Ekspor Neto Krisis Ekonomi

Todaro dan Smith 2006 menyatakan bahwa pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

2.1.6.3 Ekspor Neto

Nilai ekspor dihitung berdasarkan nilai FOB Freight on Board meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkutan barang ke wilayah pabean, biaya muat barang ke kapal, pajak ekspor, asuransi, royalti, lisensi, dan biaya lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang ekspor. Impor dihitung berdasarkan nilai CIF Cost Insurance and Freight meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti, lisensi, dan biaya lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. Nilai ekspor neto merupakan pengurangan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Salvatore 1996 menyatakan bahwa perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara trade as engine of growth. Aktifitas perdagangan internasional akan mendorong percepatan pembangunan ekonomi di negara tersebut namun teori dependensi menyatakan bahwa ketergantungan terhadap luar negeri memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Arsyad, 1999.

2.1.6.4 Krisis Ekonomi

Krisis Moneter Asia 1997-1998 2.1.6.4.1 Krisis moneter Asia diawali dari krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian merembet ke negara ASEAN lainnya. Dampak krisis moneter Asia, selain terjadi runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran. Pihak-pihak yang paling terkena dampak krisis moneter Asia tersebut antara lain perusahaan besar yang bermain valas, saham, obligasi, dan off- shore loans di pasar global, perbankan, pasar modal, properti, sektor publik yang banyak memiliki utang luar negeri, serta importir atau pelaku bisnis yang kandungan impor bahan baku usahanya tinggi Kuncoro, 2010. Krisis Minyak Dunia 2005 2.1.6.4.2 Krisis minyak dunia 2005 disebabkan oleh pasokan minyak dunia terganggu karena badai Katrina yang juga menyebabkan beberapa kilang produksi di Amerika rusak dan disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak Nigeria. Gelombang krisis energi yang disebabkan oleh minyak, menyatakan bahwa minyak merupakan komoditas yang sangat rentan terhadap terjadinya krisis ekonomi global. Diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan energi terhadap supply minyak bumi menjadi tren baru di banyak negara di samping efisiensi energi penghematan energi yang dilakukan secara terstruktur. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara besar-besaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan melemahnya nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai negara ASEAN 1 . Krisis Keuangan Global 2008-2009 2.1.6.4.3 Krisis keuangan global diawali kredit macet perumahan beresiko tinggi subprime mortage pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global 2008-2009 menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk negara ASEAN dalam bentuk bangkrutnya bankinstitusi keuangankorporasi multinasional Amerika Serikat, meningkatnya inflasi, meningkatnya pengangguran, runtuhnya indeks bursa saham karena nilai tukar mata uang anjlok, sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi Kuncoro, 2010.

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu