Analisis pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap industri besi baja di Indonesia

(1)

R

DEP

FAKULTA

INSTI

OLEH

RAFILI MUHAMMAD HILMAN H14089501

EPARTEMEN ILMU EKONOMI

LTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

STITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

RAFILI MUHAMMAD HILMAN. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Industri Besi Baja di Indonesia (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional, ditengah maraknya globalisasi dan liberalisasi pada perekonomian dunia. Ketersediaan dana pembangunan di Indonesia masih sangat minim karena masih terbatasnya tabungan dalam negeri di Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan investasi. Dana dari dalam negeri (investasi) dirasakan tidak mencukupi untuk melakukan pembangunan sehingga pemerintah berupaya untuk menarik dana yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Investasi merupakan syarat mutlak untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional bagi Indonesia. Aliran modal yang masuk dapat berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), atau juga sumber pembiayaan luar negeri/Foreign Direct Investment (FDI).

Indonesia merupakan salah satu tempat strategis bagi FDI perusahaan multinasional dari berbagai negara. Jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta orang, sehingga Indonesia menawarkan pasar domestik yang luas dengan lebih dari 50 persen dari penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Indonesia merupakan pasar yang terkenal dengan sumber daya alamnya, bahkan dari prospek bahan mineral dikatakan lebih menarik dibandingkan negara lain seperti Afrika Selatan, Australia dan Kanada.

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang terlihat melalui aliran FDI telah membawa perubahan yang sangat cepat bagi dunia perekonomian. Dampak yang sangat dirasakan yaitu semakin ketatnya persaingan sektor industri di berbagai negara. Industri pengolahan yang perlu mendapatkan perhatian adalah industri logam dasar, khususnya industri besi baja. Tingkat konsumsi dan volume impor besi baja di Indonesia sangat besar, sedangkan fakta menunjukkan ada investasi pada sektor ini baik dalam bentuk FDI atau PMDN. Penelitian ini akan membahas suatu analisis mengenai pengaruh FDIterhadap industri besi baja di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi output PDB industri besi baja di Indonesia, (2) menganalisis pengaruh shock FDI sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia, (3) menganalisis pengaruh shock FDI sektor industri besi baja terhadap variabel nilai tukar, ekspor neto, PMDN, suku bunga internasional (LIBOR), suku bunga pinjaman investasi (4) menganalisis kontribusi variabel nilai tukar, ekspor neto, PMDN, LIBOR, suku bunga terhadap FDI sektor industri besi baja.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Granger Causality (Kausalitas Granger), Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) dalam mengolah beberapa data time series. Metode


(3)

yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh guncangan FDI sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia dan variabel makroekonomi seperti yang telah disebutkan adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Data utama yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder dan jenis data yang dikumpulkan diantaranya data nilai tukar USD/Rp, PDB sektor industri besi baja, suku bunga internasional (LIBOR), suku bunga pinjaman investasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor industri besi baja, Foreign Direct Investment (FDI) sektor industri besi baja, dan ekspor neto logam dasar besi baja.

Hasil estimasi VECM model penelitian menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi output PDB industri besi baja di Indonesia terbagi dalam dua periode. Periode jangka pendek menunjukkan bahwa variabel PDB industri besi baja lag kedua berpengaruh signifikan positif, LIBOR lag pertama dan lag kedua berpengaruh signifikan negatif terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia. Periode jangka panjang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar dan ekspor neto besi baja berpengaruh signifikan yang negatif, FDI sektor industri besi baja, PMDN sektor industri besi baja, LIBOR, dan suku bunga pinjaman investasi berpengaruh signifikan yang positif terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia.

Pengaruh guncangan FDI sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja dan variabel makroekonomi (PMDN, suku bunga pinjaman investasi, LIBOR, nilai tukar, eskpor neto) menunjukkan fakta bahwa FDI sektor industri besi baja memengaruhi fluktuasi output PDB industri besi baja hingga kuartal ke-12, sedangkan variabel makroekonomi rata-rata sampai pada kisaran kuartal ke-20 hingga kuartal ke-50.

Kesimpulan lain yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu berdasarkan hasil FEVD secara keseluruhan menunjukkan bahwa variabel PMDN, suku bunga, output PDB besi baja, nilai tukar, LIBOR, serta ekspor neto memberikan proporsi yang relatif lebih tinggi terhadap FDI sektor industri besi baja dalam kuartal yang lebih panjang, sedangkan FDI yang dipengaruhi oleh shock FDI sendiri memberikan proporsi yang relatif lebih tinggi dalam kuartal awal dan pertengahan.

Volume impor besi baja yang masih sangat besar dapat dikurangi dengan meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan industri besi baja di Indonesia. Kondisi ini dapat ditunjang salah satunya dengan peningkatan realisasi investasi baik investasi asing seperti Foreign Direct Investment (FDI) ataupun investasi dalam negeri (PMDN). Hal ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk dapat meningkatkan realisasi FDI yang masuk juga ke sektor sekunder seperti industri pengolahan besi baja salah satunya dengan memberikan insentif suku bunga bagi para investor baik investor dalam negeri maupun investor asing. Otoritas moneter selain itu harus memiliki mekanisme yang tepat untuk memelihara kestabilan kurs Rupiah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena ketidakstabilan kurs akan memicu fluktuasi harga barang tradable

(ekspor-impor) besi baja di Indonesia. Pemerintah juga dapat memberikan insentif ekspor bagi eksportir besi baja domestik dalam bentuk pajak ekspor yang ringan untuk memacu peningkatan produksi output besi baja di Indonesia.


(4)

ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT

(FDI) TERHADAP INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA

Oleh

RAFILI MUHAMMAD HILMAN H14089501

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : Rafili Muhammad Hilman

Nomor Registrasi Pokok : H14089501 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) Terhadap Industri Besi Baja di

Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Rafili Muhammad Hilman H14089501


(7)

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 16 Januari 1988. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Ir. H. Irwansyah dan Hj. Ammelina, S.E. Riwayat pendidikan penulis diawali di TK Cinta Manis Palembang lulus tahun 1994, SDN 2 Palapa Bandar Lampung lulus tahun 2000, SLTPN 2 Bandar Lampung lulus tahun 2003, dan MAN Insan Cendekia Serpong lulus tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Penulis berhasil meraih peringkat II Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB 2011, dan peringkat I Mahasiswa Berprestasi tingkat Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB 2011. Penulis aktif sebagai ketua UKM IPB Debating Community (IDC) 2009-2010, ketua (pioneer) AIESEC LC IPB 2010, kepala departemen hubungan eksternal BEM FEM IPB 2009-2010, anggota departemen eksternal UKM IAAS LC IPB 2008-2010, juga anggota aktif UKM FORCES IPB 2008-2011. Penulis aktif mengikuti konferensi dan seminarinternasional seperti 3rd ASEAN Economics Business Student Summit

2010, One Day Seminar-Beyond Crisis: Be Creative-Be survivor 2010, In Youth in Agriculture Expo & Talk Show 2009, serta nasional event seperti “Agromedicine: Traditional Food for Healthy Life” di Semarang 2009, AIESEC

National Planning Conference di Surabaya 2010, AIESEC National Election Conference di Padang 2010, juga IAAS National Congress di Semarang 2009.

Penulis menjadi ketua panitia Konferensi Mahasiswa Indonesia Internasional 2008, serta aktif pada berbagai kepanitiaan. Penulis aktif sebagai

Master of Ceremonies acara-acara Internasional seperti International Scholarship Education Expo 2009, Bayern Young Environmental Envoy 2009, In Youth in Agriculture Expo 2009, dan nasional event IAAS Olympic 2008. Penulis menjadi moderator pada acara 9th Economic Contest 2011, serta IAAS on Training 2009. Penulis aktif mengikuti lomba debat bahasa Inggris baik di level IPB serta level nasional. Pengalaman kerja penulis antara lain: asisten ekonomi umum IPB 2010-2011, IAAS English tutor 2009, Chief Debating Adjudicator Enthusiastic Goes 2 SMAN 1 Bogor 2010, juri debat Politik Ceria 2011, juri debat Attention 2009, serta juri Telling News “National Scout Agricultural Competition 2010”.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena hanya dengan kekuatan dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Penulis berharap melalui skripsi ini dapat menguraikan suatu analisis pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Industri Besi Baja di Indonesia. Penulis juga menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Dedi Budiman Hakim, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dalam pembimbingan penulisan skripsi ini serta bantuan materi penulisan.

2. Bapak Iman Sugema, Ph.D, selaku penguji utama skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Yeti Lies Purnadewi, selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dalam tata cara penulisan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis, Ir. H. Irwansyah dan Hj. Ammelina S.E yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan bagi penulis selama pembuatan skripsi ini.

5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), perpustakaan research

Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan juga Rina Hartini dari

Statistics Centre, yang telah membantu dalam menyediakan dan mengolah data skripsi ini dengan baik.

6. Teman-teman satu bimbingan: Embang Maryana, Yudi Aditya, dan Avy Luthfiandy yang telah banyak membantu selama proses pembuatan skripsi.


(9)

7. Ratih Kusuma Ningrum atas semangat, motivasi, dan dukungan moril selama proses pembuatan skripsi ini dari awal hingga selesai.

8. Teman-teman IE 43, IE 44, IE 45, IE 46 yang telah banyak membantu penulis dalam menambah literatur serta informasi yang bermanfaat perihal proses pembuatan skripsi.

9. Teman-teman di FEM IPB serta semua pihak yang telah membantu selama proses pembuatan dan penyelesaian skripsi.

10.Teman-teman UKM IPB Debating Community, BEM FEM IPB kabinet Orange Beraksi, tim ekspansi AIESEC LC IPB, UKM IAAS LC IPB, UKM FORCES IPB, yang telah memberikan bantuan moriil selama proses penyelesaian skripsi.

