antara dengan para perantau dengan warga di kampung melalui pencerita atau pertunjukan Tupai Janjang. Penonton sama penonton juga dapat menjadikan
pertunjukan Tupai Janjang juga sebagai sarana komunikasi. Komunikasi itu mereka lakukan sewaktu pertunjukan berlangsung, sebelum atau sesudah pertunjukan. Dalam
suasasana pertunjukan yang santai para penonton dapat menjadikan ajang pertunjukan ini untuk saling berkumpul atau saling berbicara antar sesama. Terutama bagi para
warga yang sibuk pada siang hari dan beraktivitas di luar lingkungan tempat tinggalnya, maka malam hari dijadikan untuk saling berkumpul dengan warga di
sekitar lingkungan tempat tinggal. Dengan demikian, dalam pertunjukan Tupai Janjang terjadi juga sosialisasi sesama warga.
2. Amanat cerita
Amanat, pesan, atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca sebuah karya sastra. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca.
Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat itu. Cara menyimpulkan amanat sebuah karya sastra sangat berkaitan dengan cara pandang
pembaca terhadap suatu hal Waluyo, 2003:40 .
Amanat juga berkaitan dengan fungsi sebuah karya dalam karya sastra dalam hal ini pertunjukan Tupai Janjang. Sebuah karya masih hidup dan bertahan dalam
masyarakat karena adanya amanat yang dapat diambil dalam isi yang disampaikan oleh si penyair. Untuk menafsirkan suatu amanat tidak terlepas dari penyair. Dalam
hal karena pertunjukan tradisional bersifat komunal maka untuk menafsirkan amanat cerita yang disampaikan dalam pertunjukan Tupai Janjang tidak terlepas dari
masyarakat Minangkabau. Amanat yang disampaikan dibungkus dalam banyak mengandung kiasan, ungkapan, perumpamaan, petuah, dan lain-lain. Dengan
demikian, untuk menafsirkan amanat yang disampaikan dalam cerita, dengan sendirinya berhadapan dengan bahasa yang banyak mengandung ungkapan,
perumpamaan dan petuah itu.
Amanat yang disampaikan dalam cerita ini tidak dinyatakan secara langsung tetapi dibungkus dengan berbagai cara. Seperti dalam pertunjukan Tupai Janjang yang
mana keinginan Linduang Bulan memiliki anak meskipun anaknya seperti seekor tupai. Meskipun tidak masuk akal, Tuhan memberikan anak yang bertingkah laku
seperti seekor tupai. Walaupun, hal ini dianggap sebagai aib dan membuat keluarga itu malu karena keluarganya merupakan keturunan yang terpandang. Anak yang pada
awalnya dibuang dan tidak disukai, akhirnya dapat berguna dan mengabdi kepada orang tua. Kritik secara tidak langsung juga diberikan kepada para orang tua yang
tidak sungguh-sungguh memperhatikan pendidikan anaknya. Sebagai orang tua hendaknya dapat membimbing dan mendidik anak walaupun anak itu mempunyai
kelakuan yang tidak baik dan tidak diingini. Cerita Tupai Janjang juga memberikan amanat kepada anggota masyarakat
dalam hal ini jika posisi sebagai anak dalam suatu keluarga. Orang tua yang tidak mendidik dan bahkan membuang anaknya tetap dihormati karena bagaimanapun
orang tua itu merupakan orang yang telah berjasa melahirkan. Kepada masyarakat secara umum cerita ini mempunyai amanat yang sangat besar. Sebagai salah satu
anggota masyarakat, dalam kehidupannya supaya tidak terjadi permusuhan. Mungkin orang yang pernah menyakiti seseorang nantinya akan menyadari kesalahannya.
Dalam hal ini digambarkan oleh orang tua Tupai Janjang yang telah membuang anaknya, akhirnya menyadari kesalahannya dan dapat hidup kembali berdampingan.
