Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp.L) dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu.
(Sandoricum koetjape Merr) DAN KAYU RAMBUTAN
(Nephelium spp.L) DENGAN PEMANASAN DALAM MINYAK
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU
SILVA DWIKA MARETHA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
(Sandoricum koetjape Merr) DAN KAYU RAMBUTAN
(Nephelium spp.L) DENGAN PEMANASAN DALAM MINYAK
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU
Silva Dwika Maretha
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(3)
DHH
Kecapi Wood (Sandoricum koetjape Merr) and Rambutan Wood (Nephelium spp) by Oil Heating and The Heat Effect on
Physical and Mechanical Properties of Woods.
Silva Dwika Maretha1, Trisna Priadi2
INTRODUCTION: Community forest is the alternative of wood resource beside natural forest to fulfill wood demand which tend to increase every year. However, the use of low quality woods from community forest should be improved with proper technology, especially to increase the durability from biodeterioration such as preservation. The process of wood durability improvement is expected to be environmentally safe and affordable for public. In that regard, this study aimed to determine the durability of woods after oil heat treatment, and its effect on the physical properties (weight and density) and mechanical properties (MOE and MOR) of the woods.
METHOD: Kecapi wood (Sandoricum koetjape Merr) and rambutan wood (Nepheliumspp) were used in this study and were heated in cooking oil waste at temperatures of 100 oC, 150 oC, and 180 oC for an hour and two hours. After heat treatment, the durability of woods were tested in the field to be exposed to subterranean termites based on graveyard test method (ASTM D 1758-96). The test of wood physical properties (weight and density) and mechanical properties (MOR and MOE) were conducted based on ASTM D 143.
RESULT: The results showed that the durability of woods against subterranean termites increased after heat treatment. The durability value of kecapi increased from 4 to 8 by heating at 180 °C for an hour, while the durability value of rambutan increased from 7 to 10 by heating at 100 °C for an hour. Wood heating in oil also significantly increased the weight and density of the two wood species. Generally, the mechanical properties of wood were not significantly influenced by this oil heat treatment, except the MOE of kecapi wood that slightly decreased after the treatment.
KEYWORDS: mechanical properties, oil heating, physical properties, subterranean termites, and wood durability.
1.
Student of Forest Products Departement, Faculty Forestry IPB 2.
(4)
SILVA DWIKA MARETHA. Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu.
Dibimbing Oleh TRISNA PRIADI
Hutan rakyat merupakan alternatif sumber kayu selain dari hutan alam untuk memenuhi kebutuhan di berbagai penggunaan yang setiap tahunya cenderung meningkat. Namun, kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki kualitas yang rendah sehingga dalam penggunannya harus didukung teknologi yang tepat, terutama untuk meningkatkan ketahannanya dari biodeteriorasi misalnya dengan teknologi pengawetan kayu. Proses peningkatan keawetan kayu sangat diharapkan bersifat ramah lingkungan dan terjangkau masyarakat luas. Sehubungan dengan itu maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan kayu setelah diberi perlakuan minyak panas dan mengetahui pengaruh proses pemanasan tersebut terhadap sifat fisis (penambahan berat dan kerapatan) serta sifat mekanis (MOE dan MOR) kayu.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini kayu kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan kayu rambutan (Nephelium spp). Contoh uji kedua jenis kayu tersebut dipanaskan dalam limbah minyak goreng pada suhu 100 oC, 150 oC, dan 180 oC dalam waktu satu jam dan dua jam. Setelah diberi perlakuan pemanasan kayu diuji sifat keawetannya terhadap rayap tanah di lapangan dengan metode graveyard test (ASTM D 1758-96). Sifat fisis (penambahan berat dan kerapatan) serta sifat mekanis (MOR dan MOE) diuji berdasarkan ASTM D 143.
Hasil penelitian menunjukan bahwa keawetan kayu terhadap rayap tanah meningkat setelah diberi perlakuan pemanasan. Nilai keawetan kayu kecapi meningkat dari 4 menjadi 8, dengan pemanasan 180 oC selama satu jam sedangkan nilai keawetan kayu rambutan meningkat dari 7 menjadi 10 dengan pemanasan 100 oC selama satu jam. Pemanasan kayu dalam minyak juga meningkatkan secara nyata berat dan kerapatan kedua jenis kayu tersebut. Umumnya, sifat mekanisnya tidak terpengaruh secara nyata oleh perlakuan pemanasan minyak, kecuali pada kayu kecapi yang sedikit menurunkan nilai MOE setelah perlakuan pemanasan.
Kata kunci: pemanasan kayu, rayap tanah, sifat fisis, sifat keawetan, dan sifat mekanis.
(5)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak Serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Silva Dwika Maretha NRP E24080109
(6)
dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu.
Nama Mahasiswa : Silva Dwika Maretha
NIM : E24080109
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc NIP: 19670425 199302 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.F NIP: 19660212 199103 1 002
(7)
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 21 Maret 1990 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Zulman Avani dan Yeti Sukmapriyati. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciamis dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Selama studi penulis aktif diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2009 sebagai staf divisi pengembangan sumber daya mahasiswa Bina Desa BEM KM IPB, tahun 2010 sebagai ketua departemen humas and fundrising Bina Desa BEM KM IPB dan sebagai sekertaris departemen sosial masyarakat BEM Fakultas Kehutanan IPB, tahun 2011 sebagai anggota eksternal Himpunan Profesi Hasil Hutan IPB dan anggota pengembangan sumber daya mahasiswa DKM Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan IPB serta terlibat dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kampus seperti Internasional Forestry Students Symposium, Lokakarya LS. Bina Desa BEM KM, Bimantara BEM E, Road to PKM, Himasiltan Goes to Industri, Himasiltan Care, Fortex dan Masa Perkenalan Departemen. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan dan Sancang, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Intracawood Manufacturing. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Pengeringan Kayu. Penulis juga lolos PKM yang didanai oleh dikti tahun 2011. Selama studi penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik , IPB Speak’s Out Community, Tanabe Foundations, dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) Al-Hurriyah IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Peningkatan Mutu Kayu dengan judul Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak Serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu dibawah bimbingan Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc.
(8)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc selaku pembimbing, yang telah memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingannya kepada penulis.
2. Ibu Dr. Dra. Nining Puspaningsih, MS selaku dosen penguji dan ibu Arinana, S.Hut, M.Si selaku ketua sidang yang telah memberikan masukan dan penyempurnaan skripsi.
3. Bapak (Zulman Avani), mama (Yeti Sukmapriyati), kakak (Rinus), adik (Renaz dan Zella) atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya yang tiada henti.
4. Segenap staf, laboran, dan pegawai Departemen Hasil Hutan: Ibu Susi, pak Atin, mas Gunawan, pak Kadiman, pak Suhada, mas Irfan, mba Esti, bi Isay, kak Amar (Angkatan 43) dll, yang telah banyak memberikan masukan dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
5. Sahabat (Yuliani, Febrianto, Yanti, Dwi, Rina, mba Tita, dan mas Jawawi) atas doa, bantuan, kasih sayang serta motivasi.
6. Rekan-rekan mahasiswa Lab. Peningkatan Mutu Kayu dan Angkatan 45 Departemen Hasil Hutan: Nur Aisyah, Ari Suhardianto dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
7. Teman-teman Wisma Andaleb 1 atas kasih sayang dan dukungannya selama penyusunan skripsi.
(9)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak Serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc selaku dosen pembimbing atas segala bimbingannya.