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas baik dalam ruang lingkup IPB ataupun dalam skala global.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Juli 2011

Rafili Muhammad Hilman H14089501


(10)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……….……….. i

DAFTAR TABEL………... v

DAFTAR GAMBAR……….………... vi

DAFTAR LAMPIRAN………... viii

I. PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah..……… 7

1.3. Tujuan Penelitian.………... 9

1.4. Manfaat Penelitian………..……….. 10

1.5.Ruang Lingkup Penelitian………. 10

II. TINJAUAN PUSTAKA………..……….... 11

2.1. Dampak Foreign Direct Investment……….. 11

2.1.1. Pengertian ForeignDirect Investment... 11

2.1.2. Dampak Foreign Direct Investment di Indonesia.... 13

2.1.3. Analisis Dampak Foreign Direct Investment untuk Negara Sumber Investasi dan Penerima Investasi……….……... 15

2.1.4. Hambatan pada Investasi Swasta………... 18

2.2. Pengertian Industri Besi Baja…..………….…... 19

2.2.1. Pengertian Industri………..………... 19

2.2.2. Pengertian Industri Besi Baja…………..…………. 22

2.3. Tinjauan Teoritis……….………….. 23

2.3.1. Konsep Gross Domestic Product (GDP)………….. 23

2.3.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)….….... 23

2.3.3. Suku Bunga Pinjaman Investasi……….….. 26

2.3.4. Konsep Nilai Tukar……….…. 27

2.3.4.1. Definisi Nilai Tukar………... 27


(11)

2.3.4.3. Sistem Nilai Tukar di Indonesia…….………... 29

2.3.5. Konsep Suku Bunga Internasional………..………. 30

2.3.6. Konsep Ekspor Neto……….…... 31

2.3.7. Fungsi Produksi, dan Keterkaitan Output dengan Investasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, Ekspor Neto... 31

2.3.8. Konsep Inflasi………... 33

2.3.8.1.Definisi Inflasi………... 33

2.3.8.2.Pengukuran Laju Inflasi………. 34

2.3.9. Teori John Dunning………....……... 35

2.3.10.Konsep Pertumbuhan Ekonomi………... 36

2.4.Studi Penelitian Terdahulu………... 38

2.4.1. Penelitian mengenai Industri Besi Baja di Indonesia……….. 38

2.4.2. Penelitian mengenai Foreign Direct Investment di Indonesia……….. 41

2.5.Kerangka Pemikiran………... 44

2.6.Hipotesis Penelitian………... 46

III. METODE PENELITIAN………..………... 47

3.1.Jenis dan Sumber Data………..………. 47

3.2.Variabel dan Definisi Operasional………... 48

3.3.Metode Analisis dan Pengolahan Data………... 49

3.3.1. Metode Granger Causality (Kausalitas Granger)… 49

3.3.2. Metode Vector Auto Regression (VAR)………... 50

3.3.3. Metode Vector Error Correction Model (VECM)... 56

3.3.4. Pengujian Pra Estimasi………... 59

3.3.4.1.Uji Stasioneritas Data………... 59

3.3.4.2.Pengujian Lag Optimal………... 61

3.3.4.3.Uji Stabilitas VAR………... 62

3.3.5. Uji Kointegrasi………... 63

3.3.6. Innovation Accounting………... 64


(12)

iii

3.3.6.2.Forecast Error Variance Decomposition

(FEVD)………... 65

3.3.7. Mekanisme Analisis Olah Data………... 66

3.3.8. Model Penelitian………... 68

IV. GAMBARAN UMUM………... 70

4.1.Perkembangan Realisasi Foreign Direct Investment di Indonesia……… 70

4.2.Perkembangan Industri Besi Baja di Indonesia…………... 73

4.2.1. Sejarah Industri Besi Baja……… 73

4.2.1.1.Periode Antara 1950-1960……….. 73

4.2.1.2.Periode Antara 1960-1965………... 74

4.2.1.3.Periode Antara 1965-1997………... 75

4.2.1.4.Periode Antara 1997-2011……….. 76

4.2.2. Perkembangan Volume Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Perusahaan, Ekspor Impor besi baja di Indonesia………...……... 84

4.2.3. Perkembangan Investasi Sektor Industri Besi Baja (Foreign Direct Investment dan Penanaman Modal Dalam Negeri), serta Produk Domestik Bruto Industri Besi Baja Indonesia……... 91

V. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 95

5.1.Pengujian Pra Estimasi……….. 95

5.1.1. Kestasioner Data………... 95

5.1.2. Pengujian Lag Optimal………... 97

5.1.3. Uji Stabilitas Vector Auto Regression…..………… 98

5.2.Uji Kointegrasi………... 99

5.3.Hasil Uji Kausalitas Granger………. 100

5.4.Hasil Penelitian……….. 101

5.4.1. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi output Produk Domestik Bruto Industri Besi Baja di Indonesia……….. 101

5.4.2. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment Sektor Industri Besi Baja……….. 107 5.4.2.1.Respon Dinamis Shock Foreign Direct


(13)

Produk Domestik Bruto Industri Besi

Baja………... 107

5.4.2.2.Respon Dinamis Shock Foreign Direct Investment terhadap Variabel Makroekonomi... 109

5.4.3. Analisis Kontribusi Keragaman Variabel terhadap Foreign Direct Investment Sektor Industri Besi Baja………... 112

VI. KESIMPULAN DAN SARAN………... 116

6.1.Kesimpulan……… 116

6.2.Saran………... 121

DAFTAR PUSTAKA………... 123


(14)

v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Perbandingan Impor dan Ekspor Besi Baja di Indonesia

Tahun 2004-2010………..……… 6

1.2. Harga Baja di Dunia Tahun 2002-2007..……….. 8

2.1. Persebaran Potensi Bahan Baku Industri Baja di Indonesia Tahun 2005...………... 22

4.1. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Indonesia 1996-2000………... 77

4.2. Laba Bersih Perseroan Terbatas Krakatau Steel Tahun 2005-2010…... 82

4.3. Perkembangan Volume Beberapa Produk Besi Baja Dasar di Indonesia Tahun 2006-2007………...………..………… 86

4.4. Persebaran Perusahaan Baja, Non Ferro, Logam Hilir Indonesia Tahun 2005...………... 89

5.1. Uji Akar Unit……… 96

5.2. Uji Lag Optimal……… 98

5.3. Hasil Uji Kointegrasi……… 99

5.4. Uji Kausalitas Granger untuk Model Penelitian………... 100

5.5. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) Model Industri Besi Baja di Indonesia... 102

5.6. Dekomposisi Varians Foreign Direct Investment Sektor Industri Besi Baja di Indonesia………. 114


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Sasaran Aliran Foreign Direct Investment di Dunia Tahun

2011……….. 3

1.2. Pertumbuhan Foreign Direct Investment di Indonesia Tahun 1990-2010………. 4

1.3. Konsumsi Baja Nasional Tahun 2004-2008………. 5

1.4. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Industri Besi Baja dan Pertumbuhan Foreign Direct Investment di Indonesia Periode 2001-2009………... 7

2.1. Dampak Foreign Direct Investment untuk Negara Sumber dan Penerima Investasi... 15

2.2. Teori Klasik tentang Tingkat Bunga………. 26

2.3. Keterkaitan Investasi, Suku Bunga, dan Output………... 32

2.4. Keterkaitan Output, Nilai Tukar, Ekspor Neto………. 33

2.5. Kerangka Pemikiran……….. 45

3.1. Proses Analisis Vector Auto Regression dan Vector Error Correction Model……….………. 66

4.1. Proporsi Negara Asal Foreign Direct Investment di Indonesia Tahun 2006-2010……….. 70

4.2. Perkembangan Realisasi Foreign Direct Investment dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia Tahun 2000-2010……….………. 71

4.3. Perbandingan Realisasi Foreign Direct Investment di Indonesia Berdasarkan Sektor Tahun 2006-2010………. 72

4.4. Perkembangan Realisasi Foreign Direct Investment di Indonesia Berdasarkan Lokasi Tahun 2006-2010…………... 73

4.5. Indeks Produksi Besi dan Baja di Indonesia Tahun 2006-2010..………...………. 86

4.6. Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri Besi dan Baja di Indonesia Tahun 2001-2009….………..……….. 88

4.7. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Besi dan Baja di Indonesia Tahun 2004-2009…….……….……... 90

4.8. Ekspor dan Impor Logam Dasar Besi Baja di Indonesia di Indonesia Tahun 2000-2010…….………...…………. 91


(16)

vii

4.9. Aliran Foreign Direct Investment pada Sektor Industri Besi

Baja di Indonesia Tahun 2001-2009….……… 92 4.10. Aliran Penanaman Modal Dalam Negeri pada Sektor Industri

Besi Baja di Indonesia Tahun 2000-2009.……… 93 4.11. Produk Domestik Bruto Industri Besi Baja di Indonesia

Berdasarkan Harga Konstan Tahun

2000-2010………... 94 5.1. Respon Produk Domestik Bruto terhadap Shock Foreign

Direct Investment ………... 108

5.2. Respon Variabel Makroekonomi terhadap Shock Foreign

Direct Investment... 110 5.3. Dekomposisi Varians Foreign Direct Investment…………….. 115


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Uji Korelasi Variabel Data………... 130

2. Uji Stasioneritas Data…….……….. 131

3. Hasil Uji Kausalitas Granger…….……… 146 4. Hasil Estimasi Vector Auto RegressionSecond Difference….. 148 5. Hasil Uji Stabilitas Vector Auto Regression……….………… 151

6. Hasil Uji Lag Optimum……… 152

7. Hasil Uji Kointegrasi……… 153

8. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model……… 159

9. Impulse Response FunctionShock Foreign Direct Investment

terhadap Variabel…... 166 10. Dekomposisi Varians Foreign Direct Investment…...... 167


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional, ditengah maraknya globalisasi dan liberalisasi pada perekonomian dunia. Ketersediaan dana pembangunan di Indonesia masih sangat minim karena masih terbatasnya tabungan dalam negeri di Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan investasi. Dana dari dalam negeri (investasi) dirasakan tidak mencukupi untuk melakukan pembangunan sehingga pemerintah berupaya untuk menarik dana yang berasal dari dalam maupun luar negeri (Lumbanraja, 2006). Pesatnya aliran modal masuk merupakan kesempatan untuk memperoleh dana pembiayaan pembangunan ekonomi (Parasmala, 2005).

