UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
didapatkan sedikit. Kemurnian DNA daging kisaran 1,9-1,8. Sedangkan kemurnian gelatin berada pada kisaran 1,6-1,5. Sampel gummy vitamin C
memiliki kemurnian pada kisaran 1,5-1,6. Nilai kemurnian DNA pada daging termasuk dalam kategori murni karena memenuhi rasio antara 1,8-
2,0. Adapun nilai kemurnian DNA pada gelatin maupun sampel simulasi gummy vitamin C termasuk dalam kategori belum murni, karena nilai
kemurnian dibawah 1,8. Nilai kemurnian DNA pada sampel gelatin sapi, gelatin babi, dan simulasi gummy vitamin C rendah disebabkan terdapat
kontaminan protein dimana nilai kemurnian 1,5 memiliki perbandingan persentase protein dan asam nukleat yaitu sekitar 80 dan 20 selain hal
tersebut sebanyak 92 komposisi gelatin adalah protein maka dari itu dengan presentase protein yang besar memungkinkan terdapat sisa protein
yang tertinggal dalam isolat DNA Sambrook et al, 2001; Schrieber, 2007.
4.4. Amplifikasi DNA Daging, Gelatin, dan Sampel Simulasi Gummy
Vitamin C pada Real Time PCR
DNA yang berhasil diisolasi kemudian diamplifikasi dengan menggunakan alat Real-Time PCR. Komponen yang digunakan pada proses
amplifikasi Real Time PCR adalah DNA template, satu pasang primer spesifik sapi dan babi, hydrolysis probe, dan LC 480 probe master.
Proses deteksi dengan alat Real Time PCR membutuhkan sepasang primer spesifik dengan spesies DNA sapi dan DNA babi yang diidentifikasi
secara in silico dengan website BLAST NCBI. Region DNA yang dipakai terletak pada mitokondria cytB. Selain sepasang primer spesifik, dibutuhkan
juga pewarna fluoresensi probe.
Hydrolysis probe merupakan oligonuklotida probe yang dilabel dengan pemancar atau reporter dye pada
bagian ‘5 eksonuklease dan peredam atau quencher dye pada bagian ‘3 eksonuklease. Probe pada Real-Time PCR digunakan sebagai pewarna
pendeteksi adanya sinar fluoresen yang ditangkap. Pada proses annealing setiap siklus, reporter probe akan dipisah dari quencher probe melalui
hibridisasi atau aktifitas nuklease Taq Polimerase Johansson, 2006.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Campuran reaksi total PCR Lampiran 5 dibuat dalam volume 20 μL dengan konsentrasi tiap primer forward dan reverse
0,8 μM serta untuk konsentrasi probe adalah 0,2 μM. Konsentrasi primer dan probe dibuat dari
la rutan induk 10 μM Lampiran 3. Konsentrasi primer untuk PCR
sebaiknya berkisar antara 0,3- 1 μM dan untuk konsentrasi hydrolysis probe
berkisar antara 0,05- 0,2 μM Roche
b
, 2008. Konsentrasi primer yang optimal adalah konsentrasi terendah yang dapat menghasilkan nilai CP awal
dan kurva fluoresensi yang baik, begitu juga dengan probe. Analisa kurva amplifikasi pada Real Time PCR dapat dilihat pada kenaikan kurva
amplifikasi dan nilai CP crossing point. Nilai crossing point CP yaitu siklus dimana fluoresensi mencapai ambang batas atau threshold sehingga
terjadi peningkatan signifikan saat pertama kali terdeteksi Rodriguez, 2013.
Gambar 10. Hasil Amplifikasi pada Uji Spesifitas Primer Sapi Menggunakan Kontrol Positif Daging Sapi, Gelatin Sapi
dan Simulasi Gummy Vitamin C Sapi Keterangan :DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi;
DB = Daging Babi; GMS = Gummy Sapi; GMB = Gummy babi; NTC = No Template Control; dan CP =
Crossing Point
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 11. Hasil Amplifikasi Sampel Simulasi Gummy Vitamin C dengan Primer Sapi
Keterangan:DS = Da ging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi; GMS = Gummy Sapi; GMB
= Gummy babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Sebelum pengujian sampel simulasi gummy, dilakukan pengecekan spesifitas primer sapi dan babi. Pada uji spesifitas primer sapi dilakukan
dengan 40 siklus dengan suhu annealing 61º C. Hasil dari uji terlihat pada gambar 8 primer dan probe sapi hanya mengamplifikasi daging sapi dengan
nilai CP 18,89, gelatin sapi dengan nilai CP 25,88, dan gummy sapi dengan nilai CP 26,19.
Seluruh sampel simulasi gummy vitamin C diuji dengan menggunakan primer sapi dan primer babi. Pada uji ini dilakukan dengan suhu annealing
61º C dan dilakukan sebanyak 40 siklus. Hasil kurva amplifikasi primer sapi pada gambar 9 terlihat adanya perbedaan kenaikan kurva amplifikasi.