Bogor, Februari 2013 Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 1
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
1.4 Hipotesis Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Kayu dari Hutan Rakyat ... 3
2.1.1Kayu Kecapi ... 3
2.1.2Kayu Rambutan ... 4
2.2 Keawetan Kayu ... 5
2.3 Organisme Perusak Kayu ... 6
2.3.1 Rayap ... 6
2.3.2 Rayap Tanah ... 8
2.4 Pemanasan Kayu ... 9
2.5 Sifat Mekanis kayu ... 10
III.BAHAN DAN METODE ... 12
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 12
3.3 Metode Penelitian ... 12
3.3.1 Persiapan Bahan Baku ... 12
3.3.2 Pemanasan Contoh Uji dengan Limbah Minyak Goreng .. 13
3.3.3 Pengkondisian Contoh Uji ... 13
3.3.4 Pengujian Lapang Keawetan Kayu ... 14
3.3.5 Pengujian Peningkatan Kerapatan Kayu ... 15
(11)
3.3.7 Analisis Data ... 16
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1 Pengujian Keawetan Kayu ... 18
4.2 Peningkatan Berat Kayu ... 22
4.3 Kerapatan ... 23
4.4 Sifat Mekanis Kayu (MOE dan MOR) ... 24
4.5 Rekomendasi Perlakuan Pemanasan ... 27
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 29
5.1 Simpulan ... 29
5.2 Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(12)
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Klasifikasi keawetan kayu Indonesia (Oey Djoen Seng 1990) ... 6 2. Klasifikasi keawetan kayu berdasarkan uji kubur/ uji lapang ... 6 3. Penilaian keawetan kayu ... 15 4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai
keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan ... 19 5. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai keawetan kayu
kecapi ... 20 6. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai
keawetan kayu rambutan ... 20 7. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat
mekanis kayu (MOE dan MOR) ... 26 8. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOE kayu
kecapi ... 26 9. Hasil uji lanjut duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai MOE pada kayu kecapi ... 26 10.Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor interaksi (suhu dan waktu) terhadap
nilai MOE pada kayu rambutan ... 27 11.Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOR kayu
(13)
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Contoh uji kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) ... 12
2. Proses pemanasan kayu dalam oil bath ... 13
3. Uji lapang keawetan kayu kecapi dan rambutan ... 14
4. Cara pengumpanan contoh uji kayu dalam uji lapang ... 14
5. Pengujian sifat mekanis (MOE dan MOR) kayu kecapi dan rambutan ... 16
6. Nilai keawetan kayu kecapi dan rambutan ... 18
7. Kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) yang terserang oleh rayap ... 19
8. Rayap kasta prajurit yang ditemukan menyerang pada kayu kecapi dan kayu Rambutan... 20
9. Mandibel rayap yang menyerang kayu kecapi dan kayu rambutan (perbesaran 20x) ... 21
10.Kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) yang terserang jamur ... 21
11.Kayu kecapi sebelum (a) dan setelah diberi perlakuan pemanasan (b) ... 22
12.Peningkatan berat kayu kecapi dan kayu rambutan setelah diberi perlakuan pemanasan dalam minyak ... 23
13.Perubahan nilai kerapatan pada kayu kecapi dan kayu rambutan ... 24
14.Modulus elastisitas (MOE) kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak ... 25
15.Modulus patah (MOR) kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak ... 25
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Nilai rataan kayu kecapi yang terserang rayap ... 34
2. Nilai rataan kayu rambutan yang terserang rayap ... 34
3. Rata-rata penambahan berat pada kayu kecapi ... 34
4. Rata-rata penambahan berat pada kayu rambutan ... 34
5. Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu kecapi ... 35
6. Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu rambutan ... 35
7. Rata-rata nilai MOE kayu kecapi ... 35
8. Rata-rata nilai MOE kayu rambutan ... 35
9. Rata-rata nilai MOR kayu kecapi ... 36
10.Rata-rata nilai MOR kayu rambutan ... 36
11.Analisis ragam nilai keawetan kayu kecapi ... 36
12.Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi ... 36
13.Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 36
14.Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 37
15.Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 37
16.Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOR kayu kecapi ... 37
17.Analisi ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai keawetan pada kayu Rambutan ... 37
18.Uji Duncan pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap nilai keawetan kayu rambutan ... 37
19.Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan ... 37
20.Uji Duncan pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan ... 38
21.Analisi ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOR kayu rambutan ... 38
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan kayu terus meningkat terutama untuk bahan furniture dan bangunan, hal ini mendorong terjadinya ketidakseimbangan antara kecepatan pemanenan dan penanaman pohon di hutan. Pasokan kayu komersial berkualitas tinggi dari hutan alam semakin menurun sedangkan harganya semakin mahal. Sehubungan dengan itu, berbagai upaya telah dilakukan dalam mengatasi keterbatasan pasokan kayu diantaranya dengan menggunakan kayu dari hutan rakyat maupun hutan tanaman.
Rambutan dan kecapi merupakan jenis-jenis kayu yang sering diproduksi dari hutan rakyat. Sebagian besar kayu-kayu tersebut telah digunakan masyarakat untuk konstruksi, tetapi keawetan kayu tersebut tergolong rendah yaitu berkisar antara kelas awet III–V (Seng 1990).
Kayu yang tidak awet memerlukan perlakuan pengawetan agar memiliki umur pakai yang relatif lama. Namun, menurut Syafii (2000) semua bahan sintetis yang digunakan dalam pengawetan kayu berpotensi mencemari lingkungan karena bersifat racun. Oleh karena itu dibutuhkan teknik peningkatan keawetan kayu yang lebih ramah lingkungan terutama yang bukan menggunakan bahan beracun. Keawetan kayu diberi perlakuan panas dalam limbah minyak goreng yang diharapkan dapat meningkatkan keawetan kayu dari serangan organisme perusak, khusunya rayap tanah. Selain tidak bersifat racun, limbah minyak goreng cukup banyak dihasilkan dari berbagai restoran yaitu sebesar ± 33 750 liter/hari (Windasari dan Rosita 2008).
1.2Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keawetan kayu sesudah diberi perlakuan minyak panas, dan mengetahui pengaruh proses pemanasan tersebut terhadap sifat fisis dan mekanis (MOE dan MOR) kayu.
(16)
1.3Manfaat
Manfaat penelitian ini untuk meningkatkan umur pakai kayu kecapi dan kayu rambutan sehingga bisa menekan konsumsi kayu untuk konstruksi atau
furniture, serta memberi nilai guna limbah minyak goreng yang sudah tidak digunakan.
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah perlakuan minyak panas terhadapkayuakan meningkatkan keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan. Pemanasan kayu kecapi dan rambutan dengan limbah minyak goreng mempengaruhi sifat fisis serta mekanis kayu kecapi dan kayu rambutan.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu dari Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan Negara yang ditumbuhi berbagai jenis pohon sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya yang kepemilikannya berada pada rakyat (Departemen Kehutanan 1999). Menurut SK Menteri Kehutan No. 49/KptsII/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat diacu dalam Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2007, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimum 0.25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar.
Jenis kayu yang diusahakan atau dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi atau tempat tumbuh tidak teratur atau tidak terpola, biasanya ditanam pada areal dekat hutan alam/hutan tanaman atau tanah-tanah negara yang belum dimanfaatkan (Hak Guna Garap, HGG). Kayu dari hutan rakyat pada umumnya berumur muda, berdiameter kecil (< 25 cm), bermutu rendah. Untuk mengolah menjadi bahan bangunan diperlukan teknologi dalam pengolahannya yaitu memperbaiki sifat-sifat kayu seperti pola penggergajian, pengeringan, pengawetan dan teknologi pengolahan perekatan kayu (Abdurachman dan Handjib 2006).
2.1.1 Kayu Kecapi
Klasifikasi tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr) : Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Dialypetale Bangsa : Rutales Keluarga : Meliaceae
(18)
Marga : Sandoricum
Jenis : Sandoricum koetjape Merr.
Pohon kecapi (Sandoricum koetjape Merr) merupakan pohon buah yang tingginya dapat mencapai 25-30 m, dan diameter 70-90 cm, sehingga potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi. Selain itu, kayu kecapi umumnya ringan sehingga biasa digunakan untuk komponen bagian atas rumah seperti reng atau kaso (Heyne 1988). Seng (1990) melaporkan bahwa berdasarkan pengujian 11 contoh uji kayu bagian teras (heartwood) memperlihatkan bahwa kayu kecapi memiliki BJ 0.49±0.048 tergolong kelas kuat III-IV dan kelas awet IV-V.
2.1.2 Kayu Rambutan
Klasifikasi tumbuhan rambutan: Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Rosidae
Bangsa : Sapindales Keluarga : Sapindaceae Marga : Nephelium
Jenis : Nephelium spp.