Investasi merupakan syarat mutlak untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional bagi Indonesia (Siahaan, 2005). Aliran modal yang masuk dapat berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), atau juga sumber pembiayaan luar negeri/Foreign Direct Investment (FDI). FDI merupakan alternatif sumber dana pembangunan yang relatif aman dibandingkan dengan pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri baik dalam bentuk pinjaman bank maupun pinjaman resmi adalah bentuk instrumen utang dimana negara penerima pinjaman harus membayar jumlah pokok ditambah bunga apapun kondisi ekonominya (Parasmala, 2005). FDI adalah bentuk instrumen modal, imbalan yang harus diberikan tidak dalam jumlah yang pasti, melainkan tergantung pada kondisi


(19)

ekonomi negara penerima. Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, instrumen modal jauh lebih baik daripada instrumen utang. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya tingkat pertumbuhan modal swasta asing yang masuk ke negara-negara berkembang di Asia Tenggara seperti Indonesia. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ini (Setyadi, 2006).

Foreign Direct Investment menjadi salah satu sumber pembiayaan terbesar bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia (Siahaan, 2005). Foreign Direct Investment juga merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang paling potensial karena dapat menjamin kelangsungan pembangunan dibandingkan dengan aliran modal portofolio, sebab terjadinya FDI di suatu negara akan diikuti dengan transfer teknologi, keahlian manajemen, resiko usaha relatif kecil dan lebih menguntungkan (Parasmala, 2005).

Indonesia merupakan salah satu tempat strategis bagi FDI perusahaan multinasional dari berbagai negara. Jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta orang, sehingga Indonesia menawarkan pasar domestik yang luas dengan lebih dari 50 persen dari penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Indonesia merupakan pasar yang terkenal dengan sumber daya alamnya, bahkan dari prospek bahan mineral dikatakan lebih menarik dibandingkan negara lain seperti Afrika Selatan, Australia dan Kanada. Indonesia merupakan salah satu target dari tujuan negara asing dalam menanamkan FDI, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.1.


(20)

3

Undang-Undang PMA No. 1/1967 mengatur FDI dalam bentuk penjaminan investor asing dalam melakukan investasi asing pada semua bidang kecuali sektor minyak dan gas, perbankan, asuransi dan leasing dan dikelola oleh sebuah institusi panitia teknis (tahun 1997 institusi panitia teknis berganti nama menjadi Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM]). Proyek FDI masih dianggap berguna untuk pembangunan di Indonesia kemudian BKPM dapat memperpanjang izin sesudah 30 tahun yang diberikan pada awal proyeknya (Lumbanraja, 2006). Revisi pada Peraturan Pemerintah Nomor 20/1994 menjadi UU PMA No. 25/2007 terjadi dalam periode selanjutnya dimana UU ini memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor dan juga memungkinkan pemulangan modal tanpa adanya suatu hambatan.

Perkembangan FDI menunjukkan peningkatan yang sangat cepat sebelum terjadi krisis ekonomi dan politik di Indonesia (Siahaan, 2005). Hal ini disebabkan oleh perekonomian yang membaik dan keberhasilan pemerintah dalam

0% 5% 10% 15% 20% 25% C h in a A m er ik a In d ia B ra zi l F ed er as i A si a In g g ri s R ay a Je rm an A u st ra li a In d o n es ia K an ad a V ie tn am M ex ic o P o la n d ia P ra n ci s P er se n Negara

Sasaran Aliran FDI di Dunia

Sasaran Aliran FDI di Dunia

Sumber: UNCTAD, 2011.


(21)

meliberalisasikan iklim investasi di Indonesia, sehingga investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya.

Krisis ekonomi yang melanda sejak pertengahan tahun 1997 menyebabkan nilai FDI di Indonesia menurun drastis dari tahun 1998 hingga tahun 2000. Hal ini diduga diakibatkan oleh ketidakstabilan keadaan makroekonomi dan politik sehingga meningkatkan resiko berinvestasi bagi investor. Grafik pertumbuhan dari realisasi FDI di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Pertumbuhan FDI di Indonesia cenderung fluktuatif dari tahun 1990 hingga 2010. Pertumbuhan negatif terjadi di tahun 1993, 1995, 1996, 2000, 2001, 2003, 2005, dan 2008, dan pada tahun selain itu pertumbuhan FDI cenderung positif. Kondisi pertumbuhan yang berfluktuasi ini menunjukkan bahwa terjadi dinamika dari aliran FDI di Indonesia.

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang terlihat melalui aliran FDI telah membawa perubahan yang sangat cepat bagi dunia perekonomian. Dampak yang sangat dirasakan yaitu semakin ketatnya persaingan sektor industri di berbagai

-200 -100 0 100 200 300 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 P er se n Tahun

Pertumbuhan FDI di Indonesia

Periode 1990-2010

Pertumbuhan FDI

Sumber: BKPM (diolah), 2011.

Gambar 1.2. Pertumbuhan Foreign Direct Investment di Indonesia Tahun 1990-2010.


(22)

5

negara. Sektor industri mampu berkembang dalam ketatnya persaingan dunia pada saat ini dengan syarat industri harus mampu meningkatkan perekonomian yang berdaya saing tinggi. Industri pengolahan yang perlu mendapatkan perhatian adalah industri logam dasar, khususnya industri baja. Industri baja selain termasuk salah satu industri penting dalam sektor pengolahan juga merupakan salah satu industri yang strategis dalam menopang pembangunan (Bahri, 2008).

Permintaan produk besi baja makin meningkat seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat (Darmayanti, 2007). Kebutuhan akan industri baja domestik yang terlihat dari tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk baja dan turunannya secara keseluruhan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan konsumsi baja terjadi untuk crude steel sepanjang tahun 2004 hingga 2008, sedangkan untuk

apparent steel hampir di setiap tahun terjadi peningkatan dengan pengecualian pada tahun 2006 yang menurun sebanyak 13,68 persen dari jumlah pada tahun 2005 (Harjakusumah, 2010). Tingkat konsumsi baja nasional tahun 2004 hingga 2008 terlihat pada Gambar 1.3.

0 2000 4000 6000 8000 10000

2004 2005 2006 2007 2008

T

o

n

Tahun

Grafik Konsumsi Baja Nasional

Crude Steel Apparent Steel

Sumber: GAPBESI, 2009.


(23)

Ketergantungan yang besar industri logam dasar besi baja terhadap impor juga terlihat dari proporsi impor yang dilakukan industri besi baja ini. Perbandingan antara impor dengan ekspor besi baja di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.

IMPOR EKSPOR

Ribu Ton Ribu USD Ribu Ton Ribu USD

2004 4.783 2.729.502 1.297 790.168

2005 6.740 4.479.093 1.466 918.676

2006 6.327 4.760.487 2.114 1.614.138

2007 7.219 5.740.132 2.405 1.921.293

2008 8.647 8.912.582 2.161 2.351.750

2009 6.174 5.272.201 1.380 1,255.007

2010 8.140 7.483.091 1.480 1.717.769

Sumber: BPS, 2011.

Perbandingan jumlah impor dan jumlah ekspor logam dasar besi baja seperti yang diuraikan pada Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa jumlah impor dari logam dasar besi baja masih lebih besar dibandingkan jumlah ekspornya baik dalam skala ribu ton ataupun skala ribu USD selama periode tahun 2004 hingga 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat suatu ketergantungan impor logam dasar besi baja yang besar dalam pemenuhan kebutuhan besi baja masyarakat.

Pertumbuhan aliran FDI memiliki keterkaitan terhadap pertumbuhan industri besi baja di Indonesia. Pertumbuhan aliran FDI di sektor industri besi baja, memiliki kecenderungan pertumbuhan yang cenderung fluktuatif apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB industri besi baja dengan harga konstan dalam periode waktu yang sama seperti yang terlihat pada Gambar 1.4.

Tabel 1.1. Perbandingan Impor dan Ekspor Besi Baja di Indonesia Tahun 2004-2010.


(24)

7

Gambar 1.4 menunjukkan bahwa pergerakkan pertumbuhan PDB industri besi baja tahun 2001 ke 2002, 2003 ke 2004, 2008 ke 2009 searah dengan pergerakan pertumbuhan FDI di sektor industri besi baja pada periode waktu yang sama. Periode 2002 ke 2003, 2004 ke 2005, 2005 ke 2006, 2006 ke 2007, 2007 ke 2008 pertumbuhan PDB industri besi baja tidak searah dengan pertumbuhan FDI di sektor industri besi baja. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pergerakan yang searah dan tidak searah antara aliran FDI di sektor industri besi baja dengan pertumbuhan PDB Industri besi dan baja dalam harga konstan.

1.2Perumusan Permasalahan.

Kenaikan harga minyak dunia pada awal tahun 2005 menyebabkan harga produk baja di pasaran dunia mengalami tren yang cenderung meningkat. Kenaikan harga baja dunia mendorong perusahaan domestik untuk melakukan

(200) -200 400 600 800 1,000 1,200

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

P

er

se

n

Tahun

Grafik Pertumbuhan PDB Industri Besi Baja

dan Pertumbuhan FDI Sektor Industri Besi

Baja di Indonesia

Pertumbuhan PDB Industri Besi Baja

Pertumbuhan FDI Sektor Industri Besi Baja

Sumber: BKPM dan BPS (diolah), 2011.