Amanat yang disampaikan dalam cerita ini mengandung nilai moral yang cukup tinggi. Pesan moral yang disampaikan merupakan hikmah yang ditampilkan
lewat sikap dan tingkah laku tokoh. Hal ini tidaklah berarti bawa pengarang menyarankan kepada pembaca penonton
untuk bersikap dan bertindak seperti demikian. Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model, model yang kurang
baik atau yang baik. Pembaca diharapkan dapat mengambil amanat dan hikmah yang disampaikan Nurgiyantoro, 2002: 322
. Dalam cerita Tupai Janjang menghadirkan beberapa orang tokoh. Melalui tokoh-tokoh ini masyarakat dapat mengambil pesan,
tokoh mana yang dapat dijadikan pedoman dan mana yang tidak. Tingkah laku Tupai Janjang yang pada awalnya tidak baik tetapi akhirnya dapat merubah kelakuannya
dan menjadi tokoh yang bisa memaafkan kesalahan orang tuanya yang telah membuangnya. Begitu juga halnya dengan tokoh Mandeh Rubiah untuk dapat
mengambil amanatnya. Tokoh Mandeh Rubiah merupakan tokoh yang baik dan mempunyai sifat yang dermawan dan mau menolong orang yang tidak di ketahui
asal-usulnya. Toh akhirnya anak yang didik Mandeh Rubiah Tupai Janjang dapat
menjadi seorang tokoh yang kaya dan mempunyai hati yang mulia.
Kok ado sumua di ladang, Kalau ada sumur di ladang,
buliah kito manumpang mandi, boleh kita menumpang mandi,
mandi baranang di tapian, mandi berenang di tepian,
kok ado umua samo panjang, kalau ada umur sama panjang,
kaba nan lain diulang lai, kaba yang lain diulang lagi,
disiko dahulu ditamatkan. disini dahulu ditamatkan
BAB VII KESIMPULAN
Pertunjukan Tupai Janjang merupakan sebuah pertunjukan yang dapat digolongkan kepada teater tradisional karena dalam pertunjukan tersebut
menghadirkan akting dan dialog. Akting dan dialog hanya dilakukan oleh satu orang pencerita. Pencerita dalam menampilkan ceritanya tidak dengan menghafal teks,
tetapi dilantunkan dengan mengingat suatu pola. Dengan memanfaatkan pola itu maka terdapat bentuk yang berulang baik dari pantun, larik, paroh larik, frasa, klausa.
atau kata. Disampin itu, seorang pencerita dapat mengubah cerita dalam waktu yang
sangat singkat dengan memanfaatkan teknik kelisanan. Pencerita bukan menghafal teks, melainkan hanya dengan mengingat pola-pola yang sudah didapatkan dari guru
atau pencerita yang ada sebelumnya. Dengan memanfaatkan teknik kelisanan itu, pencerita dapat menggubah cerita dengan cepat sehingga mempermudah dan
memperlancar penceritaan. Dengan teknik formula dan komposisi skematik, pencerita dapat melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi
waktu pertunjukan sehingga ditemui kata-kata, frasa, dan klausa yang berulang. Dengan memanfaatkan cara yang sama, terlihat adanya kalimat-kalimat yang bersifat
paralel. Formulaik yang digunakan oleh kedua pencerita dalam cerita Tupai Janjang
tidak selalu sama. Perbedaan itu disebabkan oleh sifat dari tradisi lisan. Setiap pencerita dapat bebas melakukan improvisasi. Perulangan yang ditemui pada teks
memperlihatkan adanya kata dan kelompok kata yang sama bahkan juga ada yang berbeda. Formulaik yang dipilih saat pertunjukan juga mempertimbangkan irama.
Oleh karena itu, jika suku kata tidak mencukupi dalam satu tarikan napas, pencerita akan menambahkan dengan memasukkan ungkapan penyeling untuk penyempurnaan