Rambutan merupakan pohon buah yang tingginya hingga 25 m, diameter batang 40-50 cm, biasanya di Nusantara ditanam di dataran rendah. Kayu rambutan jarang digunakan karena bertesktur kasar, warnanya merah, berat, dan tidak kuat serta mudah diserang rayap (Heyne 1987).
Pasaribu (2008) menyatakan bahwa rambutan merupakan jenis pohon yang memiliki manfaat ganda yang biasa disebut MPTS (Multi Purpose Tree Species). Kayu dari pohon rambutan cukup keras dan kering, tetapi mudah pecah dan tidak baik untuk bahan bangunan (Anonim 2005).
(19)
2.2Keawetan Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme biologis perusak kayu seperti serangga, jamur dan binatang laut. Untuk menyatakan daya tahannya, keawetan kayu dinyatakan dalam peringkat (kelas). Di Indonesia dikenal lima kelas awet, yaitu kelas awet I yangsangat awet hingga kelas awet V yangsangat tidak awet (Martawijaya et al. 2001). Kayu yang berasal dari hutan tanaman merupakan jenis dari kelompok pohon cepat tumbuh sehingga memiliki keawetan dan stabilitas dimensi yang rendah (Balfas dan Sumarni 1995). Keawetan alami kayu ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak. Setiap jenis kayu mempunyai zat ekstraktif yang berbeda (Batubara 2006).
Menurut Tim ELSSPAT (1997), umur pohon memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Pohon yang ditebang pada umur tua memiliki keawetan yang lebih baik dibandingkan pohon yang ditebang ketika muda, karena semakin tua umur pohon, zat ekstraktif yang dibentuk semakin banyak.
Oey Djoen Seng (1964) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000), membagi kayu dalam lima kelas keawetan di Indonesia berdasarkan usia pakai kayu pada berbagai kondisi tempat pemakaian, tanpa menyebutkan secara spesifik jenis organisme yang menyebabkan keruskan kayu tersebut.
Berdasarkan Tabel 1, Batubara (2006) menyatakan bahwa keawetan kayu terhadap berbagai organisme perusak dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia kayu, jenis organisme yang menyerang dan kondisi lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup organisme perusak.
Martawijaya (1975) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000) menyatakan bahwa sistem klasifikasi keawetan kayu yang dibuat berdasarkan uji lapang/uji kubur (graveyard test) oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan mengelompokan kedalam lima kelas seperti terlihat pada Tabel 2.
(20)
Tabel 1 Klasifikasi keawetan kayu Indonesia (Oey Djoen Seng 1990) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000)
Kondisi Tempat Kelas Awet I Kelas Awet II Kelas Awet III Kelas Awet IV Kelas Awet V Selalu berhubungan dengan tanah
8 tahun 5 tahun 3 tahun Sangat pendek
Sanagt pendek Hanya dipengaruhi
cuaca, tetapi dijaga supaya tidak terendam air dan tidak terendam udara
20 tahun 15 tahun 10 tahun Beberapa tahun
Sangat pendek
Dibawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab dan tidak kurang udara
Tidak terbatas Tidak terbatas Sangat terbatas Beberapa tahun Pendek
Seperti diatas tetapi dipelihara dengan baik dan dicat teratur
Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
20 tahun 20 tahun
Serangan rayap tanah Tidak Jarang Cepat Sangat cepat
Sangat cepat Serangan bubuk kayu
kering
Tidak Tidak Hampir
tidak
Tidak berarti
Sangat cepat Tabel 2 Klasifikasi keawetan kayu berdasarkan uji kubur/uji lapang
Kelas Resistensi Penurunan berat (%)
I Sangat awet >8
II Awet 5–8
III Agak awet 3–5
IV Tidak awet 1.5–3
V Sangat tidak awet <1.5
Sumber: Martawijaya (1975)
2.3 Organisme Perusak Kayu 2.3.1 Rayap
Rayap adalah serangga perusak kayu yang paling dikenal. Rayap termasuk jenis serangga dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu sekitar 3 mm. Rayap termasuk binatang purba karena sudah ada sejak 200 juta tahun silam. Ada tiga jenis rayap yaitu rayap kayu kering, rayap pohon dan rayap tanah (Lensufiie 2008).
(21)
Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak ada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta), masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing, yaitu: kasta prajurit, kasta pekerja atau pekerja palsu dan kasta reproduktif (Nandika et al. 2003).
1) Kasta Prajurit
Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Karakter seksual pada kasta prajurit dari beberapa jenis rayap hampir tidak tampak. Secara genetik kasta prajurit dapat berkelamin jantan atau betina. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta prajurit mampu menyerang musuhnya dengan mandibel yang dapat menusuk, mengiris dan menjempit. Beberapa kasta prajurit dari golongan rayap terentu menyerang musuhnya dengan cairan sekresi kelenjar frontal atau kelenjar saliva (Nandika et al. 2003).
2) Kasta Pekerja
Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan individu-individu kasta pekerja. Kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Seperti halnya pada kasta prajurit, karakter seksual pada rayap kasta pekerja sulit untuk ditentukan dengan jelas, kecuali pada beberapa jenis rayap tingkat tinggi terutama anggota dari sub-famili Macrotermitinae. Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda, serta memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Kasta pekerja juga membuat serambi serang dan liang-liang kembara, merawatnya,
(22)
merancang bentuk sarang dan membangun termitarium. Rayap inilah yang sering menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahan berselulosa lainnya. Bahkan kadang-kadang mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga hanya individu-individu yang kuat saja yang dipertahankan. Semua ini merupakan mekanisme pengaturan keseimbangan kehidupan didalam koloni rayap (Nandika et al. 2003).
3) Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu, betina (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini dibedakan menjadi reproduktif primer dan kasta reproduktif suplementer atau neoten (Nandika et al. 2003).
2.3.2 Rayap Tanah
Rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Tempat hidupnya diperlukan kelembaban tertentu secara tetap. Untuk mendapatkan persediaan air, rayap ini selalu berhubungan dengan tanah, sarangnya pun didalam tanah. Kepala rayap tanah berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah dalam dari mandibel sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2.46–2.66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1.56–1.68 mm. Lebar kepala 1.40–1.44 mm dengan lebar pronotum 1.00–1.03 mm panjangnya 0,56 mm. Panjang badan 5.5– 6.0 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al. 2003).
Menurut Tarumingkeng (2001) rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada dalam koloninya. Karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Rayap tanah untuk mencapai makannanya (bangunan atau kayu) yaitu dengan menambah panjang terowongan-terowongan kembara (jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat sarang ke arah kembara di mana makanan berada, yang hanya dilalui sekitar 3-4 ekor rayap). Terowongan kembara ini ditutup dengan tanah sehingga pada galibnya tiang-tiang kembara merupakan bagian dari sarang
(23)
koloninya. Adanya liang tertutup ini maka praktis seluruh ruangan dari sarang rayap termasuk liang-liang kembara merupakan lingkungan yang sangat lembab yang menjamin kehidupan rayap tanah.
Rayap tanah sangat ganas dan dapat penyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkannya. Jenis rayap ini biasanya menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api atau tiang listrik (Tarumingkeng 2001).
2.4 Pemanasan Kayu
Menurut Paul et al. (2005) modifikasi kayu melalui perlakuan pemanasan merupakan metode yang efektif dalam memperbaiki stabilitas dan daya tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh jamur pembusuk. Perlakuan ini biasanya dilakukan pada jenis kayu yang tingkat keawetannya rendah. Modifikasi panas pada suhu tinggi (diatas 170 oC) dapat merubah sifat kimia dari komponen penyusun kayu (poliosa, selulosa dan lignin). Proses perlakuan panas memerlukan kondisi khusus seperti waktu dan temperatur serta tergantung jenis kayu.
Menurut Wang dan Cooper (2005), ikatan kimia kayu hasil dari percobaan perlakuan panas dapat memperbaiki sifat kayu terutama menurunkan sifat higroskopis dan memperbaiki stabilitas dimensi, sementara penyerapan minyak oleh kayu dapat menurunkan penyerapan air.
Menurut Iswanto (2009) Titik didih dari kebanyakan minyak alami dan resin lebih tinggi dari suhu yang disyaratkan dalam perlakuan panas terhadap kayu. Perbaikan berbagai karakteristik kayu dapat diharapkan dari aplikasi perlakuan minyak panas sebagai pembanding perlakuan panas dalam gas atmosfer, karena sifat dari minyak terkait dengan efek panas.