Gambar 1.4. Grafik Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Industri Besi Baja dan Pertumbuhan Foreign Direct Investment Sektor Industri Besi Baja di Indonesia


(25)

ekspor guna mengejar keuntungan yang optimal bagi perusahaan. Bahri (2008) menyatakan adanya kenaikan harga baja dunia yang menyebabkan kebutuhan domestik tidak terpenuhi akibat tindakan ekspor perusahaan domestik selain itu timbulnya dominasi yang berlebihan oleh beberapa perusahaan serta dampak regulasi yang dikeluarkan secara spontanitas dan visi jangka panjang industri baja yang masih diragukan menunjukkan adanya keadaan yang menyimpang dalam bentuk terbatasnya ketersediaan output besi baja disaat terdapat investasi yang menunjang pada sektor industri besi baja tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan suatu analisis mengenai pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap industri besi baja di Indonesia, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari FDI terhadap ketersediaan output PDB besi baja di Indonesia. Harga baja dunia dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini memiliki beberapa permasalahan yang kemudian berusaha untuk dipecahkan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

Tahun Harga Baja ($/ton)

2002 400

2003 475

2004 450

2005 596

2006 610

2007 990

Tabel 1.2. Harga Baja di Dunia Tahun 2002-2007.


(26)

9

1. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi output PDB industri besi baja di Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaruh shock yang berasal dari Foreign Direct Investment sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia?

3. Bagaimanakah respon dari variabel nilai tukar, ekspor neto besi baja, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor industri besi baja, suku bunga internasional (LIBOR), dan suku bunga pinjaman investasi akibat dari adanya shock yang berasal dari Foreign Direct Investment sektor industri besi baja di Indonesia?

4. Bagaimana kontribusi dari variabel nilai tukar, ekspor neto besi baja, PMDN sektor industri besi baja, LIBOR, dan suku bunga pinjaman investasi terhadap Foreign Direct Investment sektor industri besi baja?

1.3.Tujuan Penelitian.

Dengan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi output PDB industri besi baja di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh shock yang berasal dari Foreign Direct Investment

sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia.

3. Menganalisis respon dari variabel nilai tukar, ekspor neto besi baja, PMDN sektor industri besi baja, LIBOR, dan suku bunga pinjaman


(27)

investasi akibat dari adanya shock yang berasal dari Foreign Direct Investment sektor industri besi baja.

4. Menganalisis kontribusi dari variabel nilai tukar, ekspor neto besi baja, PMDN sektor industri besi baja, LIBOR, dan suku bunga pinjaman investasi terhadap Foreign Direct Investment sektor industri besi baja

1.4.Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk memberikan gambaran terkait dengan pengaruh

Foreign Direct Investment (FDI) sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia. Penelitian ini memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan industri besi baja pada periode yang akan datang. Penelitian ini khusus bagi penulis sangat bermanfaat dalam memperkaya pengetahuan dan wawasan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian.

Penelitian ini memiliki ruang lingkup penelitian dalam batasan output

PDB industri pengolahan besi baja yang dipengaruhi oleh nilai tukar, FDI sektor industri besi baja, ekspor neto besi baja, PMDN sektor industri besi baja, LIBOR, dan suku bunga pinjaman investasi, dengan periode penelitian dari tahun 2000 tahun 2009.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dampak Foreign Direct Investment (FDI). 2.1.1. Pengertian Foreign Direct Investment (FDI).

Foreign Direct Investment (FDI) adalah investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. FDI ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan dimana dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan operasi dibidang manufaktur, industri pengolahan, ekstrasi pengolahan, ekstrasi sumber alam, industri jasa dan sebagainya (Hady, 2004).

Pengertian FDI dari segi hukum adalah kegiatan usaha yang didirikan di Indonesia oleh perusahaan asing dengan hak-hak dan kewajiban yang secara spesifik ditentukan dalam undang-undang dan peraturan dikembangkan. Foreign Direct Investment meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, pembelanjaan berbagai peralatan inventaris, dan sebagainya (Salvatore, 1997).

Foreign Direct Investment berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara langsung melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara pengimpor modal. Foreign Direct Investment dapat mengambil beberapa bentuk,


(29)

yaitu: pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal; pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal; mendirikan suatu korporasi di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain; atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2003).

Foreign Direct Investment dalam pengertian yang lain adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri (Krugman, 1991). Pemberlakuan kontrol ini memiliki makna bahwa perusahaan multinasional tersebut memiliki kendali yang besar terhadap cabang perusahaan multinasional yang didirikan di negara lain.

Definisi FDI yang lain dapat memberikan gambaran di sisi yang berbeda.

International Monetary Fund (IMF) mendefinisikan FDI sebagai investasi yang dibuat untuk melaksanakan target operasi perusahaan, sedangkan keputusan investor hanya berhubungan dengan pengelolaan perusahaannya. Definisi ini menggambarkan bahwa investor asing memiliki peran dalam setiap keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan yang mendapat bantuan modal dari investor tersebut.

Kesimpulan dapat diambil secara ringkas dari beberapa pengertian di atas bahwa FDI adalah investasi riil sebagai arus modal internasional yang ditanamkan


(30)

13

investor asing disuatu negara dalam bentuk aset, yang disertai dengan keterampilan manajerial, dan pengetahuan teknis dari negara penanam modal dimana negara penanam modal melakukan pengawasan langsung terhadap aset tersebut dan juga negara penanam modal dapat memperluas usahanya dengan hak-hak dan kewajiban yang secara spesifik ditentukan dalam undang-undang dan peraturan yang dikembangkan.

Investasi asing langsung sebagai salah satu aliran modal internasional memiliki berbagai motif baik bagi negara asal investasi diantaranya: (1) mendapatkan return yang lebih tinggi melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, perpajakan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik; (2) untuk melakukan diversifikasi resiko (risk diversification); (3) untuk tetap memiliki “competitive advantage” melalui “direct control”, dan (4) untuk menghindari tarif dan non tarif barrier yang dibebankan kepada impor dan sekaligus memanfaatkan berbagai insentif dalam bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah lokal untuk mendorong FDI (Hady, 2004).

2.1.2. Dampak Foreign Direct Investment di Indonesia.

Foreign Direct Investment sebagai arus modal internasional mempunyai dampak positif bagi negara penerima investasi, akan tetapi FDI juga berdampak negatif terhadap perekonomian negara penerima FDI tersebut. Dampak positifnya adalah FDI merupakan salah satu saluran utama transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Negara berkembang memiliki beberapa kelemahan dalam struktur perekonomiannya seperti tingkat pendidikan, penduduk,


(31)

infrastruktur, liberalisasi perekonomian, kestabilan sosial politik, dan sebagainya sehingga kurang memiliki kemampuan dalam melakukan inovasi dan menemukan teknologi baru yang dapat menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Kelemahan ini membuat negara berkembang melakukan adopsi teknologi asing melalui FDI. Transfer teknologi tinggi yang dibawa oleh perusahaan multinasional dapat terjadi melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri (Siahaan, 2005).

Dampak positif lain yang diperoleh negara penerima investasi asing langsung adalah dalam peningkatan kualitas tenaga kerja dengan meningkatkan keahlian dan kemampuan manajerial perusahaan lokal. Foreign Direct Investment

merupakan aliran modal yang tidak memiliki resiko tinggi bagi negara berkembang. Negara penerima investasi tidak harus membayar ganti rugi atas modal yang telah diinvestasikan apabila suatu proyek tidak berhasil. Hal ini tentu berbeda dengan indikator utang, dimana bila terjadi kerugian perusahaan tetap harus membayar cicilan utang dan bunganya (Rivayani, 2000).

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh FDI yakni: (1) munculnya dominasi industrial; (2) ketergantungan teknologi; (3) dapat mengakibatkan perubahan budaya; (4) dapat mengakibatkan gangguan pada perencanaan ekonomi; dan (5) dapat terjadi intervensi oleh home government dari perusahaan multinasional (Hady, 2004). Masuknya perusahaan multinasional selain itu dapat mematikan bisnis perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan multinasional dalam hal efisiensi produksi. Perusahaan multinasional mampu menekan biaya produksi dan menjual produk dengan harga yang lebih


(32)

15

murah dibandingkan dengan perusahaan lokal. Perusahaan lokal akan kalah bersaing dari perusahaan multinasional, sehingga mereka akan meminta proteksi. Tingginya permintaan proteksi akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai proteksi tersebut.

Perusahaan multinasional yang berbasis substitusi impor pada umumnya mendapatkan perlakuan khusus dari pemerintah seperti pemotongan pajak dan hak monopoli pasar. Hal ini tentu saja berdampak negatif bagi perusahaan lokal.

Foreign Direct Investment juga berdampak pada meningkatnya korupsi yang dilakukan oleh oknum pemerintah melalui berbagai pungutan-pungutan liar dalam proses administrasi (Rivayani, 2000).

2.1.3. Analisis Dampak Foreign Direct Investment untuk Negara Sumber Investasi dan Penerima Investasi.

Sumber: Salvatore, 1997.

Gambar 2.1. Dampak Foreign Direct Investment untuk Negara Sumber Investasi dan Penerima Investasi.

H T


(33)

Analisis dampak FDI untuk negara sumber investasi dan penerima investasi dapat dianalisis dari kurva dampak FDI untuk negara sumber dan penerima investasi pada Gambar 2.1. Asumsikan misalkan dua negara yakni negara 1 dan negara 2 memiliki cadangan modal sebesar OO’. Sebagian diantara seluruh cadangan modal itu, yakni sebesar OA dimiliki oleh negara 1, sedangkan sisanya yakni O’A dimiliki oleh negara 2.

Kurva-kurva VMPK1 dan VMPK2 menunjukkan nilai produk marginal modal di negara 1 dan negara 2. Hal ini berlaku untuk setiap tingkatan investasi. Nilai produk marginal modal dalam kondisi kompetitif dalam arti terjadi persaingan secara penuh diantara unit-unit ekonomi yang ada tersebut merupakan tingkat hasil, atau keuntungan yang dibuahkan oleh modal itu. Negara 1 akan menanamkan modalnya sebanyak OA di dalam negeri dalam kondisi isolasi (tidak ada perdagangan), dan tingkat hasil yang akan diperoleh adalah sebanyak OC.

