patung Moh. Husni Thamrin dan artwork berupa bambu
dari tembaga yang dinamakan Air Mancur Pesona Monas, berdasarkan pengamatan keduanya tidak memiliki hubungan yang spesifik. Oleh karenanya,
dibutuhkan satu konsep menarik yang menyatukan setiap elemen-elemen taman.
3. Prinsip Desain
Berdasarkan pengamatan di lapang mengenai prinsip-prinsip desain yang digunakan pada tapak, diperoleh analisis seperti yang tercantum pada Tabel 10.
Tabel 10 Analisis prinsip-prinsip desain pada tapak
No. Prinsip Desain
Analisis Sintesis
Gambar 1 Harmony
selaras Keberadaan air
mancur yang berada ditengah tapak
merupakan pottensi kuat sebagai
penyelaras tapak Tetap
mempertahankan keberadaan air
mancur dan sebaiknya menjadi
ruang inti
2 Contrast kontras
Kontras utama di Taman Sektor Barat
maupun di taman monas adalah Tugu
Monas yang menjadi centre of attention
Taman Sektor Barat merupakan
kesatuan Taman Monas, oleh
karenanya pandangan ke arah
Tugu Monas
3 Repetition ulangan
Penataan vegetasi berulang dapat
berpotensi sebagai background karya
seni Tetap
mempertahankan keberadaan
glodogan tiang sebagai
background karya seni
4 Unit kesatuan
Kesatuan pada tapak kurang terlihat
Membuat konsep baru yang
menguatkan keberadaan axis
antara Tugu Monas dan Tugu Monas,
penggunaan konsep kemerdekaan dirasa
dapat menjadi alternatif
5 Balance seimbang
Setiap bagian tapak menunjukan
keseimbangan dalam bentuk softscape dan
hardscape Keseimbangan ini
sebaiknya dipertahankan dan
dikembangkan
Sumber gambar: dokumentasi pribadi, 2013
37 Tabel 10 Analisis prinsip-prinsip desain pada tapak lanjutan
No. Prinsip Desain
Analisis Sintesis
Gambar 6
Simplicity sederhana
Kesederhanaan tapak terlihat pada
hamparan rumput dan plaza-plaza yang
memberi kesan formal
Sebaiknya tapak tetap dibuat
sesederhana mungkin dengan
pola geometrik yang terkesan
formal
7 Emphasis
aksentuasi Aksentuasi tetap
terfokus pada Tugu Monas
Tetap mempertahankan
axis dan aksentuasi yang
ada
8 Scale
proporsi Pembagian ruang
kurang jelas Sebaiknya
diperlukan penataan ruang
pada tapak
Sumber gambar: dokumentasi pribadi, 2013 Aspek Sosial
1.
Pengelola
Bentuk pengelolaan yang dilakukan Suku Dinas Pertamanan Jakarta Pusat terhadap Taman Monas mengacu pada buku panduan perencanaan awal yang
disusun oleh pihak perencana dan berdasarkan persetujuan Gubernur Surjadi Soedirdja 1995
. Dalam buku panduan yang berjudul “Rencana Tapak dan Pedoman Pem
bangunan Fisik Taman Medan Merdeka”, tertulis beberapa pakem perencanaan yang harus dipertahankan atau tidak.
Mengenai tata letak setiap ruang, baik Ruang Agung, Sektor Utara, Sektor Timur, Sektor Selatan, maupun Sektor Barat tidak dapat dirubah letak posisinya.
Hal ini juga berlaku pada pintu masuk utama pada Jalan Silang Merdeka, karena akan berpengaruh terhadap lingkungan tapak yang merupakan pusat pemerintahan
Indonesia. Pada Sektor Barat, pola yang digunakan tetap harus menggunakan pola geometrik, namun bentukan pola-pola yang sekarang dapat dirubah dan
diperbaiki. Selain itu, setiap sektor sudah ditentukan pemanfaatanya, seperti Ruang Agung tempat bagi wisatawan yang ingin masuk kedalam Tugu Monas
dan mempelajari sejarah kemerdekaan Indonesia. Sektor Utara yang berfungsi untuk acara kenegaraan dengan sistem keamanan yang ketat, Sektor Selatan
sebagai area konservasi vegetasi dan satwa. Sedangkan, Sektor Barat yang merupakan area seni dan pertunjukan.
Pintu masuk Taman Sektor Barat terdapat pada bagian paling timur taman ini, beberapa pintu masuk juga disediakan dari arah Jalan Silang Merdeka yang
juga memudahkan pengunjung memasuki tapak ini. Dalam tapak terdapat zona
38 konservasi yang tidak dapat dirubah baik dari segi tata letak maupun vegetasi
eksistingnya. Pada Sektor Barat juga terdapat sebuah kolam air mancur menari yang cukup luas yang merupakan zona inti yang tidak dapat dirubah. Zona inti
dimaksudkan agar setiap pengunjung yang masuk ke dalam sektor dapat langsung dari area pelataran Medan Merdeka. Hal-hal yang disebutkan dalam Master Plan
tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain tapak.