Menurut Coto dan Daud (2009) Penggorengan kayu dapat meningkatkan kerapatan dan kekerasan kayu, menurunkan kadar air kesetimbangan, tingkat perubahan dimensi, dan laju perubahan kadar air. Hal ini disebabkan masuknya minyak goreng selama proses penggorengan. Semakin lama penggorengan semakin tinggi kekerasan kayunya semakin tinggi waktu penggorengan semakin
(24)
banyak jumlah minyak yang mampu mengisi rongga-rongga sel kayu sehingga menyebabkan kemampuan kayu untuk menahan tekanan yang diberikan semakin tinggi dan memperlambat kayu pecah atau retak ketika diberi tekanan.
Penurunan kadar air akibat pemanasan kayu berkisar antara 3-5%. Penurunan kadar air kesetimbangan pada proses pemanasan kayu disebabkan oleh perubahan sebagian daerah amorf menjadi kristalin yang berakibat berkurangnya gugus –OH yang tersedia untuk berikatan dengan molekul air, selain itu pemanasan kayu pada suhu sekitar 200 oC juga menyebabkan penurunan sifat higroskopisnya. Keberadaan minyak goreng dalam kayu yang bersifat hidrofobik mampu menghalangi penyerapan kayu terhadap air dari lingkungan (Coto 2005).
Pemanasan kayu pada suhu sekitar 100-200 oC telah terbukti dapat meningkatkan berat kayu, MOE, stabilitas dimensi dan kekerasan kayu. Pada kisaran suhu tersebut, hemiselulosa akan terdegradasi dan terjadi penataan ulang struktur amorf dari selulosa yang dapat menyebabkan derajat kristalinitas kayu meningkat (Hill 2006).
Forest Product Society (2002) menyatakan bahwa pemanasan kayu pada suhu sekitar 180–200 oC menyebabkan zat ekstraktif yang mudah menguap dalam kayu mengalami penguapan sehingga bagian kayu yang kosong akan diisi oleh minyak goreng dengan demikian akan menambah berat kayu dan meningkatkan kerapatan.
2.5 Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis adalah kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu benda. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimampatkan oleh suatu bahan yang mengenainya (Haygreen dan Bowyer 2003).
Sifat kekakuan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi. Sifat ini dinyatakan dengan MOE dan hanya berlaku sampai batas proporsi. Sedangkan kekuatan lengkung merupakan ukuran kemampuan kayu dalam memikul beban sampai terjadi kerusakan (Haygreen dan Bowyer 2003).
(25)
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah aksial modulus elastisitas berkisar antara 2 500-17 000 N/mm2, pada arah radial dan tangensial tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 300 N/mm2- 600 N/mm2.
(26)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB untuk proses pemanasan kayu kecapi dan rambutan. Pengujian keawetan dengan uji lapang/kubur dilakukan di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB. Sedangkan pengujian mekanis (MOE dan MOR) di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2012.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari oven, desikator,
oil bath, kaliper, Universal Testing Machine merk Instron, timbangan elektrik, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah minyak goreng, kayu rambutan (Nephelium spp) dan kayu kecapi (Sandoricum koetjape
Merr).
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
(a) (b)
(27)
Contoh uji kayu untuk uji kubur di potong 2 cm x 2 cm x 47.5 cm sebanyak 42 contoh uji. Sedangkan untuk contoh uji pengujian mekanis 41 cm x 2.5 cm x 2.5 cm sebanyak 70 contoh uji. Semua contoh uji dioven selama 6 hari dengan suhu 60 0C.
3.3.2 Pemanasan contoh uji dengan limbah minyak goreng
Limbah minyak goreng yang akan digunakan disaring satu kali penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk membersihkan kotoran dari sisa penggorengan. Alat yang digunakan yaitu oil bath (Gambar 2). Proses selanjutnya yaitu pemanasan contoh uji dengan limbah minyak goreng. Seluruh bagian contoh uji terendam limbah minyak goreng. Setiap jenis kayu diberi perlakuan panas (100 oC, 150 oC, dan 180 oC) dengan variasi waktu satu jam dan dua jam, sedangkan kontrol tidak diberi perlakuan panas.
Gambar 2 Proses pemanasan kayu dalam oil bath.
3.3.3 Pengkondisian Contoh Uji
Contoh uji yang sudah dipanaskan dalam minyak ditiriskan selama 15 menit dan dilakukan proses pembersihan sisa minyak menggunakan kain. Kemudian contoh uji di oven selama enam hari pada suhu 60 0C dan ditimbang. Peningkatan berat kayu setelah diberi perlakuan pemanasan dihitung dengan rumus:
(28)
% % Keterangan :
B = Persentase peningkatan berat contoh uji kayu (%)
W1 = Berat kering oven contoh uji kayu sebelum digoreng (gram) W2 = Berat kering oven contoh uji setelah digoreng (gram)
3.3.4 Pengujian Lapang Keawetan Kayu
Pengujian lapang keawetan kayu berdasarkan ASTM D 1758-96. Kedua jenis kayu yang berukuran 2 cm x 2cm x 45.7 cm berjumlah 42 buah dengan jumlah ulangan pengujian adalah tiga kali. Pengujian dilakukan di tanah terbuka yang bersih dari serasah dan sampah lainya serta tidak terganggu oleh aktivitas manusia (Gambar 3). Setiap contoh uji dibenamkan secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman 23 cm dan berjarak 20 cm antar contoh uji, 30 cm antar baris (Gambar 4).
Gambar 3 Uji lapang keawetan kayu kecapi dan rambutan.
Contoh uji 20 cm
Tanah
23 cm
(29)
Pengamatan dan evaluasi serangan rayap dilakukan setelah 12 minggu pengumpanan dengan menentukan nilai keawetan kayu yang diukur berdasarkan kriteria ASTM D 1758-96 pada Tabel 3.
Tabel 3 Penilaian keawetan kayu
Nilai Kriteria contoh uji
10 Utuh /tidak ada serangan
9 Terserang 3% bagian melintang
8 Terserang 3–10% bagian melintang
7 Terserang 10–30% bagian melintang
6 Terserang 30–50% bagian melintang
4 Terserang 50–75% bagian melintang
0 Terserang hebat sekali/hancur
Sumber: ASTM D 1758-96.
3.3.5 Pengujian Peningkatan Kerapatan Kayu
Pengujian kerapatan kayu dengan cara mengukur dimensi dan berat kayu sebelum diberi perlakuan pemanasan serta sesudah perlakuan pemanasan dihitung dengan rumus:
ρ
Keterangan:
ρ = Kerapatan (g/cm3) m = berat sampel (g) v = volume sampel (cm3)
%
ρ – ρ
ρ
%
Keterangan:P = Persentase peningkatan kerapatan (%)
ρ 1 = Kerapatan sampel sebelum diberi perlakuan (g/cm3)
ρ 2 = Kerapatan sampel sesudah diberi perlakuan (g/cm3) 3.3.6 Pengujian Sifat Mekanis (MOE dan MOR)
Pengujian sifat mekanis mengacu pada ASTM D 143. Pengujian MOE dan MOR dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk instron
(30)
(Gambar 5). Contoh uji berukuran 41 cm x 2.5 cm x 2.5 cm pada kondisi kering udara, panjang bentang 37.5 cm. Nilai MOE dan MOR dihitung dengan rumus:
Δ
Δ
Keterangan:
MOE = Modulus elastisitas (kg/cm2) MOR =Modulus patah (kg/cm2)
ΔP = Besarnya perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) ΔY = Besarnya perubahan defleksi akibat perubahan beban P (cm) P’ = Beban maksimum (kg)
L = Panjang bentang (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)
Gambar 5 Pengujian Sifat Mekanis (MOE dan MOR) kayu kecapi dan rambutan. 3.3.7 Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian keawetan dan kekuatan kayu yaitu analisis faktorial dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu suhu pemanasan (100 oC, 150 oC, dan 180 0C) dan waktu pemanasan (satu jam dan dua jam) serta kayu yang tidak diberikan
(31)
perlakuan pemanasan sebagai kontrol. Pengujian keawetan terdiri dari tiga kali ulangan sedangkan untuk uji sifat mekanis terdiri dari lima kali ulangan.