Total produk yang akan diperoleh (diukur berdasarkan luas wilayah atau bidang yang berada dibawah kurva nilai produk marginal) sama dengan OFGA. Sebagian diantaranya yakni sebanyak OCGA akan diterima oleh para pemilik modal di negara 1 sedangkan sisanya yakni sebanyak CFG akan diterima oleh para pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja dan tanah). Demikian pula dalam kondisi isolasi negara 2 akan menginvestasikan seluruh modalnya sebanyak O’A di dalam negeri yang akan memberinya tingkat hasil O’H. Total produknya sama dengan O’JMA. Sebagian diantaranya yakni O’HMA akan diterima oleh para pemilik modal di negara 2, sedangkan sisanya yakni sebanyak HJM akan diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi lainnya.


(34)

17

Tingkat hasil modal di negara 2 (O’H) lebih tinggi daripada yang terdapat di negara 1 (OC), sehingga kemudian sebagian modal di negara 1 akan berpindah ke negara 2 (sebanyak AB). Hal ini terjadi apabila diasumsikan kedua negara tersebut mengadakan hubungan ekonomi (perdagangan atau investasi internasional) sehingga berlangsunglah pergerakan modal internasional diantara keduanya. Perpindahan modal ini lambat laun akan menyamakan tingkat hasil modal di kedua negara tersebut sebesar BE (ON=O’T). Total produksi domestik di negara 1 berubah menjadi OFEB. Hasil investasi di luar negeri itu juga harus ditambahkan yakni sebesar ABER karena sebagian modalnya berada di negara lain, sehingga pendapatan nasional negara 1 adalah OFERA.

Tingkat produksi itu lebih tinggi daripada yang ada sebelum berlangsungnya investasi antar negara tersebut. Berpindahnya sebagian modalnya ke negara lain yang tingkat hasilnya lebih tinggi menyebabkan total pendapatan nasional negara 1 meningkat sebanyak ERG. Adanya arus modal internasional secara bebas tersebut menyebabkan total tingkat hasil modal di negara 1 meningkat menjadi ONRA, sedangkan tingkat hasil bagi faktor-faktor produksi lainnya menurun menjadi NFE.

Arus masuk modal dari negara 1 sebanyak AB ke negara 2 akan menurunkan tingkat hasil modal di negara itu dari O’H menjadi O’T. Modal yang dimiliki oleh negara 2 kini lebih banyak, sehingga total produksi domestiknya akan bertambah dari O’JMA menjadi O’JEB. Sebagian dari kenaikan produksi tersebut yakni sebanyak ABER akan diterima oleh para investor asing, sehingga keuntungan neto berupa kenaikan total produksi yang diterima oleh negara 2


(35)

sebesar ERM. Tingkat hasil bagi para pemilik modal domestik di negara 2 akan turun dari O’HMA menjadi O’TRA. Tingkat hasil bagi faktor-faktor produksi sementara itu secara keseluruhan meningkat dari HJM menjadi TJM.

Total produksi meningkat dari OFGA + O’JMA menjadi OFEB + O’JEB berdasarkan sudut pandang dari kedua negara, atau bertambah sebesar daerah EGM. Arus modal internasional tersebut meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya secara internasional dan memperbesar output dunia sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi kedua negara yang terkait. Semakin landai kurva VMPK1 dan VMPK2 akan semakin besar keuntungan yang diperoleh kedua negara itu dari berlangsungnya arus modal internasional.

2.1.4. Hambatan pada Investasi Swasta.

Faktor-faktor yang dapat menghambat aliran investasi asing ke negara berkembang tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor politik, hukum dan budaya. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) kecilnya pasar domestik yang menyebabkan Rate of Return pasar modal rendah; (2) kekurangan fasilitas dasar, seperti transportasi, tenaga dan keperluan lainnya, sistem perbankan dan kredit, dan buruh terampil; (3) pembatasan pada pembayaran laba dan repatriasi modal, atau kekhawatiran akan penolakan; (4) ancaman pengambilalihan, nasionalisasi, pemilikan oleh negara, dan reservasi jenis industri tertentu bagi perusahaan domestik; (5) pengaturan perusahaan asing secara ketat untuk tujuan nasional dengan menetapkan pagu penghasilan, dengan diskriminasi pajak laba dan enggan mewajibkan perusahaan asing untuk melatih dan memperkerjakan sejumlah


(36)

19

tertentu buruh lokal tidak hanya pada posisi biasa tetapi pada posisi eselon-tinggi; (6) pengendalian devisa yang ketat dan khususnya kelambatan administratif yang berkaitan dengan pengendalian nilai tukar; (7) kekhawatiran diskriminasi pada pengadilan lokal karena perbedaan konsepsi hukum; dan (8) ketidakstabilan politik.

2.2. Pengertian Industri Besi Baja. 2.2.1. Pengertian Industri.

Pengertian industri adalah kumpulan perusahaan sejenis. Pengertian lain mengatakan perusahaan adalah unit produksi yang bergerak dalam bidang tertentu dan ruang lingkup kecil. Bidang ini antara lain bidang pertanian, bidang pengolahan dan jasa (Djojodipuro dalam Kuncoro, 2000). Perusahaan industri adalah suatu kegiatan usaha untuk merubah bahan dasar menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi untuk selanjutnya memiliki nilai ekonomis yang dapat diperdagangkan (BPS, 2004).

Dumairy (1995) mengatakan ada dua pengertian industri. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan sejenis. Kedua, industri diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Pengertian mengenai industri dapat dibedakan dalam lingkup mikro dan makro. Pengertian industri secara mikro adalah kumpulan perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang memiliki sifat saling menciptakan nilai tambah, yakni semua produk barang maupun jasa. Pengertian


(37)

industri secara luas adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak dalam lokasi tertentu serta memiliki catatan administratif tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993).

Industri logam dasar besi dan baja merupakan salah satu dari berbagai macam industri manufaktur yang ada. Industri manufaktur menurut BPS (1990), adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir secara mekanis, kimia, atau dengan tangan. Perusahaan industri manufaktur dibagi dalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu sebagai berikut (BPS, 1990):

1. Industri besar dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih.

2. Industri sedang dengan tenaga kerja antara 20 orang sampai 99 orang. 3. Industri kecil dengan tenaga kerja antara 5 orang sampai 19 orang. 4. Industri kerajinan rumah tangga dengan tenaga kerja kurang dari 5 orang.

Badan Pusat Statistik mengembangkan sistematik klasifikasi kelompok industri yang dikenal Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia atau dikenal sebagai KLUI. Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia menggunakan sistem lima digit. Digit pertama menunjukkan sektor, kedua subsektor, ketiga golongan pokok, keempat golongan dan kelima subgolongan. Sektor yang dicakup sebanyak enam sektor, antara lain:


(38)

21

1. Sektor pertanian dalam arti luas. 2. Sektor pertambangan dalam arti luas. 3. Sektor industri pengolahan.

4. Sektor gas, listrik dan air minum. 5. Sektor jasa.

6. Sektor yang belum jelas kegiatan dan batasannya.

Konsep lain menyebutkan keuntungan KLUI adalah tidak memungkinkan interprestasi yang berbeda dan uraian tidak memakan banyak tempat (Djojodipuro dalam Kuncoro, 2000). Industri pengolahan dibagi kedalam dua kelompok besar (BPS, 1990). Pembagian industri tersebut antara lain:

1. Industri migas, yang terdiri atas: a. Industri pengilangan minyak. b. Industri gas alam cair.

2. Industri bukan migas, yang terdiri atas:

a. Industri makanan, minuman, dan tembakau. b. Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. c. Industri barang kayu dan hasil hutan lain. d. Industri barang kertas dan barang cetakan. e. Industri pupuk, kimia dan barang dari karpet. f. Industri semen dan barang galian bukan logam. g. Industri logam dasar besi dan baja.

h. Industri alat angkutan, mesin dan peralatan. i. Industri barang lainnya.


(39)

2.2.2. Pengertian Industri Besi Baja.

Industri besi baja adalah sebuah kegiatan ekonomi yang melakukan aktivitas pengubahan/pengolahan logam dasar secara mekanis maupun kimiawi dengan barang setengah jadi ataupun barang jadi. Di Indonesia yang kaya dengan berbagai macam sumberdaya alam terdapat potensi untuk dikembangkan industri baja dalam skala besar (BPS, 2003).

Industri baja tersebut dapat didirikan dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku dan kemampuan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan secara langsung kepada industri tersebut serta akses pengiriman barang hingga ke tangan konsumen. Potensi untuk dikembangkan industri baja di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Persebaran Potensi Bahan Baku Industri Baja di Indonesia Tahun 2005. No Daerah Potensi Sumberdaya

(ton)

Sifat Potensi Kandungan (% Fe)

1 Aceh 884.000 Indikatif 54-59

2 SumateraBarat- Tapanuli

30.545.883 Indikatif 53-59

3 Riau-Babel 1.098.785 Indikatif 38-63

4 Lampung 16.652.237 Indikatif 65-69

5 Kalimantan Barat 254.930.000 Indikatif 35-65 6 Kalimantan Selatan 11.995.100 Indikatif 31-70

7 Kalimantan Tengah 1.080.000 Indikatif Belum

Dianalisis 8 Kalimantan Timur 18.033.000 Indikatif 47-63

9 Flores 726.000 Indikatif 58-67

10 Papua 757.000.000 Indikatif Asosiasi

Emas /

11 Sulawesi Utara 17.500.000 Hipotetik Belum

Dianalisis 12

Bengkulu-Jambi-Sumatera Selatan

1.557.312 Indikatif 18-67


(40)

23

2.3. Tinjauan Teoritis.

2.3.1. Konsep Gross Domestic Product.

Gross Domestic Product (GDP) atau disebut juga dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan nasional yang diukur menurut pendekatan output; sama dengan jumlah semua nilai tambah pada perekonomian, atau sama dengan nilai semua barang jadi yang dihasilkan pada perekonomian. Perhitungan dari sisi pengeluaran adalah jumlah pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor (Lipsey, 1995).