2. Pengguna
Monas yang menampilkan display patung dirasa kurang mempengaruhi tingkat kesadaran responden terhadap keberadaan patung tersebut, hanya 37
responden yang menyadari keberadaan patung-patung tersebut Gambar 24 a. Dari 37 responden yang menyadari keberadaan patung-patung di Taman Monas,
hanya 18 yang mengatakan kondisi patung-patung tersebut dalam kondisi baik, 57 mengatakan cukup baik, dan 25 mengatakan patung-patung tersebut dalam
kondisi kurang baik Gambar 24 b. Kondisi patung dikatakan baik, jika setiap bagian dari tubuh patung masih utuh dan pelapis patung tidak terkelupas. Kondisi
Monas yang kental akan konsep kemerdekaan Indonesia kurang diimbangi oleh apresiasi masyarakat terhadap benda-benda seni bersejarah di Monas, hal ini
mencetuskan ide untuk merancang Taman Patung di Taman Monas.
Gambar 24 a Tingkat kesadaran responden dan b persepsi responden terhadap patung-patung di Taman Monas
Sebanyak 92 dari 60 responden menyetujui rencana ini. Beberapa dari mereka menambahkan bahwa rancangan ini akan menambah nilai artistik Monas
dengan menambahkan unsur sejarah perjuangan kemerdekaan dan tentunya menambah minat wisatawan untuk berkunjung ke Monas. Fungsi-fungsi yang
sebaiknya ditampilkan menurut persepsi dominan responden yang mengatakan adanya fungsi aktif dan pasif, yang didukung oleh data kuantitatif sebanyak 31
responden. Sebanyak 18 responden mengatakan patung hanya dapat ditampilkan dengan fungsi pasif patung hanya sebagai display dan 8 responden lainnya
mengatakan hanya dengan fungsi aktif dapat digunakan untuk beraktifitas. Persepsi ini diperjelas dalam diagram yang ditunjukan pada Gambar 25.
Gambar 25 a Persepsi responden terhadap perancangan dan b fungsi yang sebaiknya terdapat pada patung-patung yang akan dipamerkan
39
Konsep Konsep Dasar
Sejarah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia yang memberikan pelajaran kehidupan. Dengan mempelajari sejarah, manusia akan
mendapatkan gambaran tentang kehidupan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Kehidupan dan peristiwa-peristiwa tersebut dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup saat ini dan masa yang akan datang. Salah satu sejarah yang dapat dijadikan pedoman hidup bangsa Indonesia adalah sejarah perjuangan bangsa
Indonesia menuju kemerdekaannya.
Perjalanan sejarah Indonesia dilalui dengan beberapa kali penjajahan oleh bangsa asing seperti Portugis, Belanda, Jepang, dan bangsa lain. Penjajahan yang
paling mendekati era kemerdekaan yaitu pada era pendudukan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 sampai tahun 1945. Pada era tersebut, Indonesia
mengalami masa-masa paling sulit yang diwarnai dengan perubahan-perubahan penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Namun, berkat era
kependudukan
Jepang inilah,
akhirnya Indonesia
dapat mewujudkan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini akan memperkuat konsep Taman Monas yang juga mengusung kemerdekaan sebagai konsep utama.
Konsep dasar Taman Sektor Barat ini mengangkat mengenai era perjuangan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan. Pengangkatan konsep ini, disesuaikan
dengan konsep kemerdekaan Indonesia pada keseluruhan Taman Monas. Konsep ini menekankan pada unsur-unsur sejarah yang menceritakan bagaimana para
pejuang Indonesia berjuang menuju kemerdekaannya, serta menyajikan hal-hal penting yang terjadi pada era tersebut. Konsep ini menekankan pada unsur seni
dan sejarah, khususnya tahun 1942 hingga 1945, dengan harapan dapat mengingatkan kembali memori masa perjuangan dan meningkatkan semangat
kemerdekaan bagi pengunjung. Selain itu, konsep ini diharapkan menjadikan Taman Patung Sektor Barat sebagai pendukung keberadaan Tugu Monas dan
sebagai pendukung sektor lainnya.
Konsep Desain
Konsep desain menjadi dasar landasan dalam pengembangan pola dan penggunaan elemen lanskap yang dapat diterapkan pada tapak. Pola-pola yang
dipilih dalam konsep desain dapat membentuk karakter tapak, baik dalam pembagian zona, pola sirkulasi, penataan vegetasi maupun secara visual.
Semangat perjuangan masyarakat Indonesia terhadap kemerdekaan disimbolkan dengan bambu runcing. Hal ini sesuai dengan peristiwa yang terjadi
pada tahun 1941, ketika itu Kiai Noer Putera Kiai Subchi yang mengusulkan pada pasukan Hizbullah-Sabilillah yang dipimpin oleh Kiai Subchi untuk
mempersenjatai
diri melawan
penjajah dengan cucukan bambu
yang diruncingkan ujungnya. Bambu dipilih karena merupakan senjata sederhana yang
mudah diperoleh dan dibuat. Pamor penggunaan bambu terkenal saat memasuki era pendudukan Jepang 1942-1945, dalam beberapa kali peperangan bambu
runcing digunakan para pejuang dan berhasil memenangkan peperangan hingga akhirnya kemerdekaan Indonesia tercapai. Dalam beberapa peperangan yang
dimenangkan oleh para pejuang, maka beredarlah pepa
tah “Hanya dengan bambu runcing, Indonesia mampu mengusir penjajah” Matroji 2003.