Model persamaan yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya 2002) adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bi + (AB)ij + €ijk Keterangan:
Yijk =Respon percobaan pada unit percobaan karena pengaruh taraf ke-j faktor B terhadap taraf ke-i faktor A pada ulangan ke-k
μ = Rata-rata umum
Ai = Pengaruh dari taraf ke-i faktor A (suhu pemanasan) Bj = Pengaruh dari taraf ke-j faktor B (waktu pemanasan)
(AB)ij = Pengaruh interaksi dari unit percobaan faktor A dan faktor B € = Galat percobaan
Dilakukan analisis ragam atau analysis of varience (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan pemanasan terhadap keawetan dan sifat mekanis kayu. Nilai F-hitung yang diperoleh dari ANOVA tersebut dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% dengan kaidah keputusan:
1. Apabila F-hitung < F-tabel, maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pengujian keawetan dan mekanis kayu kecapi dan rambutan pada selang kepercayaan 95%
2. Apabila F-hitung > F-tabel, maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap pengujian keawetan dan mekanis kayu kecapi dan rambutan pada selang kepercayaan 95%.
Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata atau sangat nyata terhadap keawetan dan mekanis maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
(32)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian keawetan kayu
Hasil penelitian menunjukan bahwa kayu rambutan memiliki nilai keawetan yang lebih tinggi dibandingkan kayu kecapi. Hal ini terbukti dengan nilai serangan rayap pada kayu kecapi lebih tinggi daripada kayu rambutan. Nilai keawetan kayu kecapi mengalami peningkatan dari 4 (kontrol) menjadi 8 (setelah perlakuan pemanasan) sedangkan kayu rambutan mengalami peningkatan dari 7 (kontrol) menjadi 10 setelah perlakuan pemanasan (Gambar 6). Diduga zat ekstraktif kayu rambutan lebih bersifat racun dibanding yang ada pada kayu kecapi. Hal ini dijelaskan oleh Wistara (2002) bahwa keawetan alami kayu terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua zat ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara 2002).
0 2 4 6 8 10
kontrol 100 150 180 kontrol 100 150 180
Nilai
keawetan
Suhu oC
1 jam 2 jam
KECAPI RAMBUTAN
Gambar 6 Nilai keawetan kayu kecapi dan rambutan.
zsGambar 6 menunjukan pemanasan dalam minyak dapat meningkatkan nilai keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan. Hal ini mengindikasikan rayap kurang suka terhadap kedua jenis kayu. Sebagaimana Hill (2006) menyatakan bahwa perlakuan pemanasan menyebabkan kayu kehilangan kandungan polisakarida. Dengan berkurangnya kandungan polisakarida tersebut sangat dimungkinkan kayu menjadi kurang disukai oleh rayap.
(33)
(a)
(b)
Gambar 7 Kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) yang terserang oleh rayap. Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai
keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan
Jenis Kayu Kayu Kecapi Kayu Rambutan
Tolak ukur Suhu Waktu Suhu*Waktu Suhu Waktu Suhu*Waktu Nilai
keawetan tn * tn ** tn **
Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %
Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa pengaruh interaksi antara suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai keawetan pada kayu kecapi dan rambutan adalah tidak nyata dan sangat nyata. Nilai keawetan kayu kecapi yang tertinggi pada pemanasan 180 oC selama satu jam sedangkan nilai keawetan kayu rambutan yang tertinggi yaitu pada pemanasan 100 oC (satu dan dua jam), 150 oC selama dua jam, dan 180 oC selama satu jam (Gambar 6).
Berdasarkan hasil uji Duncan pada kayu kecapi perlakuan waktu pemanasan yang dapat meningkatkan keawetan kayu yaitu selama satu jam, dengan persentase peningkatan nilai keawetan sebesar 57% dari kontrol (Tabel 5). Sedangkan untuk pengaruh suhu pemanasan pada kayu kecapi tidak berpengaruh nyata. Pemanasan yang paling efektif adalah suhu 100 oC selama satu jam, walaupun pada suhu 180 oC lebih tinggi nilai keawetannya (Gambar 6) tetapi pada uji statistik tidak nyata.
(34)
Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi
Waktu (jam) Nilai Keawetan
kontrol 4b
1 7a
2 4b
Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai keawetan kayu rambutan
Suhu (oC) Waktu (jam) Nilai keawetan
Kontrol Kontrol 7b
100 1 10a
100 2 10a
150 1 5c
150 2 10a
180 1 10a
180 2 6c
Sedangkan untuk kayu rambutan berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6) perlakuan pemanasan yang paling efektif yaitu pada suhu 100 oC selama satu jam. Persentase peningkatan keawetan yaitu 43% dari kontrol.
Pemanasan kayu kecapi sampai suhu 180 oC selama satu jam dan dua jam belum melindungi sepenuhnya kayu dari serangan rayap. Maka dari itu perlu suhu yang lebih tinggi atau waktu pemanasan yang lebih lama. Hal ini mengindikasikan perlakuan tersebut lebih tidak disukai oleh rayap, namun perlu dilakukan uji lanjut apakah keberadaan minyak bersifat racun atau tidak terhadap rayap.
Gambar 8 Rayap kasta prajurit yang ditemukan menyerang kayu kecapi dan kayu rambutan.
(35)
Gambar 9 Ga kayu ramb Capriterm bagian ten keras agak dengan m Ujung dar cembung, dan fontan serangan bagian ka kayu terse Ga Pe cuaca, ke
9 Mandibe (perbesa ambar 8 m mbutan. Berd
mes. Morfolo ngah kepala
k jarang da andibel seb ri mandibel ujungnya t nel menonj
rayap selur ayu yang te
erang jamur
ambar 10 K ngujian di elembaban,
el rayap yan aran 20x).
erupakan g dasarkan h ogi rayap in a melengkun an letaknya belah kiri sa
l sebelah k tidak jelas ol keluar b ruh sampel rbenam tan , namun tid
Kayu kecapi lapangan d
dan suhu
ng menyera
gambar raya asil identif ni yaitu pad ng ke dalam
tersebar. B angat melen kiri tidak m dan sedikit berbentuk k l terserang nah (Gamba dak menyeba
(a)
(b) i (a) dan kay dapat dipen
. Perubaha
ang kayu k
ap yang m fikasi, rayap da bagian ke m. Pada kep Bentuk man ngkung diten melengkung.
t pendek. A kerucut (Na
jamur teta ar 10). Rata
abkan kayu
kecapi dan
yu rambutan ngaruhi oleh an kondisi
menyerang k p tersebut epala tanpa pala terdapa ndibel sanga ngah berben Labrum lu Antenna terd andika et al
api hanya m a-rata 90%
menjadi lu
kayu rambbutan
kayu kecap tergolong g proyeksi fro t bulu-bulu at tidak sim ntuk seperti urus atau se
diri dari 14
l. 2003). S menyerang luas permu unak. i dan genus ontal, yang metris, i kait. edikit 4 ruas Selain pada ukaan
n (b) yang tterserang jammur. h faktor lin
lingkungan
ngkungan se n menyeba
eperti abkan
(36)
perubahan perkembangan, aktivitas, dan perilaku rayap (Nandika et al. 2003). Menurut Tarumingkeng (2006), rayap tanah mempunyai perilaku yang salah satunya adalah kemampuan untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungannya dengan tanah asalkan kayu tersebut lembab.
4.2 Peningkatan Berat Kayu
Pemanasan kayu dalam minyak menyebabkan peningkatan berat, hal ini mengindikasikan minyak masuk pada kayu. Menurut Forest Product Society (2002) menyatakan bahwa penggorengan kayu pada suhu sekitar 180–200 oC menyebabkan zat ekstraktif yang mudah menguap dalam kayu mengalami penguapan sehingga bagian kayu yang kosong akan diisi oleh minyak goreng dengan demikian berat kayu akan bertambah dan kerapatannya pun meningkat. Terlihat pada Gambar 11 warna kayu sebelum dan setelah perlakuan pemanasan berbeda.