Gross Domestic Product dikategorikan menjadi dua, yaitu nominal dan riil. Dikatakan GDP nominal apabila GDP total yang dinilai pada harga-harga sekarang. Gross Domestic Product yang dinilai pada harga-harga periode dasarnya disebut GDP riil yang sering disebut sebagai pendapatan nasional riil. Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan menghitung output barang dan jasa perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Konsep GDP riil yaitu nilai barang dan jasa diukur dengan menggunakan harga konstan.

Gross Domestic Product riil menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak.

2.3.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Pengertian PMDN yang terkandung dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Penanaman Modal adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.


(41)

Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia, sedangkan modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain untuk (Undang-Undang No. 25 Tahun 1997):

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Menciptakan lapangan kerja.

3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan. 4. Meningkatkan kemampuan daya saing usaha nasional. 5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional. 6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan.

7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri. 8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 juga menjelaskan bahwa pemerintah menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional


(42)

25

lainnya. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah. Bentuk fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada penanaman modal dapat berupa (Undang-Undang No. 25 Tahun 1997):

1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu. 2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin,

atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri.

3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu.

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat.

6. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan khususnya untuk bidang usaha tertentu pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.


(43)

2.3.3. Suku Bunga Pinjaman Investasi.

Analisis biaya investasi adalah lebih rumit daripada biaya komoditi lain karena barang-barang modal adalah berumur panjang. Harga dari modal harus dihitung apabila membeli barang-barang yang berumur panjang, yang dalam hal ini dinyatakan dalam tingkat bunga pinjaman atau kredit (Putra, 2010).

Pengaruh dari suku bunga pinjaman terhadap investasi juga dijelaskan oleh pemikiran ahli-ahli ekonomi klasik yang menyatakan bahwa investasi adalah fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil pada konsep investasi. Hal ini memiliki alasan bahwa seorang investor akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dia bayarkan untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos dari penggunaan dana (cost of capital). Semakin rendah tingkat bunga, maka investor akan lebih terdorong untuk melakukan investasi sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil (Nopirin, 1992).

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa investor hanya melakukan investasi sebesar I1 pada tingkat bunga sebesar i1. Kondisi ketika tingkat bunga turun menjadi i2, investor cenderung menambah pengeluaran investasinya menjadi sebesar I2. Investor akan semakin menambah pengeluaran investasinya, yaitu

Sumber: Deliarnov, 1995.

Gambar 2.2. Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga.

I1 I2 I3

i1

i2

i3 Investasi


(44)

27

menjadi sebesar I3 apabila tingkat bunga semakin mengalami penurunan, yaitu menjadi sebesar i3. Hal ini dikarenakan semakin rendah tingkat bunga, maka biaya penggunaan dana yang digunakan oleh para investor untuk melakukan investasi juga semakin rendah. Para investor akan lebih tertarik untuk melakukan investasi pada kondisi tingkat bunga yang rendah.

2.3.4. Konsep Nilai Tukar. 2.3.4.1. Definisi Nilai Tukar.

Nilai tukar merupakan salah satu variabel terpenting perekonomian terbuka disamping variabel ekonomi lainnya seperti suku bunga, harga, neraca transaksi berjalan (selisih nilai ekspor dengan impor), neraca pembayaran (balance of payment), serta variabel lainnya. Nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga suatu negara terhadap mata uang negara lainnya.

Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar (NT) didefinisikan sebagai nilai valuta asing terhadap Rupiah (Simorangkir dan Suseno, 2004). NT dapat diformulasikan sebagai berikut:

NTUSD/IDR = Dollar Amerika yang diperlukan untuk membeli satu Rupiah, Nilai Tukar dalam hal ini apabila meningkat maka berarti Rupiah mengalami apresiasi, sedangkan jika NT menurun maka Rupiah akan mengalami depresiasi. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar riil dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini:


(45)

ER = EN

*

P P

dimana ER adalah nilai tukar riil, EN adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri. Pengukuran nilai tukar riil suatu negara terhadap mitra dagangnya juga memperhitungkan laju inflasi dan nilai tukar dari masing-masing negara tersebut.

2.3.4.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar.

Perubahan nilai tukar dalam jangka panjang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: harga relatif, tarif dan kuota, preferensi terhadap barang domestik dibandingkan dengan barang luar negeri dan produktivitas (Moosa, 2003). Terdapat tiga faktor utama menurut Simorangkir dan Suseno (2004), yang memengaruhi permintaan valuta asing. Pertama, faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar cenderung melemah. Permintaan valuta asing sebaliknya akan menurun juga jika impor menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar dengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah (ceteris paribus). Asumsi ini berlaku juga untuk aliran modal keluar/masuk dan ekspor. Kedua, faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan akhirnya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. Ketiga, kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan, maka semakin besar permintaan


(46)

29

terhadap valuta sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.

Penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara sehingga akan membuat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing cenderung mengalami apresiasi. Kedua, faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan hutang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (portofolio investment) dan investasi langsung pihak asing (Foreign Direct Investment). 2.3.4.3. Sistem Nilai Tukar di Indonesia.

Indonesia telah mengimplementasikan sistem nilai tukar yang berbeda-beda dalam periode tiga dekade terakhir. Rezim nilai tukar yang dianut Indonesia sekitar tahun 1960 adalah multiple exchange rate system. Indonesia menganut

fixed exchange rate system sejak Agustus 1971 sampai dengan November 1978. Indonesia selanjutnya menganut managed floating system setelah November 1978 sampai September 1992. Indonesia lalu menganut Managed Floating dengan

crawling band system dari September 1992 sampai dengan 13 Agustus 1997. BI terakhir mengubah arah kebijakan menjadi free floating/flexible system sejak tanggal 14 Agustus 1997 hingga saat ini. Hal tersebut berkaitan dengan terjadinya


(47)

2.3.5. Konsep Suku Bunga Internasional.

London Interbank Offered Rate (LIBOR) adalah tingkat suku bunga pinjaman yang diberlakukan antar bank satu sama lain untuk tingkat periode pinjaman dengan jatuh tempo satu bulan, tiga bulan, enam bulan dan satu tahun. Tingkat suku bunga LIBOR yang diberlakukan oleh bank-bank di London biasanya dipublikasikan dan digunakan sebagai landasan untuk tingkat suku bunga bank di seluruh dunia sebagai tingkat suku bunga internasional.

London Interbank Offered Rate dikompilasikan oleh British Bankers Association (BBA) dan dipublikasikan setiap pukul sebelas pagi setiap harinya dengan kolaborasi bersama Reuters. Tampilan yang dipublikasikan terdiri dari panel bank-bank yang mewakili negara-negara dalam mata uang masing-masing. LIBOR biasanya digunakan sebagai panduan bank-bank dalam mengatur tingkat suku bunga pinjaman yang adjustable.

Konsep keterkaitan LIBOR dengan suku bunga pinjaman investasi di Indonesia adalah apabila suku bunga pinjaman investasi di Indonesia lebih besar atau lebih tinggi dari pada suku bunga internasional ini, maka hal tersebut akan menarik masuknya modal asing. Investor akan berusaha mencari cara yang tepat untuk mendapatkan return yang tinggi bagi dana yang ditanamkannya. Dana-dana yang masuk ke Indonesia tersebut akan dikonversikan ke dalam nilai Rupiah dalam sistem perbankan Indonesia. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya arus valuta asing yang dimiliki sistem perbankan Indonesia. Hal ini dengan kata lain akan cenderung menimbulkan apresiasi mata uang domestik (Rupiah) sehingga mata uang asing akan terdepresiasi. Kurs dollar terhadap Rupiah akan menurun,


(48)

31

sebaliknya jika suku bunga pinjaman investasi di Indonesia menurun relatif terhadap suku bunga Internasional LIBOR maka kurs valuta asing atau kurs US Dollar terhadap Rupiah akan meningkat.

2.3.6. Konsep Ekspor Neto.

Ekspor neto (net export) dapat didefinisikan sebagai jumlah ekspor dikurangi jumlah impor (NX = EX – IM). Konsep ekspor neto riil dalam penelitian ini adalah selisih antara jumlah ekspor dengan jumlah impor dari logam dasar besi baja dengan satuan berat ton.

2.3.7. Fungsi Produksi dan Keterkaitan Output dengan Variabel Investasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, Ekspor Neto.