Kontrol positif daging sapi terlihat kenaikan kurva amplifikasi pertama kali yaitu pada siklus 18,27 dengan konsentrasi DNA 36,54 ngµ L. Kurva
amplifikasi yang kedua yaitu pada gummy konsentrasi 75 babi pada siklus 24,91 dengan konsentrasi DNA 30,13 ngµ L. Kurva ketiga yang muncul
yaitu kontrol positif gelatin sapi pada siklus 25,31 dengan konsentrasi DNA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29,44 ngµ L. Kurva keempat yang muncul yakni gummy sapi pada siklus 25,49 dengan konsentrasi DNA 17,18 ngµ L. Adapun kurva kelima yaitu
gummy babi 50 pada siklus 26,06 dengan konsentrasi 12,06 ngµ L. Kurva keenam muncul gummy babi 25 pada siklus 26,36 dengan konsentrasi
DNA 10,23 ngµ L. Secara teoritis, konsentrasi DNA yang tinggi membutuhkan siklus amplifikasi lebih sedikit untuk mencapai CP, begitu
juga dengan konsentrasi DNA yang rendah membutuhkan siklus amplifikasi lebih panjang untuk mencapai CP. Data di atas menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi DNA maka semakin kecil nilai CP, dan sebaliknya semakin sedikit konsentrasi DNA semakin besar nilai CP
Roche
c
, 2008.
Gambar 12. Hasil Amplifikasi Pada Uji Spesifitas Primer Babi Menggunakan Kontrol Positif Daging Babi, Gelatin Babi, dan
Simulasi Gummy Vitamin C Babi Keterangan :DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB
= Daging Babi; GMS = Gummy Sapi; GMB = Gummy babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 13. Hasil Amplifikasi Sampel Simulasi Gummy Vitamin C dengan Primer Babi
Keterangan:DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi; GMS = Gummy Sapi; GMB
= Gummy babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Pada uji spesifitas primer babi dilakukan dengan 50 siklus lebih panjang dari siklus uji spesifitas primer sapi dengan suhu annealing 60º C.
Hasil pada pengujian ini terlihat pada gambar 10 adapun primer dan probe babi hanya mengamplifikasi daging babi dengan nilai CP 20,77, gelatin
babi dengan nilai CP 38,40 dan gummy babi dengan nilai CP 37,01. Dan
kontrol negatif tidak terjadi kenaikan kurva amplifikasi.
Pada pengujian sampel simulasi gummy dilakukan sebanyak 50 siklus dengan suhu annealing 60º C. Hasil kurva amplifikasi dengan primer
babi ditunjukkan pada gambar 11. Berdasarkan hasil tersebut terlihat kenaikan kurva pertama kali pada kontrol positif daging babi, pada siklus
ke 18,81 dengan konsentrasi DNA 46 ngµ L. Kemudian pada kurva amplifikasi kedua muncul sampel babi konsentrasi 75 pada siklus 37,20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan konsentrasi DNA 30,13 ngµ L. Pada kurva amplifikasi ketiga muncul gummy babi pada siklus 37,63 dengan nilai konsentrasi DNA 18
ngµ L. Adapun pada kurva amplifikasi keempat muncul gelatin babi pada siklus 41,62 dengan konsentrasi DNA 10,36 ngµ L. Sedangkan pada kurva
kelima muncul sampel gummy 50 babi pada siklus 41,95 dengan nilai konsentrasi DNA 12,06 ngµ L. Pada kurva keenam muncul sampel simulasi
gummy 25 babi pada siklus 42,08 dengan konsentrasi DNA 10,23 ngµ L. Sedangkan pada sampel gummy 1 babi tidak terlihat kenaikan kurva
amplifikasi yang disebabkan konsentrasi gelatin dalam sediaan yang relatif kecil sehingga pada proses ekstraksi tidak didapatkan isolat DNA. Secara
teoritis, konsentrasi DNA yang tinggi membutuhkan siklus amplifikasi lebih sedikit untuk mencapai CP, begitu juga dengan konsentrasi DNA yang
rendah membutuhkan siklus amplifikasi lebih panjang untuk mencapai CP. Data di atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi DNA maka
semakin kecil nilai CP, dan sebaliknya semakin sedikit konsentrasi DNA semakin besar nilai CP Roche
c
, 2008.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5
KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan
1. Kondisi optimal proses isolasi DNA dari gummy dan gelatin diperoleh
melalui metode presipitasi DNA kombinasi natrium asetat dan isopropanol dengan perbandingan volume 1:1.
2. Amplifikasi DNA dengan primer spesifik sapi dilakukan sebanyak 40
siklus dan kondisi annealing pada suhu 61ºC. Sedangkan amplifikasi DNA dengan primer spesifik babi dilakukan sebanyak 50 siklus dengan kondisi
annealing pada suhu 60ºC. 3.
Kurva amplifikasi real-time PCR menggunakan primer spesifik sapi menunjukkan bahwa kontrol positif daging sapi, gelatin sapi dan simulasi
gummy sapi teramplifikasi dengan nilai CP 18,27, 25,31, dan 25,49 sedangkan kontrol negatif tidak menunjukkan kurva amplifikasi.
4. Kurva amplifikasi real-time PCR menggunakan primer spesifik babi
menunjukkan bahwa hanya kontrol positif yang teramplifikasi yaitu pada daging babi, gelatin babi, dan gummy babi dengan nilai CP 18,81, 41,62,
37,63.
5.2. Saran