(a) (b)
Gambar11 Kayu kecapi sebelum (a) dan setelah diberi perlakuan pemanasan (b).
Peningkatan berat kayu secara rinci dapat dilihat pada Gambar 12. Rata-rata peningkatan berat kayu kecapi setelah diberi perlakuan pemanasan dalam minyak pada umumnya lebih besar dibandingkan kayu rambutan. Hal ini diduga masuknya minyak pada rongga-rongga sel kayu rambutan lebih sulit, karena kayu
(37)
rambutan memiliki BJ yang lebih tinggi (0.8–0.9) sedangkan kayu kecapi (0.4-0.5) (Seng 1990).
0 10 20 30 40 50
100 150 180 100 150 180
Peningkatan
berat
(%)
Suhu oC
1 jam 2 jam
KECAPI RAMBUTAN
Gambar 12 Peningkatan berat kayu kecapi dan kayu rambutan setelah diberi perlakuan pemanasan dalam minyak.
Persentasi peningkatan berat yang paling besar pada kayu kecapi yaitu pada perlakuan pemanasan dengan suhu 180 oC selama dua jam. Sedangkan untuk kayu rambutan persentasi penambahan berat paling besar pada perlakuan dengan suhu 150 oC selama dua jam. Peningkatan berat kayu kecapi pada umumnya semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu pemanasan. Pada Gambar 12 terlihat dengan pemanasan selama dua jam menghasilkan penambahan berat kayu lebih tinggi dibandingkan satu jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Coto dan Daud (2009) bahwa semakin lama waktu penggorengan semakin banyak jumlah minyak yang mengisi/ masuk rongga-rongga sel kayu.
4.3 Kerapatan
Kerapatan kayu kecapi dan kayu rambutan sestelah perlakuan pemanasan dalam minyak meningkat. Gambar 13 menyajikan nilai perubahan kerapatan pada kayu kecapi dan kayu rambutan. Peningkatan kerapatan kayu kecapi berkisar antara 0.52–0.62 g/cm3. Demikian pula pada kayu rambutan peningkatan kerapatan yang terjadi antara 0.69–0.84 g/cm3. Persentasi perubahan kerapatan pada kayu kecapi lebih besar dibandingkan dengan kayu rambutan. Hal ini diduga karena BJ kayu kecapi relatif rendah, rongga/ pori-pori lebih besar sehingga minyak banyak yang masuk.
(38)
0 10 20 30 40 50 60
100 150 180 100 150 180
Perubahan
Kerapatan
(%)
Suhu (0C)
1 jam 2 jam
KECAPI RAMBUTAN
Gambar 13 Perubahan nilai kerapatan pada kayu kecapi dan kayu rambutan. Pemanasan kayu kecapi selama dua jam menghasilkan peningkatan kerapatan yang lebih tinggi daripada pemanasan satu jam. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Coto dan Daud (2009) bahwa pemanasan dalam minyak dapat meningkatkan kerapatan dan kekerasan kayu, menurunkan kadar air kesetimbangan, menurunkan tingkat perubahan dimensi, dan menurunkan laju perubahan kadar air.
4.4 Sifat Mekanis Kayu (MOE dan MOR)
Pemanasan kayu dalam minyak selama dua jam cenderung menurunkan nilai MOE terutama pada kayu kecapi. Nilai MOE pada kayu kecapi setelah diberi perlakuan panas dalam minyak berkisar antara 57 948 sampai 87 463 kg/cm2. Sedangkan nilai MOE kayu rambutan setelah pemanasan berkisar antara 101 023 sampai 122 946 kg/cm2.
Gambar 14 menunjukan nilai MOE kayu kecapi dan kayu rambutan yang dipanaskan selama dua jam lebih rendah daripada yang dipanaskan selama satu jam kecuali pada suhu 100 oC. Menurut Hill (2006), banyak penelitian yang menunjukan bahwa nilai MOE kayu sedikit meningkat setelah perlakuan pemanasan periode waktu yang pendek, tetapi jika pemanasan dilanjutkan maka nilai MOE akan turun. Chang dan Keith (1978) dalam Hill (2006) menemukan bahwa MOE kayu elm, beech, aspen, dan maple meningkat sedikit setelah pemanasan, namun perlakuan pemanasan dalam waktu panjang mengakibatkan nilai MOE menurun.
(39)
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000
kontrol 100 150 180 kontrol 100 150 180
Nilai MOE kg/cm 2
Suhu oC
1 jam 2 jam
KECAPI RAMBUTAN
Gambar 14 Modulus elastisitas ( MOE) kayu kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
kontrol 100 150 180 kontrol 100 150 180
Nilai
MOR
kg/cm2
Suhu oC
1 jam 2 jam
KECAPI RAMBUTAN
Gambar 15 Modulus patah (MOR) kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak.
Berdsarkan hasil penelitian nilai MOR kayu kecapi dan kayu rambutan dapat terlihat pada Gambar 15. Nilai MOR pada kayu rambutan ada yang mengalami peningkatan, sedangkan pada kayu kecapi mengalami penurunan tetapi perlakuan pemanasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOR pada kayu kecapi maupun kayu rambutan.
(40)
Tabel 7 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat mekanis kayu (MOE dan MOR)
Jenis Kayu Kayu Kecapi Kayu Rambutan
Tolak ukur Suhu Waktu Suhu*Waktu Suhu Waktu Suhu*Waktu
MOE ** ** tn * tn **
MOR tn tn tn ** tn tn
Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa interaksi suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOE kayu kecapi, tetapi untuk faktor tunggal (suhu dan waktu) pemanasan menghasilkan nilai MOE yang berbeda nyata (Tabel 7). Pengaruh inetraksi suhu dan waktu pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE pada kayu rambutan. Sedangkan pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOR kayu kecapi dan kayu rambutan tidak berpengaruh nyata. Tetapi untuk perlakuan tunggal (suhu) pada kayu rambutan berpengaruh sangat nyata.
Tabel 8 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi
Suhu (oC) MOE (kg/cm2)
kontrol 92 327a
100 87 615a
150 68 691b
180 69 499b
Hasil uji beda rata-rata Duncan (Tabel 8) menujukan bahwa pengaruh pemanasan menurunkan nilai MOE pada kayu kecapi. Persentase penurunan nilai MOE pada kayu kecapi dengan pemanasan suhu 100 oC yaitu 5%, sedangkan untuk pemanasan suhu 150 oC dan 180 oC yaitu 25%. Suhu pemanasan 100 oC realtif lebih aman karena tidak menurunkan nilai MOE secara nyata.
Tabel 9 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi
Waktu (jam) MOE (kg/cm2)
kontrol 92 327a
1 81 492b
2 69 045c
Hasil uji beda rata-rata Duncan (Tabel 9) menujukan bahwa pemanasan menurunkan nilai MOE pada kayu kecapi. Pengaruh waktu pemansan satu jam
(41)
berbeda nyata dengan pemanasan dua jam. Persentase penurunan nilai MOE pada pemanasan satu jam yaitu 12% sedangkan pada pemanasan selama dua jam yaitu 25%. Semakin lama waktu pemanasan maka semakin rendah nilai MOE.
Tabel 10 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai MOE kayu rambutan
Suhu (oC) Waktu (jam) MOE (kg/cm2)
kontrol kontrol 114 687b
100 1 101 023c
100 2 117 218b
150 1 122 964 ab
150 2 114 705b
180 1 117 296b
180 2 114 447b
Hasil uji Duncan pada Tabel 10 menunjukan interaksi (suhu dan waktu) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan nilai MOE pada kayu rambutan kecuali pada suhu 100 oC selama satu jam. Persentase penurunan nilai MOE pada suhu 100 oC selama satu jam yaitu 12%.
Tabel 11 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOR pada kayu rambutan
Suhu (oC) Rataan nilai MOR (kg/cm2)
0 1 167.05a
100 908.30b
150 1 184.85a
180 1 053.37ab
Berdasarkan Tabel 11 Hasil uji lanjut Duncan menunjukan faktor perlakuan suhu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan nilai MOR pada kayu rambutan kecuali pada suhu 100 oC. Persentase penurunan nilai MOR pada suhu 100 oC yaitu 22%.