Hubungan antara input dan output yang disusun dalam fungsi produksi (Production Function) yang berbentuk:

Q = f (K,LM,…)

dimana q mewakili output barang-barang tertentu selama satu periode, K mewakili mesin (modal) yang digunakan selama periode tertentu, L mewakili input jam tenaga kerja, dan M mewakili bahan mentah yang digunakan (Nicholson, 2002). Bentuk dari notasi ini menunjukkan adanya kemungkinan variabel-variabel lain yang memengaruhi proses produksi. Penelitian ini menggambarkan bahwa investasi baik dalam bentuk FDI atau PMDN akan menjadi variabel yang memengaruhi tingkat modal (teknologi) dan tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi output besi baja, dan jumlah realisasi investasi FDI dan PMDN secara berturut-turut dipengaruhi oleh suku bunga


(1)

Adj. R-squared 0.617782 0.869068 0.542962 0.735530 0.046571 0.178396 0.517571 Sum sq. resids 0.010956 0.067187 196.3990 15089551 236.2639 23.80843 2579.086 S.E. equation 0.024671 0.061095 3.303189 915.5918 3.622951 1.150083 11.97007 F-statistic 4.232619 14.27516 3.376003 6.562304 1.097692 1.434263 3.145688 Log likelihood 97.80780 64.25624 -83.38149 -291.4947 -86.80031 -44.34448 -131.0198 Akaike AIC -4.259881 -2.446283 5.534135 16.78350 5.718936 3.424026 8.109177 Schwarz SC -3.432653 -1.619055 6.361363 17.61073 6.546164 4.251254 8.936405 Mean dependent -0.006250 0.023889 0.301468 -67.48649 0.051914 -0.189070 -0.004522 S.D. dependent 0.039906 0.168844 4.886042 1780.385 3.710379 1.268814 17.23376 Determinant resid covariance (dof adj.) 1860.524

Determinant resid covariance 11.99860

Log likelihood -413.4737

Akaike information criterion 31.26885

Schwarz criterion 38.45267

Vector Error Correction Estimates Date: 07/17/11 Time: 20:31 Sample (adjusted): 2000Q4 2009Q4 Included observations: 37 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2 CointEq3 CointEq4 PDB(-1) 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 PMDN(-1) 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 LIBOR(-1) 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 SB(-1) 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 NILAITUKAR(-1) 0.255761 6.687780 9.994778 9.980994 (0.04659) (3.20572) (1.89826) (7.10842) [ 5.48915] [ 2.08620] [ 5.26523] [ 1.40411] FDI(-1) -0.027750 -0.882087 -0.670352 -2.399250 (0.00392) (0.26947) (0.15957) (0.59752)


(2)

[-7.08520] [-3.27344] [-4.20111] [-4.01532] NETEXP(-1) 4.62E-05 -0.002172 0.002971 0.003313 (9.5E-06) (0.00066) (0.00039) (0.00146) [ 4.83822] [-3.30882] [ 7.64294] [ 2.27583] @TREND(00Q1) 0.009935 -0.300258 0.245015 0.797533 (0.00113) (0.07776) (0.04604) (0.17242) [ 8.79111] [-3.86158] [ 5.32149] [ 4.62564] C -9.791593 -62.86190 -83.91327 -95.19333

Error Correction: D(PDB) D(PMDN) D(LIBOR) D(SB) D(NILAITUKAR) D(FDI) D(NETEXP) CointEq1 -1.068412 4.819388 13.73392 62.79676 0.103676 27.32697 -23127.43

(0.16963) (24.9096) (7.90740) (82.3003) (0.42006) (22.7111) (6295.16) [-6.29860] [ 0.19347] [ 1.73684] [ 0.76302] [ 0.24681] [ 1.20324] [-3.67384] CointEq2 0.005846 -0.841016 -0.208727 -0.685153 -0.004545 -0.028930 373.3914 (0.00211) (0.30915) (0.09814) (1.02143) (0.00521) (0.28187) (78.1295) [ 2.77685] [-2.72038] [-2.12685] [-0.67078] [-0.87177] [-0.10264] [ 4.77914] CointEq3 0.021495 0.298425 -0.241326 -0.220183 -0.056044 0.334732 121.4109 (0.00561) (0.82332) (0.26136) (2.72021) (0.01388) (0.75065) (208.069) [ 3.83389] [ 0.36247] [-0.92336] [-0.08094] [-4.03658] [ 0.44592] [ 0.58351] CointEq4 0.002632 -0.030544 0.008028 -0.670464 0.017168 0.259718 6.847685 (0.00148) (0.21806) (0.06922) (0.72047) (0.00368) (0.19882) (55.1088) [ 1.77247] [-0.14007] [ 0.11598] [-0.93059] [ 4.66867] [ 1.30632] [ 0.12426] D(PDB(-1)) -0.054409 -15.00684 7.787834 -95.93625 0.174877 -12.88144 -2725.132 (0.13153) (19.3147) (6.13134) (63.8150) (0.32571) (17.6100) (4881.22) [-0.41367] [-0.77696] [ 1.27017] [-1.50335] [ 0.53691] [-0.73148] [-0.55829] D(PDB(-2)) 0.236894 8.395173 1.646012 -107.4673 0.116413 -26.68733 -3236.058 (0.12025) (17.6594) (5.60586) (58.3458) (0.29780) (16.1008) (4462.88) [ 1.96993] [ 0.47539] [ 0.29362] [-1.84190] [ 0.39091] [-1.65752] [-0.72511] D(PMDN(-1)) -0.001588 0.218689 0.119854 1.125845 0.002301 0.175775 -305.3868 (0.00201) (0.29483) (0.09359) (0.97410) (0.00497) (0.26881) (74.5088)


(3)

[-0.79090] [ 0.74175] [ 1.28061] [ 1.15578] [ 0.46275] [ 0.65391] [-4.09867] D(PMDN(-2)) 0.000210 0.138089 0.072187 1.043245 0.000229 0.104994 -153.7614 (0.00165) (0.24284) (0.07709) (0.80235) (0.00410) (0.22141) (61.3715) [ 0.12695] [ 0.56863] [ 0.93640] [ 1.30024] [ 0.05599] [ 0.47421] [-2.50542] D(LIBOR(-1)) -0.047022 0.738808 1.348619 -1.162434 0.024109 1.149625 -1419.892 (0.01090) (1.60031) (0.50801) (5.28735) (0.02699) (1.45906) (404.430) [-4.31490] [ 0.46167] [ 2.65472] [-0.21985] [ 0.89337] [ 0.78792] [-3.51085] D(LIBOR(-2)) -0.020477 1.276467 0.650478 -2.656599 0.058325 1.289926 -733.9739 (0.00728) (1.06906) (0.33936) (3.53211) (0.01803) (0.97470) (270.172) [-2.81282] [ 1.19401] [ 1.91675] [-0.75213] [ 3.23524] [ 1.32341] [-2.71669] D(SB(-1)) -0.003345 0.161535 0.023164 -0.472903 -0.006696 -0.072626 -38.69409 (0.00178) (0.26199) (0.08317) (0.86560) (0.00442) (0.23886) (66.2096) [-1.87501] [ 0.61657] [ 0.27853] [-0.54633] [-1.51554] [-0.30405] [-0.58442] D(SB(-2)) -0.002077 0.173774 0.070222 0.430949 -0.004863 0.017819 -54.63258 (0.00138) (0.20338) (0.06456) (0.67196) (0.00343) (0.18543) (51.3982) [-1.49958] [ 0.85443] [ 1.08767] [ 0.64133] [-1.41789] [ 0.09609] [-1.06293] D(NILAITUKAR(-1)) -0.052501 3.794619 -1.112716 -75.19399 0.087356 -2.328678 529.5675 (0.06478) (9.51358) (3.02003) (31.4325) (0.16043) (8.67391) (2404.27) [-0.81039] [ 0.39886] [-0.36845] [-2.39224] [ 0.54451] [-0.26847] [ 0.22026] D(NILAITUKAR(-2)) -0.039173 13.53706 2.334271 16.52508 -0.195571 1.001842 -2660.194 (0.08318) (12.2156) (3.87775) (40.3596) (0.20600) (11.1374) (3087.11) [-0.47092] [ 1.10818] [ 0.60197] [ 0.40945] [-0.94939] [ 0.08995] [-0.86171] D(FDI(-1)) -0.003690 -0.462291 0.056805 -0.683752 0.001167 0.353464 -198.3638 (0.00215) (0.31559) (0.10018) (1.04269) (0.00532) (0.28773) (79.7554) [-1.71712] [-1.46486] [ 0.56702] [-0.65576] [ 0.21926] [ 1.22844] [-2.48715] D(FDI(-2)) -0.002102 -0.162734 0.114351 -0.709589 -0.003023 0.194494 -155.8844 (0.00177) (0.25973) (0.08245) (0.85813) (0.00438) (0.23681) (65.6388) [-1.18848] [-0.62655] [ 1.38692] [-0.82690] [-0.69030] [ 0.82132] [-2.37488] D(NETEXP(-1)) -1.71E-05 -0.001316 0.000613 -0.002692 4.86E-05 -0.001656 -0.297288 (1.1E-05) (0.00155) (0.00049) (0.00511) (2.6E-05) (0.00141) (0.39066)


(4)

[-1.61986] [-0.85140] [ 1.24927] [-0.52707] [ 1.86582] [-1.17525] [-0.76098] D(NETEXP(-2)) -1.96E-06 -8.98E-06 0.000210 -0.003527 4.15E-05 -0.000492 -0.037982 (8.0E-06) (0.00118) (0.00037) (0.00389) (2.0E-05) (0.00107) (0.29728) [-0.24503] [-0.00763] [ 0.56216] [-0.90750] [ 2.09452] [-0.45915] [-0.12776] C -0.014511 -0.076614 0.106063 -0.040716 0.042464 0.331944 -244.2069 (0.00545) (0.79968) (0.25385) (2.64209) (0.01349) (0.72910) (202.094) [-2.66468] [-0.09581] [ 0.41781] [-0.01541] [ 3.14895] [ 0.45528] [-1.20838] R-squared 0.808891 0.523286 0.589198 0.758785 0.934534 0.771481 0.867765 Adj. R-squared 0.617782 0.046571 0.178396 0.517571 0.869068 0.542962 0.735530 Sum sq. resids 0.010956 236.2639 23.80843 2579.086 0.067187 196.3990 15089551 S.E. equation 0.024671 3.622951 1.150083 11.97007 0.061095 3.303189 915.5918 F-statistic 4.232619 1.097692 1.434263 3.145688 14.27516 3.376003 6.562304 Log likelihood 97.80780 -86.80031 -44.34448 -131.0198 64.25624 -83.38149 -291.4947 Akaike AIC -4.259881 5.718936 3.424026 8.109177 -2.446283 5.534135 16.78350 Schwarz SC -3.432653 6.546164 4.251254 8.936405 -1.619055 6.361363 17.61073 Mean dependent -0.006250 0.051914 -0.189070 -0.004522 0.023889 0.301468 -67.48649 S.D. dependent 0.039906 3.710379 1.268814 17.23376 0.168844 4.886042 1780.385 Determinant resid covariance (dof adj.) 1860.524

Determinant resid covariance 11.99860

Log likelihood -413.4737

Akaike information criterion 31.26885


(5)

Lampiran 9. Hasil Impulse Response Function Shock Foreign Direct Investment.

Period PDB NILAITUKAR NETEXP PMDN LIBOR SB

1 0.000000 0.000000 -114.5895 1.413312 0.062671 4.774854 2 0.002002 0.045959 4.845287 1.110471 0.046982 -0.221149 3 0.014892 0.021083 182.7953 1.303084 0.322790 1.146598 4 0.014578 0.026691 158.0754 1.086490 0.327920 -0.006622 5 0.014794 0.007882 -131.2574 1.119885 0.485794 -1.820062 6 0.017993 -0.043370 255.2422 0.285546 0.197544 1.793910 7 0.015298 -0.042055 236.8232 0.434156 0.254087 1.802263 8 0.014209 -0.036729 145.1198 0.757970 0.345641 1.444585 9 0.012196 -0.029270 -197.5087 1.068853 0.480748 1.758408 10 0.014982 -0.015076 83.58553 0.827546 0.323604 1.071023 11 0.018122 -0.017775 196.3388 0.697175 0.350129 0.732446 12 0.020088 -0.024877 156.4570 0.836988 0.384451 0.332370 13 0.016849 -0.036420 -88.91827 0.903891 0.467139 0.903554 14 0.016114 -0.039163 85.15821 0.653748 0.321124 1.719067 15 0.015441 -0.032553 179.4012 0.571859 0.320060 1.597045 16 0.016798 -0.027252 139.8545 0.772939 0.366961 0.912293 17 0.015990 -0.028956 -70.28145 0.952223 0.458993 0.922360 18 0.016826 -0.029635 50.03580 0.802858 0.362106 1.239321 19 0.017134 -0.028640 154.1242 0.678754 0.344802 1.233162 20 0.017856 -0.028716 148.1786 0.749809 0.365249 0.872417 21 0.016432 -0.032484 -19.59210 0.854982 0.433014 0.979782 22 0.016296 -0.033628 49.95194 0.748411 0.362384 1.346665 23 0.016321 -0.030890 131.4700 0.675910 0.345593 1.370737 24 0.017158 -0.028248 133.5199 0.762959 0.365330 0.999788 25 0.016556 -0.029740 0.925617 0.872740 0.425129 0.959126 26 0.016692 -0.031093 45.54562 0.789121 0.375080 1.193933 27 0.016765 -0.030445 119.0166 0.698129 0.353559 1.258591 28 0.017254 -0.029529 130.9452 0.739861 0.363598 1.026943 29 0.016572 -0.031030 24.85367 0.830469 0.411414 1.018718 30 0.016471 -0.031830 45.94446 0.783634 0.377297 1.221060 31 0.016546 -0.030583 105.0531 0.717169 0.357910 1.275407 32 0.017086 -0.029119 121.6535 0.748941 0.364984 1.060124 33 0.016726 -0.030103 39.53566 0.824306 0.404819 1.005120 34 0.016645 -0.031220 48.14620 0.790151 0.381549 1.160122 35 0.016648 -0.030803 96.95860 0.727229 0.362349 1.239818 36 0.017006 -0.029811 116.2486 0.742464 0.364736 1.095944 37 0.016704 -0.030414 52.03929 0.806034 0.396977 1.043004 38 0.016599 -0.031137 50.65566 0.789825 0.382666 1.155790 39 0.016619 -0.030673 88.99198 0.740569 0.366343 1.222549 40 0.016950 -0.029751 109.4316 0.747391 0.366410 1.106848 41 0.016771 -0.030203 60.91688 0.797667 0.392141 1.048881 42 0.016663 -0.030976 54.44514 0.788724 0.383379 1.135834 43 0.016642 -0.030798 84.15526 0.747134 0.369135 1.205627 44 0.016884 -0.030046 103.9889 0.747589 0.367320 1.125185 45 0.016761 -0.030255 67.29829 0.788796 0.387843 1.069158 46 0.016668 -0.030822 57.70971 0.787616 0.383412 1.128918 47 0.016652 -0.030711 80.19680 0.754768 0.371693 1.188923 48 0.016855 -0.030108 98.94452 0.750900 0.368770 1.130516 49 0.016780 -0.030243 71.93499 0.782754 0.384783 1.079509 50 0.016693 -0.030747 61.15548 0.785117 0.383024 1.122704


(6)

Lampiran 10. Dekomposisi Varians Foreign Direct Investment

Period S.E. PDB NILAITUKAR FDI NETEXP PMDN LIBOR SB

1 0.024671 7.757933 0.617017 91.62505 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.033817 6.023454 0.485526 71.70978 8.166787 1.222283 0.038724 12.35345 3 0.044387 8.416418 5.319067 55.41243 13.61831 0.936468 1.809650 14.48765 4 0.049965 8.261539 5.418614 49.64703 18.16988 0.857452 3.271643 14.37385 5 0.058752 8.776183 4.871134 48.98821 17.48352 0.769265 5.909552 13.20214 6 0.065535 9.963898 6.368024 43.69454 21.57722 0.832603 5.704090 11.85962 7 0.069735 9.189818 5.730740 39.18120 25.03666 0.930162 8.963340 10.96809 8 0.073140 8.496577 6.578554 34.50141 27.53537 0.853638 11.51642 10.51803 9 0.076870 8.049054 6.742398 34.63649 26.33410 1.071091 13.42409 9.742777 10 0.081878 8.097443 6.337832 32.89602 28.76090 1.078404 12.92543 9.903966 11 0.087493 7.683792 5.931052 30.58238 31.41971 1.300261 13.68174 9.401059 12 0.092909 7.509051 5.480516 28.10924 33.76614 1.341030 15.07420 8.719817 13 0.097256 7.537036 5.284234 27.48841 33.40527 1.306837 16.77706 8.201147 14 0.101068 7.749228 5.040200 26.50147 34.32758 1.409171 16.75987 8.212485 15 0.104727 7.593421 4.805398 25.27631 35.60935 1.342968 17.22428 8.148267 16 0.108636 7.446685 4.614279 23.76983 37.09720 1.276039 17.95209 7.843874 17 0.112344 7.356635 4.444303 23.45963 37.08319 1.211337 18.97077 7.474128 18 0.115939 7.418175 4.277157 22.85252 37.85819 1.190207 18.98141 7.422338 19 0.119473 7.321516 4.116844 22.07818 38.73317 1.162249 19.23667 7.351381 20 0.123075 7.279887 3.988068 21.12500 39.63047 1.126005 19.69901 7.151555 21 0.126424 7.273678 3.896122 20.78146 39.62585 1.084885 20.44665 6.891362 22 0.129553 7.338341 3.755079 20.33541 40.13237 1.080826 20.53243 6.825534 23 0.132574 7.262829 3.628316 19.76353 40.79350 1.045868 20.71654 6.789412 24 0.135688 7.205588 3.528284 19.09933 41.46428 1.017706 21.00771 6.677093 25 0.138728 7.186174 3.457430 18.84117 41.52576 0.980917 21.50467 6.503883 26 0.141675 7.232846 3.351839 18.52955 41.88408 0.965630 21.59458 6.441475 27 0.144539 7.191001 3.253935 18.09942 42.38492 0.937611 21.73287 6.400247 28 0.147420 7.153793 3.172213 17.59112 42.90245 0.912756 21.95681 6.310861 29 0.150203 7.141112 3.116515 17.34725 42.99095 0.883883 22.34041 6.179876 30 0.152888 7.174749 3.034963 17.11149 43.24063 0.870207 22.44159 6.126372 31 0.155515 7.147130 2.957494 16.79106 43.61408 0.847111 22.54361 6.099511 32 0.158176 7.115155 2.891651 16.40587 44.02092 0.826536 22.70043 6.039431 33 0.160789 7.100468 2.843950 16.19190 44.13513 0.802883 22.98514 5.940532 34 0.163330 7.123272 2.778852 15.99876 44.33295 0.788484 23.08868 5.889003 35 0.165811 7.107915 2.715770 15.74535 44.62313 0.769672 23.17695 5.861220 36 0.168300 7.086088 2.661565 15.44153 44.94374 0.751852 23.30030 5.814934 37 0.170745 7.074257 2.622075 15.25319 45.05886 0.732574 23.51966 5.739381 38 0.173133 7.088907 2.570118 15.09397 45.21472 0.719336 23.61800 5.694950 39 0.175474 7.078073 2.517930 14.89236 45.44465 0.703697 23.69253 5.670757 40 0.177823 7.060409 2.472064 14.64931 45.70591 0.688573 23.78873 5.635004 41 0.180145 7.049933 2.437286 14.48332 45.82215 0.672644 23.95909 5.575575 42 0.182418 7.060118 2.394747 14.34624 45.95144 0.660481 24.05147 5.535513 43 0.184647 7.053876 2.351148 14.18079 46.13569 0.647377 24.11875 5.512371 44 0.186874 7.040621 2.312290 13.98232 46.34906 0.634264 24.19795 5.483502 45 0.189079 7.031313 2.281986 13.83644 46.46014 0.620884 24.33261 5.436615 46 0.191246 7.037437 2.246695 13.71758 46.57010 0.609912 24.41653 5.401745 47 0.193376 7.033247 2.209816 13.58019 46.72091 0.598728 24.47678 5.380324 48 0.195502 7.022982 2.176331 13.41601 46.89810 0.587416 24.54295 5.356207 49 0.197611 7.014984 2.149433 13.28713 47.00297 0.576051 24.65117 5.318260 50 0.199687 7.018705 2.119648 13.18183 47.09882 0.566246 24.72725 5.287507