4.5 Rekomendasi Perlakuan Pemanasan
Perlakuan pemanasan kayu dalam minyak dapat meningkatkan nilai keawetan pada kayu kecapi dan kayu rambutan. Nilai keawetan kayu kecapi meningkat dari 4 (kontrol) menjadi 8 (setelah perlakuan pemanasan) sedangkan untuk kayu rambutan dari 7 (kontrol) menjadi 10 setelah perlakuan pemanasan.
(42)
Perlakuan pemanasan kayu dalam minyak menurunkan nilai MOE dan MOR kayu, namun tidak nyata. Sifat mekanis kayu (MOE dan MOR) pada umumnya tidak terpengaruh secara nyata oleh perlakuan pemanasan kecuali pada nilai MOE kayu kecapi yang dipanaskan 180 oC selama dua jam mengalami penurunan sebesar 25%.
Perlakuan pemanasan untuk meningkatkan nilai keawetan pada kayu kecapi dan rambutan cukup dengan suhu 100 oC selama satu jam. Perlakuan pemanasan pada suhu 100 oC selama satu jam meningkatkan nilai keawetan pada kayu kecapi menjadi 7 serta hanya menurunkan nilai MOE sebesar 5-12%. Sama halnya dengan kayu rambutan pemanasan yang paling efektif yaitu pada suhu 100
o
(43)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Perlakuan pemanasan minyak terbukti meningkatkan keawetan kayu kecapi dan rambutan. Nilai keawetan kayu kecapi meningkat dari 4 (kontrol) menjadi 8 setelah perlakuan pemanasan dalam minyak. Adapun peningkatan nilai keawetan kayu rambutan adalah dari 7 (kontrol) menjadi 10 setelah perlakuan pemanasan dalam minyak.
Perlakuan pemanasan pada umumnya tidak mempengaruhi sifat mekanis kayu kecuali pada suhu tinggi (180 oC selama dua jam) yang menurunkan nilai MOE kayu kecapi hingga 25%. Pemanasan pada suhu 100 oC selama satu jam cukup baik diaplikasikan pada kayu kecapi dan kayu rambutan sehingga terjadi peningkatan keawetan kayu yang nyata dan tidak menurunkan sifat mekanisnya (MOE dan MOR).
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengembangan penelitian lanjutan menggunakan jenis-jenis kayu lain yang berasal dari hutan rakyat atau hutan tanaman. Selain itu juga diperlukan penelitian pengaruh perlakuan pemanasan ini terhadap keawetan kayu dari organisme perusak lainnya.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2005. Semua Tentang Kayu [terhubung berkala]. Http://www.W3.org/tentang kayu-files [7 Mei 2012].
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 1996. Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test with Stake. ASTM D 1758-96. USA.
[ASTM] American Society for Testing Material. 2008. Annual Book of ASTM Standard. Volume 04. 10. Wood. D 143. Section Four. USA.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 1999. Panduan kehutanan Indonesia. Jurnal Hutan Rakyat. 7(1):18-19
[Forest Products Society]. 2002. Enhancing the Durability of Lumber and Engineered Wood Products. Medison: Forest Products Society.
[TIM ELSSPAT]. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Jakarta: Puspa Swara. Abdurachman, Hadjib N. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Untuk
Komponen Bangunan [terhubung berkala].
www.dephut.go.id/files/Komp_Bangunan.pdf [5 Mei 2012].
Balfas J, Sumarni G. 1995. Keawetan kayu tusam (Pinus merkusii Jungh. el de Vr) dan mangium (Acacia mangium Will) setelah furfulisasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 13(7):259-265.
Batubara R. 2006. Teknologi pengawetan kayu perumahan dan upaya pelestarian hutan [terhubung berkala]. http:// Library.usu.
ac.id/download/06010040.pdf [7 Mei 2012].
Coto Z. 2005. Penurunan kadar air keseimbangan dan peningkatan stabilitas dimensi kayu dengan pemanasan dan pengekangan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 3(1):27-31.
Daud M, Coto Z. 2009. Peningkatan sifat fisis dan mekanis kayu durian (Durio
sp) dengan penggorengan. Simposium Forum Teknologi Hasil Hutan Bogor, 30-31 Oktober 2009.
Djarwanto, Abdurrohim S. 2000. Teknologi pengawetan kayu untuk perpanjangan usia pakai. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(2):159-172.
Haygreen JG, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science An
(45)
Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid II. Koperasi Karyawan, Departemen Kehutanan. Jakarta.
Heyne K. 1988. Tumbuhan berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid III. Koperasi Karyawan, Departemen Kehutanan. Jakarta.
Hill C. 2006. Wood Modification: Chemical, Thermal and Other Processes. West Sussex: John Wiley dan Sons, LTd.
Iswanto AH. 2009. Perlakuan panas pada kayu [terhubung berkala]. repository.usu.ac.id/bitstream/.../1/08E00915.pdf [7 Mei 2012]. Lensufiee, Tikno. 2008. Teknik Pengawetan Kayu. Jakarta: Erlangga. Martawijaya A, Barly, Permadi P. 2001. Pengawetan Kayu Untuk Barang
Kerajinan. Bogor: Puslitbang Kehutanan Bogor.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.
Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor: FMIPA IPB.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Pasaribu G. 2008. Kajian Potensi dan Pemanfaatan Kayu Gerhan [terhubung berkala]. http: // bpk-aeknauli.org [7 Mei 2012].
Paul WM, Ohlmeyer H, Leithoff. 2005. Optimising the properties of OSB by a one-step heat pre-treatment process. Holz als Roh- und Werkstoff Journal
64:227-234.
Seng OD. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pusat Riset dan Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor
Syafii W. 2000. Zat ekstraktif kayu damar laut (Hope spp) dan pengaruhnya terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 13(2):1-5.
Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap [terhubung berkala]. http://tumou.net/biologi_dan_perilaku_rayap.htm [25 Mei 2012]. Tarumingkeng RC. 2006. Bunga Rampai Jejak Langkah Kehidupan. Bogor:
(46)
Tsoumis SG. 1991. Science and Technology of Wood [Structure, Properties, Utilization]. New York: Van Nostramd Reinhold.
Wang JY, Cooper PA. 2005. Effect of oil type temperature and time on moisture properties of hot oil-treated wood. Holz als Roh- und Werkstoff Journal
63:417-422
Windasari WA, Rosita AF. 2008. Peningkatan kualitas minyak goreng bekas dari KFC dengan menggunakan adsorben karbon aktif [skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Wistara IN. 2002. Ketahanan 10 jenis kayu tropis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan
(47)
(48)
Lampiran 1 Nilai rata-rata kayu kecapi yang terserang rayap Perlakuan
% Terserang rayap
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 64.52
100 1 10.52
2 56.09
150 1 47.37
2 37.04
180 1 7.02
2 73.53
Lampiran 2 Nilai rata-rata kayu rambutan yang terserang rayap Perlakuan
% Terserang rayap
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 14.98
100 1 0.00
2 0.00
150 1 55.55
2 0.00
180 1 0.00
2 45.09 Lampiran 3 Rata-rata penambahan berat pada kayu kecapi
Perlakuan
% penambahan berat
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 27.82
2 30.16
150 1 29.87
2 35.46
180 1 25.30
2 44.16
Lampiran 4 Rata-rata penambahan berat pada kayu rambutan Perlakuan
% penambahan berat
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 12.68
2 14.84
150 1 13.80
2 19.85
180 1 12.95
(49)
Lampiran 5 Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu kecapi Perlakuan
% peningkatan kerapatan
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 30.73
2 53.83
150 1 37.65
2 53.58
180 1 30.49
2 46.46
Lampiran 6 Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu rambutan Perlakuan
% peningkatan kerapatan
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 25.81
2 7.04
150 1 19.12
2 28.57
180 1 20.00
2 17.19
Lampiran 7 Rata-rata nilai MOE kayu kecapi Perlakuan
Nilai MOE (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 92327.36
100 1 70214.95
2 87461.85
150 1 75656.64
2 61726.32
180 1 81049.68
2 57948.00
Lampiran 8 Rata-rata nilai MOE kayu rambutan Perlakuan
Nilai MOE (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 114686.90
100 1 101023.20
2 117217.60
150 1 129590.90
2 114704.90
180 1 117296.30
(50)
Lampiran 9 Rata-rata nilai MOR kayu kecapi Perlakuan
Nilai MOR (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 816.57
100 1 777.93
2 766.73
150 1 797.01
2 748.58
180 1 690.14
2 718.56
Lampiran 10 Rata-rata nilai MOR kayu rambutan Perlakuan
Nilai MOR (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 1167.05
100 1 917.61
2 898.98
150 1 1123.43
2 1246.28
180 1 1001.13
2 1106.81 Lampiran 11 Analisis ragam nilai keawetan kayu kecapi
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 11.8333 3.9444 0.82 0.5041
Wk 2 50.2222 25.1111 5.22 0.0202
Sh*wk 1 11.2778 11.2778 2.34 0.1480
Lampiran 12 Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi
Duncan Grouping Mean N Wk
B 3.667 3 0
A B B
7.111 4.111
9 60 120
Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE kayu kecapi
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 3537047819 1179015940 42.69 <.0001
Wk 2 2408982864 1204491432 43.62 <.0001
(51)
Lampiran 14 Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi
Duncan grouping Mean N Sh
A 92327 5 K0
A
A 87615 10 K100
B 69499 10 K180
B
B 68691 10 K150
Lampiran 15 Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi
Duncan Grouping Mean N Wk
A 92327 5 0
B 81492 15 60
C 69045 15 120
Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOR kayu kecapi
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 50116.5842 16705.5281 2.90 0.0524
Wk 2 19905.7431 9952.8716 1.73 0.1959
Sh*wk 1 0.0000 0.0000 0.00 1.0000
Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai keawetan kayu rambutan
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 2622.8074 874.2691 5.18 0.0129
Wk 2 63.0167 31.5083 0.19 0.8316
Sh*wk 1 7616.3557 7616.3557 45.16 <.0001
Lampiran 18 Uji Duncan interaksi suhu dan waktu terhadap nilai keawetan kayu rambutan
Duncan grouping Mean N Sh*wk
A A A 10.0000 10.0000 3 3 R10060 R100120 A
A 10.0000 3 R18060
A A B C C C 10.000 7.3333 5.6667 4.6667 3 3 3 3 R150120 R00 R180120 R15060
(52)
Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE pada kayu rambutan
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 853468458 284489486 3.53 0.0276
Wk 2 6493848 3246924 0.04 0.9606
Sh*wk 1 1223436798 1223436798 15.17 0.00006
Lampiran 20 Uji Duncan interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan
Duncan grouping Mean N sh*wk
A 129591 5 R15060
B
B 117296 5 R18060
B
B 117218 5 R100120
B
B 114705 5 R150120
B
B 114687 5 R00
B
B 114447 5 R180120
B
C 101023 5 R10060
Lampiran 21 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOR kayu rambutan
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 442464.1447 147488.0482 6.61 0.0016
Wk 2 96402.3619 48201.1809 2.16 0.1341
Sh*wk 1 0.0000 0.0000 0.00 1.0000
Lampiran 22 Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOR kayu rambutan
Duncan Grouping mean N sh
A 1184.85 10 R150
A
A 1167.05 5 R0
A B
A
1053.97 10 R180
B
(1)
(2)
Lampiran 1 Nilai rata-rata kayu kecapi yang terserang rayap Perlakuan
% Terserang rayap
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 64.52
100 1 10.52
2 56.09
150 1 47.37
2 37.04
180 1 7.02
2 73.53
Lampiran 2 Nilai rata-rata kayu rambutan yang terserang rayap Perlakuan
% Terserang rayap
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 14.98
100 1 0.00
2 0.00
150 1 55.55
2 0.00
180 1 0.00
2 45.09 Lampiran 3 Rata-rata penambahan berat pada kayu kecapi
Perlakuan
% penambahan berat
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 27.82
2 30.16
150 1 29.87
2 35.46
180 1 25.30
2 44.16
Lampiran 4 Rata-rata penambahan berat pada kayu rambutan Perlakuan
% penambahan berat
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 12.68
2 14.84
150 1 13.80
2 19.85
180 1 12.95
(3)
Lampiran 5 Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu kecapi Perlakuan
% peningkatan kerapatan
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 30.73
2 53.83
150 1 37.65
2 53.58
180 1 30.49
2 46.46
Lampiran 6 Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu rambutan Perlakuan
% peningkatan kerapatan
Suhu (oC) Waktu (jam)
100 1 25.81
2 7.04
150 1 19.12
2 28.57
180 1 20.00
2 17.19
Lampiran 7 Rata-rata nilai MOE kayu kecapi Perlakuan
Nilai MOE (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 92327.36
100 1 70214.95
2 87461.85
150 1 75656.64
2 61726.32
180 1 81049.68
2 57948.00
Lampiran 8 Rata-rata nilai MOE kayu rambutan Perlakuan
Nilai MOE (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 114686.90
100 1 101023.20
2 117217.60
150 1 129590.90
2 114704.90
180 1 117296.30
(4)
Lampiran 9 Rata-rata nilai MOR kayu kecapi Perlakuan
Nilai MOR (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 816.57
100 1 777.93
2 766.73
150 1 797.01
2 748.58
180 1 690.14
2 718.56
Lampiran 10 Rata-rata nilai MOR kayu rambutan Perlakuan
Nilai MOR (kg/cm2)
Suhu (oC) Waktu (jam)
kontrol kontrol 1167.05
100 1 917.61
2 898.98
150 1 1123.43
2 1246.28
180 1 1001.13
2 1106.81 Lampiran 11 Analisis ragam nilai keawetan kayu kecapi
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 11.8333 3.9444 0.82 0.5041
Wk 2 50.2222 25.1111 5.22 0.0202
Sh*wk 1 11.2778 11.2778 2.34 0.1480
Lampiran 12 Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi
Duncan Grouping Mean N Wk
B 3.667 3 0
A B B
7.111 4.111
9 60 120
Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE kayu kecapi
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 3537047819 1179015940 42.69 <.0001 Wk 2 2408982864 1204491432 43.62 <.0001
(5)
Lampiran 14 Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi
Duncan grouping Mean N Sh
A 92327 5 K0
A
A 87615 10 K100
B 69499 10 K180
B
B 68691 10 K150
Lampiran 15 Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi
Duncan Grouping Mean N Wk
A 92327 5 0
B 81492 15 60
C 69045 15 120
Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOR kayu kecapi
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 50116.5842 16705.5281 2.90 0.0524
Wk 2 19905.7431 9952.8716 1.73 0.1959
Sh*wk 1 0.0000 0.0000 0.00 1.0000
Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai keawetan kayu rambutan
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 2622.8074 874.2691 5.18 0.0129
Wk 2 63.0167 31.5083 0.19 0.8316
Sh*wk 1 7616.3557 7616.3557 45.16 <.0001
Lampiran 18 Uji Duncan interaksi suhu dan waktu terhadap nilai keawetan kayu rambutan
Duncan grouping Mean N Sh*wk
A A A 10.0000 10.0000 3 3 R10060 R100120 A
A 10.0000 3 R18060
A A B C C C 10.000 7.3333 5.6667 4.6667 3 3 3 3 R150120 R00 R180120 R15060
(6)
Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE pada kayu rambutan
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 853468458 284489486 3.53 0.0276
Wk 2 6493848 3246924 0.04 0.9606
Sh*wk 1 1223436798 1223436798 15.17 0.00006
Lampiran 20 Uji Duncan interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan
Duncan grouping Mean N sh*wk
A 129591 5 R15060
B
B 117296 5 R18060
B
B 117218 5 R100120
B
B 114705 5 R150120
B
B 114687 5 R00
B
B 114447 5 R180120
B
C 101023 5 R10060
Lampiran 21 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOR kayu rambutan
Sumber DB JK KT F Pr > F
Sh 3 442464.1447 147488.0482 6.61 0.0016
Wk 2 96402.3619 48201.1809 2.16 0.1341
Sh*wk 1 0.0000 0.0000 0.00 1.0000
Lampiran 22 Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOR kayu rambutan
Duncan Grouping mean N sh
A 1184.85 10 R150
A
A 1167.05 5 R0
A B
A
1053.97 10 R180
B